Anda di halaman 1dari 8

A.

Pengertian Teori Agensi


Teori Keagenan (Agency Theory) Jensen dan Meckling (1976) dalam Masdupi (2005,
59) mendefinisikan teori keagenan sebagai hubungan antara agen (manajemen suatu usaha)
dan principal (pemilik usaha). Di dalam hubungan keagenan terdapat suatu kontrak dimana
satu orang atau lebih (principal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa
atas nama prinsipal dan memberi wewenang kepada agen untuk membuat keputusan yang
terbaik bagi prinsipal.
Tujuan dari teori agensi adalah
1. Meningkatkan kemampuan individu (baik prinsipal maupun agen) dalam mengevaluasi
lingkungan dimana keputusan harus diambil (The belief revision role).
2. Mengevaluasi hasil dari keputusan yang telah diambil guna mempermudah
pengalokasian hasil antara prinsipal dan agen sesuai dengan kontrak kerja
(The performance evaluation role).
Secara garis besar teori agensi dikelompokkan menjadi dua (Eisenhardt,1989), yaitu
1. Positve agent research, memfokuskan pada identifikasi situasi dimana agen dan
prinsipal mempunyai tujuan yang bertentangan dan mekanisme pengendalian yang
terbatas hanya menjaga perilaku self serving agen. Secara ekslusif, kelompok ini hanya
memperhatikan konflik tujuan antara pemilik (stockholder) dengan manajer.
2. Principal agent research memfokuskan pada kontrak optimal antara perilaku dan
hasilnya, secara garis besar penekanan pada hubungan principal dan agent. Principal-
agent research mengungkapkan bahwa hubungan agent-principal dapat diaplikasikan
secara lebih luas, misalnya untuk menggambarkan hubungan pekerja dan pemberi
kerja, lawyer dengan kliennya, auditor dengan auditee.
Teori agensi tidak dapat dilepaskan dari kedua belah pihak diatas, baik prinsipal
maupun agen merupakan pelaku utama dan keduanya mempunyai bargaining
position masing-masing dalam menempatkan posisi, peran dan kedudukannya. Prinsipal
sebagai pemilik modal memiliki akses pada informasi internal perusahaan sedangkan agen
sebagai pelaku dalam praktek operasional perusahaan mempunyai informasi tentang operasi
dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh. Posisi, fungsi, situasi, tujuan,
kepentingan dan latar belakang prinsipal dan agen yang berbeda dan saling bertolak
belakang tersebut akan menimbulkan pertentangan dengan saling tarik menarik kepentingan
(conflict of interest) dan pengaruh antara satu sama lain. Berkaitan dengan auditing, baik
prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang yang memiliki rasionalitas ekonomi,
dimana setiap tindakan yang dilakukan termotivasi oleh kepentingan pribadi atau akan
memenuhi kepentingannya terlebih dahulu sebelum memenuhi kepentingan orang lain.
Teori keagenan mengatakan sulit untuk mempercayai bahwa manajemen (agent) akan selalu
bertindak berdasarkan kepentingan pemegang saham (principal), sehingga diperlukan
monitoring dari pemegang saham (Copeland dan Weston,1992:20). Shareholder atau
prinsipal mempekerjakan agen untuk melaksanakan tugas termasuk pengambilan keputusan
ekonomik, dalam lingkungan yang tidak pasti seperti perusahaan dalam kondisi financial
distress. Agen sebagai seorang manajer akan mengambil keputusan untuk melakukan
berbagai strategi guna mempertahankan kelangsungan usaha perusahaan. Disisi lain agen
merupakan pihak yang diberikan kewenangan oleh prinsipal berkewajiban
mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan kepadanya. Teori keagenan
menyatakan bahwa dalam pengelolaan perusahaan selalu ada konflik kepentingan (Brigham
dan Gapenski,1996) antara (1) manajer dan pemilik perusahaan (2) Manajer dan
bawahannya, (3) Pemilik perusahaan dan kreditor.
Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pihak yang melakukan proses pemantauan dan
pemeriksaan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut diatas. Aktivitas
pihak-pihak tersebut, dinilai lewat kinerja keuangannya yang tercermin dalam laporan
keuangan. Lebih lanjut dalam agency theory, pemilik perusahaan membutuhkan auditor
untuk memverifikasi informasi yang diberikan manajemen kepada pihak perusahaan.
Sebaliknya, manajemen memerlukan auditor untuk memberikan legitimasi atas kinerja yang
mereka lakukan (dalam bentuk laporan keuangan), sehingga mereka layak mendapatkan
insentif atas kinerja tersebut. Disisi lain, kreditor membutuhkan auditor untuk memastikan
bahwa uang yang mereka kucurkan untuk membiayai kegiatan perusahaan, benar-benar
digunakan sesuai dengan persetujuan yang ada, sehingga kreditor bisa menerima bunga atas
pinjaman yang diberikan.
Pengawasan atau monitoring yang dilakukan oleh pihak independen memerlukan biaya
atau monitoring cost dalam bentuk biaya audit, yang merupakan salah satu dari agency
cost (Jensen dan Meckling, 1976). Biaya pengawasan (monitoring cost) merupakan biaya
untuk mengawasi perilaku agent apakah agent telah bertindak sesuai kepentingan
principal dengan melaporkan secara akurat semua aktivitas yang telah ditugaskan kepada
manajer. Uraian tersebut diatas memberi makna bahwa auditor merupakan pihak yang
dianggap dapat menjembatani kepentingan pihak pemegang saham (principal) dengan
pihak manajer (agent) dalam mengelola keuangan perusahaan (Setiawan, 2006) termasuk
menilai kelayakan strategi manajemen dalam upaya untuk mengatasi kesulitan keuangan
perusahaan. Auditor independen melakukan fungsi pengawasan atau monitoring atas
pekerjaan manajer melalui sebuah sarana yaitu laporan keuangan, sehingga auditor akan
melakukan proses audit terhadap kewajaran laporan keuangan yang terdiri dari neraca,
laporan laba rugi, laporan perubahan modal dan laporan arus kas termasuk catatan atas
laporan keuangan yang kemudian akan memberikan pendapat atas pekerjaan auditnya dalam
bentuk opini audit. Auditor independen melakukan pengawasan atau monitoringkarena
manajer berkeinginan untuk menyajikan laporan keuangan agar tampak lebih baik dari
kondisi senyatanya (Cosserat, 1999). Sejalan dengan pendekatan
audit topdownholistic, auditor berkewajiban untuk mengevaluasi resiko bisnis klien
(Boynton, 2002). Perusahaan yang mengalami financial distress memiliki resiko bisnis
yang lebih besar. Oleh karena itu, auditor akan mempertimbangkan rencana dan tindakan
stratejik yang dilakukan manajemen, khususnya rencana manajemen yang terlalu optimistik
(Hackenbrack dan Nelson, 1996).
Pengguna laporan keuangan akan mengambil keputusan ekonomi atas dasar laporan
keuangan auditan. Oleh karena itu, opini tentang kemampuan perusahaan untuk melanjutkan
usahanya merupakan informasi penting bagi pengguna laporan keuangan. Opini going
concern, yang secara jelas menyebutkan adanya keraguan auditor akan kemampuan
perusahaan untuk melanjutkan usahanya merupakan signal bahwa perusahaan sedang
menghadapi masalah going concern, seperti masalah kesulitan keuangan.
B. Konflik Antara Manajer Dan Agen
Agency Theory menimbulkan masalah "perilaku yang mementingkan diri sendiri
dalam organisasi. Manajer Sebuah perusahaan relatif memiliki tujuan-tujuan pribadi yang
bertentangan dengan tujuan untuk memaksimalkan kekayaan pemilik pemegang saham.
Karena manajer pemegang saham memiliki hak untuk mengelola aset perusahaan, sebuah
potensi konflik kepentingan muncul antara dua kelompok. Perbedaan kepentingan antara
prinsipal dan agen inilah disebut dengan Agency Problem, yang salah satunya disebabkan
oleh adanya Asymmetric Information.
Asymmetric Information (AI), yaitu ketidakseimbangan informasi yang disebabkan
karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Dalam hal
ini, prinsipal seharusnya memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam mengukur tingkat
hasil yang diperoleh dari usaha agen, namun ternyata informasi tentang ukuran keberhasilan
yang diperoleh oleh prinsipal tidak seluruhnya disajikan oleh agen. Sebagai akibatnya,
informasi yang diperoleh prinsipal kurang lengkap sehingga tetap tidak dapat menjelaskan
kinerja agen yang sesungguhnya dalam mengelola kekayaan prinsipal yang dipercayakan
kepada agen.
Akibat adanya informasi yang tidak seimbang ini dapat menimbulkan 2 permasalahan
yang menyebabkan adanya kesulitan prinsipal untuk memonitor dan melakukan kontrol
terhadap tindakan-tindakan agen. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan permasalahan
tersebut adalah :
(a) Moral Hazard
Moral hazard adalah permasalahan yang muncul jika agen tidak melaksanakan
hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja.
(b) Adverse Selection
Adverse selection adalah suatu keadaan di mana prinsipal tidak dapat
mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan
atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam
tugas.
Adanya agency problem di atas, menimbulkan biaya keagenan yang menurut Jensen
dan Meckling (1976) terdiri dari :
(a) The monitoring expenditures by the principle
Biaya monitoring dikeluarkan oleh prinsipal untuk memonitor prilaku agen,
termasuk juga usaha untuk mengendalikan perilaku agen melalui budget restriction
dan compensation policies.
(b) The bonding expenditures by the agent.
The bonding cost dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak akan
menggunakan tindakan tertentu yang akan merugikan prinsipal atau untuk menjamin
bahwa prinsipal akan diberi kompensasi jika ia tidak mengambil banyak tindakan.
(b) The residual loss
The residual loss merupakan penurunan tingkat kesejahteraan prinsipal maupun
agen setelah adanya agency relationship.
C. Biaya Dari Konflik Pemegang Saham Dan Manajemen
Biaya Agency didefinisikan sebagai biaya yang ditanggung oleh pemegang saham
untuk mendorong manajer dalam memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham daripada
berperilaku mementingkan diri sendiri. Gagasan biaya agen mungkin dihubungkan dengan
Jurnal pada makalah yang berjudul Journal of Finance pada tahun 1976 oleh Michael Jensen
dan William Meckling, yang menyarankan tingkat utang perusahaan dan tingkat manajemen
ekuitas baik dipengaruhi oleh keinginan untuk mengendalikan biaya kantor. Ada tiga jenis
utama dari biaya agen:
1) Pengeluaran untuk memantau kegiatan manajerial.
2) Pengeluaran untuk struktur organisasi dengan cara yang membatasi perilaku
manajerial yang tidak diinginkan.
3) Biaya kesempatan yang dapat terjadi ketika pemegang saham-dikenakan
pembatasan.
D. Mekanisme Untuk Menghadapi Konflik Antara Manajer Dan Pemegang Saham
Ada dua posisi kunci untuk menghadapi konflik-konflik agency pemegang saham dan
manager. Pada keadaan ekstrim, manajer perusahaan bertindak sepenuhnya berdasarkan
perubahan harga saham. Dalam hal ini, biaya agen akan rendah karena manajer memiliki
insentif besar untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham hal tersebut tentu akan
sangat sulit, olehkarena itu, dalam keadaan tersebut menyewa manajer berbakat di bawah
ikatan kontrak karena pendapatan perusahaan akan dipengaruhi oleh peristiwa ekonomi
yang tidak berada di bawah kendali manajerial. Pada keadaan ekstrim lainnya, pemegang
saham dapat memonitor setiap tindakan manajerial, tapi ini akan sangat mahal dan tidak
efisien. Solusi optimal terletak di antara ekstrim, di mana kompensasi eksekutif terkait
dengan kinerja, tetapi beberapa pemantauan juga dilakukan.
Selain pemantauan, mekanisme berikut ini mendorong para manajer untuk bertindak
dalam kepentingan pemegang saham yaitu insentif berbasis kinerja rencana, intervensi
langsung oleh pemegang saham, ancaman penembakan, dan ancaman pengambilan alihan.
Sebagian besar perusahaan publik kini memberlakukan kinerja saham, dimana saham yang
diberikan kepada eksekutif berdasarkan kinerja seperti yang didefinisikan oleh tindakan
keuangan seperti laba per saham, imbal hasil aset, imbal hasil ekuitas, dan perubahan harga
saham. Jika kinerja perusahaan berada di atas target kinerja, manajer perusahaan
mendapatkan lebih banyak saham. Jika kinerja di bawah target, mereka menerima lebih
sedikit dari 100 persen saham. rencana kompensasi insentif berbasis kinerja seperti saham,
dirancang untuk memenuhi dua tujuan. Pertama, mereka menawarkan insentif eksekutif
untuk mengambil tindakan yang akan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham.
Kedua, rencana ini membantu perusahaan menarik dan mempertahankan manajer yang
memiliki kepercayaan diri untuk risiko masa depan keuangan mereka pada kemampuan
mereka sendiri yang harus mengarah pada kinerja yang lebih baik.
Peningkatan persentase saham biasa di perusahaan Amerika dimiliki oleh investor
institusional seperti perusahaan asuransi, dana pensiun, dan reksadana. Manajer keuangan
institusional memiliki pengaruh, jika mereka memilih, untuk menggunakan pengaruh yang
cukup besar atas operasi perusahaan. Kelembagaan investor dapat mempengaruhi manajer
sebuah perusahaan dalam dua cara utama. Pertama, mereka dapat bertemu dengan
manajemen perusahaan dan menawarkan saran-saran mengenai operasi perusahaan. Kedua,
pemegang saham institusional dapat mensponsori proposal untuk dipilih di dalam rapat
umum pemegang saham tahunan, bahkan jika proposal ini ditentang oleh manajemen.
Meskipun proposal pemegang saham yang disponsori tersebut nonbinding dan melibatkan
isu-isu di luar operasi sehari-hari, hasil suara ini jelas mempengaruhi pendapat manajemen.
Di masa lalu, kemungkinan manajemen sebuah perusahaan besar digulingkan oleh
pemegang saham yang begitu jauh merupakan ancaman kecil. Ini benar karena kepemilikan
sebagian besar perusahaan sangat luas, dan kontrol manajemen mengenai mekanisme suara
begitu kuat, sehingga hampir tidak mungkin bagi pemegang saham pembangkang untuk
mendapatkan suara yang diperlukan untuk menghapus manajer. Dalam beberapa tahun
terakhir, bagaimanapun, kepala petugas eksekutif di American Express Co, General Motors
Corp, IBM, dan Kmart semua mengundurkan diri di tengah-tengah oposisi institusional dan
spekulasi bahwa keberangkatan mereka terkait dengan kinerja operasi perusahaan mereka
yang rendah.
Pengambilalihan secara tidak baik, yang terjadi ketika manajemen tidak ingin menjual
perusahaan, yang paling mungkin untuk mengembangkan saat saham suatu perusahaan
adalah dibawah nilai relatif terhadap potensi karena pengelolaan yang tidak memadai.
Dalam pengambilalihan secara tidak baik, para manajer senior dari perusahaan yang
diakuisisi biasanya diberhentikan, dan mereka yang ditahan kehilangan kemerdekaan
mereka sebelum terjadi akuisisi. Ancaman dari disiplin pengambilalihan secara tidak baik
mengubah perilaku manajerial dan mendorong manajer berusaha untuk memaksimalkan
nilai pemegang saham.
Menurut Bathala et al, (1994) terdapat beberapa cara yang digunakan untuk
mengurangi konflik kepentingan, yaitu : a) meningkatkan kepemilikan saham oleh
manajemen (insider ownership), b) meningkatkan rasio dividen terhadap laba bersih
(earning after tax), c) meningkatkan sumber pendanaan melalui utang, d) kepemilikan
saham oleh institusi (institutional holdings). Sedangkan dalam penelitian Masdupi (2005)
dikemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan dalam mengurangi masalah keagenan :
1. Pertama, dengan meningkatkan insider ownership. Perusahaan meningkatkan bagian
kepemilikan manajemen untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang
saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan
meningkatkan persentase kepemilikan, manajer menjadi termotivasi untuk
meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang
saham.
2. Kedua, dengan pendekatan pengawasan eksternal yang dilakukan melalui penggunaan
hutang. Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan
saham sehingga meminimalisasi biaya keagenan ekuitas. Akan tetapi, perusahaan
memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayarkan beban bunga
secara periodik.
3. Ketiga, institutional investor sebagai monitoring agent. Mohd et al, (1998)
menyatakan bahwa bentuk distribusi saham dari luar (outside shareholders)
yaitu institutional investor dan shareholders dispersion dapat mengurangi biaya
keagenan ekuitas (agency cost). Hal ini disebabkan karena kepemilikan merupakan
sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau menantang
keberadaan manajemen, maka konsentrasi atau penyebaran power menjadi suatu hal
yang relevan dalam perusahaan.
TEORI AKUNTANSI
SAP 12
Teori Keagenan

Nama : Grace Sarabecca Madaline Manalu


NIM : 1506305085
Absen :7
Kelompok : 12

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
2017

Anda mungkin juga menyukai