Laporan Kasus Herpes Zoster PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 18

Laporan Kasus

HERPES ZOSTER

Oleh:
I Putu Gita Prasetya Adiguna

0970121028

Pembimbing:
dr. Made Sudarjana, Sp. KK

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


MADYA DI BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN
KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU
KESEHATAN UNIVERSITAS WARMADEWA

JULI 2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat Asung Kertha Wara beliau lah laporan kasus ini dapat penulis selesaikan
dengan baik tepat pada waktunya. Laporan kasus yang berjudul Herpes Zoster ini disusun
dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani, Gianyar. Dan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Warmadewa.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada dr. Made Sudarjana, Sp. KK selaku pembimbing di RSUD Sanjiwani
Gianyar dan juga kepada pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya bila ada kesalahan dalam penulisan ini baik yang
disengaja maupun tidak disengaja.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga tulisan ini memberikan
manfaat bagi yang membaca tulisan ini.

Gianyar, 23 Juli 2013

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................. i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................2

2.1 Definisi.............................................................................................................................2

2.2 Epidemiologi dan Faktor Resiko..................................................................................... 2

2.3 Etiologi.............................................................................................................................2

2.4 Transmisi..........................................................................................................................3

2.5 Patogenesis.......................................................................................................................3

2.6 Gejala Klinis.................................................................................................................... 4

2.7 Diagnosis..........................................................................................................................4

2.8 Diagnosis Banding...........................................................................................................5

2.9 Penatalaksanaan............................................................................................................... 5

2.10 Komplikasi.....................................................................................................................6

2.11 Pencegahan.....................................................................................................................6

2.12 Prognosis........................................................................................................................6

BAB III LAPORAN KASUS.................................................................................................... 7

3.1 Identitas Pasien................................................................................................................ 7

3.2 Anamnesis........................................................................................................................7

3.3 Pemeriksaan Fisik............................................................................................................ 7

3.4 Dagnosis Banding............................................................................................................ 8

3.5 Resume.............................................................................................................................8

3.6 Diagnosis Kerja................................................................................................................8

ii
3.7 Penatalaksanaan............................................................................................................... 8

3.8 Prognosis..........................................................................................................................9

BAB IV PEMBAHASAN........................................................................................................10

BAB V SIMPULAN DAN SARAN........................................................................................12

5.1 Simpulan........................................................................................................................ 12

5.2 Saran.............................................................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................13

LAMPIRAN.............................................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Virus adalah salah satu agen patologik yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit.
Di dunia secara global telah ditemukan bermacam-macam penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus, salah satunya yang sangat banyak kejadiannya adalah infeksi virus varisela
zoster (VZV) yang reaktivasinya menyebabk penyakit yang disebut dengan herpes zoster.

Herpes zoster merupakan salah satu penyakit yang hampir semua orang pernah
mengalaminya paling tidak sekali dalam hidup mereka. Herpes zoster yang merupakan
reaktivasi dari VZV ini dapat kambuh kembali bila sistim imun penderita tidak baik. Infeksi
primer dari VZV adalah varisela, dimana penyakit ini dialami hampir oleh seluruh populasi
dunia. Herpes zoster dapat terjadi kapan saja sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Herpes
zoster terjadi apabila VZV yang dorman dalam tubuh penderita mengalami reaktivasi karena
mekanisme kerja sistim imun induk gagal menekan reproduksi virus.

Kasus herpes zoster kini masih banyak terjadi oleh sebab itu diperlukan pengetahuan
tentang herpes zoster baik dari bagaimana terjadinya, diagnosis, penatalaksanaan dan
prognosis dari herpes zoster.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh virus varisela-zoster (VZV) yang
menyerang kulit dan mukosa. Herpes zoster merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
1,2
infeksi primer .

2.2 Epidemiologi dan Faktor Resiko

Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini merupakan reaktivasi dari virus setelah
1
infeksi primernya dalam bentuk varisela. Terkadang varisela terjadi secara subklinis .

Sekitar 4% penderita herpes zoster mengalami episode berulang setelahnya. Herpes


zoster yang berulang hampir khas terjadi pada penderita dengan sistem imun yang rendah.
Sekitar 25% penderita dengan HIV dan 7-9% penderita yang mendapatkan transplantasi
2
ginjal atau jantung mengalami episdoe berulang .

Faktor resiko herpes zoster biasanya pada orang tua diatas 60 tahun dan pada orang-
orang yang mengalami penurunan sistem imun seperti pada individu dengan HIV, sedang
menajalani kemoterapi, mendapat transplantasi sumsum tulang, dengan menggunakan
3,2
kortikosteroid, penderita kanker , dengan terapi imunosupresif, dengan infeksi primer VSV
pada infant dimana respon imun normal masih rendah, penderita sindrom inflamasi
rekonstitusi imun (IRIS), dan penderita leukimia limpositis akut dan individu dengan
2
keganasan lain .

2.3 Etiologi

VZV merupakan virus dengan DNA berantai ganda berselimut yang termasuk dalam famili
Herpesviridae. Pada manusia, infeksi primer terjadi saat virus kontak dengan mukosa saluran
pernapasan atau konjungtiva. Dari tempat-tempat kontak tersebur virus lalu menyebar ke

2
seluruh tubuh melalui serat saraf sensoris menuju sel akar ganglia dorsal dimana virus akan
2
menjadi dorman .

Reaktivasi VZV yang telah menjadi dorman, sering dalam puluhan tahun setelah
infeksi primer dalam bentuk varisela, menjadi herpes zoster. Penyebab pasti timbulnya
reaktivasi tersebut masih belum diketahui, akan tetapi mungkin penyebabnya adalah salah
satu atau kombinasi dari beberpa faktor seperti eksposur eksternal dengan VZV, proses
penyakit akut atau kronis (Terutama infeksi dan keganasan), beberapa jenis pengobatan, dan
2
stres emosional .

Alasan mengapa hanya satu akar ganglion dorsal saja yang mengalami reaktivasi
virus sementara tidak terjadi reaktivasi pada ganglia lain masih belum jelas. Menurunya
imunitas seluler diperkirakan meningkatkan resiko aktivasi kembali, dimana keadaan tersebut
2
meningkat sesuai dengan usia .

2.4 Transmisi

Herpes zoster tidak dapat menular dari seseorang yang mengalami ke orang lain. Namun
VZV dapat menular ke orang lain yang belum pernah mengalami varisela atau cacar air
karena jika orang tersebut tertular VSV maka manifestasinya berupa varisela.

VSV pada orang yang mengalami herpes zoster berada pada vesikel herpes, dan orang
dapat tertular VSV jika menyentuh atau kontak dengan ruam maupun cairan pada vesikel
yang melepuh, namun pada saat vesikel belum terbentuk atau saat telah mengering menjadi
3
krusta merupakan saat dimana VSV tidak dapat menular lagi .

2.5 Patogenesis

Infeksi VZV menyebabkan 2 sindrom yang berbeda. Infeksi primer, varisela, adalah penyakit
demam yang menular biasanya ringan. Setelah infeksi primer selesai, partikel virus menetap
di ganglia saraf perifer dimana virus menjadi dorman untuk beberapa tahun hingga puluhan
tahun. Pada periode tersebut, mekanisme pertahanan tubuh induk menekan replikasi virus,
akan tetapi VZV teraktivasi kembali saat mekanisme pertahanan tubuh induk gagal menekan
replikasi virus. Kegagalan tersebut dapat disebabkan oleh banyak keadaan, mulai dari stres
hingga imunosupresif berat, terkadang juga diikuti dengan trauma langsung. Virema VZV
terjadi saat infeksi primer, namun dapat juga muncul pada fase reaktivasi dengan jumlah
virus yang lebih sedikit.

3
Setelah VZV teraktivasi kembali, terjadi respon inflamasi di akar ganglion dorsal
yang dapat diikuti dengan nekrosis hemoragik dari sel saraf menyebabkan kehilangan
neuronal atau fibrosis. Frekuensi efek pada kulit berkorelasi dengan distribusi sentripetal dari
lesi varisela. Pola ini menunjukkan latensi mungkin terjadi akibat penyebaran penularan virus
saat varisela dari kulit yang terinfeksi dari darah saat fase viremik dari varisela, dan frekuensi
dermatom yang terkena efek herpes zoster mungkin merupakan ganglia yang paling sering
2
terkena stimuli reaktivasi .

2.6 Gejala Klinis

Daerah yang paling sering terkena adalah daerah toraks. Gejala prodromal dapat berupa
gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik seperti demam atau pusing. Gejala lokal
berupa gatal dan nyeri atau neuralgia pada daerah dermatom yang terkena. Nyeri yang terjadi
merupakan salah satu ciri khas dari herpes yang dapat dibedakan menjadi preherpetic
neuralgia dan post herpetic neuralgia karena nyeri dapat menetap setelah penyakit sembul
1
dapat berlangsung berbulan-bulan hingga menahun .

Kemudian eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel herpetiformis dengan
dasar eritematus dan edema terbatas pada kulit yang terinervasi saraf sensoris yang terasa
nyeri. Vesikel tersebut berisi cairan yang jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi
pustul dan krusta. Terkadang vesikel mengandung darah yang disebut sebagai herpes zoster
hemoragik. Dapat pula menimbulkan infeksi sekunder sehingga menimbulkan ulkus dengan
1,2
penyembuhan berupa sikatrik .

Perlu diingat bahwa herpes zoster dapat terjadi pada lebih dari satu dermatom dan
mungkin saja bilateral (zoster multiplex). Frekuensi terjadinya zoster pada lebih dari satu
dermatom meningkat pada populasi yang imunokompromis. Terkadang pasien mengeluh
2
nyeri pada distribusi dermatom tanpa adanya lesi (zoster sine herpete) .

2.7 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dalam anamnesis didapatkan
keluhan berupa ruam atau vesikel berkelompok yang kemudian pecah disertai nyeri. Selain
itu dapat pula kronologis ruam seperti gejala prodromal yang dirasakan. Pemeriksaan fisik
didapatkan pasien mengalami sedikit demam namun bisa berbeda pada tiap individu,

4
kemudian dapat dilihat pada inspeksi kulit kelainan berupa vesikel bergerombol diatas kulit
1,2
eritema yang sebagian dapat mengalami eksoriasi dan tertutup krusta .

2.8 Diagnosis Banding

Beberapa diagnosis banding dari herpes zoster adalah herpes simpleks dimana pada herpes
simpleks terdapat perbedaan pada tempat predileksinya yaitu pada herpes simplek berulang di
tempat yang sama terutama pada regio sacrum sedangkan herpes zoster tidak, angina pektoris
bila dermatom yang terserang setinggi jantung sehingga menimbulkan nyeri pada daerah
1
yang mirip denganangina pektoris . Diagnosis banding lainnya adalah dermatitis kontak
iritan dimana pada dermatitis kontak iritan tidak terdapat gejala prodormal, dan lesi tidak
3
sesuai dengan dermatom , dermatitis kontak alergika, varisela, folikulitis, gigitan serangga,
liken striatus, kontak stomatitis, infeksi cowpox, ektima, erisipelas, erisipeloid, dan sengatan
2
ubur-ubur .

2.9 Penatalaksanaan

Kejadian herpes zoster biasanya dapat sembuh tanpa intervensi, dan cendrung lebih jinak
pada anak-anak ketimbang orang dewasa. Pengobatan herpes zoster dilakukan untuk
mempercepat penyembuhan dan mengurangi resiko komplikasi.

Penatalaksanaan herpes zoster ada dua yaitu penatalaksanaan tanpa obat dan dengan
4
obat . Penatalaksanaan tanpa obat adalah dengan melakukan beberapa hal berikut yaitu
menjaga agar lesi tetap bersih dengan membersihkan dengan air dan sabun untuk
4
menghindari infeksi sekunder, lindungi lesi dengan memakai pakaian bersih dan tidak ketat .

Penatalaksanaan dengan obat bersifat simtomatik, untuk mengobati nyeri diberikan


analgetik sedangkan untuk infeksi sekunder diberikan antibiotik. Terapi dengan antiviral
4
bertujuan untuk mempersingkat waktu penyakit serta menurunkan keparahan dari penyakit .
Obat antiviral yang biasa digunakan adalah acyclovir, famciclovir, dan valacyclovir. Dosis
acyclovir adalah 800mg yang diberikan 5 kali sehari dalam 7 hari. Sedangkan dosis
1
famsciclovir diberikan 3x250 mg sehari dan valacyclovir diberikan 3x1000mg sehari .

Penatalaksanaan dengan obat topikal bergantung pada stadium. Jika masih stadium
vesikel, vesikel dapat diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya
vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Jika terdapat ulserasi dapat diberikan salep
1
antibiotik .

5
2.10 Komplikasi

Postherpetic neuralgia (PHN) merupakan komplikasi herpes zoster yang paling sering
terjadi, ditemukan pada 50% penderita berusia 60 tahun keatas. PNH dapat terjadi akibat
nyeri pada herpes zoster yang berkelanjutan, atau dapat terjadi setelah resolusi dari reaktivasi
herpes zoster sebelumnya. Nyeri dapat berlangsung berbulan-bulan hingga menahun.
Patofisiologi dari PNH mungkin melibatkan keruskan saraf perifer atau aktivitas virus yang
2
berkelanjutan .

Herpes zoster yang melibatkan CN V1 (contohnya HZO) dapat menyebabkan


konjungtivitis, keratitis, ulserasi kornea, iridosiklitis, glukoma, dan penurunan akuitas
pengelihatan bahkan kebutaan. Dengan terlibatnya organ okuler, maka diperlukan pemberian
2
anti-viral jangka panjang .

2.11 Pencegahan

Pada anak dengan imunokompeten yang pernah menderita varisela maka tidak diperlukan
tindakan pencegahan. Pencegahan diberikan kepada mereka yang memiliki resiko tinggi
menderita varisela yang fatal seperti pada neonatus, pubertas, dan dewasa dengan tujuan
mencegah ataupun mengurangi gejala varisela. Biasanya pencegahan diberikan melalui
3
vaksin .

2.12 Prognosis

Lesi umumnya sembuh dalam 10-15 hari. Prognosis pada orang yang lebih muda dan lebih
2
sehat sangat baik, sementara pada lansia memiliki resiko komplikasi yang lebih tinggi . Pada
orang dengan imunokompeten pada umumnya baik dan sembuh tanpa komplikasi namun
1
pada orang dengan imunokompromisangka mortalitas dan morbiditasnya signifikan .

Herpes zoster jarang menimbulkan kematian pada pasien yang imunokompeten,


namun dapat mengancam nyawa pada penderita dengan sistim imun yang sangat rendah.
Herpes zoster pada pasien dengan sistim imun yang rendah dapat menyebabkan kematian
karena ensepalitis, hepatitis, atau pneumoitis. Resiko kematian pada penderita dengan sistim
2
imun yang sangat rendah berkisar antara 5-15% .

6
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Inisial : MS

Umur : 31 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku : Bali

Bangsa : Indonesia

Agama : Hindu

Status perkawinan : Belum Menikah

Tanggal pemeriksaan : 16 Juli 2013

3.2 Anamnesis

Nyeri dan perih disertai gelembung kemerahan pada pinggang kanan. Gatal, nyeri
terus menerus semenjak 3 hari yang lalu. Awalnya demam lalu lesi mendadak
muncul. Riwayat pengobatan tidak ada. Riwayat sebelumnya tidak ada,. Riwayat
alergi ada yaitu, ikan laut dan telur. Riwayat keluarga tidak ada. Riwayat atopi
tidak ada.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status present : dalam batas normal

Status general : dalam batas normal

Status dermatologi :

Pada regio abdomen dextra memanjang hingga spinal terdapat sekelompok vesikel
berbatas tegas, berbentuk herpetiformis, berukuran lentikuler, dengan penyebaran

7
regional, unilateral, dengan dasar eritema, beberapa vesikel pucat, dan beberapa
vesikel terdapat krusta berwarna hitam pada bagian puncaknya.

3.4 Dagnosis Banding

1. Herpes simpleks

3.5 Resume

Penderita laki-laki, berusia 31 tahun mengeluh nyeri dan perih disertai munculnya
gelembung kemerahan pada pinggang kanan. Nyeri dirasakan terus menerus sejak
3 hari yang lalu yaitu tanggal 13 Juli. Awalnya pasien mengeluh demam lalu lesi
muncul mendadak. Keluhan tersebut sebelumnya belum diobati. Pasien belum
pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya. Pasien memiliki riwayat alergi
makanan yaitu ikan laut dan telur. Pada keluarga pasien tidak ada yang mengalami
gejala serupa. Pasien tidak memiliki riwayat atopi.

Pemeriksaan Fisik

Status present : dalam batas normal

Status general : dalam batas normal

Status dermatologi :

Pada regio abdomen dextra memanjang hingga spinal terdapat sekelompok


vesikel berbatas tegas, berbentuk herpetiformis, berukuran lentikuler, dengan
penyebaran regional, unilateral, dengan dasar eritema, beberapa vesikel pucat, dan
beberapa vesikel terdapat krusta berwarna hitam pada bagian puncaknya.

3.6 Diagnosis Kerja

Herpes zoster lumbosacral

3.7 Penatalaksanaan

Obat

8
Acyclovir tab mg 400 No XXX, S 5 dd tab II
Mefenamic acid tab mg 500 No X, S dd tab I
Interhistin tab No X, S dd tab 1
Caladine lotion paf no I S 2 dd ue
Vit B1 tab no X S dd I

KIE

Jaga agar vesikel tidak pecah, hindari menyentuh ruam dan jangan digaruk.
Gunakan lotion untuk melindungi vesikel dari gesekan dengan pakaian atau benda
lainnya. Jika vesikel pecah dan terjadi erosi, jaga higenisitas dan hindari kontak
agar tidak terjadi infeksi sekunder.

3.8 Prognosis

Dubius ad bonam

9
BAB IV
PEMBAHASAN

Seperti dijelaskan sebelumnya, pasien datang dengan keluhan nyeri dan perih disertai
timbulnya gelembung-gelembung pada bagian perut dan punggung. Ruam muncul mendadak
setelah sebelumnya pasien mengeluh demam. Pada pemeriksaan fisik ditemukan lesi pada
abdomen yang memanjang hingga bagian vertebra berupa sekelompok vesikel berwarna
keruh dan beberapa vesikel tampak berisi pus, berbatas tegas berukuran miliar dengan bentuk
herpetiformis dan penyebarannya unilateral dengan dasar eritema. Ram memanjang
mengikuti garis dermatom lumbosacral dan terasa nyeri.

Berdasarkan anamnesis ditemukan gejala prodromal yaitu demam seperti yang


dikatakan dalam kepustakaan. Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan teori yaitu
vesikel bergerombol diatas kulit eritema dan sebagian terdapat krusta diatasnya. Lesi terlihat
berjalan mengikuti dermatom bagian lumbosacral, hal ini sesuai dengan pustaka dimana lesi
muncul pada saraf ditempat virus itu mengalami reaktivasi. Pada kasus dermatom yang
terinfeksi adalah pada lumbosacral. Pada lesi tidak dikeluhkan gangguan mobilitas mungkin
dikarenakan tidak banyak fungsi motorik yang bergantung pada daerah tempat lesi berada.
Pada kasus vesikel belum ada yang pecah dan tidak ditemukan erosi dan tanda-tanda infeksi
sekunder sehingga penanganan infeksi sekunder berupa pemberian anti biotik tidak perlu
diberikan.

Penatalaksanaan yang diberi kan adalah acyclovir dengan dosis dewasa 800mg
diminum setiap 4 jam dalam 7-10 hari, namun karena yang tersedia adalah 400mg dosis
sekali minum menjadi 5x2 tablet. Selain itu obat sistemik seperti yang dikatakan dalam
kepustakaan bersifat simptomatik, sehingga untuk mengurangi nyeri diberikan asam
mefenamat 500mg 3x1. Obat lain yang diberikan dan bersifat simptomatis adalah interhistin
(mebhydrolin napadisylate) yang merupakan jenis antihistamin untuk mengurangi rasa gatal
karena pasien ada mengeluh gatal. Untuk menjaga agar vesikel tidak mudah pecah dan

10
mengurangi rasa gatal diberikan obat topikal yaitu caladin dalam bentuk lotion yang
digunakan 2 kali sehari. Vitamin B1 penting untuk diberikan sebagai neurotropik.

11
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Herpes zoster adalah manifestasi dari reaktivasi VZV yang sebelumnya telah menginfeksi
secara primer dalam bentuk varisela. VZV yang dorman dalam tubuh ditekan replikasinya
oleh sistem imun sehingga apabila sistim imun menurun maka akan terjadi reaktivasi
kembali. Herpes zoster memberikan gejala predilepsi berupa demam dan pada pemeriksaan
akan ditemukan sekelompok vesikel dengan dasar eritema yang memanjang pada suatu garis
dermatom dimana vesikel terasa nyeri dan beberapa vesikel berwarna keruh dan ada yang
berisi pus. Herpes zoster bisa sembuh sendiri dalam waktu 10-15 hari pada penderita dengan
sistim imun yang baik, terapi diberikan untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi
gejala gatal dan nyeri serta pengobatan topikal terutama untuk mencegah pecahnya vesikel.

Pada kasus dapat dilihat bahwa terjadi gejala prodormal berupa demam dan lesi
muncul secara mendadak. Pasien pada kasus ini diberikan acyclovir sebagai antivirus, asam
mefenamat untuk mengurangi rasa nyeri, intersithin (Mebhrydolin Napadishilat) untuk
mengurangi gatal secara sistemik, caladin lotion sebagai antipruritus topikal dan untuk
menjaga agar vesikel tidak mudah pecah, dan vitamin B1 sebagai neurotropik.

5.2 Saran

Mengingat pada kasus vesikel belum pecah, maka pengaplikasian caladin lotion sebaiknya
perlu diingat guna menjaga vesikel agar tidak mudah pecah akibat gesekan dan juga
mencegah pasien menggaruk vesikel dengan mengurangi rasa gatal. Untuk anti-viral
acyclovir wajib diminum secara teratur untuk menekan reproduksi virus. Lesi sebaiknya
dijaga agar tidak pecah vesikelnya dengan tidak menggosok badan dengan keras saat mandi.
Perlu juga bagi pasien untuk beristirahat dengan baik dan makan teratur dengan gizi yang
seimbang agar sistem imun tidak turun. Bila vesikel pecah dan terjadi erosi sebaiknya hindari
dengan kontak luar agar tidak terjadi infeksi sekunder.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Handoko R.P.. Penyakit Virus. dalam Djuanda A., Kosasih A., Wiryadi B.E.,
Nathasuda E.C., Sjamsoe-Daili E., Effendi E.H., dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. edisi ke 5. Jakarta: Penerbit FK UI;2010. Hal. 110-114.
2. Janniger C.K.. Herpes Zoster. WebMD LLC; [diperbaharui pada 26 Februari
2013; dikutip pada 18 Juli 2013]. Dikutip dari:
(http://emedicine.medscape.com/article/1132465-overview).
3. Strauss, Stephen et al. Varicella and Herpes Zoster. In : Wolff K, Goldsmith L,
editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine : 7th ed. New York :
McGraw-Hill, 2008 : 1885-1898.
4. Observer Extra : Herpes Zoster. Available from
(http://www.acpinternist.org/archives/2007/03/herpes.pdf).

13
LAMPIRAN

Gambar 1 Lesi di Punggung

Gambar 2 Lesi di Abdomen

14

Anda mungkin juga menyukai