Anda di halaman 1dari 11

Di Antara Jahar Dan Siir

Selain daxi khilafiyah tentang Bismillah (Basrnallah) apakah dia terrnasuK ayat di pangkal suatu surat atau hanya dalam surat anNaMl itu saja, timbul pula pertikaian pendapat tentang; apakah ketika membaca al-Fatihah dan Surat yang berikutnya pada sembahyang sembahyang yang dijaharkan , Imam mesti menjaharkan (membaca dengan keras) Bismillah juga ? Ataukah Bismillah dibaca dengan Siir ? Atau yang dijaharkan cuma al-Fatihah dan surat yang berikutnya saja ? Golongan yang berpendapat bahwa hendaknya Basmallah itu dijaharkan dari kalangan sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w ialah : Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Zubair. Dan yang menjaharkan dari kalangan Tabi'in ialah Said bin Jubair, Abu Qilabah, az-Zuhri, Ikrimah, Athaa', Thaawuus, Mujahid, Ali bin Husain, Salim bin Abdullah, Muhammad bin Ka'ab al Qurazhi, Ibnu Siirin, Ibnul Munkadir, Nafi' Maula Ibnu Umar, Zaid bin Aslam, Makhuul, Umar bin Abdil Aziz, Amir bin Dinar dan Muslim bin Khalid. Dan itu pula pilihan (Mazhab) Imam Syafi'i. Dan begitu pula salah satu pendapat dari Ibnu Wahab, salah seorang pemangku Mazhab Malik. Diriwayatkan orang pula, bahwa Tbnu Mubarak dan Abu Tsaur berpendapat menjaharkan juga. Yang berpendapat bahwa Bismillahi itu di Siir-kan saja, (tidak dlbaca keras) oleh Imam, dari kalangan sahabat-sahabat Rasulullah s.a.w ialah : Abu Bakar, Umar, Usman, Ali bin Abu T'halib, Ibnu Mas'ud, Ammaar bin Yasir, Ibnu Maghal dan lain-lain. Dan dari tabi'in, di antaranya ialah Hasan al-Bishri, asy-Syabi, Ibrahim an-Nakhali, Qatadah, alA'masy dan as-Tsauri. Puluhan Mazhab dari Imam Malik, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hambal pun condong kepada membacanya dengan Siir. Alasan dari yang memilih (Mazhab) jahar ialah sebuah Hadits yang dirawikan oleh jamaah daripada sahabat-sahabat,di antaranya Abu Hurairah dan isteri Rasulullah s.a.w. Ummu Salamah. Bahwasanya Rasulullah s.a.w menjaharkan membaca BismillahirRahmanir-Rahim. Kemudian itu ada pula satu riwayat dari Na'im bin Abdullah alMujmar. Dia berkata. "Aku telah sembahyang di belakang Abu Hurairah. Aku dengar dia membaca Bismillahir-Rohmanir-Rohim, setelah itu dibacanya pula Ummul Qur'an. Setelah selesai sembahyang diapun mengucapkan salam lalu berkata kepada kami , Sesungguhnya akulah yang lebih mirip sembahyangnya dengan

sembahyang Rosululloh s. a. w ". Hadits ini dirawikan oleh an-Nasai dan oleh Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya. Lalu disambungkannya. "Adapun jahar BismillahirRohmanir-Rohim itu maka sesunguhnya telah tsabit dan sah dari Nabi s.a.w ." Hadits dirawikan pula oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim atas syarat Bukhari dan Muslim. Dan berkata al-Baihaqi : "Shahih isnadnya". Dan meriwayatkan pula ad-Daruquthni dengan sanadnya, daripada Abu Hurairah, daripada Nabi s.a.w : 10. "Adalah beliau apabila membaca sedang dia mengimami manusia, dibukanya dengan Bismillahir-Rahmanir-Rahim." Ad-Daruquthni mengatakan isnad hadits ini semuanya boleh dipercaya. Dan hadits semacam inipun ada diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi senantiasa memulai sembahyangnya dengan menjaharkan Bismillah. Tentang ini ada riwayat dari ad-Daruquthni, dan ada juga riwayat dari al-Hakim. Tetapi apabila kita selidiki agak lebih mendalam, sebagai yang dilakukan oleh Imam asy-Syaukani di dalam Nailul Authaar, tiap-tiap hadits yang jadi pegangan buat menjahar itu ada saja Naqd (kritik) terhadap perawinya, sehingga yang betul-betul bersih dari kritik tidak ada. Sampai Tirmidzi pernah mengatakan. "Isnadnya tidaklah sampai demikian tinggi nilainya." Tetapi Nailul Authaar pun ada mengemukakan sebuah hadits lagi: 11. "Ditanyakan orang kepada Anas, Bagaimana bacaan Nabi s. a. w . Maka diapun menjawab : Bacaan Nabi adalah panjang. Kemudian beliau (Abu Hurairah) baca Bismillahir-Rahman-Rahim, dipanjangkannya pada Bismillah dan dipanjangkannya pula pada Ar-Rahman, dan Ar-Rahim. " (Dirawikan oleh Bukhari) Pendapat yang menjahar tidak mungkin Anas berkata sejelas itu kalau tidak didengarnya. Adapun yan menafikan jahar dan yang memandang lebih baik siir saja , mereka berpegang pula kepada hadits : 12. "Daripada Abdullah bin Mughaffal : Aku dengar ayahku berkata padalzal aku membaca Bismillahir-RahmanirRahim. Kata ayahku : Hai anakku ! Sekalikali jangan engkau mengada-ada. Dan kata Ibnu Abdullah tentang ayahnya itu : Tidak ada aku melihat sahabat-sahabat Rasulullah s. a. w. dan bersama Abu Bakar, bersama Umar dan bersama Usman, maka tidaklah pernah aku mendengar seorangpun di antara mereka membaca. Sebab itu janganlah

engkau baca akan dia. Kalau engkau membaca, maka baca sajalah Alhamdulillahi Rabbil `Alamin. " (Dirawikan oleh berlima , kecuali Abu Daud) Hadits ini dihasankan oleh Tirmidzi. Hadits inipun dikaji orang dengan seksama. Al-Jariri merawikannya seorang diri. Sedang al-Jariri ini jadi perbicangan orang pula. Sebab setelah dia tua, pikirannya kacau, sebab itu hadits yang dirawikannya diragukan. Kemudian Abdullah bin Mughaffal, yang jadi sumber pertama hadits ini. Setengah ahli hadits mengatakan bahwa dia itu majhul (seorang yang tidak dikenal). Kemudian terdapat pula sebuah hadits dari riwayat Anas pula : 13. "Daripada Anas bin Malik, berkata dia : Aku telah sembahyang bersama Rasulullah s. a. w., Abu Bakar, Umar dan Usman, maka tidaklah saya mendengar seorangpun daripada mereka yang membaca BimillahirRahmanir Rahim. " (Dirawikan oleh Ahmad dan Muslim) Dan beberapa hadits lagi yang sama artinya, semuanya dari Anas. Dan tambahan perkataan dari riwayat Tbnu Khuzaimah : "Mereka semuanya membaca dengan Siir" Jelaslah sekarang bahwa jika ada di kalangan sahabat-sahabat Nabi sendiri yang menetapkan Jahar, memang ada hadits tempat mereka berpegang, yaitu riwayat-riwayat dari sahabat-sahabat sendiri. Dan jika ada pula yang mengatakan bahwa rnereka tidak pernah mendengar Nabi menjaharkan Bismillah. Artinya keduanya sama-sama ada pegangan. Jelas pula terdapat dua riwayat yang berlawanan, datang dari satu orang, yaitu Anas bin Malik, yaitu sahabat Rasulullah dan pelayan beliau 10 tahun lamanya. Diriwayatkan yang pertama yang kita salinkan di atas , nyata sekali Anas mengatakan bahwa Nabi membaca Bismillahir-Rahmanir-Rahim, dengan panjang : Bismillahnya panjang. Ar-Rahmannya panjang dan Ar-Rahimnya panjang pula. Timbul pertanyaan sekarang, dari mana beliau tahu bahwa Rasulullah s.a.w. membaca masing-masing kalimat itu dengan panjang (Madd), kalau tidak didengarnya sendiri ? Kalau kita kembali saja kepada Qaidah Ushul fikih dan Ilmu hadits tentu kita

dapat menyimpulkan : "Yang menetapkan lebih didahulukan daripada yang menidakkan. " Artinya, riwayat Anas yang mengatakan Rasulullah s.a.w. baca Bismillah panjang, Ar-Rahman panjang dan Ar-Rahim panjang itulah yang didahulukan. Oleh sebab itu Bismillahi-Rahmanir-Rahim kita Jaharkan dan Maddkan membacanya. Ini namanya menetapkan hukum ada Jahar. Tetapi al-Hafizh Ibnu Hajar sebagaimana yang disalinkan oleh as-Syaukani di dalam Nailul Authaar telah mendapat jalan keluar dari kesulitan ini, katanya: "Hal ini bukanlah semata-mata karena mendahulukan hadits yang menetapkan hukum (jahar) daripada yang menafsirkan (siir). Karena amat jauh dari penerimaan akal kita bahwa Anas yang mendampingi Abu Bakar, Umar dan Usman dua puluh lima tahun dan mendampingi Nabi s.a.w sebagai sahabat sepuluh tahun lamanya, tidak sekali juga akan mendengar mereka menjahar agak sekali sembahyangpun. Tetapi yang terang ialah bahwa Anas sendiri mengakui bahwa dia tidak ingat lagi (sudah lupa) hukum itu. Karena sudah lama masanya tidak dia ingat lagi dengan pasti, apakah mereka (Nabi s.a.w. dan ketiga sahabat itu) memulai dengan Alhamdulillah secara jahar atau dengan Bismillah. Lantaran itu jelaslah diambil hadits yang menetapkan jahar. "Sekian penjelaskan al-Hafizh Ibnu Hajar. Keterangan Ibnu Hajar diiperkuat lagi dengan as-Syaukani dalam Nailul Authaar, katanya : "Apa yang dikatakan al-Hafizh Ibnu Hajar dikuatkan oleh sebuah hadits yang menjelaskan bahwa memang Anas tidak ingat lagi soal itu. Yaitu hadits yang dirawikan oleh ad-Dar uquthi dari Abu Salamah, demikian bunyinya" "Aku telah tanyakan kepada Anas bin Malik, apakah ada Rasulullah s. a. w membuka sembahyang dengan Alhamdulillah, atau dengan Bismillah RahmanirRahim ?Beliau menjawab : Engkau telah menanyakan kepadaku suatu soal yang aku tidak ingat lagi, dan belum pernah orang lain menanyakan soal itu kepadaku sebelum engkau. Lalu saya tanyakan pula. Apakah ada Rasululluh s. a. w sembahyang dengan memakai sepasang terompah ? Beliau jawab : Memang ada !" Dengan demikian selesailah soal dua Hadits Anas, bukan bertentangan, melainkan menambah cenderung kita kepada Jahar ! Setelah kita selidiki dengan seksama, semua Hadits yang membicarakan di antara jahardan

siirBi,smillahir-Rahmanir-Rahim itu, jelas bahwa pedoman dari kata-kata atau sabda s.a.w sendiri (Aqwalun Nabi) tidak ada, yang memerintahkan menjahar atau menyuruh mensiirkan, dan sebaliknya. Yang jadi pedoman ialah riwayat-riwayat dari sahabat-sahabat beliau. Baik yang menguatkan menjahar atau yang memilih siir saja. Dan setelah diselidiki pula semua sanad haditshadits itu, ada saja pembicaraan orang atasnya, baik hadits yang mengatakan jahar atau yang mengatakan siir. Malahan terdapat dua riwayat berlawanan di antara jahar dan siir dari satu orang. Sebab itulah masalah ini termasuk masalah khilafiyah masalah yang dipertikaikan orang. Atau termasuk masalah ijtihadiyah, artinya yang terserah kepada pertunbangan ijtihad masing-masing ahlinya. Dalam hal ini terpakailah Qa'idah Ilmu Ushul yang terkenal. "Ijtihad tidaklah dapat disalahkan dengan ijtihad pula. " Sampai Ibnu Qayyim di dalam Zaadil-Maad mengambil satu jalan tengah. Dia berkata : "Sesungguhnya Nabi s.a.w adalah menjaharkan Bismillahir-Rahmanir-Rahim sekali-kali dan membacanya dengan siir pada kebanyakan kali. Dan tidak syak lagi, tentu tidaklah beliau selalu menjaharkan tiap hari dan tiap malam lima kali selama-lamanya, baik ketika dia sedang berada dalam kota ataupun sedang dalam perjalanan, akan tersembunyi saja yang demikian itu bagi Khalifah-khalifahnya yang bijak dan bagi Jumhur sahabat-sahabatnya dan ahli sejamannya yang mulia itu. Ini adalah hal yang sangat mustahil, sehingga orang perlu menggapai-gapai ke sana ke mari mencari sandaran dengan katakata yang Mujmal dan hadits-hadits yang lemah. Meskipun hadits hadits yang diambil itu ada yang shahih, namun dia tidaklah sharih, dan meskipun ada yang sharih , tidak pula dia shahih:" Sekian kata Ibnu Qayyim. Berkata al-Imam as-Syaukani selanjutnya di dalam NailulAuthaar : "Dalam soal Ikhtilaf (perkara jahar dan siir Bismillah) ini, paling banyak hanyalah khilafiyah dalam soal Mustahab atau Masnuun. Maka tidaklah soal menjaharkan atau mensiirkan bacaan ini merupakan sembahyang atau membatalkannya. Ijma' Ulama bahwa soal siir dan jahar itu tidaklah membatalkan sembahyang. Oleh karena itu janganlah engkau terpesona pula mengikuti setengah Ulama yang memperbesar-besar soal ini dan mengobarngobarkan khilafiyahnya, sehinggga setengah mereka itu sampai memandangnya sebagai satu soal yang mengenai Itikad."

Demikian kata as-Syaukani. Tersebut pula dalam kitab Nailul Authaar, menurut berita dari Ibnu Abi Syaibah, bahwa an-Nasai' pernah berkata. "Menjaharkan BismillahirRahmanir-Rahim itu adalah bid'ah." Ibrahim bebas dengan pendapatnya, tetapi orang lain yang turut pula mencap bid'ah orang yang menjaharkan Bismillah, berkata demikian hanyalah karena taklidnya belaka kepada Ibrahim. Orang ini bebas buat tidak menjaharkan Bismillah, tetapi menuduh orang lain, termasuk sahabat-sahabat perawi hadits sebagai Ibnu Abbas, Ibnu Umar dan Abu Hurairah jadi tukang bid'ah, adalah suatu perbuatan yang jauh daripada sopan santun agama. Agak panjang kita uraikan jahar atau siir Bismillah ini dalam "Tafsir" ini , gunanya ialah buat menunjukkan bahwa dalam ranting-ranting (furu'-furu') syari'at banyak terdapat hal semacam ini. Di dalam gerakan hendak kembali kepada al-Qur'an dan hadits pasti terdapat soal-soal, yang meskipun kita telah kembali ke dalam al-Qur'an dan hadits itu , namun kita tidak juga dapat mengambil keputusan pasti, kecuali denggan ijtihad atau dengan taqlid. Bagi yang sanggup dan telah cukup syarat, niscaya dia berijtihad dan bagi yang belum ahli niscaya dia taqlid saja kepada yang pandai, walaupun dia bersorak-sorak menyatakan dia tidak taqlid. Di negara kita selama ini telah timbul soal-soal khilafiyah atau ijtihadiyah semacam itu. Seumpamanya dijaharkanlah Bismillah atau disiirkan, dibaca alFatihah di belakang Imam yang menjahar atau tidak dibaca. Untuk mengambil satu di antara pendirian, tidak lain adalah ijtihad. Sebab itu, meskipun setengah orang mendakwakan bahwa dia tidak lagi berpegang dengan satu Mazhab sendiri, dengan pengikut sendiri pula. Karena tidak dapat menundukkan soal menurut keadaan yang sebenarnya dan tidak dapat pula memberikan penjelasan kepada pengikut, timbullah perselisihan dan pertentangan batin yang tidak dikehendaki. Ada di beberapa tempat satu "Muballiqh" mendabik dada mengatakan bahwa yang benar adalah pegangannya sendiri, bahwa Bismillah mesti disiirkan, dan barangsiapa yang menjaharkan Bismillah adalah berbuat bid'ah. Atau ada "keputusan" dari satu golongan, yang benar adalah bahwa al-Fatihah di belakang Imam yang menjahar tidak boleh dibaca. Sebab menurut keterangan gurunya, menurut al-Qur'an dan hadits, bid'ah lah barangsiapa yang membaca al-Fatihah juga di belakang Imam yang menjahar. Dan sebagainya, dan sebagainya.

Dengan sebab demikian maka perkara khilafiyah atau ijtihadiyah yang begitu lapang pada mulanya, telah menjadi sempit dan rnembawa fitnah dan perpecahan, dan tidak lagi menurut ukuran yang sebenarnya sebagaimana yang tersebut di dalam kitab-kitab Ushul fikih, yaitu kebebasan ijtihad, dan ijtihad tidaklah Qathi (pasti), melainkan Zhanni (kecenderungan) paham. Dan tidak lagi hormat-menghormati paham, sebagaimana yang dikehendaki oleh agama. Timbul mau menang sendiri, yang tidak dikehendaki agama. Apatah lagi setelah orang awam bersikeras mempertahankan suatu pendirian yang telah dipilihkan oleh guru-guru.

Ulil Albab Ibnu Arabi

Jaharkan Bismillah
7 Mei 2010 oleh mutiarazuhud

Kewajiban Membaca Basmalah di Awal surat Al-Fatihah


Setiap orang yang melakukan sholat diwajibkan membaca Basmalah pada awal surat Al-Fatihah karena basmalah merupakan ayat pertama darinya. Hal tersebut didasarkan pada hadits shohih dan kuat dari Rasulallah saw.. Antara lain yang dikemukakan oleh Abu Hurairah ra. bahwa Rasulalallah saw. bersabda: Jika kamu sekalian membaca Alhamdulillah, maka bacalah Bismillahi Ar-Rahmaan Ar-Rahiim. Sesungguhnya Al-Fatihah itu Ummu Al- quran (induk Alquran), Ummul-Kitab (induk Kitab), As-Sab Al-Matsani dan Bismillahi Ar-Rahmaan ArRahiim. Adalah salah satu ayatnya. (HR.Daruquth- ny [I:312], Imam Baihaqi [II:45] dan lainlainnya dengan isnad shohih baik secara marfu mau pun secara mauquf). Syeikh Saqqaf (pengarang) merasa aneh terhadap at-tanaqudhat (kontradiksi) bahwa muhaddits ash-shuhuf wa al-auraq (pembaharu lembaran-lembaran koran dan kertas), bukanlah pembaharu intelek yang benar dan jujur. (Dia) menshohihkan hadits diatas tersebut dalam beberapa tempat dari kitabnya dan dalam beberapa kitab karangan yang dinisbatkan kepada dirinya, antara lain kitab Shohih Al-Jam Wa Ziyadatuh [I:261] dan Shihatuh [III : 179]. Meski pun demikian dia tetap saja berkata dalam kitab Sifat Sholat Nabinya halaman 96: Kemudian Rasulallah saw. membaca Bismillahi ArRahmaan Ar-Rahiim, dan tidak mengeraskan bacaannya. Jika Basmalah diakui (oleh dia) sebagai salah satu ayat dari Al-Fatihah, lalu mengapa tidak dikeraskan juga bacaannya?)

Ibnu Abbas ra. meriwayatkan bahwa dia membaca Al-Fatihah, lalu membaca wa laqad atainaaka saban min al-matsaaniya wal Quranal Adhiim. Lalu dia berkata, Itulah Fatihat alKitab (Pembuka Al-Kitab/Alquran) dan Bismillahir Rahmaanir Rahiim adalah ayat yang ketujuh (Al-Hafidh Ibn Hajar dalam Al-Fath VIII:382 mengatakan hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Thabrani dengan isnad Hasan). Diriwayatkan dari Ummu Salamah ra. bahwa, Rasulallah saw. membaca Bismillahi ArRahmaan Ar-Rahiim dalamn sholat, dan beliau menganggapnya sebagai satu ayat. (HR.Abu Dawud dalam as-Sunan [IV:37], Imam Daraquthni [I:307], Imam Hakim [II:231], Imam Baihaqi [II:44] dan lain-lainnya dengan isnad shohih). Imam Ishak bin Rahuwiyah pernah ditanya tentang seseorang yang meninggalkan Bismillahi Ar-Rahmaan Ar-Rahiim. Maka dia menjawab; Siapa yang meninggalkan ba, atau sin, atau mim dari basmalah, maka sholatnya batal, karena Al-hamdu (Al-Fatihah) itu tujuh ayat. (Hal ini akan ditemukan pada kitab Sayr Alam Al-Nubmala [XI:369] karangan Ad-Dzahabi). Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Abu Hurairah [ra] serta yang lainnya: Bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad saw. menjaharkan (bacaan) Bismillahi Ar-Rahmaan ArRahiim. (Hadits dari Ibnu Abbas, diriwayatkan oleh Al-Bazzar dalam Kasyf Al-Atsar [I:255]; Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra [II:47] dan dalam kitab Marifat As-Sunan wa Al-Atsar [II:308] dan lain-lainnya ; Al-Haitsami dalam Mujma Al-Zawaid [II:109] mengatakan, hadits tersebut di riwayatkan oleh Al-Bazzar dan rijal-nya mautsuuquun (terpercaya) ; Al-Daraquthni [I:303-304] telah meriwayatkan dalam berbagai macam isnad siapa pun yang menemukannya tidak akan meragukan keshohihannya. Rincian pembicaraannya dapat dilihat pada jilid III dari At-Tanaqudhat. Ada pun hadits dari Abu Hurairah ra., diriwayatkan oleh Imam Hakim dalam Al-Mustadrak-nya [I:232] dan perawi lainnya. Haditsnya shohih. Al-Dzahabi rupanya berusaha melemahkan hadits tersebut dalam Talkhish Al-Mustadrak. Dia mengatakan, Muhammad itu dhaif, yang dia maksud adalah Muhammad bin Qais, padahal tidak demikian. Muhammad bin Qais sebetulnya orang baik dan terpercaya, termasuk rijal (sanad) Imam Muslim sebagaimana disebutkan dalam Tahdzib At-Tahdzib [IX:367]. Disitu disebutkan Muhammad bin Qais diakui mautsuuq oleh Yaqub bin Sufyan Al-Fusawi dan Abu Dawud, Al-Hafidh pun mengakui hal itu juga dalam At-Taqrib-nya) Disebutkan dalam shohih Bukhori [II:251 dalam Al-Fath al-Bari], bahwa Abu Hurairah ra. berkata: Pada setiap sholat dibaca (Al-Fatihah dan surahRed.). Apa yang yang beliau perdengarkan (jaharkan) maka kami pun memperdengarkannya (menjaharkannya), dan apa yang beliau samarkan (lirihkan), maka kami pun menyamarkannya (melirihkannya). Perkataan orang yang menyebutkan bahwa Rasulallah saw. kadang-kadang melirihkan dan kadang-kadang menjaharkan (bacaan basmalah), itu tidak benar. Karena mereka juga berdalil dengan hadits-hadits muallal yang ditolak. Bahkan sebagiannya hanya disimpulkan dari hasil pemahaman (al-mafhum) yang berlawanan dengan hadits al-manthuq, yang jelas menyatakan adanya menjahar bacaan basmalah. Sedangkan yang manthuq itu harus didahulukan atas yang mafhum, sebagaimana ditetapkan dalam ilmu ushul fiqih.

Imam Muslim dalam Shohih-nya [I:300] meriwayatkan hadits dari Anas ra. yang mengatakan: Ketika suatu hari Rasulallah saw. berada disekitar kami, tiba-tiba beliau mengantuk (tidur sebentar), lalu mengangkat kepalanya sambil tersenyum. Kami bertanya; Apa yang menyebabkan engkau tertawa wahai Rasulallah? Beliau menjawab; Tadi ada surah yang diturunkan kepadaku, lalu beliau membaca Bismillahi Ar-Rahmaan Ar-Rahiim, innaa athainaaka al-kautsar.sampai akhir hadits . Imam Nawawi mengatakan dalam Syarh Muslim-nya [IV:111) bahwa basmalah itu merupakan satu ayat dari setiap surah kecuali surah Baraah atau at-Taubah berlandaskan dalil bahwa basmalah itu ditulis didalam mushaf dengan khath (tulisan/ kaligrafi) mushaf. Hal itu didasarkan kepada kesepakatan sahabat dan ijma mereka bahwa mereka tidak akan menetapkan sesuatu didalam Alquran dengan khath Alquran yang selain Alquran. Ummat Islam sesudah mereka pun sejak dahulu sampai sekarang, sepakat atau ber-ijma bahwa basmalah itu tidak ada pada awal surah Baraah dan tidak ditulis padanya. Hal itu semua menguatkan apa yang telah kami katakan. Diriwayatkan oleh Abu Nuaim Al-Mujmir seorang Imam, Faqih, terpercaya termasuk periwayat hadits Shohih Enam sempat bergaul dengan Abu Hurairah ra. selama 20 tahun : Aku melakukan sholat dibelakang Abu Hurairah ra., maka dia membaca Bismillahi ArRahmaan Ar-Rahiim lalu dia membaca Ummu Alquran hingga sampai kepada Wa laadh dhaalliin kemudian dia mengatakan amin. Dan orang-orang pun mengucapkan amin. Setiap (akan) sujud ia mengucapkan Allahu Akbar. Dan apabila bangun dari duduk dia meng ucapkan Allahu Akbar. Dan jika bersalam (mengucapkan assalamualaikum). Dia kemudian mengatakan, Demi Tuhan yang jiwaku ada pada kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku orang yang lebih mirip shalatnya dengan Rasulallah saw. daripada kalian. (Imam Nasai dalam As-Sunan II:134; Imam Bukhori mengisyaratkannya hadits tersebut dalam shohihnya [II:266 dalam Al-Fath] ; Ibnu Hibban dalam shohihnya [V:100] ; Ibn Khuzaimah dalam shohihnya I:251 ; Ibn Al-Jarud dalam Muntaqa halaman 184 ;Al-Daraquthni [I:300] mengatakan semua perawinya tsiqah ; Hakim dalam Al-Mustadrak [I:232] ; Imam Baihaqi dalam As-Sunan [II:58] dan dalam kitab Marifat As-Sunan wa Al-Atsar [II:371] dan mengatakan isnadnya shohih. Dan hadits itu dishohihkan oleh sejumlah para penghafal hadits seperti Imam Nawawi, Ibn Hajar dalam Al-Fath [II:267] bahkan dia mengatakan bahwa Imam Nawawi membuat bab khusus Menjaharkan Bismillahi Ar-Rahmaan Ar-Rahiim, itulah hadits yang paling shohih mengenai hal tersebut). Sedangkan menurut Syeikh Saqqaf (pengarang), hadits itu bukan yang paling shohih, justru hadits Anas yang diriwayatkan Imam Bukhori lah yang paling shohih yaitu Rasulallah saw. memad-kan (memanjangkan bacaan) bismillah, me-mad-kan Ar-Rahmaan dan me-mad-kan ArRahiim. Ibn Hajar dalam Al-Fath II:229 telah menetapkan untuk menggunakan hadits yang menetapkan adanya jahar dalam membaca basmalah. Selanjutnya dia mengatakan, Maka jelaslah (benarnya) hadits yang menetapkan adanya jahar dengan basmalah. Dalam Shohih Bukhori [IX:91 dalam Al-Fath] disebutkan bahwa Anas bin Malik ra. pernah di tanya mengenai bacaan Nabi Muhammad saw.. Dia men- jawab: Bacaan Nabi itu (mengandung) mad (dipanjangkan), (yakni) memanjangkan bacaan Bismillah, memanjangkan kata Ar-Rahman dan memanjangkan kata Ar-Rahim.

Ada pun hadits Anas ra. yang antara lain mengatakan: Aku melakukan shalat dibelakang Nabi Muhammad saw., Abu Bakar, Umar dan Utsman. Mereka membuka (bacaan Alquran) dengan Alhamdulillah Rabbil Aalamiin dan mereka tidak menyebut (membaca) Bismillahi Ar-Rahmaan Ar-Rahiim baik di awal pembacaannya mau pun di akhirnya. Dalam riwayat lain disebutkan: Maka aku tidak mendengar salah satu di antara mereka membaca Bismillahi Ar-Rahmaan ArRahiim yang diriwayatkan Imam Muslim dalam shohih-nya [I:299 no.50 dan 52]. Hadits tersebut muallal (hadits yang mempunyai banyak ilat atau yang menurunkannya dari derajat shohih). Diantara ilat atau penyakit yang melemahkan derajat hadits itu adalah, ungkapan terakhir dalam hadits tersebut Mereka tidak menyebut atau membaca Bismillah. Sebenarnya itu bukan dari perkataan (hadits) Anas, tetapi hanya perkataan salah seorang perawi yang memahami kata-kata Alhamdulillah Rabbil Aalamiin dan tidak bermaksud untuk meniadakan basmalah dari Al-Fatihah. Argumentasi ini dikuatkan dengan hadits Abu Hurairah ra., disebutkan bahwa Rasulallah saw. bersabda, Alhamdulillah rabbil aalamiin sabu ayat ihdaa- hunna Bismillahi Ar-Rahmaan ArRahiim, wa hiya as-sabu al-matsaani wa al-Quraani al-adhiim, wa hiya Ummu Al-Quran wa Fatihat Al-Kitaab, (Al-Fatihah itu tujuh ayat, salah satunya adalah Bismillahi Ar-Rahmaan ArRahiim. Itulah tujuh (ayat) yang diulang-ulang Al-quran yang agung dan itulah induk Alquran dan Fatihat (Pembuka) Al-Kitab (Alquran). Al-hafidh Al-Haitami dalam Al-Mujma [II:109] mengatakan, Hadits tersebut diriwayatkan Imam Thabarani dalam Al-Ausath, rijal-nya tsiqat. Dari keterangan itu semua dapat ditetapkan ada empat indikasi mengenai ke- lemahan hadits Anas ra diatas tersebut: a). Hadits yang shohih dan tsabit (kuat) yang diriwayatkan Imam Bukhori dari Anas berlawanan dengan hadits tersebut. Dalam hadits itu disebutkan, Baca- an Nabi itu (mengandung) mad (dipanjangkan), (yakni) memanjangkan bacaan Bismillah, memanjangkan kata Ar Rahman dan memanjangkan kata Ar-Rahim. b). Semua Hafidh pakar penghafal hadits yang menulis dalam Mushthalah Hadits dan mengarang mengenai hadits, menyebutkan hadits Anas tersebut sebagai contoh hadits muallal yang meniadakan menjahar basmalah dalam Al-Fatihah itu c). Hadits Anas tersebut, disamping muallal, bersifat meniadakan, sedangkan hadits Anas yang lainnya beserta hadits-hadits lain dari para sahabat menetapkan (istbat) adanya jahar dalam membaca basmalah. Padahal seperti yang di tetapkan dalam ilmu ushul fiqh ialah yang menetapkan (al-mutsbit) itu harus didahulukan daripada yang meniadakan, apalagi yang meniadakan itu masih mengandung ilat (berupa hadits muallal). Menjamu (mengkompromikan) pun tidak bisa dilakukan. d) Diriwayatkan secara kuat dan benar, bahwa para sahabat yang empat -radhiyallahu anhumkhususnya khalifah Umar dan khalifah Ali semuanya menjaharkan bacaan basmalah dalam AlFatihah (lihat umpamanya kitab Marifat As-Sunan Wa Al-Atsar [II:372 dan 378] ). Wallahu alam.

(Dinukil dari kitab Shalat Bersama Nabi saw. oleh Hasan Bin Ali As-Saqqaf [Syeikh Saqqaf, Jordania] cet. pertama, 1993 hal.107 s/d hal.111, diterjemahkan oleh Drs. Tarmana Ahmad Qosim diterbitkan oleh Pustaka Hidayah Bandung). Sumber: http://nujekulo.blogspot.com/2010/04/kewajiban-membaca-basmalah-di-awal Beberapa hadits lain yang senada, Dari Abu Hurairah, dari Nabi Muhammad Saw, bahwasanya Nabi Muhammad Saw, apabila membaca (Fatihah) sedang beliau menjadi Imam, beliau mulai bacaan Fatihahnya itu dengan Bismillah, lalu Abu Hurairah berkata, bahwa Bismillah itu salah satu ayat dari Kitab Allah (H. Riwayat Daruquhtni, lihat al Majmu II hal.345) Dari Ibnu Abbas Rda, beliau berkata : Adalah Nabi Muhammad Saw, memulai sholatnya dengan Bismillah (Hadits Riwayat Imam Tirmidzi Sahih Tirmidzi juzu 2 pagina 44). Dari Qutadah, beliau berkata: Anas ditanya tentang bacaan Nabi Muhammad Saw, maka beliau menjawab : Adalah panjang, Beliau baca Bismillah, Beliau panjangkan ar Rahman, Beliau panjangkan ar Rahim (H.R Bukhari) Dari Ummi Salamah Ummil muminiin Rda, beliau ditanya tentang bacaan Nabi Muhammad Saw, maka beliau menjawab : Adalah bacaan Nabi Muhammad Saw, memotong satu ayat satu ayat, Bismillahirrahmannirrahim, Alhamdulillahi rabbil alaamiin, Arrahmanirrahim, Maliki yaumiddin (H riwayat Imam Ahmad dan Abu Daud, lihat Musnad Ahmad bin Hambal jilid 6 hal 302). Dari Anas bin Malik beliau berkata : Bahwasanya Saidina Muawiyah sholat jahar di Madinah. Ia menjaharkan al Fatihah, tidak membaca Bismillah untuk Fatihah, tidak pula pada ketika membaca Surat sesudah al Fatihah, tidak takbir ketika hendak turun. Pada ketika ia sudah selesai sholat dan sudah memberi salam, lantas orang-orang Muhajirin dan Anshar (sahabat-sahabat Nabi yang utama) berteriak sambil bertanya: Hai Muawiyah, apakah engkau mencuri bacaanbacaan sholat atau lupa ? Berkata Anas bin Malik: Sesudah itu beliau (Muawiyah) tidak pernah sholat kecuali dengan membaca Bismillah untuk Fatihah dan untuk Surah dan ia takbir ketika hendak turun (Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Daruquthni dalam kitab Sahih Daruquthni, pada halaman 117).

Anda mungkin juga menyukai