Anda di halaman 1dari 7

Bagian dari aksis tumbuhan yang menopang daun dan organ reproduktif, dan biasanya

terletak di permukaan tanah disebut batang. Secara umum batang memiliki stele dengan

xylem dan floem, perisikel, endodermis, korteks, dan epidermis. Pada batang berkas xylem

dan floem terletak bersebelahan dan dalam radius yang sama. Pada organ batang terdapat tiga

bagian pokok yang berkembang dari jaringan protoderm, prokambium, dan meristem dasar,

yaitu epidermis dan derivatnya, korteks dan stele. Ketiga bagian tersebut akan tampak jelas

pada tumbuhan dikotil, sedangkan pada tumbuhan monokotil batas antara korteks dan stele

kurang jelas (Nugroho dkk, 2005).

Epidermis tersusun dari selapis sel dan merupakan lapis terluar batang. Epidermis

mempunyai stomata dan menghasilkan berbagai tipe trikoma. Sel epidermis biasanya

berbentuk rektanguler tersusun rapat tanpa adanya ruang antar sel, dinding luar mengalami

penebalan dari zat kutin. Derivat epidermis yang dapat dijumpai adalah stomata, trikoma, sel

silika dan sel gabus. Stomata kelak berkembang menjadi lentisel (Taggart and Star, 2000).

Daerah korteks terutama tersusun oleh parenkim sebagai jaringan dasar, di daerah

perifer kadang dijumpai kolenkim yang berkelompok atau membentuk lingkaran tertutup.

Bagian korteks yang paling dalam disebut floetherma. Korteks batang adalah daerah

berbentuk silinder di antara epidermis dan silinder pembuluh. Korteks dapat terdiri dari

seluruhnya atas jaringan tipis. Korteks batang dapat berisikan sklereid, sel sekresi, dan

latisifier (Raven et.al, 2008).

Stele merupakan daerah di sebelah dalam dari endodermis yang terdiri atas

perikambium, parenkim, dan berkas pengangkut. Berdasarkan tipe berkas pengangkut, ada

tidaknya empelur, dan jendela daun maka stele dapat dibagi menjadi protostele, sifonostele,

diktiostele, eustele, dan ataktostele. Stele merupakan sistem jaringan primer yang terdiri atas

satuan berkas pengangkut beserta jaringan dasar pendukungnya (misalnya empelur, perisikel,

jaringan interfasikular), baik tersusun secara sederhana maupun kompleks (Setjo dkk, 1999).
Xylem (pembuluh kayu) meliputi trachea dan tracheid dan berfungsi mengangkut

bahan mineral dan air dari akar sampai daun. Floem berfungsi mengangkut bahan-bahan dari

bagian atas ke bagian bawah, jelasnya dari daun ke bagian organ lainnya, seperti batang, akar,

atau umbi. Xylem dan floem membentuk berkas pengangkutan (Kartasapoetra, 1991).

Struktur batang monokotil berbeda dengan struktur batang dikotil. Pada monokotil,

jaringan-jaringan pembuluh biasanya tersusun dalam berkas-berkas terpisah. Akibat

penyebaran berkas-berkas pembuluh yang berserakan ini, tidak dapat dibedakan antara

empelur dan korteks (Tjitrosomo, 1983).

Semua sel pada untaian prokambium menjadi dewasa ke dalam xylem dan floem,

karena itu kambium tidak ada. Kambium berasal dari bagian dalam korteks dan tidak

membentuk floem ke luar dan xylem ke dalam sebagaimana lazimnya. Karena tidak adanya

meristem lateral, jaringan batang monokotil asalnya primer. Tidak adanya pertumbuhan

sekunder menyebabkan batang-batang monokotil berbentuk kolumnar dan bukannya

meruncing. Pada umumnya monokotil tidak mempunyai pertumbuhan sekunder dari

kambium pembuluh tetapi batangnya dapat berkembang menjadi tebal. Penebalan ini berasal

dari pembelahan dan pembesaran sel parenkim dasar disebut pertumbuhan sekunder menebal

(diffuse) (Mulyani, 2006).

Pada kebanyakan monokotil, sistem pembuluh primer terdiri atas sejumlah besar

ikatan yang menyebar secara tidak beraturan dan pada sistem itu tidak memungkinkan

membedakan secara jelas batas antara korteks, silinder pembuluh dan empelur. Pada

beberapa monokotiledon, endodermis dengan dinding sel sekunder yang khas dapat

dirangsang sampai sejumlah besar pengaruh faktor-faktor luar (Soediarto dkk, 1965).

Pada umumnya batang tumbuhan dikotiledon identik dengan dijumpai pada batang-

batang berkayu dikot dan kambium yang berfungsi. Jaringan pembuluh primer batang dikot

dapat membentuk suatu silinder yang kontinu. Berkas-berkas tersebut membentuk kambium
fasikular dan sesudah itu disatukan oleh perkembangan kambium interfasikular. Umumnya

terbentuk suatu silinder pembuluh lengkap yang terdiri dari jaringan-jaringan sekunder

(Tjitrosomo, 1983).

Jaringan berkas pengangkut primer pada tumbuhan dikotiledoneae yang berasal dari

sel-sel perikambium hanya berfungsi pada saat tumbuhan dalam fase perkembangan,

kemudian fungsi pengangkutan digantikan oleh jaringan berkas pengangkut sekunder yang

dihasilkan oleh kambium vaskular. Akibat adanya pertumbuhan menebal sekunder ini fungsi

epidermis sebagai jaringan pelindung digantikan oleh kambium gabus (Nugroho dkk, 2005).

Berkas pengangkutan pada batang dikotil tertata dalam bentuk garios besarnya

sebagai lingkaran yang putus-putus. Setiap berkas vaskular terdiri atas tiga bagian yaitu

xylem, floem, dan kambium. Xylem dan floem dipisahkan oleh kambium yang tersusun dari

sel-sel yang meristematik. Pada tumbuhan dikotil jaringan permanen primer membuat

bagian-bagian fundamental tumbuhan, dan pertumbuhan berikutnya dilaksanakan melalui

aktivitas kambium yang disebut pertumbuhan sekunder. Jaringan yang terbentuk selama

pertumbuhan sekunder disebut jaringan sekunder (Setjo dkk, 1999).

Berkas vaskular batang dikotil biasanya kolateral terbuka dan tersusun teratur dalam

lingkaran. Berkas vaskular itu mengandung selapis sel kambium yang memisahkan xylem

dan floem yang disebut kambium fasikular, yaitu kambium yang berada di dalam berkas

vaskular (Soediarto dkk, 1965).

Susunan penampang melintang batang monokotil terdiri atas epidermis, korteks,

berkas pembuluh (vascular bundle) yang terdiri dari xylem dan floem, endodermis yang

berupa sklerenkim yang terdiri dari sel-sel yang mati, dan empelur. Pada tumbuhan

monokotil, korteks kadang terdiferensiasi secara baik atau kadang-kadang sempit bahkan

tidak dapat dibedakan dengan stele. Pada tumbuhan monocotyledoneae dan beberapa jenis
lainnya, sel penyusun prokambium berdiferensiasi menjadi jaringan berkas pengangkut

primer (Nugroho dkk, 2005).

Pada batang dikotil tubuh sekunder dibentuk dari pertumbuhan sekunder dengan

penambahan jaringan-jaringan sekunder pada tubuh-tubuh primer. Kambium berasal dari

prokambium yang terus meristematis. Kambium yang terjadi dari prokambium ini disebut

kambium fasikular. Sedangkan kambium yang terjadi dari interfasikular parenkim disebut

kambium interfasikular (Napitupulu, 1982).

Batang dikotil ada tiga daerah yang dapat dibedakan yaitu epidermis, korteks, dan

stele. Lapisan terdalam korteks adalah endodermis, terdiri atas selapis sel yang mengelilingi

stele dan mengandung banyak butir tepung. Stele terdiri atas tiga daerah pokok yaitu

perisikel, berkas vaskular, dan empelur. Berkas vaskular terdiri atas tiga bagian yaitu xylem,

floem, dan kambium. Pita kambium terletak di antara berkas vaskular yang berdekatan

disebut kambium interfasikular (Setjo dkk, 1999).

Batang berperan dalam menyangga posisi daun, melakukan fotosintesis, mentraspor

zat-zat mentah dan produk-produk fotosintesis primer dan sekunder yang telah selesai dibuat,

dan menyimpan zat-zat makanan. Batang dan cabang-cabangnya menyusun bagian tumbuhan

yang disebut shoot (taruk). Batang yang biasanya hijau melakukan fotosintesis dengan

bantuan sel-sel korteks yang mengandung sedikit kloroplas. Batang herba umumnya memiliki

stomata. Karena daun paling banyak terdapat di daerah yang jauh dari batang pohon, aliran

floem pada umumnya mengarah ke batang (Raven et.al, 2008).

Adapun tanaman jagung (Zea mays L.) dalam Warisno (1998) diklasifikasikan dalam

kingdom plantae, divisio spermatophyta, subdivisio angiospermae, kelas monocotyledoneae,

ordo graminales, famili graminaceae, genus Zea, dan spesies Zea mays L.

Akar primer memulai pertumbuhan tanaman. Kelompok akar sekunder berkembang

pada buku-buku pangkal batang dan tumbuh menyamping. Akar yang tumbuh relatif dangkal
ini merupakan akar adventif dengan percabangan yang amat lebat yang member hara pada

tanaman. Akar layang penyokong memberikan tambahan topangan untuk tumbuh tegak.

Akar ini tumbuh rapat pada buku-buku dasar dan tidak bercabang sebelum masuk ke

tanah (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Sistem perakaran tanaman jagung terdiri dari akar-akar seminal, koronal, dan akar

udara. Pertumbuhan akar seminal pada umumnya menuju arah bawah, berjumlah 3-5 akar.

Akar koronal tumbuh dari bagian dasar pangkal batang, tumbuh kearah atas dari jaringan

batang setelah plumula muncul. Akar udara untuk memperkokoh batang terhadap kerebahan

dan berperan dalam proses asimilasi (Rukmana, 2003).

Batang tanaman jagung bulat silindris, padat, dan berisi berkas-berkas pembuluh.

Batang tanaman jagung beruas-ruas, dan pada bagian pangkal batang beruas cukup pendek

dengan jumlah sekitar 8-20 ruas. Rata-rata tinggi tanaman jagung 1-3 meter di atas

permukaan tanah. Batang tanaman jagung dapat tumbuh membesar dengan diameter sekitar

3-4 cm (Warisno, 1998).

Batang tertekan, massif, pada pangkal kerap kali dengan akar tunjang, tidak

berkembang baik. Pada ujung batang terkumpul anak bulir yang jantan yang tersusun secara

rapat (Steenis, 2003).

Daun jagung tumbuh melekat pada buku-buku batang. Bagian permukaan daun

berbulu, dan terdiri atas sel-sel bulifor. Bagian bawah tidak berbulu. Jumlah daun tiap

tanaman (pohon) bervariasi antara 8-48 helai. Letak daun pada batang termasuk daun duduk

bersilangan (Rukmana, 2003).

Pada lidah daun (ligula) setiap pelepah daun kemudian membengkok menjauhi batang

sebagai daun yang panjang, luas, dan melengkung. Lembar daun berselang-seling dan

bentuknya rumput. Daun panjang ini memiliki lebar agak seragam, dan tulang daunnya
terlihat jelas, dengan banyak daun kecil sejajar dengan panjang daun (Rubatzky dan

Yamaguchi, 1998).

Bunga jantan dan bunga betina pada tanaman jagung letaknya terpisah. Bunga jantan

terdapat pada malai bunga di ujung tanaman, sedangkan bunga betina terdapat pada tongkol

jagung. Bunga betina dibungkus oleh kelopak-kelopak bunga yang jumlahnya sekitar 6-14

helai, terdapat sejumlah rambut yang ujungnya membelah dua dan jumlahnya cukup banyak

(Warisno, 1998).

Tanaman jagumg berumah satu (monoecius). Tanaman jagung bersifat protandry,

yaitu bunga jantan matang terlebih dahulu 1-2 hari dari pada bunga betina. Letak bunga

jantan dan betina terpisah, sehingga penyerbukan tanaman jagung bersifat menyerbuk

silng/cross pollination (Rukmana, 2003).

Bakal buah berbentuk telur. Buah masak kuning atau ungu. Panjang tongkol yang

masak 8-20 cm. Biji jagung tersusun dalam barisan yang melekat secara lurus atau berkelok-

kelok dan berjumlah antara 8-20 baris (Steenis, 2003).

Buah jagung terdiri atas tongkol, biji, dan daun pembungkus. Biji jagung mempunyai

bentuk, warna, dan kandungan endosperm yang bervariasi. Biji jagung terdiri tas tiga bagian

utama yaitu kulit biji (seed coat), endosperm, dan embrio (Rukmana, 2003).
Ashari, S., 1995. Holtikultura Aspek Budaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Fried, H.G. dan Hademenos, J.G., 2007. Teori dan Soal-Soal Biologi Edisi
Kedua. Erlangga. Jakarta.
Kartasapoetara, G.A., 1991. Pengantar Anatomi Tumbuh-Tumbuhan. Rineka Cipta.
Jakarta.
Mulyani, S., 2006. Anatomi Tumbuhan. Kanisius. Yogyakarta.

Napitupulu, J.A., 1982. Pengantar Anatomi Tumbuhan. Fakultas


Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Nugroho, H., Purnomo, dan Isirep, S., 2005. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Pracaya, 2008. Bertanam Mangga. Penebar Swadaya. Jakarta.

Raven, P.H., Johnson, G.B., Losos, J.B., and Singer, S.R., 2008. Biology Seventh
Editition. Higher Education. San Fancisco.
Rubatzky, V.E. dan Yamaguchi, M., 1998. Sayuran Dunia I. ITB Press. Bandung.

Rukmana, R., 2003. Usaha Tani Jagung. Kanisius. Yogyakarta.

Setjo, S., Kartini, E., Saptasari, M., dan Sulisetio, 1999. Anatomi
Tumbuhan. Universitas Negeri Malang. Malang.
Soediarto, A., Koesomaningrat, M.T., Natasaputra,M., dan Akmal, H., 1965. Anatomi
Tumbuhan Edisi Ketiga. UGM Press. Yogyakarta.
Steenis, V.C.G.G.J., 2003. Flora. Pradnya Paramita. Jakarta.

Sunarjono, H., 2000. Prospek Berkebun Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Taggart, R., and C. Starr, 2000. Plant Structure and Function. Brooks Cole. Australia.
Tjitrosoepomo, G., 2007. Morfologi Tumbuhan. UGM Press. Yogyakarta.

Tjitrosomo, S.S., 1983. Botani Umum I. Angkasa Press. Bandung.

Warisno, 1998. Jagung Hibrida. Kanisius. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai