Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Penyebab Tuberkulosis (TB) diketahui lebih dari satu abad dan selama
hampir 50 tahun sudah ditemukan berbagai macam obat yang efektif untuk
mengatasinya. Namun, masalah TB dunia sekarang lebih besar dari sebelumnya.
Penyebab pasti ini tidak diketahui. Hal ini diperkirakan karena hubungan antara
TB dengan infeksi HIV serta terjadinya Multiple Drug Resistant Tuberkulosis
(TB-MDR). Setiap tahun diperkirakan ada satu juta kasus baru dan dua juta
kematian terjadi akibat TB di dunia.1

Selain itu, efek samping dan toksisitas obat juga memiliki sebuah ancaman
baik untuk dokter dan pasien dalam melanjutkan terapi. Di antara berbagai efek
yang disebabkan oleh obat TB, kerusakan hati yang paling banyak. Kerusakan hati
disebabkan oleh sebagian besar obat lini pertama dan hal ini tidak hanya menjadi
sebuah tantangan serius dalam menghadapi pengobatan dan perawatan TB tetapi
juga menimbulkam kesulitan dalam memulai pengobatan. Regimen pengobatan
untuk TB Nasional yang direkomendasikan yakni Isoniazid (INH), Rifampisin
(R), Etambutol (E), pirazinamid (P) dan Streptomisin (S).2

Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z) dan etambutol (E)/


streptomisin (S) (3 obat pertama bersifat hepatotoksik). Factor risiko
hepatotoksisitas: Faktor Klinis (usia lanjut, pasien wanita, status nutrisi buruk,
alcohol, punya penyakit dasar hati, karier HBV, prevalensi tinggi di negara
berkembang, hipoalbumin, TBC lanjut, pemakaian obat tidak sesuai aturan dan
status asetilatornya) dan Faktor Genetik. Risiko hepatotoksisitas pasien TBC
dengan HCV atau HIV yang memakai OAT adalah 4-5 x lipat. Telah dibuktikan
secara meyakinkan adanya keterkaitan antara HLA-DR2 dengan tuberculosis pada
berbagai populasi dan keterkaitan variasi gen NRAMPI dengan kerentanan
terhadap tuberculosis. 2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Hepatitis imbas obat atau dikenal juga sebagai drug-induced
hepatotoxicity, druginduced liver injury, hepatic failure due to drugs, hepatic
failure due to herb, drug hepatotoxicity ,drug toxicity, dan drug-related
hepatitoxicity, berarti keadaan inflamasi yang terjadi jika kita mengkonsumsi
bahan kimia beracun, obat, atau jamur beracun tertentu.4

2.2. Manifestasi klinis

Presentasi klinis hepatitis akibat Obat Anti Tuberkulosis (OAT) terkait


mirip dengan hepatitis virus akut. OAT bisa menyebabkan hepatotoksisitas dengan
tingkat gejala yang bervariasi dari asimtomatik hingga simptomatik seperti mual,
muntah, anoreksia, jaundice, dll. Enzim hati transaminase mengalami kenaikan
seperti pada kegagalan hati akut.2

Jika dalam pasien tuberculosis yang sedang dalam pengobatan OAT dan
memberikan gejala hepatitis akut seperti di bawah ini, maka hal ini dapat
dijadikan acuan diagnose hepatotoksisitas imbas OAT telah terjadi. Individu yang
dijangkiti akan mengalami sakit seperti kuning, keletihan, demam, hilang selera
makan, muntah-muntah, sclera ikterik, jaundice, pusing dan kencing yang
berwarna hitam pekat

2.3. Penegakan Diagnosis


a. Anamnesis
Pada pasien ini, keluhan utama berupa muntah yang disertai mual
sejak mengkonsumsi Obat Anti-Tuberculosis (OAT) yang diperoleh dari
dokter. Keluhan mual dan muntah tersebut dapat terjadi karena efek
samping dari pemberian OAT yang mulai dikonsumsi pasien sejak 2
minggu. Dari anamnesis yang telah dilakukan, pasien mengaku pertama
kali mendapatkan OAT pada bulan Mei 2014 dan sempat dikonsumsi. OAT

2
yang pertama kali dikonsumsi pasien diduga merupakan OAT kombinasi
dosis tetap (Fixed Dose CombinationFDC) yang terdiri dari Rifampisin,
Isoniazid, Pirazinamid dan Etambutol. Setelah mengonsumsi OAT selama
2 minggu, pasien mulai merasakan mual dan muntah yang semakin
memberat. Kemungkinan mual dan muntah ini disebabkan oleh efek
samping dari OAT tersebut, karena sebelum mengonsumsi OAT pasien
mengaku tidak pernah mengalami muntah dan mual maupun gejala
gastrointestinal lainnya .

Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan


tanpa efek samping, namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping.
Isoniazid (INH), Rifampisin (R), dan Pirazinamid (Z) merupakan OAT
yang memiliki sifat hepatotoksik. Efek samping berupa Drug Induced
Hepatitis (DIH) paling potensial disebabkan oleh Isoniazid (INH).
Pirazinamid (Z) merupakan salah satu obat yang memiliki efek samping
utama berupa kerusakan hepar (hepatotoksik) yang ditandai dengan
adanya keluhan mual dan muntah serta keluhan kuning pada mata (sklera)
maupun kulit pasien. Pirazinamid dimetabolisme secara hepatal,
dihidrolisir menjadi pyrazininoic acid (bentuk aktif) lalu dihidroksilasi
menjadi 5-hydroxypyrazinoic acid. Hepatotoksisitas dapat terjadi sesuai
dosis terkait dan dapat terjadi setiap saat selama terapi.1,2

Isoniazid (INH) memiliki efek samping ringan berupa tanda


keracunan pada saraf tepi, kesemutan, dan rasa terbakar di kaki dan nyeri
otot. Efek samping berat yang dapat ditimbulkan oleh Asetil hidrazin,
suatu metabolit dari Isoniazid bertanggung jawab atas kerusakan hati.
Rifampicin (R) umumnya hanya memberikan efek samping ringan yang hanya
memerlukan pengobatan simptomatik. Efek samping ringan tersebut diantaranya
adalah mual, muntah dan tidak nafsu makan. Rifampicin menyebabkan
peningkatan transient dalam enzim hati biasanya dalam 8 minggu pertama terapi
pada 10- 15% pasien, dengan kurang dari 1% dari pasien menunjukkan
rifampisin terbuka-induced hepatotoksisitas.

3
Pirazinamid (Z) Efek samping yang paling utama dari obat ini adalah
hepatotoksisitas. Hepatotoksisitas dapat terjadi sesuai dosis terkait dan dapat
terjadi setiap saat selama terapi. Etambutol (E) ada sedikit laporan
hepatotoksisitas dengan Etambutol dalam pengobatan TB. Tes fungsi hati yang
abnormal telah dilaporkan pada beberapa pasien yang menggunakan etambutol
yang dikombinasi dengan OAT lainnya yang menyebabkan hepatotoksisitas

Keluhan tambahan yang dirasakan pasien adalah lemas, sakit


kepala, dan berat badan menurun. Keluhan tersebut dapat terjadi karena
gambaran klinik yang ditimbulkan oleh infeksi tuberculosis, gejala malaise
ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
Lemas juga dapat terjadi karena pasien terus menerus mengalami mual dan
muntah, banyaknya cairan yang keluar melalui muntah dapat mengurangi
volume cairan tubuh, sehingga pasien dapat menderita dehidrasi dan
merasa lemas. Menurunnya nafsu makan juga dapat menyebabkan
kurangnya asupan nutrisi bagi pasien, sehingga dapat menyebabkan
berbagai hal seperti anemia defisiensi, menurunnya sistem kekebalan
tubuh sehingga dapat mempermudah terjadinya efek samping yang
ditimbulkan oleh OAT maupun komplikasi TB yang dapat terjadi. 1,2

Pekerjaan pasien yang merupakan seorang perawat di bangsal


penyakit dalam salah satu rumah sakit di Jakarta sejak 1 tahun terakhir
dapat menjadi sebuah faktor risiko pasien menderita TB, karena seringnya
pasien menjalin kontak dengan orang yang mungkin telah menderita TB.
Penularan tersebut dapat terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Bila partikel infeksi ini
terinhalasi oleh orang sehat, maka orang tersebut dapat tertular infeksi TB.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Antropometri
BB : 39 Kg
TB : 155 cm
IMT: 16.23 (underweight)
2) Vital Sign
-Tekanan Darah : 110/70 mmHg

4
- Nadi : 92x/menit
- RR : 24x/menit
- Suhu : 36,0 oC

Pemeriksaan mata
- Konjungtiva : anemis (+/+)
- Sclera : ikterik (+/+)
Pemeriksaan Pulmo
- Inspeksi : bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-),
Jejas (-)
Retraksi suprasternalis (-)
Retraksi intercostalis (-)
Retraksi epigastrik (-)

- Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri


ketinggalan gerak (-)
- Perkusi : sonor pada lapang paru kiri dan kanan
Batas paru hepar di SIC V LMCD
- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-)
Ronki basah kasar (-/-), ronki basah halus (-/-)
Dari pemeriksaan fisik pasien ini, tidak menunjukkan adanya
kelainan yang mengarah ke diagnosis TB milier. Secara klinis, pasien
menujukkan klinis berupa anemis, ikterik, mual dan muntah setelah
mengkonsumsi obat OAT serta peningkatan kadar enzim hati mengarah
pada diagnosis Drug Induced Hepatitis (DIH) yang disebabkan oleh OAT.

b. Pemeriksaaan Penunjang
Foto Thoraks
Cor: cor tampak normal, CTR < 50%
Pulmo: corakan vaskuler meningkat, tampak bercak infiltrat pada lapang
paru kanan dan paru kiri, tampak bercak-bercak halus yang tersebar merata
pada lapang paru kanan dan kiri.

2.4. Patofisiologi

5
2.5. Penatalaksanaan
Hepatitis imbas obat adalah kelainan fungsi hati akibat penggunaan obat-
obat hepatotoksik (drug induced hepatitis).
Penatalaksanaan:
-
Bila Klinis (+) (Ikterik, gejala mual, muntah), maka OAT distop
-
Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali, maka OAT distop
-
Bila gejala klinis (-), laboratorium terdapat kelainan (Bilirubin>2),
maka OAT distop
-
SGOT dan SGPT >5 kali nilai normal, maka OAT distop

6
-
SGOT dan SGPT> 3 kali, maka teruskan pengobatan dengan
pengawasan
Paduan obat yang dianjurkan
-
Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)
-
Setelah itu monitor klinis dan laboratorium, bila klini dan laboratorium
kembali normal (bilirubin, SGOT dan SGPT), maka tambahkkan
Isoniazid (H) desensitisasi sampai dengan dosis penuh 300 mg. selama
itu perhatikan klinis dan periksa laboratorium saat Isoniazid dosis
penuh. Bila klinis dan laboratorium kembali normal, tambahkan
Rifampicin, desensitisasi sampai dengan dosis penuh (sesuai berat
badan). Sehingga paduan obat menjadi RHES.
-
Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi.4

Pada pasien tuberculosis dengan hepatitis C atau HIV mempunyai risiko


hepatotksisitas terhadap obat aniti tuberculosis lima kali lipat. Sementara pasien
dengan karier HBsAg positif dan HBeAg negative yang inaktif dapat diberikan
obat standard jangka pendek, yakni Isoniazid, Rifampisin, Etambutol, dan/atau
Pirazinamid dengan syarat pengawasan tes fungsi hati paling tidak dilakukan
setiap bulan. Sekitar 10% pasien tuberculosis yang mendapatkan Isoniazid
mengalami kenaikan konsentrasi aminotransferase serum dalam minggu-minggu
pertama terapi yang nampaknya menunjukkan respon adaptif terhadap metabolit
toksik obat. Isoniazid dilanjutkan atau tidak tetap akan terjadi penurunan
konsentrasi aminotransferase sampai batas normal dalam beberapa minggu. Hanya
sekitar 1% yang berkembang menjadi seperti hepatitis viral, 50% kasus terjadi
pada 2 bulan pertama dan sisanya baru muncul beberapa bulan kemudian.3

7
BAB III
ILUSTRASI KASUS

Identitas pasien
Nama : Tn. S
Umur : 60 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
Status : Menikah

8
Masuk RS : 10/04/ 2017
Anamnesis
Autoanamnesis

Keluhan utama
Sesak sejak 1 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Mual dan muntah 2 minggu, mual dirasakan setiap kali makan. Mual dan
muntah dirasakan setelah mengkonsumsi obat OAT dari dokter.
Nyeri dada sejak 1 bulan yang lalu, nyeri dirasakan menjalar ke bahu
sebelahh kanan. Nyeri juga dirasakan di perut kana atas sejak 2 minggu
dan mata menjadi kuning.
Nafsu makan berkurang 3 minggu yang lalu.
Demam dirasakan naik turun, pada malam hari pasien menggigil dan
selalu berkeringat.
Sesak sejak 1 bulan SMRS.
Batuk lebih dari 2 minggu serta mengeluarkan lendir berwarna putih dan
batuk dirasakan hilang timbul.
BAK sulit, berwarna kuning keruh
BAB tidak lancar, dan berwarna coklat gelap.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat asma disangkal
Riwayat TB paru (+)
Riwayat anemia (+)
Riwayat DM (-)
Riwayat penyakit jantung (+)

Riwayat Penyakit Keluarga


Ada riwayat TB paru
Riwayat asma diangkal
Riwayat penyakit jantung tidak ada
Riwayat DM (-)
Riwayat hipertensi disangkal

9
Riwayat Pengobatan

Pasien sebelumnya sudah pernah berobat ke klinik dokter dan puskesmas.


Pasien sedang mengkonsumsi obat 6 bulan.

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi dan kebiasaan


Pekerjaan: pasien bekerja sebagai petani
Sosisl ekonomi: menengah kebawah
Kebiasaan: pola maka tidak teratur, merokok 1 hari 2 bungkus dan riwayat
minum alkoho 10 tahun yang lalu.
Pemeri ksaan fisik
Pemeriksaan umum
Kesadaran : Komposmentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tekanan darah : 158/99 mmHg
Nadi : 70 x/menit
Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,7C
Pemeriksaan kepala dan leher
Konjungtiva anemis (+/+)
Sklera ikterik (+/+)
Pembesaran KGB (-)

Paru :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Vocal fremistus sama kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler -/-, ronkhi -/-, wheezing +/+
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
palpasi : Ictus cordis teraba di linea midclavicula sinistra SIC V
perkusi : Batas jantung kanan: SIC V Linea parasternalis dextra
Batas jantung kiri: SIC V Linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi : Suara jantung reguler, murmur (-) gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut datar, distensi (+), scars (-)

10
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan abdomen (+), hepar tidak teraba
Perkusi : Timpani di seluruh regio abdomen
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah lengkap
Tanggal 28/02/2017
Hb : 8,4 gr%
Leukosit : 14,4 10^3/mm^3
Hematokrit : 23,1%
Trombosit : 404 10^3/mm^3

Fungsi Hati
SGOT : 107 U/L
SGPT : 84 U/L

Fungsi Ginjal
Creatinin : 1,0 mg/ dl
Ureum : 45 mg/ dl

Diabetes
Glukosa Darah Sewaktu : 152 mg/dl

Pemeriksaan Foto Thorax

11
Kesan:

Foto Thorax PA

- CTR > 50 %
- Terdapat cardiomegali
- Terdapat bercak infiltrat pada kedua lapangan paru
- Jaringan lunak dan tulang- tulang dinding dada baik

Resume

Pasien datang ke RSUD bangkinang dengan keluhan sesak sejak 1 bulan


ini. Pasien mengeluhkan batuk berlendir berwarna putih dan terasa sesak, nyeri
dada menjalar ke bahu sebelah kanan. Pasien mengeluhkan demem naiak turun,
ada keringat malam. Nafsu makan berkurang, mual (+), muntah (-), perut juga
terasa nyeri di bagian abdomen quadran kanan atas, mata tampak skera ikterik.
BAK berwarna kuning pekat, BAB tidak lancar dan berwarna coklat gelap.
Pemeriksaan fisik: mata sklera ikterik (+/+), Conjungtiva anemis (+/+). Thorax:
auskultasi Wheezing (+), abdomen: inspeksi distensi (+), palapasi: nyeri tekan

12
epigastrium (+), nyeri tekan quadran kanan atas (+), pemeriksaan darah lengkap:
Hb: 8,4 gr%, Leukosit : 14,4 10^3/mm^3, Hematokrit: 23,1%, Trombosit: 404
10^3/mm^3, Fungsi Hati: SGOT : 107 U/L, SGPT : 84 U/L, Fungsi Ginjal:
Creatinin: 1,0 mg/ dl, Ureum : 45 mg/ dl, Diabetes: Glukosa Darah Sewaktu : 152
mg/dl.

Diagnosis

- CAP
- DIH
- PPOK
- TB Paru
- Anemia ec perdarahan
- Dyspepsia

Penatalaksanaan

- O2 3-4 tpm
- IVFD dripp aminophilin dalam RL 500 cc/12 jam
- Inj. Cebactam 2x 1 gram
- Inj. Ranitidin 2x 25 mg
- Inj. Methilprednisolon 2x 125 mg
- INH 300 / etambutol 500 mg / B6 10 mg 1x1
- PCT 3x1
- Sucralfat syr 3x1
- Bionemi 1x1
- Proliva 3x1

BAB IV
KESIMPULAN

1. Pengobatan TB menggunakan obat anti tuberkulosis (OAT) dapat


menimbulkan efek samping, salah satunya adalah Drug Induced Hepatitis
(DIH)
2. Monitoring dan evaluasi selama pengobatan TB yaitu dari keadaan klinis,
sputum bakterilogis, foto radilogis, efek samping obat dan keteraturan
pengobatan

13
3. Efek samping dari OAT harus dievaluasi serta diedukasikan kepada pasien
dan keluarga agar mengerti dan waspada.
4. Jika terjadi efek samping seperti DIH, maka pengobatan TB harus sesuai
dengan pedoman TB pada keadaan khusus.
5. Keberhasilan pengobatan TB tergantung pada kepatuhan minum obat,
pengawasan yang ketat, serta penyakit yang menyertai.

Daftar Pustaka

1. Hussain, Z., P. Kar., S. A. Husain. Antituberculosis drug-induced hepatitis:


Risk factors, prevention, and management. Dalam: Indian Journal of
Experimental Biology. 2003;41:1226-1232.
2. Kishore, P. V., Palain S., Paudel R., Mishra P., Prabhu M., Shankar P. R.
Drug Induced Hepatitis with Anti-tubercular Chemotherapy: Challenges
and Difficulties in Treatment. Dalam: Kathmandu University Medical
Journal. 2007;2 (18): 256-260.
3. Lessnau, Klaus-Dieter, Cynthia de Luise, Joseph Richard Masci. 2013.
Miliary Tuberculosis. Dalam: Medscape. Diakses dari:

14
http://emedicine.medscape.com/article/221777-overview#aw2aab6b9 pada
10 Juni 2014.
4. PDPI. 2011. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika

15

Anda mungkin juga menyukai