Anda di halaman 1dari 42

ASKEP PASIEN

DENGAN
KETOASIDOSIS AKUT
Disampaikan dalam pelatihan
ICU Komprehensif
Siloam Hospitals Group
2

TUJUAN

1. Mampu menjelaskan konsep Ketoasidosis


Diabetikum (KAD)
2. Mampu merawat pasien dengan KAD
3. Mampu memberi therapy insulin (iv, sc)
4. Mampu melakukan cek gula darah secara
program
5. Mampu memberi edukasi DM dan komplikasinya
untuk cegah KAD kembali

9/29/2017
3

9/29/2017
4

Pendahuluan
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi
kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia,
asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh depisiensi insulin
absolut atau relatif. KAD dan Hiperosmolar Hyperglycemia State
(HHS) adalah 2 komplikasi akut metabolik diabetes mellitus yang
paling serius dan mengancam nyawa.
Kedua keadaan tersebut dapat terjadi pada Diabetes Mellitus
(DM) tipe 1 dan 2, meskipun KAD lebih sering dijumpai pada DM
tipe 1. KAD mungkin merupakan manifestasi awal dari DM tipe 1
atau mungkin merupakan akibat dari peningkatan kebutuhan
insulin pada DM tipe 1 pada keadaan infeksi, trauma, infark
miokard, atau kelainan lainnya.

9/29/2017
5

Epidemiologi
Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester, menunjukkan bahwa
insiden KAD sebesar 8/1000 pasien DM per tahun untuk semua
kelompok umur, sedangkan untuk kelompok umur kurang dari 30
tahun sebesar 13,4/1000 pasien DM per tahun. Sumber lain
menyebutkan insiden KAD sebesar 8/1000 pasien DM per tahun.
KAD dilaporkan bertanggung jawab untuk lebih dari 100.000 pasien
yang dirawat pertahun di Amerika Serikat. Walaupun data komunitas
di Indonesia belum ada, agaknya insiden KAD di Indonesia tidak
sebanyak di negara barat, mengingat prevalensi DM tipe 1 yang
rendah. Laporan insiden KAD di Indonesia umumnya berasal dari
data rumah sakit dan terutama pada pasien DM tipe 2 (jurnal
penyakit dalam, vol.11.no.2 Mei 2010)

9/29/2017
6

Definisi
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan salah satu komplikasi akut
DM akibat defisiensi (absolut ataupun relatif) hormon insulin.
Komplikasi akut pada Diabetes Melitus merupakan keadaan darurat
yang dapat mengancam jiwa bila tidak mendapat perawatan dan
pengobatan yang cepat dan adekuat (PERKENI, 2015).

Ketoasidosis Diabetikum adalah gangguan metabolik akut yang


terjadi pada hiperglikemi yang tidak terkontrol. Ditandai dengan
adanya Hiperglikemia, Hiperosmolaritas dan asidosis metabolik.
Keadaan ini dapat mengancam kehidupan oleh karena terjadi
dehidrasi berat, gangguan keseimbangan elektrolit.

9/29/2017
7

Etiology
1. Gangguan suplai insulin
2. Infeksi ( meningkatnya kadar glukosa darah)
3. Krisis emosional
Meningkatnya hormon hormon stres yaitu: glukagon, epinefrin, kortisol
meningkatkan kadar produksi glukosa oleh hati (Glukoneogenesis)
4. Menurunnya aktifitas latihan
5. DM tidak terdiagnosis
6. Meningkatnya asupan makanan

9/29/2017
8

Tanda dan gejala

- Fatique
- Gangguan penglihatan
- Penurunan kesadaran
- Takikardi
- Hipotensi
- Kulit dan mukosa membran kering
- Nyeri abdomen
- Mual dan muntah.
- Hyperglikemi
- Glukosuria dan ketonuria
- Napas kusmaul dan bau aseton.
- Diuresis osmotik: poliuria, polidipsi, dehidrasi, hemokonsentrasi, gangguan
keseimbangan elektrolit
9/29/2017
9

Patofisiologi

Menurut ADA (2017). Pathogenesis of DKA and HHS: stress, infection,


or insufficient insulin. FFA, free fatty acid.

9/29/2017
10

Tabel 1. Kriteria Diagnosis KAD


Kadar glukosa > 250 mg%
pH < 7,35
HCO3 rendah
Anion gap yang tinggi
Keton serum positif

9/29/2017
11

Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisa Darah
a). Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu
b). pH rendah (6,8 -7,3)
c). PCO2 turun (10 30 mmHg)
d). HCO3 turun (<15 mEg/L)
e). Keton serum positif, BUN naik
f). Kreatinin naik
g). Ht dan Hb naik
h). Leukositosis
i). Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mOsm/l
9/29/2017
12

2. Elektrolit
a) Kalium dan Natrium dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah
cairan yang hilang (dehidrasi).
b) Fosfor lebih sering menurun

3. Urinalisa
a) Leukosit dalam urin
b) Glukosa dalam urin
4. EKG gelombang T naik
5. MRI atau CT-scan
6. Foto toraks

9/29/2017
13

Penatalaksanaan Medik :
1. Terapi cairan
Perioritas utama pada penatalaksanaan KAD adalah terapi cairan. Terapi
insulin hanya efektif jika cairan diberikan pada awal terapi dan hanya dengan
terapi cairan saja akan membuat kadar gula darah menjadi lebih rendah. Studi
menunjukkan bahwa selama empat jam pertama, lebih dari 80% penurunan
kadar gula darah disebabkan oleh rehidrasi.

Resusitasi cairan hendaknya dilakukan secara agresif. Targetnya adalah


penggantian cairan sebesar 50% dari kekurangan cairan dalam 8-12 jam
pertama dan sisanya dalam 12-16 jam berikutnya.

9/29/2017
14

Menurut perkiraan banyak ahli, total kekurangan cairan pada pasien KAD
sebesar 100ml/kgBB, atau sebesar 5-8 liter. Pada pasien dewasa, terapi cairan
awal langsung diberikan untuk ekspansi volume cairan intravaskular dan
ekstravaskular dan menjaga perfusi ginjal. Terdapat beberapa kontroversi
tentang cairan yang digunakan, kebanyakan ahli menggunakan cairan fisiologis
(NaCl 0,9%) sebagai terapi awal untuk resusitasi cairan.

Cairan fisiolgis (NaCL 0,9%) diberikan dengan kecepatan 15 - 20 ml/kgBB/jam


atau lebih selama jam pertama ( 1 - 1,5 liter). Sebuah sumber memberikan
petunjuk praktis pemberian cairan sebagai berikut: 1 liter pada jam pertama, 1
liter dalam 2 jam berikutnya, kemudian 1 liter setiap 4 jam sampai pasien
terhidrasi. Sumber lain menyarankan 1-1,5 liter pada jam pertama, selanjutnya
250-500 ml/jam pada jam berikutnya. Petunjuk ini haruslah disesuaikan dengan
status hidrasi pasien.

9/29/2017
15

2. Terapi Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD
dan rehidrasi yang memadai. Pemakaian insulin akan menurunkan
kadar hormon glukagon, sehingga menekan produksi benda keton
di hati, pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak,
pelepasan asam amino dari jaringan otot dan meningkatkan
utilisasi glukosa oleh jaringan. Sampai tahun 1970-an penggunaan
insulin umumnya secara bolus intravena, intramuskular, ataupun
subkutan.

9/29/2017
16

Sejak pertengahan tahun 1970-an protocol pengelolaan KAD dengan drip


insulin intravena dosis rendah mulai digunakan dan menjadi popular.
Cara ini dianjurkan karena lebih mudah mengontrol dosis insulin, menurunkan
kadar glukosa darah lebih lambat, efek insulin cepat menghilang, masuknya
kalium ke intrasel lebih lambat, komplikasi hipoglikemia dan hipokalemia lebih
sedikit. Pemberian insulin dengan intravena dosis rendah adalah terapi pilihan
pada KAD yang disebutkan oleh beberapa literature, sedangkan ADA
menganjurkan insulin intravena tidak diberikan pada KAD derajat ringan. Jika
tidak terdapat hipokalemia (K < 3,3 mEq/l), dapat diberikan insulin regular 0,15
u/kg BB, diikuti dengan infus kontinu 0,1 u/kgBB/jam (5 - 7 u/jam).

9/29/2017
17

Ketika kadar gula darah mencapai 250 mg/dl, turunkan infus insulin menjadi 0,05 -
0,1 u/kgBB/jam (3 - 6 u/jam), dan tambahkan infus dextrose 5 - 10%.

Pada kondisi klinik pemberian insulin intravena tidak dapat diberikan, maka insulin
diberikan dengan dosis 0,3 iu (0,4 - 0,6 iu)/kgBB yang terbagi menjadi setengah
dosis secara intravena dan setengahnya lagi secara subkutan atau intramuskular,
selanjutnya diberikan insulin secara intramuskular atau subkutan 0,1 iu/kgBB/ jam,
selanjutnya protokol penatalaksanaannya sama seperti pemberian drip intravena.

9/29/2017
18

Pasien dengan KAD ringan harus mendapatkan #priming doses insulin regular 0,4 -
0,6 u/kgBB, setengah dosis sebagai bolus dan setengah dosis dengan subkutan
atau injeksi intramuskular. Selanjutnya diberikan insulin subkutan atau
intramuskular 0,1 u/kgBB/jam.

Kriteria resolusi KAD diantaranya adalah kadar gula darah < 200 mg/dl, serum
bikarbonat 18 mEq/l, pH vena > 7,3, dan anion gap 12 mEq/l.

9/29/2017
19

3. Natrium

Penderita dengan KAD kadang-kadang mempunyai kadar natrium


serum yang rendah, oleh karena level gula darah yang tinggi.
Untuk tiap peningkatan gula darah 100 mg/dl di atas 100 mg/dl
maka kadar natrium diasumsikan lebih tinggi 1,6 mEq/l daripada
kadar yang diukur. Hiponatremia memerlukan koreksi jika level
natrium masih rendah setelah penyesuaian efek ini.

9/29/2017
20

4. Kalium
Meskipun terdapat kekurangan kalium secara total dalam tubuh (sampai 3 - 5
mEq/kgBB), hiperkalemia ringan sampai sedang seringkali terjadi. Hal ini terjadi
karena shift kalium dari intrasel ke ekstrasel oleh karena asidosis, kekurangan
insulin, dan hipertonisitas, sehingga terapi insulin, koreksi asidosis, dan
penambahan volume cairan akan menurunkan konsentrasi kalium serum.
Untuk mencegah hipokalemia, penggantian kalium dimulai setelah kadar
kalium serum kurang dari 5,0, sumber lain menyebutkan nilai 5,5 mEq/l.
Umumnya, 20 30 mEq kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) pada tiap liter cairan
infus cukup untuk memelihara kadar kalium serum dalam range normal 4 -5
mEq/l.
Kadangkadang pasien KAD mengalami hipokalemia yang signipikan. Pada kasus
tersebut, penggantian kalium harus dimulai dengan terapi KCl 40 mEq/l, dan
terapi insulin harus ditunda hingga kadar kalium > 3,3 mEq/l untuk
menghindari aritmia atau gagal jantung dan kelemahan otot pernapasan. Terapi
kalium dimulai saat terapi cairan sudah dimulai, dan tidak dilakukan jika tidak
ada produksi urine, terdapat kelainan ginjal, atau kadar kalium > 6 mEq/l.
9/29/2017
21

5. Bikarbonat
Pemakaian bikarbonat pada KAD masih kontroversial. Pada pH > 7,0,
pengembalian aktivitas insulin memblok lipolisis dan memperbaiki ketoasidosis
tanpa pemberian bikarbonat. Studi random prospektif telah gagal
menunjukkan baik keuntungan atau kerugian pada perubahan morbiditas atau
mortalitas dengan terapi bikarbonat pada pasien KAD dengan pH antara 6,9 -
7,1.

9/29/2017
22

6. Fosfat
Meskipun kadar fosfat tubuh secara keseluruhan mengalami penurunan hingga
1,0 mmol/kgBB, kadar fosfat serum seringkali normal atau meningkat. Kadar
fosfat menurun dengan terapi insulin. Studi acak prospektif gagal untuk
menunjukkan efek menguntungkan dari pemberian fosfat pada hasil akhir
pasien KAD, dan terapi fosfat berlebihan dapat menyebabkan hipokalemia
berat tanpa bukti adanya tetanus.

9/29/2017
23

7. Magnesium
Biasanya terdapat depisit magnesium sebesar 1 - 2 mEq/l pada pasien KAD.
Kadar magnesium ini juga dipengaruhi oleh pemakaian obat seperti diuretik
yang dapat menurunkan kadar magnesium darah. Gejala kekurangan
magnesium sangat sulit dinilai dan sering tumpang tindih dengan gejala akibat
kekurangan kalsium, kalium atau natrium.

9/29/2017
24

8. Hiperkloremik asidosis selama terapi


Oleh karena pertimbangan pengeluaran ketoacid dalam urine selama fase awal
terapi, substrat atau bahan turunan bikarbonat akan menurun. Sebagian
depisit bikarbonat akan diganti dengan infus ion klorida pada sejumlah besar
salin untuk mengkoreksi dehidrasi. Pada kebanyakan pasien akan mengalami
sebuah keadaan hiperkloremik dengan bikarbonat yang rendah dengan anion
gap yang normal. Keadaan ini merupakan kelainan yang ringan dan tidak akan
berbahaya dalam waktu 12 - 24 jam jika pemberian cairan intravena tidak
diberikan terlalu lama.

9/29/2017
25

9. Penatalaksaan terhadap Infeksi yang Menyertai


Antibiotika diberikan sesuai dengan indikasi, terutama terhadap faktor
pencetus terjadinya KAD. Jika faktor pencetus infeksi belum dapat ditemukan,
maka antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spektrum luas.

9/29/2017
26

10. Terapi Pencegahan terhadap Deep Vein


Thrombosis (DVT)

Terapi pencegahan DVT diberikan terhadap penderita dengan risiko tinggi,


terutama terhadap penderita yang tidak sadar, immobilisasi, orang tua, dan
hiperosmolar berat. Dosis yang dianjurkan 5000 iu tiap 8 jam secara subkutan
atau sesuai indikasi.

9/29/2017
27

Monitoring Terapi
ADA merekomendasikan pemeriksaan glukosa, elektrolit, BUN, kreatinin,
osmolalitas dan derajat keasaman vena tiap 2 - 4 jam sampai keadaan stabil
tercapai. Sumber lain menyebutkan pemeriksaan gula darah tiap 1 - 2 jam.
Pemeriksaan kadar gula darah yang sering adalah penting untuk menilai
indikasi pemberian insulin dan mengubah dosis insulin ketika hasilnya tidak
memuaskan. Ketika kadar gula darah 250 mg/ dl, monitor kadar gula darah
dapat lebih jarang (tiap 4 jam). Kadar elektrolit serum diperiksa dalam interval
2 jam sampai 6 - 8 jam terapi. Jumlah pemberian kalium sesuai kadar kalium,
terapi fosfat sesuai indikasi. Titik terendah kadar kalium dan fosfat pada saat
terapi terjadi 4-6 jam setelah mulainya terapi.

9/29/2017
28

Komplikasi Terapi
Komplikasi yang paling sering dari KAD adalah hipoglikemia oleh karena
penanganan yang berlebihan dengan insulin, hipokalemia yang disebabkan
oleh pemberian insulin dan terapi asidosis dengan bikarbonat, dan
hiperglikemia sekunder akibat pemberian insulin yang tidak kontinu setelah
perbaikan tanpa diberikan insulin subkutan. Umumnya pasien KAD yang telah
membaik mengalami hiperkloremia yang disebabkan oleh penggunaan cairan
saline yang berlebihan untuk penggantian cairan dan elektrolit dan non-anion
gap metabolic acidosis seperti klor dari cairan intravena mengganti hilangnya
ketoanion seperti garam natrium dan kalium selama diuresis osmotik.
Hipoksemia terjadi mengikuti penurunan tekanan koloid osmotik yang
merupakan akibat peningkatan kadar cairan pada paru dan penurunan
compliance paru. Pasien dengan KAD yang mempunyai gradient oksigen
alveolo-arteriolar yang lebar yang diukur pada awal peneriksaan analisa gas
darah atau dengan ronki pada paru pada pemeriksaan pisik tampaknya
mempunyai risiko tinggi untuk menjadi edema paru.

9/29/2017
29

ASKEP KAD

Pengkajian

Evaluasi Diagnosa

Implementasi Intervensi

9/29/2017
30

1. Pengkajian
Anamnesis : Riwayat DM, Poliuria, Polidipsi, berhenti menyuntik insulin,
demam dan infeksi, nyeri perut, mual, muntah, penglihatan kabur, lemah
dan sakit kepal
2. Pemeriksan Fisik :
Ortostatik hipotensi (sistole turun 20 mmHg atau lebih saat berdiri)
hipotensi, syok nafas bau aseton (bau manis seperti buah); hiperventilasi :
kusmual (RR cepat, dalam); kesadaran bisa CM, letargi atau koma dehidrasi.

3. Pengkajian gawat darurat :


Airways : kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau benda
asing yang menghalangi jalan nafas; breathing : kaji frekuensi nafas, bunyi
nafas, ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan . Circulation : kaji nadi,
capillary refill

9/29/2017
31

4. Pengkajian head to toe


a. Data subyektif :
Riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, status metabolic intake
makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi atau penyakit-penyakit akut
lain, stress yang berhubungan dengan faktor-faktor psikologis dan social, obat-
obatan atau terapi lain yang mempengaruhi glukosa darah, penghentian
insulin atau obat anti hiperglikemik oral.

b. Data Obyektif :
1) Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istrahat/tidur
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas, letargi
/disorientasi, koma
9/29/2017
32

2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan kesemutan
pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama, takikardia.
Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang
menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit panas,
kering, dan kemerahan, bola mata cekung.

3) Integritas/ Ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang

9/29/2017
33

4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri/terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru/berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk
(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun,
hiperaktif (diare)

9/29/2017
34

5) Nutrisi/Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet, peningkatan
masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa
hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid)
Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen,
muntah, pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)
6) Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
parestesi, gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut), gangguan
memori (baru, masa lalu), kacau mental, refleks tendon dalam menurun
(koma), aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
9/29/2017
35

7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati

8) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak)
Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi
pernapasan meningkat

9/29/2017
36

9) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan
umum/rentang gerak, parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot
pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).

10) Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita

9/29/2017
37

11) Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi. Penyembuhan yang
lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik (thiazid), dilantin dan
fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak
memerlukan obat diabetik sesuai pesanan. Rencana pemulangan : Mungkin
memerlukan bantuan dalam pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri,
pemantauan terhadap glukosa darah.

9/29/2017
38

Masalah Keperawatan
1. Hipovolemia
2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
3. Gangguan Pertukaran gas
4. Risiko ketidakstabilan elektrolit
5. Intoleransi Aktivitas
6. Defisit pengetahuan
7. Kesiapan peningkatan pengetahuan
8. Ketidakpatuhan
9. DLL

9/29/2017
39

IMPLEMENTASI

Kolaborasi:
1. Therapi Cairan
2. Pemberian insulin
3. Pemberian elektrolit
4. Nutrisi

Mandiri:
1. Balance cairan
2. Cek Gula darah
3. Bantu kebutuhan biofsikososiokultural
4. Edukasi
9/29/2017
40

Adapun insulin tersebut menurut PERKENI (2015) adalah


: Propil Kerja (Jam)
Insulin Manusia atau insulin Analog
Awal Puncak
Kerja cepat (insulin analog)
- Insulin lispro (Humalog) 0,2-0,5 0,5-2
- Insulin aspart (novorapid) 0,2-0,5 0,5-2
- Insulin glulisin (Apidra) 0,2-0,5 0,5-2
Kerja pendek (insulin manusia, insulin regular)
- Humulin R
- Actrapid 0,5-1 0,5-1

Kerja menengah (insulin manusia, NPH)


Humulin N 1,5-4 4-10
Insulatard

Kerja panjang (long-insulin analog)


- Insulin glargine (Lantus) 1-3 Hampir tanpa
- Insulin detemir (Levemir) puncak

Campuran (premixed, insulin manusia)


- 70/30 Humulin ( 70% NPH, 30% regular 0,5-1 3-12 jam
- 70/30 Mixtard (70% NPH, 30% regular)

Campuran (premixed, insulin analog)


- 75/25 Humulin ( 75% NPL, 25% lispro)
- 70/30 Novomix (70% protamine aspart, 30% aspart) 0,2-0,5 1-4

0,2-0,5 1-4

9/29/2017
41

Discharge planning untuk cegah KAD


- Diit
- Latihan fisik
- Pemeriksaan gula darah secara mandiri
- Therapi

Komplikasi Insulin
- Hipoglikemi
- Peningkatan berat badan
- Edema Insulin
- Lipoatrofi atau lipohipertrofi
9/29/2017

Anda mungkin juga menyukai