TINJAUAN PUSTAKA
Komponen lainnya dari umbi walur yang perlu mendapatkan perhatian dalam
penanganannya adalah kalsium oksalat. Kristal kalsium oksalat pada umbi walur dapat
menyebabkan rasa gatal. Rasa gatal yang merangsang rongga mulut dan kulit disebabkan adanya
kristal kecil berbentuk jarum halus yang tersusun oleh kalsium oksalat yang disebut raphide
(Bradbury dan Nixon, 1998). Kristal kalsium oksalat merupakan produk buangan dari metabolism
sel yang sudah tidak digunakan lagi oleh tanaman (Nugroho, 2000).
B. Pati
1. Karakteristik pati
Pati merupakan cadangan energi terbesar pada tanaman seperti serealia, kacang-
kacangan, umbi-umbian, dan tanaman lainnya. Pati ditemukan pada hampir seluruh organ
tanaman seperti biji, buah, dan umbi serta umumnya digunakan sebagai sumber energi bagi
tanaman pada periode dormansi dan pertumbuhan (Jobling, 2004). Beberapa organ tanaman
yang berperan sebagai tempat penyimpanan pati, seperti biji pada tanaman jagung dan padi
atau umbi pada tanaman singkong dan ubi jalar, merupakan makanan pokok yang biasa
dikonsumsi manusia. Oleh karena itu, pati merupakan sumber energi yang sangat penting
karena menyumbangkan sekitar 60-70% energi berupa suplai eksogenous glukosa (Roder et
al., 2005).
Molekul granula pati memiliki sifat birefringent dan sifat maltosecross. Birefringent
adalah sifat granula pati yang dapat merefleksi cahaya terpolarisasi sehingga membentuk
bidang biru dan kuning ketika dilihat dengan mikroskop polarisasi (Richana dan Sunarti,
2004). Terbentuknya warna biru dan kuning disebabkan adanya perbedaan indeks refraktif
dalam granula pati yang dipengaruhi oleh struktur molekul amilosa pati. Karakteristik ini juga
mengindikasikan bahwa molekul pati memiliki pola pengaturan kristanilitas.
Granula pati tersusun atas dua tipe polimer glukosa ( glukan) yaitu amilosa dan
amilopektin, yang berjumlah sekitar 98-99% berat kering (Tester et al., 2004). Rasio dari dua
polisakarida ini sangat bervariasi tergantung pada jenis tanaman sumber patinya. Berdasarkan
rasio kandungan amilosa-amilopektin, pati dapat diklasifikasikan sebagai waxy starch yang
mengandung amilosa kurang dari 15%, pati normal yang mengandung amilosa sekitar 20-35%,
dan pati beramilosa tinggi yang mengandung amilosa dengan kadar di atas 40%. Granula pati
dideskripsikan sebagai struktur semikristalin yang terdiri dari struktur kristalin dan amorphous.
Bagian amorphous terdiri dari molekul rantai panjang amilopektin, amilosa, dan percabangan
amilopektin. Sedangkan rantai pendek amilopektin akan membentuk untaian heliks yang
membentuk kristalin (Tester et al., 2004). Secara umum, karakteristik pati alami dari beberapa
jenis pati dapat dilihat pada Tabel 2.
4
Amilosa merupakan sumber polimer linier rantai panjang yang tersusun dari residu
glukan yang dihubungkan oleh ikatan -(1,4) dan ikatan -(1,6) pada setiap 100-3000 residu
glukan. Amilosa memiliki bobot molekul sekitar 5x105-1x106 Da dengan derajat polimerisasi
103-104 (Roder et al., 2005). Molekul amilosa bersifat hidrofilik karena mengandung banyak
gugus hidroksil pada senyawa polimernya. Struktur dan ukuran amilosa sangat bervariasi
tergantung pada sumber patinya. Semakin besar ukurannya, percabangan pada molekul amilosa
akan semakin banyak. Untaian heliks amilosa dapat berikatan dengan iodin menghasilkan
kompleks dengan warna biru gelap yang menjadi dasar dalam penentuan kadar amilosa.
Amilosa juga dapat berikatan dengan molekul lipid internal membentuk kompleks amilosa-
lipid yang dapat membatasi penyerapan air ke dalam granula pati (Putseys et al., 2009).
Amilopektin terdiri dari rantai glukosa yang berbobot molekul lebih besar dan lebih
bercabang. Amilopektin tersusun dari unit molekul anhidroglukosa yang dihubungkan oleh
ikatan -(1,4) dengan percabangan pada ikatan -(1,6) pada setiap residu 20 glukan. Molekul
ini memiliki bobot molekul sekitar 107 Da dengan derajat polimerisasi 5x104-5x105. Rata-rata
molekul amilopektin memiliki panjang 200-400 nm dan lebar 15 nm dengan percabangan
terdistribusi teratur pada interval 7-10 nm (Roder et al., 2005). Adanya titik percabangan pada
molekul amilopektin mengakibatkan kuatnya ikatan linier rantai pendek sehingga membentuk
double helix yang menjadi dasar bagi terbentuknya struktur semikristalin pada granula pati
(Jobling, 2004).
Selain berdasarkan rasio amilosa-amilopektin yang terkandung di dalam granulanya,
pati juga dapat diklasifikasikan berdasarkan profil gelatinisasinya. Berdasarkan klasifikasi
Scoch dan Maywald (1968) seperti yang dikutip oleh Chansri et al. (2005), terdapat empat tipe
profil amilografi pati berdasarkan pengukuran profil gelatinisasi pati oleh brabender. Pati tipe
A memiliki kemampuan pengembangan yang besar dan biasanya terdapat pada pati umbi-
umbian seperti ubi jalar dan singkong ataupun waxy starch. Pati tipe B banyak ditemukan pada
serealia, memiliki kemampuan pengembangan yang besar, dan menunjukkan viskositas pasta
yang rendah. Pati tipe C memiliki kemampuan pengembangan yang terbatas, tidak
menunjukkan viskositas puncak bahkan menunjukkan viskositas konstan ataupun peningkatan
viskositas selama pemasakan. Pati jenis ini banyak terdapat pada jenis Leguminaceae dan pati
cross bonded. Pati tipe D merupakan tipe pati dengan pengembangan sangat terbatas yang
bahkan tidak bisa cukup mengembang untuk memberikan viskositas pasta selama pemasakan.
Jenis pati ini umunya ditemukan pada pati dengan kadar amilosa lebih dari 55%.
2. Gelatinisasi pati
Pati tersusun atas molekul-molekul yang bersifat hidrofilik, namun granula pati
justru bersifat hidrofobik. Hal ini disebabkan karena struktur semikristalin di dalam granula
dan adanya ikatan hidrogen yang terbentuk di antara gugus hidroksil di dalam polimer pati.
Dalam air dingin, granula pati akan sedikit mengembang tetapi tidak larut air. Jumlah air yang
diserap sangat bervariasi tergantung pada kadar air keseimbangannya. Pati dengan kadar air
keseimbangan lebih tinggi akan menyerap air lebih banyak. Proses pengembangan ini bersifat
dapat balik karena granula akan kembali ke bentuk semula setelah mengalami pengeringan.
Penyerapan air akan bertambah besar jika granula pati disuspensikan dlam air
berlebih dan dipanaskan. Air akan masuk ke dalam daerah amorphous dalam granula pati dan
menyebabkan terjadinya pembengkakan granula. Pembengkakan ini menimbulkan tekanan
pada daerah kristalin yang terdiri dari molekul amilopektin dan merusak susunan double helix
yang ada. Kerusakan double helix amilopektin dapat mengganggu susunan kristalin bahkan
5
dapat menghilangkan kristalinitasnya. Selama pemanasan granula pati akan terus menyerap air
sampai granula pecah dan molekul amilosa akan keluar sehingga mengakibatkan
ketidakteraturan struktur granula, peningkatan viskositas suspensi pati, dan hilangnya sifat
birefringent pati. Perubahan ini dikenal dengan sebutan gelatinisasi pati dan sifatnya tidak
dapat balik (Roder et al., 2005).
Menurut Fennema (1996), suhu gelatinisasi pati adalah titik suhu saat sifat
birefringent pati mulai menghilang dan menurut Roder et al. (2005), suhu gelatinisasi pati
adalah suhu saat mulai terjadi perubahan tidak dapat balik. Suhu gelatinisasi tidak selalu tepat
pada satu titik tetapi berupa kisaran suhu karena populasi granula pati memiliki ukuran yang
bervariasi. Gelatinisasi pati terjadi pada kisaran suhu pemanasan tertentu yang sesuai dengan
karakteristik masing-masing pati. Secara umum, kisaran suhu gelatinisasi aneka jenis pati 10-
15 oC. Suhu gelatinisasi dari beberapa jenis pati dapat dilihat pada Tabel 3.
Setiap jenis pati memiliki karakteristik yang khas serta sifat fungsional yang berbeda.
Oleh karena itu penggunaan pati dalam industri pangan harus disesuaikan dengan karakteristik pati
yang akan digunakan. Produsen pangan olahan berbasis pati umumnya menetapkan beberapa
kualifikasi tertentu terhadap pati yang akan digunakan.
Beberapa persyaratan tersebut antara lain adalah, pati harus tahan terhadap shear yang
tinggi yang terjadi selama proses pengolahan dan tahan terhadap pH rendah. Pati juga harus tahan
terhadap suhu tinggi agar tahan pada proses sterilisasi ataupun pada suhu rendah agar dapat tahan
pada suhu lemari pendingin sehingga dapat diterima dengan baik oleh konsumen. Namun, pati
alami biasanya tidak memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan karena memiliki sifat fungsional yang
terbatas. Untuk meningkatkan fungsionalitas pati alami maka dilakukan upaya modifikasi. Pati
yang telah termodifikasi adalah pati yang telah diubah sifat aslinya, yaitu kimia atau fisiknya
sehingga mempunyai karakteristik sesuai dengan yang dikehendaki.
Secara garis besar, modifikasi pati dapat dilakukan melalui dua metode yaitu
modifikasi secara fisik dan modifikasi secara kimia. Modifikasi pati dengan perlakuan kimia
antara lain ikatan silang (crosslink), hidrolisis asam, oksidasi, dekstrinasi, dan konversi asam
(Light, 1990). Sedangkan salah satu bentuk modifikasi secara fisik adalah hydrothermal treatment.
Menurut Stute (1992) hydrothermal treatment didefinisikan sebagai bentuk modifikasi pati secara
fisik yang mengkombinasikan kondisi kelembaban serta pemanasan yang dapat mempengaruhi
karakteristik pati tanpa merubah visualisasi granula pati. Perlakuan fisik untuk modifikasi pati
cenderung lebih aman karena tidak merusak granula pati serta lebih alami dibandingkan dengan
perlakuan kimia (Collado et al., 2001).
6
Berdasarkan kondisi perlakuannya, hydrothermal treatment dibedakan menjadi dua
yaitu annealing dan Heat Moisture Treatment (HMT). Menurut Genkina et al. (2004), annealing
merupakan bentuk modifikasi fisik yang melibatkan proses inkubasi pati pada kadar air berlebih
dengan suhu pemanasan di antara suhu transisi gel dan suhu awal gelatinisasi yaitu sekitar 40-55
o
C. Perlakuan pemanasan pati dengan metode annealing dapat meningkatkan stabilitas granula
(Hoover dan Vasanthan, 1994) serta dapat meningkatkan suhu gelatinisasi dan mempersempit
kisaran suhu gelatinisasi.
Menurut Collado dan Corke (1999), Heat Moisture Treatment (HMT) didefinisikan
sebagai modifikasi fisik yang melibatkan perlakuan pemanasan pati pada kadar air terbatas (<35%
b/b) pada suhu 80-120 oC, di atas suhu gelatinisasi, selama beberapa waktu yang berkisar antara 15
menit sampai 16 jam. Menurut Kulp dan Lorenz (1981) seperti yang disitasi oleh Olayinka et al.
(2006), modifikasi HMT dapat merubah karakteristik pati karena selama proses modifikasi
terbentuk kristal baru atau terjadi proses rekristalisasi dan penyempurnaan struktur kristalin pada
granula pati. Proses HMT juga dapat meningkatkan asosiasi rantai pati antara amilosa-amilosa dan
amilosa-amilopektin pada area amorphous, memisahkan fraksi amilosa dan amilopektin,
meningkatkan kekompakan material di dalam granula akibat adanya tekanan dan interaksi serta
merubah derajat kristalinitas pati.
Perlakuan HMT akan memberikan efek perubahan yang berbeda tergantung pada
sumber pati dan kondisi proses yang diterapkan (Olayinka et al., 2006). Pati ubi jalar hasil
modifikasi HMT memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap pengadukan (shear stable) dengan
kekerasan dan daya adhesi gel yang lebih tinggi dibandingkan dengan pati alaminya (Collado dan
Corke, 1999). Proses HMT dapat meningkatkan freeze-thaw stability, pati singkong (Abraham,
1993), membatasi kapasitas pembengkakan pati dan meningkatkan kualitas gel pada pati beras
sehingga lebih dapat diaplikasikan dalam pembuatan mi berbasis pati (Hormdok dan Noomhorm,
2007).
7
termodifikasi dengan profil yang paling mendekati pati dengan tipe C diperoleh dari pati yang
dimodifikasi dengan kadar air 27%.
Sementara itu menurut Vermeylen et al. (2006), modifikasi HMT pada pati kentang
dipengaruhi oleh kadar air dan suhu. Modifikasi yang dilakukan pada kadar air 23% dengan
suhu 130oC menghasilkan pati termodifikasi HMT dengan suhu gelatinisasi tertinggi dan
perubahan pola difraksi sinar-X dari tipe B menjadi tipe A. Tipe A dari struktur granula pati
merupakan tipe difraksi sinar-X yang dimiliki oleh pati serealia alami.
8
Oleh karena itu, kadar air dan suhu yang diterapkan selama modifikasi kemungkinan akan
saling berinteraksi dalam mempengaruhi karakteristik pati termodifikasi yang dihasilkan.
Studi yang dilakukan dilakukan oleh Vermeylen et al. (2006) menunjukkan bahwa
pati termodifikasi HMT pada kadar air dan suhu yang lebih tinggi mempunyai suhu gelatinisasi
yang lebih tinggi, kisaran suhu gelatinisasi yang lebih lebar, dan energi entalpi gelatinisasi
yang lebih rendah dibendingkan dengan pati termodifikasi HMT pada kadar air dan suhu yang
lebih rendah. Selain itu, pati termodifikasi pada suhu dan kadar air yang lebih tinggi
mempunyai ukuran lubang (kekosongan) di pusat granula yang lebih besar dan integritas
granula pati termodifikasi pada suhu 130oC telah hilang sebagian.