Anda di halaman 1dari 6

ILMU ALAMIAH DASAR

BAB IV
METODE ILMIAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM
PENGEMBANGAN ILMU
A. Kompetensi Dasar
(1) Memahami dan menjelaskan prosedur ilmiah dan kebenaran
ilmiah

B. Indikator Hasil Belajar


(1) Menjelaskan kriteria metode ilmiah
(2) Menjelaskan tahapan metode ilmiah
(3) Menjelaskan kebenaran ilmiah

C. Uraian Materi

Pengantar
Metode ilmiah merupakan cara dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah.
Atau dengan perkataan lain, pengetahuan yang diperoleh dengan
mempergunakan metode ilmiah dapat digolongkan menjadi pengetahuan yang
bersifat ilmiah atau disingkat menjadi pengetahuan ilmiah atau ilmu. Metode
ilmiah merupakan sintesis antara berpikir rasional dan bertumpu pada data
empiris. Kedua cara ini tercermin dalam berbagai langkah yang terdapat dalam
proses kegiatan ilmiah.

Ciri-Ciri Ilmiah
Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
(1) Obyektif, artinya pengetahuan itu sesuai dengan objeknya., yakni
kesesuain atau kebenarannya dibuktikan dengan hasil pengindraan atau
empiris
(2) Metodik, yakni suatu pengetahuan yang diperoleh dengan
menggunakan cara-cara tertentu, teratur dan terkontrol. Hal-hal yang
berhubungan dengan metode ilmiah ini akan dijelaskan lebih lanjut.
(3) Sistematik, artinya pengetahuan ilmiah itu tersusun dalam suatu
sistem, tidak berdiri sendiri. Satu dengan yang lain saling terkait, saling
menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh.
(4) Berlaku umum, yakni pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau
X dapat diamati oleh seseorang atau beberapa orang saja, tetapi oleh
semua orang, dengan cara eksperimen yang sama dan akan memperoleh
hasil yang sama pula atau konsisten sifatnya.

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA | Seri Buku Ajar Universitas


ILMU ALAMIAH DASAR

Langkah-langkah Metode Ilmiah


Singkatnya metode ilmiah dapat dideskripsikan dalam langkah-langkah
sebagai berikut.
(1) Penentuan dan perumusan masalah. Pada tahap ini secara
sadar kita menetapkan masalah yang akan kita telaah dengan ruang
lingkup dan batas-batasnya. Ruang lingkup masalah yang ditelaah harus
jelas. Demikian juga batas-batasnya, sebab tanpa kejelasan ini kita akan
mengalami kesukaran dalam melangkah kepada kegiatan berikutnya,
yakni perumusan masalah. Pertanyaan yang diajukan dalam perumusan
masalah berkenaan dengan pertanyaan apa, bagaimana, dan mengapa
objek yang diteliti tersebut.
(2) Penyusunan kerangka berpikir. Kerangka berpikir merupakan
argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara
berbagai faktor yang saling berkait dan membentuk konstelasi
permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan
premis-premis atau teori-teori yang telah teruji kebenarannya dengan
memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
(3) Pengajuan hipotesis. Suatu usaha peneliti untuk memberikan
penjelasan sementara mengenai hubungan sebab-akibat yang mengikat
faktor-faktor yang membentuk kerangka masalah tersebut. Hipotesis ini
pada hakikatnya merupakan hasil suatu penalaran induktif-deduktif,
dengan mempergunakan pengetahuan yang sudah kita ketahui
kebenarannya.
(4) Pengujian hipotesis. Tahap ini merupakan usaha peneliti untuk
mengumpulkan fakta-fakta empiris yang relevan dengan hipotesis yang
diajukan untuk dapat memperlihatkan, apakah fakta-fakta yang didapat
mendukung hipotesis atau tidak. Fakta-fakta ini dapat diperoleh melalui
pengamatan langsung dengan mata atau menggunakan alat bantu
maupun uji eksperimen.
(5) Penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan ini didasarkan
atas penilaian melalui analisis data (fakta), untuk melihat apakah
hipotesis yang diajukan itu diterima atau ditolak. Hipotesis yang diterima
merupakan suatu pengetahuan yang kebenarannya telah diuji secara
X
ilmiah dan merupakan bagian dari ilmu pengetahuan.

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA | Seri Buku Ajar Universitas


ILMU ALAMIAH DASAR

Keseluruhan langkah-langkah tersebut harus ditempuh melalui urutan


yang sistimatis karena langkah yang satu merupakan landasan bagi langkah
berikutnya. Berdasarkan metode ilmiah diperoleh pengetahuan yang disusun
secar sistematis, berlaku umum (generalisasi) dan kebenarannya telah teruji
secara empiris.

Kriteria Kebenaran Ilmiah


Alkisah, seorang anak kecil yang baru masuk Sekolah Dasar (SD),
setelah tiga hari belajar, ia mogok tidak masuk sekolah. Orang tuanya berusaha
membujuk dia dengan segala macam daya, namun semuanya tetap sia-sia; dia
tetap tidak mau sekolah. Setelah didesak-desak akhirnya dia berterus terang
dengan mengatakan, ”Buat apa saya bersekolah kalau ibu guruku seorang
pembohong?”. Coba ceritakan kepada ibu bagaimana dia berbohong
kepadamu?, pinta ibunya sambil tersenyum.

”Tiga hari yang lalu dia berkata 5 + 2 = 7. Kemarin dia berkata 6 + 1 = 7.


Bukankah semua itu tidak benar ??

Permasalahan yang sederhana ini membawa kita kepada apa yang


disebut teori kebenaran. Apakah persyaratannya agar suatu jalan pikiran
menghasilkan kesimpulan yang benar ? Tidak semua manusia mempunyai
persyaratan yang sama terhadap apa yang dianggapnya benar, termasuk anak
SD tadi, yang dengan pikiran kekanak-kanakannya mempunyai kriteria
kebenaran tersendiri. Bagi kita tidak sukar untuk menerima kebenaran bahwa 3 +
4 = 7, 5 + 2 = 7, dan 6 + 1 = 7 juga hasilnya, sebab secara deduktif dapat
dibuktikan bahwa ketiga pernyataan tersebut adalah benar. Mengapa hal ini kita
sebut benar? Sebab pernyataan dan kesimpulan yang ditariknya adalah
konsisten dengan pernyataan dan kesimpulan terdahulu yang telah dianggap
benar.
Teori kebenaran yang didasarkan pada kriteria tersebut di atas
dinamakan teori koherensi. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa
berdasarkan teori koheren ”suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu
bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya
yang dianggap benar. Bila kita menganggap bahwa ”Semua manusia akan mati”
X adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa ”Si Bagong
adalah seorang manusia dan Si Bagong pasti akan mati” adalah benar pula,
sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan pertama.

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA | Seri Buku Ajar Universitas


ILMU ALAMIAH DASAR

Matematika adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan


berdasarkan pembuktian berdasarkan teori koherensi. Sistem matematika
disusun di atas beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar, yakni
aksioma. Dengan mempergunakan beberapa aksioma maka disusun suatu
teorema. Di atas teorema dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara
keseluruhan merupakan sistem yang konsisten. Plato (427-347 S.M) dan
Aristoteles (384-322 S.M) mengembangkan teori koherensi berdasarkan pola
pemikiran yang dipergunakan Euclid dalam menyusun ilmu ukurnya.
Teori lain adalah kebenaran berdasarkan kriteria korespondensi dengan
tokoh utamanya adalah Bertrand Russel (1872-1970). Bagi penganut teori
korespondensi suatu pernyataan itu berkoresponden (berhubungan) dengan
obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Maksudnya, jika seseorang
mengatakan bahwa ”Ibu kota Republik Indonesia adalah Jakarta”, maka
pernyataan itu adalah benar, sebab pernyataan itu berkoresponden dengan
obyek yang bersifat faktual, yakni Jakarta memang ibu kota RI. Sekiranya ada
orang lain yang menyatakan bahwa ”Ibu kora Republik Indonesia adalah
Denpasar” maka pernyataan itu adalah tidak benar sebab tidak terdapat obyek
yang berkoresponden dengan pernyataan tersebut. Dalam hal ini, maka secara
faktual ”Ibu kota RI adalah bukan Denpasar, melainkan Jakarta.
Teori kebenaran koherensi dan korespondensi, keduanya dipergunakan
dalam cara berpikir ilmiah (kebenaran ilmiah). Penalaran teoretis yang
berdasarkan logika deduktif jelas mempergunakan teori koherensi, sedangkan
proses pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan fakta yang
mendukung suatu pernyataan mempergunakan teori korespondensi. Mengacu
pada status ontologi objek, maka pada dasarnya kebenaran dalam ilmu dapat
digolongkan dalam dua jenis teori, yaitu teori kebenaran korepondensi atau teori
kebenaran koherensi. Ilmu-ilmu kealaman (sains) pada umumnya menuntut
kebenaran korespondensi karena fakta-fakta objektif sangat dituntut dalam
pembuktian terhadap setiap proposisi atau pernyataan (statement). Akan tetapi,
berbeda dengan ilmu-ilmu kemanusiaan, ilmu-ilmu sosial, dan matematika. Ilmu-
ilmu tersebut menuntut konsistensi dan koherensi di antara proposisi-proposisi
sehingga pembenaran bagi ilmu-ilmu itu mengikuti teori kebenaran koherensi.
Pemikiran ilmiah juga mempergunakan teori kebenaran lain, yanmg
X
disebut teori kebenaran pragmatis. Teori ini dikembangkan oleh Charles S
Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalahnya yang terbit pada tahun 1878 yang

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA | Seri Buku Ajar Universitas


ILMU ALAMIAH DASAR

berjudul ”How to Make Our Ideas Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh
beberapa ahli filsafat yang kebanyakan berkembang di Amerika, yang
menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filsafat
ini di antaranya Williams James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), dan
George Herbert Mead (1863-1931).
Bagi penganut pragmatis, kebenaran suatu pernyataan diukur dengan
kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.
Artinya, suatu pernyataan adalah benar jika pernyataan itu atau konsekuensi dari
pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Sebagai
contoh : Seorang peneliti mencoba teori belajar X dalam kelas, ternyata dengan
menerapkan teori belajar X maka prestasi belajar anak meningkat. Teori X ini
dianggap benar sebab ini adalah fungsional dan mempunyai kegunaan.

Rangkuman
Metode ilmiah merupakan cara dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah.
Ciri-ciri pengetahuan ilmiah adalah: objektif, metodik, sistematik, berlaku umum
(generalisasi). Langkah-langkah metode ilmiah meliputi : penentuan dan
perumusan masalah, penyusunan kerangka berpikir, pengajuan hipotesis,
pengujian hipotesis, dan penarikan kesimpulan. Ada tiga teori kebenaran dalam
berpikir ilmiah yaitu teori koherensi, korespondensi dan pragmatisme. Ilmu-ilmu
kealaman (sains) pada umumnya menuntut kebenaran korespondensi karena
fakta-fakta objektif sangat dituntut dalam pembuktian terhadap setiap proposisi
atau pernyataan (statement). Akan tetapi, berbeda dengan ilmu-ilmu
kemanusiaan, ilmu-ilmu sosial, dan matematika. Ilmu-ilmu tersebut menuntut
konsistensi dan koherensi di antara proposisi-proposisi sehingga pembenaran
bagi ilmu-ilmu itu mengikuti teori kebenaran koherensi.

Soal Latihan

(1) Jelaskan apa yang dimaksud dengan metode ilmiah. Uraikan pula
langkah-langkah metode ilmiah.
(2) Sebutkan dan jelaskan ciri-ciri pengetahuan ilmiah.
(3) Jelaskan teori yang berkenaan dengan kebenaran ilmiah.
X
(4) Apakah perbedaan ilmu sosial dengan ilmu alamiah ditinjau dari teori
kebenaran yang dianutnya.

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA | Seri Buku Ajar Universitas


ILMU ALAMIAH DASAR

Daftar Pustaka

Chalmer.A.F. 1990. What is this thing called Science. USA: University of


Queensland Press.

Depdikbud. 1981. Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V. Filsafat


Ilmu. Jakarta: Dirjen dikti PPIPT.

Darmodjo,H& Kaligis,Y. 2001. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: Pusat Penerbitan UT.

Goldstein,M & Goldstein,I.F. 1980. How We Know. An Exploration of the


Scientific Process. New York: Plenum Press.

Setjoatmodjo,P. 1988. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: P2LPTK Depdikbud.

Siswomihardjo,K.dkk. 1997. Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu


Pengetahuan. Yogyakarta: Pt. Intan Pariwara

Suriasumantri. J.S. 1993. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan.

Suriasumantri,J.S.1982. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor


Indonesia.

Depdikbud. 1981. Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V. Filsafat


Ilmu. Jakarta: Dirjen dikti PPIPT.

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA | Seri Buku Ajar Universitas

Anda mungkin juga menyukai