Anda di halaman 1dari 4

ASBABUN NUZUL Surat Al-Baqarah ayat 196

Mengenai turunnya Q.S. Al- Baqarah ayat 196 ini terdapat bebrapa peristiwa diantaranya
adalah , yang diriwayatkan oleh ibnu abi hatim yang bersumber dari Shafwan bin umaiyah,yaitu:,
ada seorang laki- laki berjubah yang semerbak dengan wangi- wangian zafaran menghadap
kepada nabi Muhammad SAW. Dan berkata ,Ya rasulullah, apayang harus saya lakukan dalam
menunaikan umrah ? maka turun lah Wa atimmul hajja wal umrata lillah . Lalu rasul bertanya
mana orang yang bertanya tentang umrah itu ?lalu orang itu menjawab : saya ya rasulullah.
Selanjudnya rasul bersabda : Tanggalkan bajumu ,dan bersihkan hidung dan mandilah dengan
sempurna, kemudian kerjakan apa yang biasa kamu kerjakan pada waktu Haji .
Dalm riwayat lain yang yang diriwayatkan oleh Bukhari danbersumber dari Kaib bin Ujrah.
Dia ditannya tentang tentang tentang firman allah Fafidyatun min shiyamin aw shadaqatin aw
nusuk ia bercerita sebagai berikut: ketika sedang melakukan umrah , saya merasa kepayahan
,karena dirambut dan muka saya bertebaran kutu .ketika itu Rasulullah SAW. Melihat saya
kepayahan Karena penyakit pada rambutku itu maka turunlah ayat ini ,khusus tentang saya dan
berlaku untuk semua . kemudian Rasul betanya ,apakah kamu biri-bira untuk Fidyah ? saya
menjawab tidak , kemudian dia bersabda : bershaumlah kamu tiga hari ,atau beri makanlah enam
[10]
orang miskin , tiap ornga setengah sok (1 liter) makanan dan bercukurlah kamu . Tentang
hal ini diriwayatkan juga oleh ahmad yang bersumberdari kab, dan juga diriwayatkan oleh
alwahidi dari atha yangbersumber dari ibnuabbas dalam redaksi yang berbeda tapi dengan
maksud yang sama,
Adapun asbabun nuzul dari QS.ALBaqrah ayat 197, menurut suatu riwayat orang-orang
yaman apabila pergi Haji tidak membawa bekal apa-apa, dengan alasan tawakkal kepada allah .
maka turunlah Watazawwadu faina khaira zadit Taqwa yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari
yang bersumber dari ibnu abbas. [11]
[9]
KH. Nurholis MA.,Asbabun nuzul sejarah turunnya ayat-ayat al-quran ,( pustaka anda cet.
I . Surabaya1997.) hal.58
[10]
opcit , KH.Nurkhalis. Hal. 58
[11]
Ibid .KHNurkholis .Hal. 60
Asbabun nuzul albaqarah ayat 158
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az
Zuhriy, berkata, 'Urwah: Aku bertanya kepada 'Aisyah radliallahu 'anha, kataku kepadanya:
"Bagaimana pendapatmu tentang firman Allah Ta'ala (QS Al Baqarah 158) yang artinya:
("Sesungguhnya Ash-Shafaa dan Al Marwah adalah sebahagian dari syi'ar-syi'ar Allah, maka
barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya
mengerjakan sa'iy antara keduanya"), dan demi Allah tidak ada dosa bagi seseorang untuk tidak
ber thawaf (sa'iy) antara bukit Ash-Shafaa dan Al Marwah". 'Aisyah radliallahu 'anha berkata:
"Buruk sekali apa yang kamu katakan itu wahai putra saudariku. Sesungguhnya ayat ini bila
tafsirannya menurut pendapatmu tadi berarti tidak berdosa bila ada orang yang tidak
melaksanakan sa'iy antara keduanya. Akan tetapi ayat ini turun berkenaan dengan Kaum Anshar,
yang ketika mereka belum masuk Islam, mereka berniat hajji untuk patung Manat Sang Thoghut
yang mereka sembah di daerah Al Musyallal. Waktu itu, barangsiapa yang berniat hajji, dia
merasa berdosa bila harus sa'iy antara bukit Ash-Shafaa dan Al Marwah (karena demi
menghormatii patung mereka itu). Setelah mereka masuk Islam, mereka bertanya kepada
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam tentang masalah itu, mereka berkata: "Wahai Rasulullah,
kami merasa berdosa bila melaksanakan sa'iy antara bukit Ash-Shafaa dan Al Marwah". Maka
kemudian Allah Ta'ala menurunkan ayat ("Sesungguhnya Ash-Shafaa dan Al Marwah adalah
sebahagian dari syi'ar-syi'ar Allah"). 'Aisyah radliallahu 'anha berkata: "Sungguh Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam telah mencontohkan sa'iy antara kedua bukit tersebut dan tidak boleh
seorangpun untuk meninggalkannya". Kemudian aku kabarkan hal ini kepada Abu Bakar bin
'Abdurrahman, maka katanya: "Sungguh ini suatu ilmu yang aku belum pernah mendengar
sebelumnya, padahal aku sudah mendengar dari orang-orang ahli ilmu yang menyebutkan bahwa
diantara manusia, selain orang-orang yang diterangkan oleh 'Aisyah radliallahu 'anha itu, ada
yang dahulu melaksanakan ihram untuk Manat, mereka juga melaksanakan sa'iy antara bukit Ash-
Shafaa dan Al Marwah. Ketika Allah menyebutkan thawaf di Ka'bah Baitullah tapi tidak
menyebut sa'iy antara bukit Ash-Shafaa dan Al Marwah dalam Al Qur'an, mereka bertanya
kepada: "Wahai Rasulullah, dahulu kami melaksanakan thawaf (sa'iy) antara bukit Ash-Shafaa
dan Al Marwah dan Allah telah menurunkan ayat tentang thawaf di Ka'bah Baitullah tanpa
menyebut Ash-Shafaa, apakah berdosa bagi kami bila kami sa'iy antara bukit Ash-Shafaa dan Al
Marwah?". Maka Allah Ta'ala menurunkan ayat ("Sesungguhnya Ash-Shafaa dan Al Marwah
adalah sebahagian dari syi'ar Allah"). Abu Bakar bin 'Abdurrahman berkata: "Maka aku
mendengar bahwa ayat ini turun untuk dua golongan orang yaitu golongan orang-orang yang
merasa berdosa karena pernah melaksanakan sa'i antara bukit Ash-Shafaa dan Al Marwah saat
mereka masih jahiliyyah (karena pernah melaksanakan untuk patung Manat), dan golongan
orang-orang yang pernah melaksanakannya namun merasa berdosa bila melaksanakannya
kembali setelah masuk Islam karena Allah pada mulanya hanya menyebutkan thawaf di Ka'bah
Baitullah dan tidak menyebut Ash-Shafaa hingga kemudian Dia menyebutkannya setelah
memerintahkan thawaf di Ka'bah Baitullah".
Menurut ijma ulama, riwayat tersebut termasuk dalam kategori hadits shahih. Hadits tersebut
terdapat dengan kitab Shahih Bukhari dan kitab Fathul Bari. Dalam kitab Shahih Bukhari,
hadits tersebut bernomor 1534. Sedangkan dalam kitab Fathul Bari, hadits tersebut bernomor
1643. Semoga share ini bisa memberikan pengetahuan baru mengenai sejarah ritual dalam
rangkaian ibadah Haji.

ASbabun Nuzul at taubah ayat 103


Ayat ini diturunkan berkenaan dengan apa yang dilakukan oleh Abu Lubabah dan
segolongan orang-orang lainnya. Mereka merupakan kaum mukminin dan mereka pun mengakui
dosa-dosanya. Jadi, setiap orang yang ada seperti mereka adalah seperti mereka juga dan hukum
bagi mereka juga sama.Mereka mengikat diri mereka di tiang-tiang masjid, hal ini mereka
lakukan ketika mereka mendengan firman Allah SWT, yang diturunkan berkenaan dengan orang-
orang yang tidak berangkat berjihad, sedang mereka tidak ikut berangkat. Lalu mereka
bersumpah bahwa ikatan mereka itu tidak akan dibuka melainkan oleh Nabi SAW sendiri.
Kemudian setelah ayat ini diturunkan Nabi melepaskan ikatan mereka. Nabi kemudian
mengambil sepertiga harta mereka kemudian menyedekahkannya kemudian mendoakan mereka
sebagai tanda bahwa taubat mereka telah diterima.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas : bahwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya yang
mengikatkan diri di tiang-tiang mesjid ketika mengakui dosa-dosa mereka dan Allah pun telah
mengampuni mereka datang kepada Rasulullah saw. Dengan membawa harta merekaseraya
berkata: "Ya Rasulullah, inilah harta benda kami yang merintangi kami untuk turut berperang.
Ambillah harta itu dan bagi-bagikanlah, serta mohonkanlah ampun untuk kami atas kesalahan
kami." Rasulullah menjawab: "Aku belum diperintahkan untuk menerima hartamu itu." Maka
) . Lalu Rasulullah saw mengambil 1/3 dari harta mereka.
turunlah ayat ini : (
Dalam riwayat lain desebutkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Thabrani dan Baihaqi, bahwa Tsa'labah ibn Hathab meminta doa Rasulullah,
"Ya Rasulullah berdoalah pada Allah supaya Dia memberi rizki harta pada saya!' Kemudian
berkembang-biaklah domba Tsa'labah hingga dia tidak shalat Jum'at dan ikut jama'ah, lalu
turunlah ayat 'Khudz min amwaalihim.
Munasabah ayat
Jika yang dimaksud dengan kata (
) adalah menghapuskan dosa yang dilakukan oleh
orang-orang yang tidak ikut perang Tabuk sebagaimana dikatakan oleh al-Hasan al-Bashri, maka
munasabah (hubungan) antara ayat ini dengan ayat sebelumnya cukup jelas, sebab yang dimaksud
adalah mengobati kesalahan sekelompok orang ini. Jadi ayat ini khusus bagi mereka. Bisa juga
menjadikan maksud ayat ini bersifat umum dengan mengatakan : Jika kalian ridha dengan
mengeluarkan sedekah yang tidak wajib, maka kalian ridha dengan mengeluarkan yang wajib
adalah lebih utama.
Adapun jika yang dimaksud dengan ayat ini adalah zakat wajib atau mewajibkan zakat
kepada orang-orang kaya sebagaimana pendapat kebanyakan ulama fiqh, maka hubungan ayat ini
dengan ayat sebelumnya adalah seperti ini : Ketika mereka mengemukakan taubat dan
penyesalannya karena tidak ikut perang Tabuk, dan mereka mengakui bahwa menyebabkannya
adalah karena cinta harta serta sangat ambisi menjaga harta itu dari infak, maka seolah-olah
dikatakan kepada mereka : kebenaran perkataan kalian tentang pengakuan taubat dan
penyesalan adalah jika kalian mengeluarkan zakat wajib, karena pengakuan tidak terbukti
kecuali dengan bukti, dengan ujian seseorang menjadi mulia atau hina. Jika mereka
melaksanakan zakat itu dengan senang hati, maka nyatalaha kebenaran taubat mereka. Jika tidak,
mereka adalah orang-orang yang dusta.

Anda mungkin juga menyukai