Anda di halaman 1dari 3

Gunung Rawai

Pada zaman dahulu, hidup satu keluarga yang kaya. Keluarga itu tinggal di sebuah
desa di pinggir sungai Rungan di daerah hulu muara sungai Jutuh. Mereka tinggal disebuah
rumah besar, yang di dalam rumah tersebut ada beberapa kamar. Keliling rumah itu
dikelilingi menggunakan kayu ulin yang tinggi. Di dalam rumah itu ada beberapa keluarga.
Setiap kamar satu keluarga. Yang menjadi pemimpin untuk mereka di rumah besar itu, yaitu
kepala keluarga yang paling kaya. Orang yang menjadi pemimpin untuk seluruh keluarga
yang berada di rumah besar itu dapat dihormati, dipercaya, dan disegani oleh seluruh
keluarga yang ada di dalam rumah itu.

Mengikuti aturan zaman itu. Siapa yang paling kaya, dia yang menjadi pemimpin,
menjadai kepala desa, kepala adat atau raja. Kepala desa, kepala adat atau raja, harus
memiliki pengikut. Pengikut itu ialah yang rajin bekerja untuk kepala desa, kepala adat, atau
raja itu. Mereka bekerja tanpa diberikan upah, hanya diberikan makanan saja. Pengikut
bekerja tidak boleh menggunakan kehendaknya sendiri, tetapi harus menunggu perintah yang
mempunyai suatu pekerjaan. Begitu juga keluarga itu, mereka juga mempunyai pengikut.
Pengikut perempuan atau laki-laki. Seseorang dari pengikut itu memang Rawai. Rawai itu
satu orang pengikut lelaki yang tinggi badannya. Dia rajin bekerja dan selalu mengerjakan
segala pekerjaan yang disuruh pemilik dari suatu pekerjaan. Dia diberikan pekerjaan karena
yang mempunyai pekerjaan memimpin semua pengikut yang lain.

Di suatu hari, Rawai dan pengikut yang lainnya, dipanggil pemilik pekerjaan . Mereka
disuruh mencari tanah tempat menanam padi yang baik. Rawai dan pengikut yang lain
beragkat berjalan menyusuri pinggir sungai Rungan di daerah kanan. Setelah beberapa jauh
mereka berjalan, barulah mereka sampai tempat tanah yang baik dan baik untuk menanam
padi.

Pagi harinya, mereka lagsung membersihkan rumput (memotong rumput) tempat


mereka menanam padi itu. Beberapa hari mereka membersihkan rumput tempat menanam
padi itu. Tiga hari mereka beristirahat, setelah itu mereka menebang pohon. Besar kecil
pohon semua ditebang sampai bersih. Lima belas hari lamanya mereka menebang, barulah
selesai.

Setelah menebang, Rawai dan pengikut lainnya. Tidak ke tanah tempat menamam
padi. Mereka mengerjakan pekerjaan yang lain seperti menyadap karet, mencari rotan,
membuat jukung, atau mencari ikan. Mereka bekerja semua mengikuti perintah yang
mempunyai pekerjaan. Hampir mendekati dua bulan waktu mereka menunggu tanah itu
kering.

Karena cuaca baik, tanah mereka semuaqnya kering sekali. Mereka bersepakat
membakar tanah itu. Setiap orang menyediakan Sahewan. Sahewan dibuat dari bambu yang
kering.
Pada hari yang sudah ditentukan, Rawai dan pengikut lainnya bersama-sama
membakar tanah itu. Ramai sekali mereka membakar tanah itu. Saat membakar, terlihat
kepngan asap yang menyala kearah atas langit. Setelah semua tanah sudah habis terbakar,
semua daun ranting dan batang pohon semua terbakar, hanya batang pohon besar saja yang
tidak terbakar.

Keesokan paginya lagi. Semua pengikut menuju ke tanah, untuk menanam jagung,
mentimun, waluh, terong, terong asam, kacang panjang, dan sayur yang lain.

Tiga hari setelah membakar, orang banyak semua menanam padi, dua sampai tiga hari
lamanya mereka menanam padi.

Menunggu padi berbuah dan masak, orang banyak semua memetik hasil dari hutan
berusaha untuk menghidupi diri mereka.

Dua hingga tiga bulan menanam padi, banyak sayur dan padi terlihat tumbuh subur. .
Semua tanah terlihat hijau. Orang banyak semua senang. Setiap hari mereka memulai
memakan sayur.

Di bulan kelima padi mulai berbuah dan hampir masak. Setelah padi msak dengan
baik, orang banyak bersama-sama memulai memanen. Satu bulan lamanya mereka memanen.
Banyak sekali padi yang didapat mereka dari hasil menanam padi.

Setelah memanen telah selesai semuanya, mereka memisahkan padi dengan


tangkainya dan mengeringkan padi. Padi yang akan disimpan, disimpan di karung. Dan yang
untuk dimakan ditaruh ditempat balasi. Padi yang akan dimakan, diangkat menuju ke desa.
Rawai dan pengikut yang lain sepakat mengangkat padi itu menggunakan perahu jukung ke
desa. Di desa, padi disimpan di karangking. Rumah besar tempat orang banyak tinggal itu
disebut area Betang.

Perahu jukung tidak bisa dibawa pulang ke desa, karena ada batu besar yang
menghalangi batang air sungai Rungan, karena itu mereka terpaksa mengangkat padi ke dasar
perahu jukung itu.

Melihat susahnya pegikut bekerja, tidak bisa melewati batu itu menghalangi batang
air sungai Rungan itu, kepala Betang memanggil Rawai dan pengikut lainnya. Mereka
diperintahkan memecahkan batu itu supaya olang banyak bisa pulang ke desa membawa
perahu jukung melewati tenpat yang menuju tempat mereka menanam padi itu.

Rawai dan anak buahnya, mengikuti perintah yang empunya pekerjaan dengan senag
hati, walapun pekerjaan itu tidak masuk akal.

Mereka bekerja dengan alat yang terbatas sekali. Lebih sepuluh tahun lamanya
mereka memecahkan batu itu. Barulah bisa menjadi pulang ke desa.. Pecah batu tersebut ada
yang besar, ada juga yang kecil, dan berbagai macam bentuknya, ada yang bunar, berlapis,
segi empat, segitiga. Batu itu berhambur dan hanyut karena derasnya aliran sungai. Karena
derasnya aliran sungai, batu itu berhamburan hanyut ke daerah yang lainnya yang memiliki
jarak lebih kurang 1 km. Daerah itu memang berarus dan disebut namanya Guhung. Karena
daerah itu menjadi karena pengikut yang memimpin Rawai, maka tempat itu disebut
namanya Guhung Rawai.

Guhung Rawai ini didesa Tumbang Jutuh, Kecamatan Rungan, Kabupaten Kapuas,
Kalimantan Tengah.

Anda mungkin juga menyukai