Anda di halaman 1dari 3

Tri Handoko: Mengubah Limbah Plastik

Jadi Bahan Bakar Minyak

Di tangan Tri Handoko, ribuan ton limbah plastik yang menggunung di tempat pembuangan
akhir (TPA) kota Madiun, Jawa Timur, diubah menjadi bahan bakar minyak bernilai jual, seperti
solar dan premium, dengan teknologi tepat guna.

Inovasi Tri Handoko tersebut menginspirasi hingga lintas daerah. Pemerintah Kota Denpasar dan
Pemerintah Kabupaten Banjarmasin pun melakukan studi banding. Sejumlah pengusaha
menawarkan kerja sama bisnis.

Tri adalah pengajar listrik dasar dan elektrolisis pada Sekolah Menengah Kejuruan Negeri
(SMKN) 3 Kota Madiun. Inovasinya didasari kegelisahannya atas tumpukan limbah plastik di
banyak kota.

Peraih gelar master Mekatronika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini
memulai riset ketika terlibat dalam tim peneliti bahan bakar minyak (BBM) alternatif berbahan
dasar air yang menghebohkan Indonesia tahun 2008. Saat itu, ia mulai belajar hidrokarbon
hingga memperdalam metode pengguntingan rantai karbon.

Kemudian, ia merancang teknologinya. Sistem kerja yang digunakan adalah pirolisis atau
destilasi kering. Limbah plastik dipanaskan di atas suhu leburnya sehingga berubah jadi uap.

Proses pemanasan ini menyebabkan perekahan pada molekul polimer plastik menjadi potongan
molekul yang lebih pendek. Selanjutnya, molekul-molekul ini didinginkan jadi fase cair.
Cairan yang dihasilkan jadi bahan dasar minyak atau minyak mentah. Dengan destilasi ulang
menggunakan temperatur berbeda, yakni mengacu pada titik uap, minyak mentah diproses
menjadi premium atau solar.

Jika suhu pemanasan yang digunakan di atas 100 derajat celsius, yang dihasilkan adalah zat
yang mendekati atau memiliki unsur sama dengan premium. Tinggal mengembunkan lagi
uapnya, kita dapat premium, ujarnya.

Konsep dasarnya mengambil unsur karbon (C) dari polimer penyusun plastik. Polimer tersusun
dari hidrokarbon, yakni rangkaian antara atom karbon (CO2) dan hidrogen (H2O).

Untuk menghasilkan premium perlu rantai hidrokarbon dengan molekul lebih pendek, yakni C6-
C10. Untuk menghasilkan minyak tanah dan solar perlu rantai hidrokarbon dengan molekul lebih
panjang, yakni C11C15 (minyak tanah) dan C16-C20 (solar).

Pada proses akhir perlu refinery, yakni pengolahan bahan baku minyak menjadi minyak siap
digunakan. Caranya, dengan mencuci, penambahan aditif, mereduksi kandungan gum atau zat
beracun, dan mengklasifikasikan atau mengelompokkan berdasarkan panjang rantai hidrokarbon.

Untuk memproses limbah plastik menjadi bahan bakar yang dikehendaki perlu alat. Sekilas,
bentuk alat mirip tripod kamera atau handycam dengan sejumlah kaki penopang. Yang
diutamakan adalah fungsinya.

Alat pemroses

Bagi Tri, alat tak harus menggunakan material berkualitas tinggi. Alat bisa dibangun dari
material bekas, disesuaikan kemampuan pembuat dan kapasitas limbah yang akan diolah. Alat
yang dipakai bisa berbiaya Rp 650.000 hingga Rp 100 juta, tergantung kebutuhan.

Alat terdiri atas saluran pemasukan atau intake manipul dari besi. Fungsinya, memasukkan
sampah plastik ke dalam tangki reaktor di atas tungku pembakar. Bahan bakarnya bisa limbah
kayu bekas atau gas elpiji. Bahkan, juga gas metan hasil pembakaran sampah sehingga lebih
ekonomis.

Untuk memperoleh uap, tangki reaktor dihubungkan kondensor atau pengembun yang berada di
atas tangki. Diperlukan minimal dua kondensor untuk memisahkan uap yang mengandung rantai
molekul pendek dengan uap yang mengandung rantai molekul panjang. Penyaluran uap ini
menggunakan pipa besi sehingga tahan suhu tinggi atau panas.

Selanjutnya, pada setiap kondensor dipasang pipa penyalur untuk mengalirkan embun dari uap
yang dihasilkan. Tetes demi tetes embun ditampung dalam botol sebelum proses refinery.
Begitulah rangkaian proses pembuatan minyak berbahan limbah plastik.

Satu kg limbah plastik menghasilkan 1 liter bahan dasar minyak atau minyak mentah. Ketika
diolah jadi premium atau solar, hasilnya tinggal 0,8-0,9 liter. Kotoran yang melekat pada plastik
turut memengaruhi. Demikian pula kualitas plastik yang dipakai. Makin bagus kualitas plastik
yang diolah, makin tinggi pula hasil yang didapat.

Sejauh ini, alat terbesar yang diaplikasikan di tempat pembuangan akhir berkapasitas 15 meter
kubik per hari. Dana pembuatan alat ini sekitar Rp 50 juta, termasuk biaya destilasi ulang atau
refinery secara terpisah.

Uji laboratorium

Hasil uji laboratorium SMKN 3 Kota Madiun menunjukkan, solar limbah plastik menghidupkan
mesin pemotong rumput. Meski belum diuji coba pada kendaraan bermotor, premium limbah
plastik telah diuji kromatografi gas pada laboratorium PT Sucofindo.

Kepala SMKN 3 Kota Madiun Sulaksono Tavip Rijanto mengatakan, inovasi itu memenangi
kompetisi Teknologi Tepat Guna tingkat kota, dan dipamerkan pada Toyota Eco-Youth VI
Jakarta.

Manfaat yang lebih diharapkan dari inovasi adalah membantu mengatasi masalah lingkungan,
meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan tawaran solusi mencari energi alternatif.

Sumber: kompas.com

Anda mungkin juga menyukai