Anda di halaman 1dari 95

BAB I

PENDAHULUAN

Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai (Ansel,

1989). Bentuk sediaan tablet selain mengandung bahan aktif juga mengandung

bahan tambahan yang mempunyai fungsi tertentu. Salah satu bahan tambahan

dalam pembuatan tablet adalah pati yang digunakan sebagai bahan pengikat,

pengisi dan penghancur. Banyak penelitian melaporkan bahwa pati yang berasal

dari berbagai tanaman dapat dimanfaatkan sebagai substitusi bahan-bahan

pembantu yang telah dikenal dalam formulasi tablet (Rowe et al., 2006).

Bahan pengikat adalah bahan yang dapat menyatukan serbuk untuk

membentuk granul dan dapat berfungsi untuk meningkatkan kekompakan dan

kekerasan tablet sehingga dapat membentuk tablet yang solid (Anonim, 1995).

Salah satu zat aktif yang memiliki kompaktibilitas dan sifat alir yang buruk adalah

parasetamol (Voigt, 1994). Pemilihan metode pembuatan tablet yang sesuai dapat

memperbaiki sifat kompaktibilitas dan sifat alir parasetamol yaitu dengan

menggunakan metode granulasi basah.

Granulasi basah merupakan salah satu cara pembuatan tablet metode cetak

tidak langsung, yang lebih banyak digunakan dibandingkan dengan cara lain.

Metode granulasi basah merupakan proses pembesaran ukuran partikel kecil yang

dikumpulkan bersama-sama menjadi agregat (gumpalan) yang lebih besar, secara

fisik kuat, dan partikel asli masih teridentifikasi dan membuat agregat dapat

1
mengalir bebas (Siregar, 2010). Selain itu, kompaktibilitas dan sifat alir dari tablet

parasetamol dapat diperbaiki melalui pemilihan bahan pengikat yang tepat. Bahan

pengikat yang umum digunakan adalah pati (Sulaiman, 2007).

Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak menghasilkan umbi -

umbian potensial yang dapat diproses untuk menghasilkan pati. Pati bisa diperoleh

dari jagung (Zea mays), beras (Oryza sativa), kentang (Solanum tuberosum),

singkong ( Manihot esculenta Crantz ) dan gandum (Triticum aestivum) (Anonim,

2007). Singkong, bengkuang dan ubi jalar merupakan umbi-umbian yang mudah

ditemukan di pasaran dengan harga yang ekonomis. Pati singkong mengandung

amilosa 18,03 % dan amilopektin 81,97% (Salim, 2011), bengkuang mengandung

23 % amilosa dan 77% amilopektin (Ayeh, 2013) dan ubi jalar 39% amilosa dan

61% amilopektin (Ginting et al.,2005)

Pati atau amilum alami masih memiliki kekurangan seperti daya

kompresibilitas dan laju alir yang kurang baik, serta tidak dapat mengembang di

dalam air dingin (Anwar et al., 2006) sehingga pati perlu dimodifikasi baik secara

fisika, kimia maupun kombinasi keduanya untuk menghasilkan sifat fungsional

yang diinginkan (Manoi dan Rivzi, 2010).

Suatu bentuk modifikasi pati yang paling sederhana adalah dengan cara

pragelatinasi pati, yang secara mikroskopis dapat mengubah tampilan fisik suatu

pati. Pragelatinasi pati merupakan pati yang diberi perlakuan tambahan melalui

penambahan air dengan jumlah yang tepat dan pemanasan pada suhu yang sesuai

(Rowe et al., 2009). Pengembangan pati oleh adanya suhu yang optimal akan

menghasilkan gel dari amilum pragelatinasi sehingga mempunyai ikatan antar

2
granul yang kuat (Hastuti, 2008) oleh karena itu pati pragelatinasi dapat

digunakan sebagai pengikat dalam sediaan tablet. Selain itu pati pragelatinasi

mempunyai viskositas yang lebih rendah dibandingkan pati. Viskositas yang

rendah akan mempermudah distribusi bahan pengikat tersebut ke dalam masa

tablet (Rowe et al, 2003). Adapun contoh bentuk amilum yang sudah dimodifikasi

secara pragelatinasi dan digunakan sebagai pengikat yaitu Starch 1500 (amilum

jagung pragelatinasi).

Peneliti terdahulu telah melakukan uji beberapa pengikat tablet dalam

formulasi tablet Metformin HCl dengan metode granulasi basah yaitu pati alami,

pati pragelatinasi (starch 1500), PVP K30 dan PVP K90. Hasilnya pati

pragelatinasi memiliki kekerasan yang paling kuat, friabilitas 0,45 % dan waktu

hancur 9,6 menit (Block et al., 2009). Sebuah studi juga telah melakukan uji efek

pragelatinasi dari pati alami sorgum dan pisang terhadap sifat mekanik dalam

formulasi tablet parasetamol dibandingkan dengan pati jagung. Hasil

menunjukkan bahwa pati pragelatinasi dapat berguna sebagai pengikat pada

tingkat kekuatan tertentu dan kerapuhan yang diinginkan (Alebiowu dan Itiola,

2003).

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukanlah penelitian dengan

membandingkan potensi pati pregelatinasi dari pati singkong, bengkuang, dan ubi

jalar sebagai bahan pengikat pada tablet paracetamol dengan metode granulasi

basah, sehingga dapat diketahui pati mana yang memberikan hasil yang paling

baik sebagai pengikat tablet. Parameter yang akan diuji adalah sifat fisik tablet,

waktu hancur, disolusi dan penetapan kadar.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Singkong (Manihot esculenta Crantz)

2.1.1 Klasifikasi Singkong (Allem, 2002)

Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Sub Divisio : Angiospermae (berbiji tertutup)

Classis : Dicotyledoneae

Ordo : Euphorbiales

Familia : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot esculenta Crantz

2.1.2 Morfologi dan Kandungan Kimia Singkong

Bagian tubuh tanaman singkong terdiri atas batang, daun, bunga dan umbi.

Batang tanaman singkong berkayu, beruas-ruas dengan ketinggian mencapai 3 m.

Warna batang bervariasi, ketika masih muda umumnya berwarna hijau dan setelah

tua menjadi keputih-putihan, kelabu, atau hijau kelabu. Batang berlubang, berisi

empulur berwarna putih, lunak, dengan struktur seperti gabus.

Susunan daun singkong berurat menjari dengan cangap 5-9 helai. daun

singkong, terutama yang masih muda mengandung racun sianida, namun

demikian dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dan dapat menetralisir rasa pahit

sayuran lain, misalnya daun pepaya dan kenikir.

4
Bunga tanaman singkong berumah satu dengan penyerbukan silang

sehingga jarang berbuah. Umbi yang terbentuk merupakan akar yang

menggelembung dan berfungsi sebagai tempat penampung makanan cadangan.

Bentuk umbi biasanya bulat memanjang, terdiri atas: kulit luar tipis (ari) berwarna

kecokelat-cokelatan (kering); kulit dalam agak tebal berwarna keputih-putihan

(basah); dan daging berwarna putih atau kuning (tergantung varietasnya) yang

mengandung sianida dengan kadar yang berbeda (Suprapti, 2005).

Adapun komposisi kimia ubi kayu atau singkong dapat dilihat dari tabel

berikut ini :

Tabel 1. Daftar Komposisi Kimia Ubi Kayu (Singkong)/ 100 gr bahan

Komponen Kadar

Kalori (kal) 146


Protein (gr) 1,2
Lemak (gr) 0,3
Karbohidrat (gr) 34,7
Kalsium (mg) 33
Fosfor (mg) 40
Besi (mg) 0,7
Vitamin A (S.I) 0
Vitamin B1 (mg) 0,06
Vitamin C (mg) 30
Air (gr) 62,5
BDD (%) 75

Sumber : Departemen Kesehatan R.I, (1992)

5
2.2 Tanaman Bengkuang (Pachyrrhizus erosus L. Urban)

2.2.1 Klasifikasi Bengkuang

Menurut Van Steenis (2005), klasifikasi tanaman bengkuang adalah :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae

Genus : Pachyrrhizus

Spesies : Pachyrrhizus erosus L.

2.2.3 Morfologi dan Komposisi Kimia Umbi Bengkuang

Tanaman ini memiliki panjang 2 – 6 m, bentuk daun majemuk, dengan 3

selebaran per daun, banyak bunga dan sekali berbunga memiliki panjang hingga

55 cm. Bunga dari jenis polong-polongan ini memiliki kelopak biru atau putih,

buah legum, dengan panjang 6 – 13 cm dan lebar 8 – 17 mm serta berbulu ketika

muda. Bentuk benih pipih, bulat atau persegi, berwarna cokelat, hijau atau

kemerahan. Ukuran umbi bervariasi sesuai dengan kondisi pertumbuhan (Chooi,

2008).

Bengkuang memiliki komposisi yang bervariasi sesuai dengan jenis

kultivar dan kematangan bagian tanaman. Pada bentuk umbi siap panen,

bengkuang mengandung 80 – 90% air, 10 – 17% karbohidrat, 1 – 2,5% protein,

6
0,5 – 1% serat, 0,1 – 0,2% lemak dan vitamin C. Pada buah muda bengkuang

mengandung 86% air, 10% karbohidrat, 2,6% protein, 0,9% serat, 0,3% lemak

dan vitamin C. Pada bentuk benih yang sudah matang, mengandung 30%

minyak/lemak, pachyrrizon, asam pachyrrizon, 0,5 – 1% rotenon dan 0,5 – 1%

rotenoid. Pada bagian daun bengkuang mengandung kurang dari 0,01% rotenon

dan rotenoid, tetapi pada bagian umbi tidak memiliki senyawa ini (Chooi, 2008)

Tabel 2. Komposisi zat gizi umbi bengkuang

Zat Gizi Kadar per 100 gram


Energi (kkal) 55
Protein (g) 1,4
Lemak (g) 0,2
Karbohidrat (g) 12,8
Kalsium (mg) 15
Fosfor (mg) 18
Besi (mg) 0,6
Vitamin C (mg) 20
Vitamin B1 (mg) 0,04
Vitamin A (IU) 0,5
Air (g) 85,1
Sumber: Direktorat Depkes Gizi (1992)

7
2.3 Tanaman Ubi Jalar Putih ( Ipomoea batatas (L.) Lam )

2.3.1 Klasifkasi Ubi Jalar Putih

Dalam Rukmana (1997) sistematika tanaman ubi jalar diklasifikasikan

kedalam golongan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Solanales

Family : Convolvulaceae

Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea batatas (L.) Lam

2.3.2 Morfologi dan Kandungan Gizi Ubi Jalar Putih

Ubi jalar adalah tanaman dikotiledon tahunan dengan batang panjang

menjalar dan daun berbentuk jantung hingga bundar yang bertopang tangkai daun

tegak. Bagian tengah batang tempat tumbuhnya cabang lateral biasanya

bengkokdan bergantung pada panjang ruas batang, dapat terlihat berupa semak.

Tipe kultivar yaitu semak, semak menjalar, atau menjalar, lebih ditentukan oleh

panjang ruas daripada oleh panjang batang, percabangan batang berbeda – beda

bergantung pada kultivar (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Daun ubi jalar bentuknya berbeda-beda tergantung varietasnya. Tangkai

daun melekat pada buku-buku batang (Suparman, 2007). Mahkota bunga menyatu

8
membentuk terompet, berdiameter 3 – 4 cm, berwarna merah jambu pucat dengan

leher terompet kemerahan, ungu pucat atau ungu, menyerupai warna bunga

‘mekar pagi’ (morning glory). Bunga mekar pada pagi hari, dan menutup serta

layu dalam beberapa jam. Penyerbukan dilakukan oleh serangga. Biji berbentuk

dalam kapsul, sebanyak 1 – 4 biji. Biji matang berwarna hitam, bentuknya

memipih, dan keras, dan biasanya memerlukan pengausan (skarifikasi) untuk

membantu perkecambahan (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Tabel 3. Kandungan gizi dari ubi jalar putih


Kandungan Ubi jalar putih
Zat pati (%) 28,79
Gula reduksi(%) 0,32
Lemak (%) 0,77
Protein (%) 0,89
Air (%) 62,24
Abu (%) 0,93
Serat (%) 25
Vitamin C (mg/100mg) 28,68
Antosianin (mg/100gr) 0,06
Sumber : Arixs (2006) dalam Winarti (2010)

2.4 Tinjauan Pati Secara Umum

Pati merupakan karbohidrat yang terdapat dalam bentuk granular di dalam

organisme tanaman. Pati disimpan dalam biji (beras, gandum, jagung), umbi

(kentang), akar (singkong, ubi, pati garut) dan empulur berwarna (sagu) pada

tanaman. Secara mikroskopis terlihat bahwa pati terdiri dari granul kecil, putih,

berdiameter antara 2-100 µm. Bentuk dan ukuran dari granul bervariasi pada

setiap jenis pati (Swinkles, 1985).

9
Granul pati tidak larut dalam air pada suhu di bawah 50oC. Saat suspensi

pati dipanaskan pada suhu kritis, granul menyerap air dan mengembang. Suhu

kritis ini disebut sebagai suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi berbeda-beda

bergantung pada jenis pati (Swinkles, 1985). Pati mengandung dua macam

polimer glukosa yaitu amilosa dan amilopektin.

- Amilosa

Amilosa merupakan polisakarida berantai lurus bagian dari butir-butir pati

yang terdiri dari molekul-molekul glukosa yang terikat satu sama lain melalui

ikatan α-1,4-glikosidik. Amilosa merupakan bagian dari pati yang larut dalam air,

yang mempunyai berat molekul antara 50.000-200.000 dan bila ditambah dengan

iodium akan memberikan warna biru.

Gambar 1. Struktur Kimia Amilosa (Horton, et al, 2002)

Amilosa yang ditambahkan dengan iodium akan memberikan warna khas,

warna tersebut bermacam-macam tergantung pada panjang ikatan glikosida yang

terdapat pada pati. Rantai polimer yang terdapat pada amilosa berbentuk pilinan

atau heliks, sehingga dapat membentuk senyawa inklusi dengan iodium. Inklusi

iodium menyebabkan efek dipole imbas dan resonansi yang ditimbulkan oleh

polimer heliks. Setiap putaran heliks terdiri dari enam monomer glukosa dan

10
mengikat satu molekul iodium, sehingga semakin panjang rantai maka akan

semakin terbentuk warna biru.

- Amilopektin

Amilopektin merupakan polisakarida bercabang bagian dari pati, terdiri

dari molekul-molekul glukosa yang terikat satu sama lain melalui ikatan 1,4-

glikosidik dengan percabangan melalui ikatan 1,6-glikosidik pada setiap 20-25

unit molekul glukosa. Amilopektin merupakan bagian dari pati yang tidak larut

dalam air dan mempunyai berat molekul antara 70.000-1.000.000.

Gambar 2. Struktur Kimia Amilopektin (Horton, et al, 2002)

Amilopektin dengan iodium memberikan warna ungu hingga merah.

Tingkat percabangan pada amilopektin sangat tinggi, yaitu antara 4-6% ikatan α-

1,6 glikosidik, serta memiliki panjang rantai 20-25 unit molekul. Hal inilah yang

membuat amilopektin menjadi sulit untuk mengalami retrogradasi yaitu proses

kristalisasi pati setelah mengalami gelatinasi.amilopektin terdiri dari 75-85% dari

11
bagian pati. Amilopektin bercabang karena adanya ikatan α-1,6 glikosidik pada

tititk tertentu dalam molekul. Cabang amilopektin terpendek terdiri dari ± 20-30

monomer glukosa, oleh karena itu cabang terluarnya akan memberikan warna

merah dengan iodium.

Pati memiliki sifat tidak berasa, tidak berbau, berwarna putih dan memiliki

bentuk dan ukuran granul yang bervariasi bergantung jenis tanaman dari pati

tersebut. Pati tidak larut dalam air dingin dan etanol (Rowe et al., 2006). Pati

umumnya digunakan sebagai bahan pembantu dalam pembuatan sediaan farmasi

yang meliputi bahan pengisi tablet, bahan pengikat dan bahan penghancur.

Sebagai pati normal penggunaanya terbatas dalam industri farmasi. Hal ini

disebabkan karakteristiknya yang tidak mendukung seperti daya alir yang kurang

baik, tidak mempunyai sifat pengikat sehingga hanya digunakan sebagai pengisi

tablet bagi bahan obat yang mempunyai daya alir baik atau sebagai mucilago,

bahan pengikat dalam pembuatan tablet cara granulasi basah (Anwar et al, 2004).

2.5 Modifikasi Pati

Sejumlah modifikasi terhadap pati telah dilakukan untuk memperbaiki

sifat alami pati sehingga dapat digunkan secara luas dalam industri makanan dan

industri farmasi. Jenis modifikasi pati yang telah diteliti antara lain sebagai

berikut (Cui et al., 2005)

1. Modifikasi Fisika

Modifikasi fisika yang dilakukan terhadap pati antara lain meliputi pati

pregelatinasi, pemanasan dan ekstruksi. Melalui modifikasi fisika ini, sifat

12
fungsional pati seperti laju alir, kompresibilitas dan kelarutannya dalam air tanpa

pemanasan dapat diperbaiki.

2. Modifikasi Kimia

Modifikasi kimia yang dilakukan terhadap pati antara lain reaksi oksidasi,

reaksi esterifikasi, eterifikasi, sambung-silang dan kationisasi. Modifikasi pati

secara kimia dapat dilakukan terhadap pati dalam keadaan kering, dalam bentuk

suspensi pati dalam air atau dalam bentuk pasta pati. Modifikasi kimia dari pati

ini akan mengubah sifat kelarutan pati, hidrofilisitas dan ketahanannya terhadap

suasana asam dan basa fisiologis tubuh.

Pati asetat, propionate dan suksinat merupakan contoh hasil esterifikasi

pati menggunakan pereaksi asam anhidrat. Penggunaan pelarut organik (formamid

dan piridin) dalam reaksi esterifikasi ini dapat menghasilkan pati termodifikasi

dengan substitusi yang tinggi. Namun penggunaan pelarut organik sangat beresiko

bagi kesehatan pasien jika sisa reaksinya tidak terbuang seluruhnya setelah proses

sintesis.

3. Modifikasi Enzimatis

Modifikasi pati juga dapat dilakukan dengan menggunakan enzim dan

banyak enzim yang digunakan untuk menghidrolisis struktur pati. Modifikasi

dengan cara enzimatis juga ditujukan untuk mendapatkan sifat fungsional yang

diinginkan. Enzim akan menghidrolisis ikatan (1→4) atau (1→6). Enzim yang

paling sering digunakan adalah α-amilase, β-amilase, glukoamilase dan

isoamilase. Enzim-enzim tersebut diisolasi dari jamur, ragi, bakteri dan tumbuhan.

13
Modifikasi enzimatis terhadap pati dapat dilakukan dengan menggunakan

satu enzim atau lebih, pada kondisi yang sesuai, bergantung dari jenis atau sumber

enzim yang digunakan. Contoh hasil modifikasi enzimatis pati adalah

maltodekstrin dan siklodekstrin.

2.6 Pati Pragelatinasi

Pada umumnya modifikasi pati menjadi pati pregelatinasi dapat dilakukan

dengan cara pemanasan suspensi pati dalam air. Pragelatinisasi merupakan

modifikasi fisika terhadap pati. Pragelatinisasi pati dibuat melalui proses yang

melibatkan air dan panas untuk memecah semua atau sebagian granul kemudian

dikeringkan dan digiling sesuai dengan ukuran serbuk yang diinginkan (Rowe et

al., 2006). Pati pragelatinasi mempunyai viskositas yang lebih rendah

dibandingkan pati alami. Viskositas yang rendah akan mempermudah distribusi

bahan pengikat tersebut ke dalam masa tablet (Rowe et al., 2003).

Pragelatinasi pati sebagian masih mengandung granul-granul pati yang

utuh (normal). Sedangkan pregelatinasi pati sempurna sudah tidak lagi

mengandung granul-granul pati utuh (Swinkles, 1985). Perbedaan antara

pragelatinasi sempurna dan pragelatinasi sebagian dapat diamati melalui sifat

birefringence. Pati memiliki sifat birefringence yaitu sifat granul pati utuh yang

dapat membentuk dua warna bersilang pada permukaan akibat dilewatkan pada

sinar yang berpolarisasi, disebabkan karena adanya perbedaan indeks refraksi

dalam granul pati (Cui et al.,2005).

14
Alat yang digunakan untuk mengamati sifat birefringence adalah

mikroskop terpolarisasi. Hilangnya sifat birefringence bersamaan dengan

pecahnya granul pati saat proses pengeringan dengan alat drum dryer. Pada

pragelatinisasi pati parsial masih terlihat adanya birefringence dalam jumlah kecil

karena masih mengandung granul utuh. Sedangkan pada pragelatinisasi sempurna,

sifat birefringence sudah tidak ada lagi (Rowe et al., 2006).

Pregelatinasi pati telah digunakan sebagai pengikat, pengisi dan

penghancur tablet. Pregelatinasi pati juga digunakan sebagai pengisi kapsul keras

pada konsentrasi 5%-75% (Rowe et al.,2006). Bolhuis dan Chowhan (1996)

menyebutkan bahwa selama proses pembuatan pati pregelatinasi beberapa ikatan

hidrogen antara amilosa dan amilopektin putus. Amilopektin inilah yang

membuatnya dapat digunakan sebagai bahan pengikat, sedangkan amilosa

digunakan sebagai bahan penghancur (Bolhuis dan Chowhan, 1996)

Bila dibandingkan dengan pati alami, pregelatinasi pati memiliki laju alir

dan komresibilitas yang lebih baik sehingga dapat digunakan sebagai pengisi,

pengikat dan penghancur tablet dengan metode granulasi basah pada konsentrasi

5-10% (Rowe et al.,2006). Pregelatinasi pati terbukti memiliki kemampuan

mengembang yang lebih besar dibandingkan pati alami sehingga memiliki waktu

hancur yang lebih cepat (Alebiowu dan Itiola, 2003). Suhu gelatinasi singkong

adalah 59 oC (Suhery et al., 2013), suhu gelatinasi bengkuang 60 oC (Arshanda et

al., 2012) dan suhu gelatinasi ubi jalar putih 67 oC (Amellia, 2009).

15
2.7 Parasetamol

2.7.1 Monografi ( Anonim,1995 )

Gambar 3. Struktur kimia Parasetamol

Rumus molekul : C8H9NO2

Nama kimia : 4-hidroksiasetanilida [103-90-2]

Berat molekul : 151,16

Kandungan : Tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%

C8H9NO2 dihitung terhadap zat anhidrat.

Pemerian : Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit.

Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida

1N; mudah larutan dalam etanol.

2.7.2 Farmakologi

Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik

ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Asetaminofen di Indonesia lebih dikenal

dengan nama parasetamol, dan tersedia sebagai obat bebas (Wilmana, 1995).

Efek analgetik Parasetamol dapat menghilangkan atau mengurangi nyeri

ringan sampai sedang. Parasetamol menghilangkan nyeri, baik secara sentral

maupun secara perifer. Secara sentral diduga Parasetamol bekerja pada

16
hipotalamus sedangkan secara perifer, menghambat pembentukan prostaglandin di

tempat inflamasi, mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang

mekanik atau kimiawi. Efek antipiretik dapat menurunkan suhu demam. Pada

keadaan demam, diduga termostat di hipotalamus terganggu sehingga suhu badan

lebih tinggi (Zubaidi, 1980).

Senyawa Parasetamol memiliki waktu paruh 1 – 3 jam, dan tidak

menyebabkan perdarahan gastrointestinalis atau gangguan asam basa seperti asam

asetilsalisilat, tetapi mempunyai bentuk toksisitas hepatik sedang sampai berat.

(Andrianto.P., 1985).

2.8 Tablet

Tablet adalah sediaan padat, kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam

bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung,

mengandung satu jenis atau lebih bahan obat atau dengan atau tanpa zat tambahan

(Anonim, 1995). Bentuk sediaan tablet mempunyai keuntungan yang meliputi

ketepatan dosis, praktis dalam penyajian, biaya produksi yang murah, mudah

dikemas, tahan alam penyimpanan, mudah dibawa, serta bentuk yang memikat

(Lachman et al, 1994).

Untuk mendapatkan tablet yang baik tersebut, maka bahan yang akan

dikempa menjadi tablet harus memenuhi sifat-sifat berikut:

1. Mudah mengalir, artinya jumlah bahan yang akan mengalir dalam corong air ke

dalam ruang cetakan selalu sama setiap saat, dengan demikian bobot tablet

tidak akan memiliki variasi yang besar.

17
2. Kompatibel, artinya bahan mudah kompak jika dikempa, menghasilkan tablet

yang keras.

3. Mudah lepas dari cetakan, hal ini dimaksudkan agar tablet yang dihasilkan

mudah lepas dan tidak ada bagian yang melekat pada cetakan, sehingga

permukaan tablet halus dan licin (Lachman et al, 1994).

2.8.1 Zat tambahan dalam pembuatan Tablet

Bahan tambahan dalam pembuatan tablet adalah suatu bahan pembantu

yang turut memberikan bentuk pada sediaan. Pada dasarnya bahan tambahan

harus bersifat netral, tidak berbau, tidak berasa dan sedapat mungkin tidak

berwarna (Siregar, 2010).

Untuk pembuatan tablet diperlukan zat tambahan berupa :

1) Bahan pengisi

Bahan pengisi diperlukan untuk memungkinkan suatu pencetakan

sehingga menjamin tablet memiliki ukuran atau massa yang dibutuhkan (Siregar,

2010).

Bahan pengisi harus memenuhi persyaratan:

a) Non toksik.

b) Tersedia dalam jumlah yang cukup.

c) Harga cukup murah.

d) Inert atau netral secara fisiologis.

e) Stabil secara fisik dan kimia, baik dalam kombinasi dengan berbagai obat atau

komponen tablet lain.

18
f) Bebas dari mikroba.

Bahan pengisi yang biasa digunakan antara lain: laktosa, sukrosa, amilum,

kaolin, kalsium karbonat, dekstrosa, manitol, sorbitol, sellulosa, dan bahan lain

yang cocok (Siregar, 2010).

2) Bahan pengikat

Zat pengikat ditambahkan dalam bentuk kering atau cairan selama

granulasi basah untuk membentuk granul atau menaikkan kekompakan kohesi

bagi tablet yang dicetak langsung. Penggunaan bahan pengikat yang terlalu

banyak akan menghasilkan massa granul yang terlalu basah dan granul yang

terlalu keras, sehingga tablet yang dihasilkan mempunyai waktu hancur yang

lama. Sebaliknya, kekurangan bahan pengikat akan menghasilkan daya rekat yang

lemah, sehingga tablet akan rapuh dan terjadi capping (Siregar, 2010). Bahan

pengikat yang biasa digunakan adalah polivinil pirolidon (PVP), gom akasia,

gelatin, sukrosa, povidon, metil selulosa, karboksimetilselulosa, dan pasta pati

terhidrolisis. Bahan pengikat kering yang paling efektif adalah selulosa

mikrokristal.

3) Bahan penghancur

Zat penghancur ditambahkan guna memudahkan pecahnya atau hancurnya

tablet ketika kontak dengan cairan saluran pernafasan. Dapat juga berfungsi

menarik air ke dalam tablet, mengembang dan menyebabkan tablet pecah menjadi

bagian-bagiannya. Fragmen-fragmen tablet itu mungkin sangat menentukan

kelarutan selanjutnya dari obat dan tercapainya bioavailabilitas yang diharapkan

(Siregar, 2010)

19
Bahan penghancur yang dapat digunakan adalah pati dan selulosa yang

termodifikasi secara kimia, asam alginat, selulosa mikrokristal, dan povidon.

4) Bahan pelicin

Bahan pelicin berfungsi sebagai bahan pengatur aliran, dan bahan pemisah

hasil cetakan. Bahan pelicin mengurangi gesekan selama proses pengempaan

tablet. Pada umumnya bahan pelicin bersifat hidrofobik sehingga cenderung

menurunkan kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet, oleh karena itu kadar

pelicin yang berlebihan harus dihindari. Bahan pelicin yang biasa digunakan

antara lain talk, magnesium stearat, aluminium stearat, asam stearat, asam

palmitat, dan pati (Siregar, 2010).

2.8.2 Metode Granulasi Basah

Granulasi serbuk adalah proses membesarkan ukuran partikel kecil yang

dikumpulkan bersama-sama menjadi agregat (gumpalan) yang lebih besar. Secara

fisik lebih kuat dan partikel orisinil masih terindentifikasi dan membuat agregat

mengalir bebas.

Granuasi basah adalah proses menambahkan cairan pada suatu serbuk atau

campuran serbuk dalam suatu wadah yang dilengkapi dengan pengadukan yang

akan menghasilkan aglomersi atau granul.

Metode ini merupakan metode paling tua dan paling konvensional dalam

pembuatan tablet. Walaupun metode ini sangat karya dan paling mahal, namun

masih banyak digunakan karena keserbagunaannya. Kemungkinan pembasahan

serbuk dengan beraneka ragam cairan yang juga dapat bertindak sebagai pembawa

20
bahan tertentu, sehingga meningkatkan karakteristik dan sifat-sifat fisik granulasi

yang baik dan mempunyai banyak keuntungan. Dalam granulasi basah, sifat

kohesif ini dapat meningkatkan ukuran tablet, biasanya cukup untuk

menghasilkan ikatan dengan zat tambahan yang minimal.

Metode granulasi basah merupakan metode yang paling sering digunakan

dalam memproduksi tablet kompresi. Langkah-langkah yang diperlukan dalam

pembuatan tablet dengan metode granulasi basah dibagi menjadi penimbangan

dan pencampuran bahan-bahan, pembuatan granulasi basah, pengayakan adonan

lembab menjadi granul, pengeringan, pengayakan kering, pencampuran bahan

pelincir, dan pembuatan tablet menjadi kompresi (Ansel, 1989).

Keuntungan metoda granulasi basah antara lain :

1) Memperoleh aliran yang lebih baik

2) Meningkatkan kompresibilitas

3) Untuk mendapatkan berat jenis yang sesuai

4) Mengontrol pelepasan

5) Mencegah pemisahan komponen campuran selama proses

6) Memperbaiki atau meningkatkan distribusi keseragaman kandungan

(Supriyatna, 2009)

Sedangkan kekurangan metoda granulasi basah adalah:

1) Banyak yang diperlukan tahap dalam proses produksi yang harus

divalidasi

2) Biaya cukup tinggi

21
3) Zat aktif yang sensitif terhadap lembab dan panas tidak dapat dikerjakan

dengan metoda ini (Supriyatna, 2009).

2.8.3 Macam-macam kerusakan pada pembuatan tablet (Siregar, 2010)

Adapun kerusakan pada pembuatan tablet antara lain adalah:

a) Binding

Kerusakan tablet akibat massa yang akan dicetak melekat pada dinding ruang

cetakan.

b) Sticking / picking

Perlekatan yang terjadi pada punch atas dan bawah akibat permukaan punch

tidak licin, ada lemak pada pencetak, zat pelicin kurang atau massa basah.

c) Whiskering

Terjadi karena pencetak tidak pas dengan ruang cetakan atau terjadi pelelehan

zat aktif saat pencetakan pada tekanan tinggi. Akibatnya, pada penyimpanan

dalam botol, sisi-sisi yang berlebih akan lepas dan menghasilkan bubuk.

d) Splitting / capping

Splitting, lepasnya lapisan tipis dari permukaan tablet yang terutama pada

bagian tengah. Capping, melepasnya tablet pada bagian atas. Penyebabnya adalah:

1. Daya pengikat dalam massa tablet kurang

2. Massa tablet terlalu banyak fines, terlalu banyak mengandung udara

sehingga setelah dicetak udara akan keluar

3. Tenaga yang diberikan pada pencetakan tablet terlalu besar sehingga udara

yang berada diatas massa yang akan dicetak sukar keluar dan ikut tercetak.

22
4. Formulanya tidak sesuai.

5. Die dan punch tidak rata

e) Mottling

Terjadi karena zat warna tersebar tidak merata pada permukaan tablet.

f) Crumbling

Tablet menjadi retak dan rapuh, penyebabnya adalah kurang tekanan pada

pencetakan tablet dan zat pengikatnya kurang.

23
BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan terhitung

dari bulan Juni – September 2014 di Laboratorium Teknologi Farmasi Sekolah

Tinggi Ilmu Farmasi Riau (STIFAR) Pekanbaru dan PT. Nusantara Beta Farma

Padang.

3.2 Metodologi Penelitian

3.2.1 Alat dan Bahan

a Alat

Timbangan analitik, lumpang dan stamfer, kertas perkamen, sudip, tap

volumeter, stopwatch, corong, kertas grafik, waterbath, almari pengering, mesin

tablet rotary multi punch, jangka sorong, friability tester, desintegrator tester,

dissolution tester, alat pengukur kadar air (Moisture Balance), piknometer, beker

gelas, pipet tetes, labu ukur, pipet volume, kertas saring, gelas ukur, dan

spektrofotometer UV.

b. Bahan

Paracetamol, Singkong (Manihot esculenta C), Bengkuang (Pachyrrizus

erosus), Ubi jalar putih (Ipomoea batatas L), Avicel pH 101, laktosa, Magnesium

stearat, Dapar fosfat pH 5,8, Natrium Hidroksida (NaOH), aquadest.

24
3.2.2 Rancangan Penelitian

1. Pengambilan sampel

2. Identifikasi tanaman

3. Pembuatan pati alami singkong (Manihot esculenta Crantz), bengkuang

(Pachyrrhizus erosus L. Urban) dan ubi jalar putih (Ipomoea batatas L.)

4. Pembuatan pati pregelatinasi singkong (Manihot esculenta Crantz),

bengkuang (Pachyrrhizus erosus L. Urban) dan ubi jalar putih (Ipomoea

batatas L.)

5. Pemeriksaan zat aktif dan bahan tambahan tablet

6. Rancangan formula

7. Pembuatan granul

8. Evaluasi granul

a. Pemeriksaan distribusi ukuran granul

b. Bobot jenis benar

c. Bobot jenis nyata

d. Bobot jenis mampat

e. Factor hausner

f. Porositas

g. Kompresibilitas

h. Kecepatan alir dan sudut diam

25
i. Kadar air

9. Pencetakan tablet

10. Evaluasi tablet

a. Keseragaman bentuk dan ukuran

b. Keseragaman bobot

c. Kekerasan tablet

d. Friabilitas

e. Friksibilitas

f. Penetapan kadar parasetamol

g. Uji waktu hancur

h. Uji disolusi

11. Analisa data

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah Singkong (Manihot

esculenta Crantz), Bengkuang (Pachyrrhizus erosus L. Urban) dan Ubi jalar putih

(Ipomoea batatas L.), yang diperoleh dari Pasar Simpang Baru Panam, Pekanbaru.

3.3.2 Identifikasi Tanaman

Identifikasi tanaman singkong (Manihot esculenta Crantz), bengkuang

(Pachyrrhizus erosus L. Urban) dan ubi jalar putih (Ipomoea batatas L.)

26
dilakukan di Laboratotium Botani Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam (FMIPA) Jurusan Biologi Universitas Riau, Pekanbaru.

3.3.3 Pembuatan Pati Alami

Sebanyak 5 kg singkong, ubi jalar dan bengkuang masing-masing di kupas

kulitnya kemudian dicuci bersih lalu ditimbang selanjutnya dihaluskan dengan

menggunakan parutan, lalu ditambah dengan aquadest sebanyak berat masing-

masing sampel, kemudian diperas. Hasil perasan tersebut kemudian

dienaptuangkan. Masing-masing endapan yang dihasilkan kemudian dicuci

dengan aquadest selanjutnya dikeringkan di dalam oven pada suhu 50oC selama

24 jam kemudian dihaluskan dan diayak dengan ayakan mesh 80 (Wathoni, 2009).

3.3.4 Pembuatan Pati Pragelatinasi

Pembuatan pati singkong, bengkuang dan ubi jalar putih pragelatinasi.

Dibuat suspensi masing-masing pati dalam air dengan konsentrasi 5% b/v lalu

dipanaskan di atas penangas air pada temperatur 2oC di bawah temperatur

gelatinasi masing-masing umbi singkong (57oC), bengkuang (58oC) dan ubi jalar

(65oC) selama 5 menit. Kemudian didinginkan lalu dikeringkan dalam oven pada

temperatur 50oC dan terakhir diayak dengan ayakan nomor 70 (Beynum dan

Roels, 1985).

27
3.3.5 Pemeriksaan zat aktif dan bahan tambahan tablet

Pemeriksaan Paracetamol dilakukan sesuai dengan Farmakope Indonesia

Edisi IV dan bahan tambahan dilakukan menurut Handbook of Pharmaceutical

Excipient meliputi pemerian dan kelarutan dan pemeriksaan mikroskopis pati.

3.3.6 Rancangan Formula ( Formulasi )

Di dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan tablet dengan cara

granulasi basah menggunakan formula sebagai berikut:

Tabel 4. Formula tablet Parasetamol dengan metoda granulasi basah

No Formula
Bahan
I II III

Fase dalam 94%

1 Parasetamol (zat aktif) 76,92% 76,92% 76,92%

2 Mucilago Pati singkong


1,88%
pregelatinasi 10 % (pengikat)
3 Mucilago Pati bengkuang
1,88%
pregelatinasi 10% (pengikat)
4
Mucilago Pati ubi jalar pregelatinasi
1,88%
10% (pengikat)

5 Avicel pH101 (penghancur) 10% 10% 10%


6 Laktosa ad 100% ( Pengisi ) 5,2 % 5,2% 5,2%
Fase luar 6%
8 Avicel pH 101 (penghancur) 5% 5% 5%
9 Mg stearat (pelicin) 1% 1% 1%

Formula diatas hanya untuk 20 tablet dengan bobot 650 mg

28
3.3.7 Pembuatan granul parasetamol

Semua bahan yang akan digunakan ditimbang. Buat mucilago untuk pati

singkong pregelatinasi 10 %, pati bengkuang pregelatinasi 10 %, serta pati ubi

jalar putih pregelatinasi 10 % dan tambah aquadest. Kemudian panaskan diatas

hotplate pada suhu terkontrol sekitar 50-70 0C hingga membentuk mucilago atau

kanji yang baik, kemudian dinginkan. Campur parasetamol ( zat aktif ), avicel

pH101 ( bahan penghancur ) dan laktosa ( bahan pengisi fase dalam ) gerus

hingga homogen. Kemudian tambahkan mucilago untuk masing-masing formula

hingga terbentuk masa yang dapat dikepal. Adonan tersebut kemudian diayak

dengan ayakan mesh no.14 dan hasilnya ditampung pada wadah, untuk

selanjutnya dikeringkan dalam lemari pengering granul selama 1-2 jam. Granul

yang telah kering diayak dengan mesh no.16 dan ditimbang, kemudian dilakukan

evaluasi terhadap granul.

3.3.8 Evaluasi Granul

A. Pemeriksaan Distribusi ukuran granul dengan ayakan vibrasi (Ben, 2008)

Ayakan disediakan sedemikian rupa dan dipasangkan pada alat vibrasi

yang tersedia dengan meletakkan ayakan tanpa lubang sebagai alasnya,

selanjutnya ayakan dengan ukuran lubang paling kecil dan seterusnya di atasnya

diletakkan yang lebih besar sehingga ayakan dengan lubang yang lebih besar

terletak paling atas. Kemudian ayakan ditutup lalu dijalankan alat dengan

amplitude 50 selama 10 menit, granul yang tertinggal pada tiap-tiap ayakan

kemudian ditimbang dan dihitung presentase granul pada tiap-tiap ayakan.

29
B. Bobot jenis benar (Voigt,1994)

Penentuan bobot jenis benar dilakukan dengan menggunakan piknometer

dimana digunakan pelarut yang tidak melarutkan serbuk (parafin cair).

Piknometer kosong yang telah diketahui volumenya (a) ditimbang (b), kemudian

diisi dengan parafin cair dan ditimbang lagi (c). Bobot jenis parafin cair dihitung

dengan persamaan:

c−b
ρ parafin = (g/ ml)
a

Setelah ditentukan bobot jenis parafin, kemudian sebanyak 2 g granul

dimasukkan ke dalam piknometer, kemudian timbang beratnya (d). Tambahkan

parafin cair ke dalam piknometer sampai kira-kira setengahnya, tutup dan biarkan

selama 5 menit sambil digoyang-goyang, setelah itu ditambahkan lagi parafin cair

hingga piknometer penuh dan timbang kembali beratnya (e). Bobot jenis benar

dihitung dengan persamaan:

(d − b)
Bj benar = x ρ parafin
(d − b) + (c − e)

C. Bobot jenis nyata

Sebanyak 100 gram granul (W), dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml,

kemudian permukaan atas granul diratakan dan volumenya dibaca (Vo). Bobot

jenis nyata dihitung dengan persamaan (Voigt, 1994):

W
Bobot Jenis nyata =
Vo

30
D. Bobot jenis mampat

Serbuk dimasukkan ke dalam gelas ukur (dituangkan dengan tanpa

guncangan) sebanyak 100 gram (W) dan permukaan atas serbuk diratakan dan

volumenya dapat dibaca (Vo), alat volumeter dijalankan dan terjadi ketukan

sebanyak 1250 kali. Catat volume Vt1 kemudian ulangi lagi hentakan 1250 kali

catat volume Vt2 . Jika selisih Vt2 dengan Vt1 tidak melebihi dari 2 ml, maka Vt1

adalah volume mampat. Bobot jenis mampat dihitung dengan persamaan (Ben,

2008) :

𝑊
𝐵𝑗 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑎𝑡 =
𝑉𝑡

E. Faktor Hausner (FH)

Faktor Hausner adalah perbandingan antara bobot jenis mampat (ρm)

dengan bobot jenis nyata (ρn) (Voigt, 1994).

ρm
FH =
ρn

Tabel 5. Hubungan antara Faktor hausner dan Sifat Alir

Faktor hausner Sifat alir

Kurang dari 1,25 Baik


1,25 – 1,5 Sedang
Lebih dari 1,5 Tidak bagus

31
F. Kompresibilitas

Merupakan persentase selisih volume granul tanpa dimampatkan terhadap

volume setelah pemampatan.

Bj mampat − Bj nyata
%K = x 100%
Bj mampat

Jika kompresibilitas: 5-10% : Sangat baik untuk granul

11-20% : Baik untuk serbuk granul

21-25% : Cukup untuk serbuk granul

>26% : Sifat aliran kurang baik

G. Porositas (Voigt, 1994)

Porositas (E) dihitung dengan persamaan:

Bj nyata
E = (1 − ) x 100%
Bj benar

H. Kecepatan alir dan sudut diam

Sejumlah 30 gram granul dimasukkan kedalam corong yang terdapat pada

alat. Siapkan wadah utuk menampung granul pada bagian bawah corong. Buka

tutup corong sehingga granul mulai meluncur melewati corong, catat waktu yang

diperlukan hingga semua granul telah melewati lubang corong. Kecepatan aliran

32
dihitung dengan membagi bobot granul dengan waktu yang dibutuhkan granul

untuk melewati corong (gram/detik).

Kecepatan alir = Berat granul (gram) / waktu (detik)

Timbunan granul ditampung dalam kertas millimeter blok. Ukur tinggi (h)

dan jari-jari timbunan (r) dengan persamaan (Priyambodo, 2007):

h
sudut diam → tan α =
r
Jika sudut istirahat (α) :
< 20o : Sifat alir sangat baik

20o – 30o : Baik

30o – 34o : Cukup

> 40o : Sangat buruk

(Aulton, 2001)

I. Kadar Air.

Pada uji ini digunakan alat moisture balance. 1 gram sampel dimasukkan

pada alat tersebut yang sudah disetarakan dean suhu 1050C dan selanjutnya diukur

kadar airnya dengan menekan tombol start maka akan didapat persen kadar air.

3.3.9 Pencetakan Tablet

Pencetakan dilakukan dengan mesin cetak Rotary Multi Punch dengan

mengatur bobot tablet dan kekerasan yang diinginkan. Sebelumnya granul

paracetamol telah dicampurkan terlebih dahulu dengan bahan tambahan fase luar

33
yaitu Avicel pH 101 dan Mg Stearat. Dengan mengatur bobot tablet dan kekerasan

yang diinginkan.

3.3.10 Evaluasi Tablet

Evaluasi tablet yang dilakukan adalah :

a. Keseragaman Bentuk dan Ukuran

Pemeriksaan dilakukan terhadap 20 tablet. Pengukuran dilakukan terhadap

tablet menggunakan alat mikrometer atau jangka sorong yang bersifat manual.

Lakukan pengukuran terhadap 20 tablet tersebut, catat dan ambil rata-ratanya.

Nilai rata-rata tersebut merupakan ukuran diameter tablet yang dimaksudkan

(Anonim, 1979).

Farmakope menetapkan ukuran diameter dan tebal tablet dengan berat

yang sesuai. Farmakope Indonesia menetapkan bentuk tablet, kecuali dinyatakan

lain diameter tablet tidak boleh melebihi tiga kali dan tidak kurang dari satu

sepertiga tebal tablet. Perbandingan ini ada kaitannya dengan penampilan yang

menarik sebagai hasil perkiraan bobot tablet sesuai dengan jumlah zat khasiat

yang dikandungnya.

b. Keseragaman Bobot

Percobaan dilakukan dengan menggunakan 20 tablet secara acak, lalu

ditimbang masing-masing tablet. Hitung rata-rata dan penyimpangan terhadap

bobot rata-rata.

34
Apabila tablet ditimbang satu per satu, Farmakope Indonesia menyatakan

bahwa tidak lebih dari dua tablet mempunyai penyimpangan yang lebih besar dari

kolom A dan tidak boleh ada satu tablet pun yang mempunyai penyimpangan

lebih besar dari kolom B yang tertera di dalam Farmakope Indonesia.

Tabel 6. Batas Penyimpangan Bobot Tablet Menurut Farmakope Indonesia

Penyimpangan bobot rata-rata dalam %

Bobot rata-rata A B

25 mg atau kurang 15% 30%

26 mg – 150 mg 10% 20%

151 mg – 300 mg 7,5% 15%

lebih dari 300 mg 5% 10%

c. Kekerasan Tablet

Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan alat uji kekerasan Stokes

Monsato. Diambil 10 tablet secara acak, diukur kekerasannya dengan cara

meletakkan sebuah tablet diantara pengapit tetap dengan plat datar yang diam,

kemudian tablet dijepit dengan memutar alat penekan. Angka yang ditunjukkan

oleh jarum pada skala dinyatakan sebagai titik nol. Alat penekan diputar

kembali sampai tablet retak atau pecah. Catat skala yang terukur, kekerasan

tablet adalah selisih skala terukur saat tablet pecah dengan skala yang dianggap

sebagai titik nol (Voight, 1994). Kekerasan tablet adalah harga rata-rata ke-10

tablet dan variasi kekerasan dilihat dari harga SD. United states pharmacopeia

(USP) menyatakan kekerasan tablet antara 4-8 kg/cm2.

35
d. Kerapuhan tablet (Friabilitas)

Sebanyak 20 tablet dibersihkan dari debu kemudian ditimbang (W1),

lakukan pemutaran dengan alat friabilator sebanyak 100 putaran. Setelah itu tablet

dibersihkan lagi dan ditimbang (W2).

Friabilitas (kerapuhan = f) tablet dihitung dengan rumus sebagai berikut:

W1−W2
F= x 100%
W1

Friabilitas sebaiknya tidak melebihi 0,8% (Voigt, 1994).

e. Friksibilitas

Penentuan friksibilitas dilakukan terhadap 20 tablet yang diambil secara

acak, kemudian tablet dibersihkan dari debu selanjutnya ditimbang (W1),

dilakukan pemutaran dengan alat abration tester selama 4 menit dengan

kecepatan 25 rpm. Setelah diputar tablet dikeluarkan kembali. Setelah itu tablet

dibersihkan lagi dan ditimbang (W2). Tablet yang baik memiliki friksibilitas

kurang dari 1%. Friksibilitas tablet dihitung dengan rumus sebagai berikut:

W1−W2
F= x 100%
W1

f. Uji Waktu hancur

Uji waktur hancur dilakukan terhadap 6 tablet. Tablet dimasukkan

kedalam masing-masing keranjang, masukkan satu cakram pada tiap tabung

kemudian alat dijalankan. Gunakan air bersuhu 37o ± 2o sebagai media kecuali

36
dinyatakan menggunakan cairan lain dalam masing-masing monografi. Pada akhir

batas waktu seperti yang tertera dalam monografi, angkat keranjang dan amati

semua tablet. Semua tablet harus hancur sempurna. Bila 1 tablet atau 2 tablet tidak

hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya. Tidak kurang 16 dari

18 tablet yang diuji harus hancur sempurna (Anonim, 1995). Kecuali dinyatakan

lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan kelima tablet tidak lebih dari

15 menit untuk tablet tidak bersalut ( Anonim, 1979).

g. Penetapan Kadar Paracetamol (Anonim, 1995).

Penetapan kadar dilakukan dengan alat spektrofotometer UV. Cara nya

sebagai berikut :

1. Menentukan λ maks (panjang gelombang maksimum) yaitu timbang

paracetamol murni sebanyak 10 mg. Larutkan dalam labu ukur 100 ml dengan

NaOH 0,1 N hingga tanda batas. Pipet 1 ml kemudian masukan kedalam labu

ukur 10 ml tambahkan NaOH 0,1 N hingga tanda batas (larutan induk baku

II). Serapan larutan diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang

gelombang 200-400 nm.

2. Menentukan kurva kalibrasi dengan cara membuat pengenceran dari larutan

100 ml tadi dengan konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm dan 10 ppm.

Kemudian ukur absorban dari masing-masingnya dengan spektrofotometer

UV pada panjang gelombang maksimum parasetamol yang didapat. Dari data

ini dibuat persamaan regresi antara konsentrasi parasetamol dengan

serapannya

37
3. Penetapan kadar tablet parasetamol. Ambil 10 tablet paracetamol secara acak,

kemudian ditimbang satu per satu dan ditentukan bobot rata-ratanya.

Kesepuluh tablet tersebut digerus menjadi serbuk, ditimbang seksama serbuk

setara dengan 75 mg parasetamol yang dilarutkan dalam NaOH 0,1 N dalam

labu ukur 100 ml,dikocok sampai homogen, kemudian disaring. Filtrat

selanjutnya ditampung, lalu dipipet 1 ml dan dimasukkan kedalam labu ukur

10 ml, kemudian ditambahkan dengan NaOH 0,1 N sampai tepat tanda batas,

lalu dikocok homogen. Lalu diukur absorban larutan sampel dengan

spektrofotometer UV pada panjang gelombang serapan maksimum

parasetamol.

h. Uji Disolusi (Anonim, 1995)

1. Penentuan λ maksimum.

Menentukan panjang gelombang maksimum yaitu timbang paracetamol

murni sebanyak 10 mg. larutkan dalam labu ukur 100 ml dengan dapar fosfat pH

5,8 hingga tanda batas . Pipet 1 ml kemudian masukkan kedalam labu ukur 10 ml

tambahkan dapar fosfat pH 5,8 hingga tanda batas. Ukur panjang gelombang

hingga didapat panjang gelombang maksimum.

38
2. Pembuatan Kurva Kalibrasi.

Menentukan kurva kalibrasi dengan cara membuat pengenceran dari

larutan 100 ml tadi dengan konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm dan 10 ppm.

Dan ukur absorban dari masing-masingnya.

3. Uji Disolusi Tablet Parasetamol

Satu tablet dimasukkan ke dalam wadah disolusi yang telah terisi 900 ml

medium disolusi dapar fosfat pH 5,8 yang bersuhu 37oC ± 2oC, lalu dayung

diputar dengan kecepatan 50 rpm. Pada interval waktu 5, 10, 15, 20, 25, 30 menit,

larutan dipipet 5 ml pada daerah pertengahan antara permukaan medium disolusi

dan bagian atas dari alat dayung serta tidak kurang dari 1 cm dari dinding wadah.

Cairan yang diambil diganti dengan medium disolusi dengan suhu dan volume

yang sama.

Hasil pemipetan dari disolusi diambil 0,1 ml kemudian diencerkan dengan

10 ml larutan dapar fosfat pH 5,8 dalam labu ukur dan diukur serapannya pada

panjang gelombang maksimum paracetamol 243 nm. Pengujian dilakukan

terhadap 6 tablet, dimana dalam 30 menit tablet harus terdisolusi 80% (Q)

parasetamol, dari jumlah yang tertera dalam etiket (Anonim, 1995).

39
3.3.11 Analisa Data

Pada penelitian ini dilakukan analisa data secara deskriptif dalam bentuk

tabel dan grafik dan dibandingkan dengan persyaratan dalam FI edisi IV.

Kemudian hasil tiap formula dibandingkan satu sama lain mana formula yang

paling baik.

40
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai

berikut :

1. Pemeriksaan parasetamol dan bahan tambahan telah memenuhi persyaratan

yang terdapat dalam Farmakope Indonesia Edisi IV dan Handbook of

Pharmaceutical Excipient. (lampiran 5, tabel 9)

2. Hasil pemeriksaan mikroskopis pati alami dan pati pregelatinasi (Lampiran 6)

3. Evaluasi granul (Lampiran 7, Tabel 10)

a. Hasil pemeriksaan bobot jenis benar menggunakan piknometer untuk ketiga

formula adalah 1,331 g/ml, 1,274 g/ml dan 1,267 g/ml (Lampiran 7, Tabel

13).

b. Hasil pemeriksaan bobot jenis nyata, bobot jenis mampat kompresibilitas,

faktor Hausner dan porositas dapat dilihat pada (lampiran 7, tabel 14)

c. Hasil pemeriksaan kecepatan alir dan sudut diam dapat dilihat pada

(lampiran 7, tabel 15)

d. Hasil pemeriksaan kadar air untuk ketiga formula adalah 1,84 %, 1,49 %

dan 1,50 % (Lampiran 7, Tabel 16).

4. Pencetakan tablet

Hasil pencetakan tablet paracetamol (lampiran 8).

41
5. Evaluasi tablet (Lampiran 9, Tabel 17)

a. Hasil Evaluasi keseragaman ukuran tablet pacetamol memenuhi

persyaratan yakni diameter tidak boleh melebihi 3 kali dan tidak kurang

dari 1 ⅓ tebal tablet ketebalan tablet (Lampiran 9, Tabel 18).

b. Hasil evaluasi keseragaman bobot tablet paracetamol memenuhi

persyaratan yang tertera dalam Farmakope Indonesia (Lampiran 9, tabel

19 ).

c. Hasil evaluasi kekerasan tablet parasetamol, formula I tidak memenuhi

persyaratan yang tertera dalam United States Pharmacopeia (USP) dapat

dilihat di lampiran 9, tabel 20.

d. Hasil evaluasi Friabilitas dan Friksibilitas tablet paracetamol seluruh

Formula memenuhi persyaratan, dapat dilihat di lampiran 9 , tabel 21 dan

tabel 22.

e. Hasil evaluasi desintegrasi tablet paracetamol memenuhi persyaratan

waktu hancur untuk tablet biasa dapat dilihat di lampiran 9, tabel 23.

f. Hasil penetapan kadar paracetamol persyaratan sesuai Farmakope

Indonesia Edisi IV dapat dilihat di lampiran 10, tabel 23.

g. Hasil penetapan profil disolusi tablet parasetamol dalam medium dapar

fosfat pH 5,8 memperlihatkan bahwa semua formula memenuhi

persyaratan nilai Q 80% dalam waktu 30 menit yang tertera pada

Farmakope Indonesia Edisi IV dapat dilihat di lampiran 11, Tabel 26.

42
4.2 Pembahasan

Pada penelitian ini pati pregelatinasi singkong, bengkuang dan ubi jalar

digunakan sebagai pengikat pada formulasi tablet granulasi basah dengan

menggunakan paracetamol sebagai model obat, avicel pH 101 sebagai penghancur

fase dalam dan fase luar dan Mg stearat sebagai pelicin. Tablet ini dibuat menjadi

tiga formula dengan masing-masing formula mernggunakan bahan pengikat

sebesar 10 %. Formula 1 menggunakan bahan pengikat pati pregelatinasi

singkong, formula 2 menggunakan bahan pengikat pati pregelatinasi bengkuang

dan formula 3 menggunakan bahan pengikat pati pregelatinasi ubi jalar.

Dalam formulasi tablet penggunaan bahan pengikat difungsikan untuk

memberikan peran terhadap daya kohesifitas yang diperlukan untuk mengikat

partikel-partikel padat. Formulasi dilakukan dengan dua tahap utama yaitu

pembuatan granul (granulasi) dan pencetakan tablet paracetamol. Metode

granulasi yang digunakan yaitu granulasi basah yang merupakan proses

pembesaran ukuran partikel kecil yang dikumpulkan bersama-sama menjadi

agregat (gumpalan) yang lebih besar, secara fisik kuat, dan partikel asli masih

teridentifikasi dan membuat agregat dapat mengalir bebas (Siregar, 2010).

Selanjutnya dilakukan uji sifat fisik granul, seperti pengukuran partikel

granul dengan ayakan vibrasi, kecepatan alir dan sudut diam, bobot jenis nyata

(𝜌𝑛), bobot jenis benar (𝜌𝑏), bobot jenis mampat (𝜌𝑚), kompresibilitas, faktor

Hausner, dan porositas. Pengujian sifat fisik granul dilakukan untuk mengetahui

apakah granul yang dibuat mempunyai sifat alir yang baik, karena sifat alir granul

43
akan sangat berpengaruh pada daya alir granul saat proses pengempaan (Voigt,

1994). Selain itu dapat mengetahui kualitas granul yang dihasilkan apakah granul

yang akan dibuat tablet memenuhi persyaratan sehingga diharapkan akan

menghasilkan mutu tablet yang baik.

Distribusi ukuran granul merupakan suatu evaluasi granul yang bertujuan

untuk melihat keseragaman dari ukuran granul. Ukuran granul dapat

mempengaruhi daya mengalir granul, berat rata-rata tablet, variasi berat tablet

(Priyambodo,2007). Distribusi ukuran yang tidak normal mengakibatkan aliran

yang tidak seragam kedalam ruang kompresi sehingga dapat mempengaruhi

keseragaman bobot tablet (Fudholi, 1983). Pada evaluasi ini diharapkan kurva

yang dihasilkan mengikuti kurva distribusi normal yang berbentuk lonceng

terbalik dan persen granul yang ada di ayakan paling bawah tidak boleh lebih dari

10% karena bila lebih dari 10% maka waktu alir lama sehingga mempengaruhi

pencetakan tablet (Gusmayadi, 2006). Hasil uji distribusi ukuran granul semua

formula tablet diperoleh kurva distribusi ukuran granul tidak berbentuk lonceng

terbalik. Sedangkan untuk fines yang dihasilkan dari ketiga formula tersebut

masih memenuhi persyaratan yaitu Formula I 0,39%, Formula II 3,75% dan

Formula III 8,17%. (Lampiran 7)

Faktor Hausner berhubungan dengan sifat alir granul. Faktor Hausner

yang baik yaitu kurang dari 1,25. Bila Faktor Hausner lebih dari 1,5 maka sifat

alir tidak bagus (Voigt, 1994). Dari ketiga formula hanya Formula I dan Formula

II yang nilai faktor hausner < 1,25 sedangkan pada Formula III nilai nya 1,28.

44
Hal ini karena formula III memiliki nilai porositas yang tinggi pula. Nilai

porositas yang tinggi berarti ruang antar granul

Kompresibilitas merupakan sifat untuk membentuk massa yang stabil

dan kompak bila diberi tekanan. Besar kecilnya kompresibilitas dipengaruhi oleh

bentuk granul, kerapatan dan ukuran granul. Banyaknya fines (serbuk) yang

terdapat pada formula juga mempengaruhi index kompresibilitas. Jika semakin

besar jumlah fines maka fines akan masuk dan mengisi ruang kosong antar

granul sehingga menyebabkan granul memampat lebih rapat dan nilai

kompresibilitas juga semakin besar. Ini terbukti pada Formula III nilai

komprebilitas yaitu 22,2 %, memiliki jumlah fines lebih banyak dibandingkan

Formula I dan Formula II. Sehingga nilai persen kompresibilitas tinggi, namun

cukup baik. Persyaratan yang ditentukan yaitu < 20 % sifat alir baik dan < 25 %

cukup baik (Siregar, 2010). Ini dapat dilihat pada tabel 15 (lampiran 7).

Nilai porositas dari ketiga formula yaitu Formula I (67,9 %), Formula II

(69,1 %) , dan Formula III (69,3 %) . Nilai porositas yang paling kecil terdapat

pada Formula I, kecilnya porositas akan berpengaruh pada waktu hancur tablet.

Karena ruang antar granul atau ruang antar partikel didalam tablet akan semakin

kecil dan sempit sehingga air akan lambat diserap masuk kedalam tablet. Ini

dapat dilihat pada tabel 14 (Lampiran 7).

Pengujian kecepatan alir dilakukan untuk mengetahui kemampuan granul

mengalir pada saat proses sebelum pengempaan tablet yaitu ketika granul-granul

masuk melewati corong menuju tablet die. Kecepatan alir granul akan

mempengaruhi keseragaman bobot suatu tablet sehingga secara tidak langsung

45
juga berpengaruh terhadap keseragaman kadar obat dalam tablet. Dari hasil

evaluasi hanya granul Formula I yang mempunyai kecepatan alir kurang dari 10

gram per detik. Formula II dan III mempunyai kecepatan alir lebih dari 10 gram

per detik yang berarti formula II dan III kurang memenuhi persyaratan. Sifat

aliran dipengaruhi oleh ukuran partikel dan bentuk partikel, partikel yang lebih

besar dan bulat menunjukan aliran yang lebih baik. Bentuk partikel yang kasar

umumnya kurang kohesif dari pada partikel halus. Selain itu sifat alir juga

dipengaruhi oleh bobot jenis, muatan elektrostatik, dan lembab yang diadsorpsi

(Siregar, 2010).

Sudut diam adalah sudut maksimum yang dibentuk permukaan serbuk

dengan permukaan horizontal. Bila sudut diam lebih kecil atau sama dengan 30º

biasanya menunjukkan bahwa bahan dapat mengalir bebas, bila sudutnya lebih

besar atau sama dengan 40º biasanya daya mengalirnya kurang baik (Voigt,

1994). Uji ini merupakan rangkaian dari uji waktu alir yang bertujuan untuk

mengetahui baik tidaknya kecepatan alir granul. Salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap sudut diam yaitu gaya tarik dan gaya gesek antar partikel.

Jika gaya tarik dan gaya gesek kecil maka granul akan lebih cepat dan akan

mudah mengalir (Siregar, 2010). Dari hasil evaluasi formula yang menunjukkan

sudut diam dibawah 30º yaitu Formula I (28,46o) dan Fomula II (29,16o), hal ini

berarti granul memiliki sifat alir yang baik, sedangkan Formula III (31,71o) cukup

baik.

Uji penentuan kadar air granul dilakukan untuk mengetahui tingkat

kelembaban granul. Hasil uji penentuan kadar air granul dari masing-masing

46
formula memenuhi persyaratan granul yang baik karena granul berada pada

rentang kelembaban granul 1%-5% (Voigt, 1994), dapat dilihat pada tabel 16

(Lampiran 7). Kelembaban yang dimiliki granul tidak boleh terlalu tinggi ataupun

terlalu rendah. Kelembaban granul yang terlalu tinggi akan menyebabkan bahan

melekat pada permukaan die dan punch. Sedangkan kelembaban granul yang

terlalu rendah akan menyebabkan tablet menjadi rapuh. Selain itu, kelembaban

granul yang terlalu tinggi dapat menyebabkan granul mudah ditumbuhi oleh jamur

dan bakteri, karena air merupakan media pertumbuhan yang baik untuk jamur dan

bakteri (Lieberman, 1989).

Setelah dilakukan uji sifat fisik dari granul, tahap selanjutnya dilakukan

pencetakan tablet parasetamol menggunakan mesin tablet rotary multi punch.

Sebelum mencetak tablet dilakukan dahulu pengaturan tablet die sehingga

dihasilkan tablet dengan kekerasan antara 4-8 kg/cm2 (USP). Kekerasan diatur

konstan untuk ketiga formula, karena tujuannya yaitu melihat perbedaan

kekerasan dari masing-masing formula, apakah dengan perbedaan bahan pengikat

dapat mempengaruhi kekerasan tablet yang dihasilkan. Kekerasan tablet

mencerminkan ketahanan tablet agar dapat bertahan terhadap berbagai tekanan

mekanik pada saat pengemasan, pengangkuatan dan penyimpanan sebelum

digunakan (Lachman, 1994). Hasil uji kekerasan pada tabel 20 (Lampiran 9)

menunjukkan bahwa Formula I memiliki kekerasan yang tinggi dibandingkan

formula II dan formula III. Hal ini dipengaruhi oleh kadar amilopektin dari pati

pregelatinasi singkong lebih tinggi dibanding pati bengkuang dan ubi jalar.

Semakin tinggi kekerasan tablet maka ikatan antar partikel penyusun tablet

47
semakin kuat, tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan (kompresi) namun dapat

dilihat juga dari penggunaan bahan pengikatnya (Swarbrick, et al, 1988).

Kerapuhan merupakan parameter yang menggambarkan kekuatan

permukaan tablet dalam melawan berbagai perlakuan yang menyebabkan

pecah/retak pada permukaan tablet. Friabilitas dipengaruhi oleh sudut tablet yang

kasar, kurang daya ikat serbuk, terlalu banyak serbuk halus, pemakaian bahan

yang tidak tepat, dan massa cetak yang terlalu kering (Ben, 2008). Kerapuhan

sebaiknya tidak melebihi 0,8 % (Voigt, 1994). Dari hasil uji kerapuhan, seluruh

formula tablet mempunyai nilai persen kerapuhan dibawah 0,8%, yaitu friabilitas

dan friksibilitas formula I 0,38% dan 0,13%, formula II 0,75% dan 0,38% dan

formula III 0,69% dan 0,18%, sehingga dapat dikatakan bahwa tablet telah

memenuhi syarat uji kerapuhan tablet. Dapat dilihat pada tabel 21 (lampiran 9).

Berdasarkan hasil uji kerapuhan tablet, dimana tablet yang dihasilkan

formula dengan pati pregelatinasi singkong memiliki persen kerapuhan yang lebih

kecil dibandingkan formula dengan pati pregelatinasi bengkuang dan ubi jalar.

Perbedaan persen kerapuhan tersebut dipengaruhi oleh kekerasan tablet, dimana

formula dengan pati pregelatinasi singkong menghasilkan tablet yang lebih keras.

Tablet yang lebih keras tersebut memiliki daya ikat antar granul dan kekompakan

yang lebih baik sehingga kerapuhan tablet akan semakin menurun.

Keseragaman bobot merupakan salah satu parameter baik tidaknya tablet.

Hasil perhitungan keseragaman bobot tablet menunjukkan ketiga formula yang

memenuhi syarat karena tidak lebih dari dua tablet yang bobotnya menyimpang

5% dan tidak ada satupun tablet yang bobotnya menyimpang 10% dari bobot

48
rata-rata dapat dilihat pada tabel 19 (Lampiran 9). Faktor-faktor yang

mempengaruhi keseragaman bobot tablet antara lain: sifat alir granul, distribusi

ukuran granul, bahan tambahan lain dan kondisi peralatan tablet (Ben, 2008).

Hasil dari keseragaman ukuran tablet memenuhi persyaratan yang

terdapat pada Farmakope Indonesia Edisi III yaitu kecuali dinyatakan lain,

diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet

(Anonim,1979) dapat dilihat pada tabel 18 (Lampiran 9).

Waktu hancur merupakan waktu yang dibutuhkan sejumlah tablet untuk

hancur menjadi granul atau partikel penyusunnya. Untuk jenis tablet peroral biasa

diharapkan tablet cepat hancur dilambung agar absorbsinya maksimal didalam

usus. Dengan mengoptimasi kekerasan tablet tanpa menggunakan kekuatan

kompresi yang berlebihan diharapkan waktu hancurnya sesuai dengan persyaratan

menurut Farmakope Indonesia Edisi III yaitu kecuali dinyatakan lain, waktu

hancur yang dibutuhkan tablet untuk hancur kurang dari 15 menit (Anonim,

1979). Hasil uji waktu hancur ketiga formula memenuhi persyaratan Farmakope

Indonesia Edisi III. Namun Formula I sedikit lebih lama dibandingkan Formula II

dan Formula III. Hal ini dapat disebabkan karena tingkat kekerasan yang berbeda,

dimana tablet yang dihasilkan dari formula dengan pati pregelatinasi singkong

lebih keras. Pada umumnya tablet yang lebih keras memiliki porositas yang lebih

kecil sehingga daya penetrasi dan absorpsi air kedalam pori-pori tablet lebih sulit,

yang menyebabkan ikatan antar partikel granul sulit terlepas sehingga waktu

hancur tablet semakin lama (Lieberman, 1989).

49
Uji penetapan kadar dilakukan untuk mengetahui kandungan zat aktif tiap

tablet. Kadar zat aktif yang diterima dalam tablet paracetamol terletak pada

rentang nilai 90%-110% (Anonim, 1995). Dari hasil uji ketiga formula yang telah

dilakukan diketahui bahwa kadar zat aktif seluruh formula berada pada rentang

nilai 95,35% - 105,6%, sehingga hasil uji tablet masing-masing formula masih

memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Dapat dilihat pada tabel 23 (Lampiran

10).

Disolusi merupakan jumlah obat yang terlarut persatuan waktu tertentu

dibawah kondisi, temperatur dan komposisi medium yang telah terstandarisasi.

Disolusi tablet ini berhubungan dengan waktu hancur, dimana semakin cepat

tablet hancur maka akan semakin cepat pula tablet terdisolusi melepaskan zat aktif

dan memberikan efek.

Hasil uji disolusi tablet parasetamol dalam medium dapar fosfat pH 5,8

menunjukan kadar zat terdisolusi persatuan waktu. Persen terdisolusi tablet

parasetamol pada waktu 30 menit yaitu Formula I (80,66%), Formula II (92,94%),

dan Formula III (89,82%).

Berdasarkan hasil pengujian dapat dilihat ternyata semua formula tablet

memenuhi persyaratan uji disolusi, dimana pada waktu 30 menit kadar

parasetamol yang terlarut tidak kurang dari 80% (Anonim, 1995). Selain itu dapat

dilihat bahwa semakin besar jumlah amilopektin yang terkandung dalam pati yang

digunakan sebagai bahan pengikat dapat mempengaruhi pelepasan zat aktif

parasetamol, dimana pelepasan zat aktif semakin lambat (tabel 26, lampiran 11).

50
Berdasarkan keseluruhan hasil uji evaluasi tablet yang telah dilakukan,

maka dapat disimpulkan bahwa tablet yang dihasilkan dari keseluruhan formula

memenuhi syarat uji evaluasi tablet yang baik.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa

tablet parasetamol yang dihasilkan dengan bahan pengikat pati pregelatinasi

bengkuang merupakan bahan pengikat yang memberikan daya ikat yang paling

baik dengan nilai persen terdisolusi paling tinggi yaitu 92,38 % dalam 30 menit.

5.2 Saran

Disarankan peneliti selanjutnya untuk menggali lagi pemanfaatan pati

pregelatinasi singkong, bengkuang dan ubi jalar untuk sediaan lain.

51
DAFTAR PUSTAKA

Allem AC. 2002. The Origins and Taxonomy of Cassava. Di dalam Hillocks RJ,
Thresh JM, Bellotti AC, editor. Cassava: Biology, Production and
Utilization. New York: CABI Publishing. hlm 1-16.
Alebiowu, G. dan Itiola, 2001, Pharmaceutical Technology. Effects of Natural and
Pregelatinized Sorghum,Plantain, and Corn Starch Binderson the
Compressional Characteristics of a Paracetamol Tablet Formulation.
Nigeria : Faculty of Pharmacy.
Amellia, S., 2009, Penggunaan pati buah sukun (Artocarpus communis,F) dan pati
ubi jalar (Ipomoea batatas,L) sebagai bahan penghancur pada tablet
dekstrometrofan HBr, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Andalas,
Padang.
Anonim, 2007, The United State Pharmacopeia-National Formulary,Thirthy
Revision, Washington Dc, 242,643,1269
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1992. Undang-Undang Kesehatan (UU RI No. 23 Tahun 1992
Tentang Kesehatan). Indonesian Legal Center Publishing. Jakarta.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.

Ansel, H, C, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi , Edisi IV, diterjemahkan


oleh Farida Ibrahim, UI Press, Jakarta.
Anwar, E., Henry dan M. Jufri, 2004, Studi Kemampuan Niosom yang
Menggunakan Maltodekstrin Pati Garut (Maranta arundinaceae Linn.)
sebagai Pembawa Klorfeniramin maleat, Makara sains vol 8 nomor 2
hal 59-64.
Anwar, E., Khotimah, H., Yanuar, A., 2006, An Approach on Pregelatinized
Cassava Starch Phosphate Esters as Hydrophilic Polymer Excipient
for Controlled Release Tablet. Journal Medical Science, 6(6), 923-929.

52
Arshanda, F. R. D., S. Umar dan R. Devi, 2012, ”Karakteristik Fisika Pati
Bengkuang(Pachyrrhizus Erosus Urban) Pregelatinasi”, Riset Informasi
Kesehatan, Vol. 2, No. 3, Halaman : 117-123
Aulton, M. E., 1988, Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design,
Churchill Livingstone Inc, New York.

Ayeh, E. S., 2013, ”Development and Quality Characteristics Of Yam Bean


(Pachyrhizus erosus) Flour and Its Performance In Bread”, Thesis, Kwame
Nkrumah University Of Science And Technology.

Ben, E. S., 2008, Teknologi Tablet, Andalas University Press, Padang.

Bentacur, A.D., Chel, G.L., Canizares, H. E., 1997, ”Acetylation and


Characterisation of Canavalia Ensiformis Starch”, J. Agric. Food
Chemistry. 45, 378-382.
Beynum, G. M. A., and J. A Roels, 1985, Starch Conversion Technology, Marcel
Decker Inc., New York and Basel.

Block, L.C., Schmeling, L.O., Couto, A.G., 2009, “Effect of Binders on 500mg
Metformin Hydrochloride Tablets Produced by Wet Granulation”, Journal
of Basic and Applied Pharmaceutical Sciences, 30(2), 145-152
Bolhuis, G. K. and Chowhan, Z.T., 1996, Material for Direct Compaction, dalam.
Alderborn, G. and Nystrom, C., 1996, Pharmaceutical Powder
Compaction Technology. Marcel Dekker Inc, New York

Chooi, O. H., 2008, Vegetables for Health and Healing. Utusan Publications &
Distributors Sdn Bhd, Kuala Lumpur.

Cui, S. W. 2005. Food Carbohydrates: Chemistry, Physical Properties, and


Application. CRC Press. Francis.
Fudholi, A. 1983. Metodologi Formulasi dalam Kompresi Direk. Jakarta :
Kongres XI ISFI.
Ginting, E., Widodo, Y., Rahayuningsih, S. A., dan Jusuf, M., 2005,
“Karakteristik Pati Beberapa Varietas Ubi Jalar”, Jurnal Penelitian
Tanaman Pangan. Vol. 24. No 1

Gusmayadi, L., 2006, Uji Campuran 70% Amilum Umbi Singkong Dengan 30%
Amilum Umbi Talas Sebagai Bahan Pengisi Dalam Pembuatan Tablet,
Jurnal Bahan Alam Indonesia, FMIPA UHAMKA, Jakarta.
Hastuti, M. 2008. Pengaruh Perbedaan Suhu Dalam Pembuatan Amilum singkong
Pregelatinasi Terhadap Sifat Fisik Tablet Chlorpheniramin Maleat Secara

53
Kempa Langsung. Skripsi. Fakultas Farmasi universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Horton, H. R., Moran, L. A., Ochs, R. S., Rawn, J. D., and Scrimgeour, K.
G.,2002, Principles of Biochemistry, Prentice Hall, USA.
Koswara, 2006, Teknologi Modifikasi Pati, Ebook Pangan.
Lachman, L. H. A., Lieberman dan J.L. Kanig, 1994, Teori dan Praktek Farmasi
Industri II, Edisi ketiga, Diterjemahan oleh Siti Suyatmi, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Lieberman, H. A., Lachman, L., Schwartz, J.B., 1989, Pharmaceutical Dosage
Form : Tablets. The United States of American: Marcel Dekker, Inc.
Manoi, K., & Rizvi, S. S., 2010, Physicochemical Characteristics of
Phosphorylatedcross-linked Starch Produced by Reactive Supercritical
Fluid extrusion,Carbohydrate Polymers. 81:687-694
Priyambodo B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka Utama,
Yogyakarta.
Richana, N. dan Widaningrum, 2009, “ Penggunaan Tepung Dan Pasta Dari
Beberapa Varietas Ubi Jalar Sebagai Bahan Baku Mi”, J. Pascapanen, Vol
6, No 1, 43-53

Rowe, R. C., Heskey, P.J., dan Weller, P.J., 2003, Handbook of Pharmacheutical
Exicipients, American Pharmaceutical Asociation, United Kigdom.

Rowe, R. C., Sheskey, P. J., dan Owen, S. C., 2006, Handbook of Pharmaceutical
Excipients (5th ed), London: Pharmaceutical Press, 124-127, 691-694,
725-733.

Rowe, R.C., Paul, J. S., Marian, E. Q., 2009, Handbook of Pharmaceutical


Excipients. Sixth Edition. USA : Pharmaceutical Press.
Rubatzky E.V., dan Yamaguchi, M., 1998, Sayuran dunia. Jilid I, Terjemahan
Catur H. ITB Press, Bandung.

Rukmana, Rahmat, 1997, Ubi Kayu Budi Daya dan Pasca panen, Yogyakarta :
Kanisius
Rutenberg, M. W., & Solarek, D., 1984, Starch Derivatives: Production and Uses,
In R. L. Whistler, J. N. Bemiller, & E. F. Paschall (Eds.), IN starch
Chemistry and Technology, Orlando, USA: Academic Press, Inc. 311
388.

54
Salim, E., 2011, Mengolah Singkong Menjadi Tepung Mocaf, Lily Publisher,
Yogyakarta.

Siregar, Charles J.P., 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Safalina, K., 2011, Karakterisasi Fisik-Kimia Pati Ubi Jalar Dari beberapa
Varietas Ubi Jalar (Ipomea batatas (Lamb).L), Skripsi, Fakultas
Teknologi Pertanian, Univesitas Brawijaya, Yogyakarta.
Steenis, Van C.G.G.J.. 2005. Flora. Jakarta: PT Pradnya
Suhery, W. N., A. Halim dan H. Lucida, 2013, “Uji Sifat Fisikokimia Mocaf
(Modified cassava Flour) dan Pati Singkong Termodifikasi untuk
Formulasi Tablet”, Jurnal Farmasi Indonesia, Vol .6. No. 3, Halaman
129-137.
Suparman, 2007. Bercocok Tanam Ubi Jalar. Azka Mulia Media. Jakarta.
Suprapti, M. Lies., 2005, Tepung Tapioka, Pembuatan dan Pemanfaatannya,
Kanisius, Yogyakarta.
Supriyatna, 2009, Farmasetik Dasar Konsep Teoritis dan Aplikasi Pembuatan
Obat, Bandung,.

Subagio, A., Windrati, W. S., Witono, Y., dan Fahmi, F., 2008, Prosedur Operasi
Standar (POS) Produk Mocal Berbasis Kluster, Southeast Asian Food &
agricultural Science & Technology (SEAFAST) Centre-Institut
Pertanian Bogor.
Swarbrick, J., 2007, Encyclopedia Of Pharmaceutical Technology Third Edition,
Pharmacetech, Inc, USA, Hal : 526
Swinkels, J,J,M,. 1985, Composition and Properties Of Commersial Native
starches, Starch/staerke, 25:17
Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V, diterjemahkan oleh
Dr.Soedani Noerono, Penerbit Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Wardhani, I. K., 2010, “Karakterisasi Fisikomekanik Amilum Singkong (Manihot
esculenta Crantz) Pregelatinasi Sebagai Eksipien Dalam Formulasi Tablet”,
Skripsi, Jurusan Farmasi FMIPA, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Wathoni, N., B. Soebagio dan R. R. K., Meko, 2009, Profil Aliran Dispersi Pati
Ubi Jalar (Ipomea Batatas (L)), Farmaka, Vol. 6, No. 2

55
Zubaidi, J., 1980. Analgesik, Antipiretik, Antireumatik dan Obat Pirai. Dalam:
Farmakologi dan Terapi. Edisi 2. Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia . hal 166-68. Jakarta.

Lampiran 1. Skema Kerja Pembuatan Pati alami

Singkong (Manihot utillisima


Pohl.), Bengkuang
(Pachyrhizus erosus L. Urban),
Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)
- Dikupas kulitnya
- Dicuci
- Ditimbang
Singkong, bengkuang
dan Ubi Jalar Tanpa
Kulit
- Dihaluskan menggunakan parutan
- Ditambah aquadest sebanyak berat
sampel
- Dilakukan penyaringan menggunakan
kain flanel

Ampas Hasil Penyaringan

- Dienaptuangkan
- Air dipisahkan dari endapan pati

Air Endapan Pati

- Dicuci dengan aquades secara berulang


hingga diperoleh pati yang bersih
- Air dipisahkan dari endapan pati

56
Air Endapan Pati Bersih

- Dikeringkan menggunakan lemari


pengering pada suhu 50 °C selama 12 jam
- Diayak menggunakan mesh 80
Pati alami
Gambar 4. Skema Kerja Pembuatan Pati alami (Wathoni,2009)
Lampiran 2. Skema Kerja Pembuatan Pati Pregelatinasi

Singkong (Manihot
utillisima Pohl.),
Bengkuang (Pachyrhizus
erosus L. Urban),
Ubi Jalar (Ipomoea batatas
L.)

- Masing-masing disuspensikan
menggunakan aquades 5 % b/v

Suspensi Pati

- Dipanaskan dengan suhu 2°C


dibawah suhu gelatinasi
- Dilakukan pengadukan selama 5
menit

Suspensi Pati yang Telah


Dipanaskan

- Dikeringkan menggunakan oven pada


suhu 50 °C selama 48 jam
- Dilakukan pengayakan menggunakan
ayakan mesh 70

Pati Pregelatinasi

Gambar 5. Skema Kerja Pembuatan Pati Pregelatinasi (Beynum dan Roels, 1985)

57
Lampiran 3. Skema kerja formulasi tablet granulasi basah parasetamol

Pemeriksaan zat aktif dan eksipien

Pembuatan pati pregelatinasi


- Pengukuran partikel serbuk dengan
ayakan vibrasi
Rancangan formula - Bj benar
- Bj nyata
Pembuatan granul (granulasi)
- Bj mampat
- Faktor Hausner
- Kompresibilitas
Evaluasi granul
- Porositas
- Keceptan alir dan sudut diam
- Kadar air
- Porositas
Pencetakan Tablet -- Keseragaman
Kadar air ukuran
- Keseagaman bobot

Evaluasi Tablet - Kekerasan tablet


- Kerapuhan tablet (Friabilitas)
- Friksibilitas
- Waktu hancur
- Penetapan kadar
58 - Disolusi
Gambar 6. Skema kerja formulasi tablet granulasi basah parasetamol

Lampiran 4. Hasil Pembuatan Pati Alami dan Pati Pregelatinasi

Tabel 7. Data Hasil Rendemen Pati Alami dan Pati Pregelatinasi

Nama Pati Berat Pati (g) Rendemen pati Rendemen pati


alami(%) pregelatinasi
(%)
Pati singkong 497,8818 14,64 99,88
Pati ubi jalar 424,9762 9,10 99,81
Pati bengkuang 326,2422 6,79 99,68

Perhitungan hasil rendemen : Rendemen Pati Alami =


Berat Pati Singkong Alami
x 100
Berat Umbi Singkong

497,8818 g
= x 100%
3400 g

= 14,64 %

Berat Pati Singkong Pregelatinasi


Rendemen Pati Pregelatinasi = x 100%
Berat Pati Singkong Alami

149,8221 g
Rendemen pati pregelatinasi = x 100%
150 g

= 99,88%

59
Lampiran 5. Data Pemeriksaan Parasetamol dan Bahan Tambahan

Tabel 8. Data Hasil Pemeriksaan Parasetamol dan Pemeriksaan BahanTambahan

Persyaratan
menurut Hand
Nama bahan
Pemeriksaan Book of Pengamatan
tambahan
Pharmaceutical
dan FI ed.IV
A. Bentuk Serbuk halus Serbuk halus
B. Warna Putih Putih
Parasetamol C. Bau Tidak berbau Tidak berbau
D. Rasa Pahit Pahit
E. Kelarutan 1 : 70 dalam air Agak sukar larut
A. Bentuk Serbuk Kristal Serbuk Halus
B. Warna Putih Putih
Avicel PH-101 C. Bau Tidak berbau Tidak berbau
D. Rasa Tidak berasa Tidak berasa
E. Kelarutan Praktis tidak larut Praktis tidak larut
air air
A. Bentuk Serbuk halus Serbuk halus
B. Warna Putih Putih
Mg Stearat C. Bau Khas Khas
D. Rasa Tidak berasa Tidak berasa
E. Kelarutan Praktis tidak larut Praktis tidak larut
Pati singkong A. Bentuk Serbuk halus Serbuk halus
pregelatinasi B. Warna putih putih

60
C. Bau Tidak berbau Tidak berbau
D. Rasa Tidak berasa Tidak berasa
E. Kelarutan Larut air dingin Praktis tidak larut

Lampiran 5. Lanjutan

A. Bentuk Serbuk halus Serbuk halus


Pati bengkuang B. Warna putih putih
pregelatinasi C. Bau Tidak berbau Tidak berbau
D. Rasa Tidak berasa Tidak berasa
E. Kelarutan Larut air dingin Praktis tidak larut
A. Bentuk Serbuk halus Serbuk halus
B. Warna putih putih
Pati ubi jalar
C. Bau Tidak berbau Tidak berbau
pregelatinasi
D. Rasa Tidak berasa Tidak berasa
E. Kelarutan Larut air dingin Praktis tidak larut

61
Lampiran 6. Hasil pemeriksaan mikroskopik pati

Gambar 7. Hasil Mikroskopik Pati Singkong Alami Perbesaran 10 x

62
Gambar 8. Hasil Mikroskopik Pati Singkong Alami Perbesaran 10 x

Lampiran 6. Lanjutan

Gambar 9. Hasil Mikroskopik Pati Alami Bengkuang Perbesaran 10 x

63
Gambar 10. Hasil Mikroskopik Pati Pregelatinasi Bengkuang Perbesaran 10 x

Lampiran 6. Lanjutan

64
Gambar 11. Hasil Mikroskopik Pati Ubi Jalar Perbesaran 10 x

Gambar 12. Hasil Mikroskopik Pati Pregelatinasi Ubi Jalar Perbesaran 10 x

Lampiran 7. Data Hasil Uji Sifat Fisik Granul Paracetamol

Tabel 9. Data Hasil Uji Sifat Fisik Granul Paracetamol

Formula Formula Formula Persyaratan


Sifat Fisik I II III

Kecepatan alir 0,91 1,04 1,14 ≥ 10 g/detik


(Siregar, 2008)

Sudut diam (°) 28,46° 29,16° 31,71° < 20° Sifat alir
sangat baik
(Aulton, 2001)

Bobot jenis benar (g/mL) 1,331 1,274 1,267

Bobot jenis nyata (g/mL) 0,428 0,394 0,389

Bobot jenis mampat (g/mL) 0,526 0,491 0,500

Kompresibilitas (%) 18,63 19,75 22,2 ˂ 20% sifat aliran


baik (Siregar,

65
2010)

˂ 1.25 sifat alir


1,22 1,24 1,28
Faktor hausner baik (Voigt, 1994)

Porositas (%) 67,9 69,1 69,3

1-5 %
1,84 1,49 1,50
Kadar air (%) (Lachman, 2008)

Lampiran 7. lanjutan

Tabel 10. Data Hasil Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Granul Formula I
( pati singkong pregelatinasi )
Jumlah
Diameter frekuensi
Ukuran partikel (µm) Partikel nxd
(d) (%)
(n)
0 – 149 75 0.12 8.74 0.39
150- 179 164.5 5.57 915.68 18.55
180 – 211 195.5 1.25 243.49 4.15
212 – 249 230.5 0.51 117.35 1.70
250 – 354 302 4.97 1499.78 16.55
355 – 424 389.5 2.32 904.71 7.74
425 – 499 462 1.74 803.83 5.80
500 – 599 549.5 13.53 7436.77 45.11
Jumlah
30 11930.34 100
Diameter aritmatik rata-rata:

∑ 𝑛𝑑 11930,34
𝑑 𝑖𝑛 = ∑𝑛
= = 397,67 µ𝑚
30

66
Keterangan : 𝑑 𝑖𝑛 = rata-rata diameter panjang
∑ 𝑛𝑑 = jumlah diameter rata-rata dikalikan jumlah partikel
∑ 𝑛 = jumlah partikel

50

40
Frekuensi (%)

30

20

10

0
0 100 200 300 400 500 600
Ukuran Partikel

Gambar 10 . Kurva distribusi ukuran partikel Formula I

Lampiran 7. Lanjutan

Tabel 11. Data Hasil Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Granul Formula II
( pati pregelatinasi bengkuang )
Ukuran Jumlah
Diameter Frekuensi
partikel partikel nxd
(d) (%)
(µm) (n)
0 – 149 75 1.13 84.45 3.75
150- 179 164.5 2.55 420.08 8.51
180 – 211 195.5 0.76 148.91 2.54
212 – 249 230.5 0.37 85.88 1.24
250 – 354 302 2.44 735.55 8.12
355 – 424 389.5 1.96 763.77 6.54
425 – 499 462 1.90 878.77 6.34
500 – 599 549.5 18.89 10378.63 62.96
Jumlah
30 13496.05 100

Diameter aritmatik rata-rata:

∑ 𝑛𝑑 13496,05
𝑑 𝑖𝑛 = = = 449,86 µ𝑚
∑𝑛 30

67
70

60

50
Frekuensi (%)

40

30

20

10

0
0 100 200 300 400 500 600
Ukuran Partikel

Gambar 11. Kurva Distribusi Ukuran Partikel Granul Formula II

Lampiran 7. Lanjutan

Tabel 12. Data Hasil Pengukuran Distribusi Ukuran Partikel Granul Formula III
( pati pregelatinasi ubi jalar )
Ukuranpartikel Jumlah
(µm) Diameter ukuran frekuensi
nxd
(d) partikel (%)
(n)
0 – 149 75 2.45 183.84 8.17
150- 179 164.5 1.81 297.17 6.02
180 – 211 195.5 0.79 154.50 2.63
212 – 249 230.5 0.33 75.83 1.10
250 – 354 302 3.36 1015.60 11.21
355 – 424 389.5 1.72 671.03 5.74
425 – 499 462 1.87 861.63 6.22
500 – 599 549.5 17.67 9710.93 58.91
Jumlah 30 12970.53 100
Diameter aritmatik rata-rata:

∑ 𝑛𝑑 12970,53
𝑑 𝑖𝑛 = = = 432,35 µ𝑚
∑𝑛 30

68
70

60

Frekuensi (%) 50

40

30

20

10

0
0 100 200 300 400 500 600
Ukuran Partikel

Gambar 12 . Kurva Distribusi Ukuran Partikel Granul Formula III

Lampiran 7. Lanjutan

Tabel 13. Data hasil uji bobot jenis benar

Data Formula I Formula II Formula III

a 10 ml 10 ml 10 ml
b 15,998 15,999 16,003
c 24,699 24,719 24,725
d 18,263 18,393 18,008
e 25,484 25,475 25,351
ρ 0,8701 g/ml 0,872 g/ml 0,872 g/ml
Bj benar 1,331 g/ml 1,274 g/ml 1,267 g/ml

Keterangan:

a = Volume piknometer

b = Berat piknometer kosong

c = Berat piknometer + parafin liquid

d = Berat piknometer + granul

69
e = berat piknometer + granul + parafin liquid

c–b
ρ=
a

(d – b)
Bj benar = xρ
(d – b) + (c – e)

Contoh perhitungan formula I

24,699 – 15,998
ρ=
10 ml
ρ = 0,8701 g/ml

(18,263-15,998)
Bj benar = x 0,8701
(18,263-15,998)+ (24,699-25,484)

Lampiran 7. Lanjutan

2,265
Bj benar = x 0,8701
1,48
Bj benar = 1,331 g/ml

Tabel 14. Data Hasil Evaluasi Bobot Jenis Nyata, Bobot Jenis Mampat,Persentase
Kompresibilitas, Faktor Hausner, dan Porositas

Volume
Volume
setelah
F Setelah
ketukan ρn ρm
(30 ketukan %K FH Ε
Volume 1250 x (g/mL) (g/mL)
g) 1250 x
awal (mL) (Vt)2
(Vt)1 (mL)
(mL)

I 70 0,428 0,526 18,63 1,22 67,9

70
57 55

61 60
II 76 0,394 0,491 19,75 1,24 69,1

60 59
III 77 0,389 0,500 22,2 1,28 69,3

˂20
˂1.25
%
Persyaratan sifat
sifat
alir
aliran
baik
baik

Lampiran 7. Lanjutan

Perhitungan :

Bobot jenis nyata (𝜌n)

 Formula I
𝑤
𝜌𝑛 =
𝑣
30
𝜌𝑛 =
70
𝜌𝑛 = 0.428 𝑔/𝑚𝐿

Bobot jenis mampat (𝜌m)

 Formula I
𝑤
𝜌𝑚 =
𝑉𝑡

71
30
𝜌𝑚 =
57

𝜌𝑚 = 0,526 𝑔/𝑚𝐿

Persen kompresibilitas (%K)

 Formula I

𝜌𝑚 − 𝜌𝑛
%𝐾 = × 100%
𝜌𝑚

0.526 − 0,428
%𝐾 = × 100%
0.526

%𝐾 = 18,63 %

72
Lampiran 7. Lanjutan

Factor Hausner (FH)

 Formula I

𝜌𝑚
𝐹𝐻 =
𝜌𝑛

0.526
=
0.428

= 1.22

Porositas (E)

 Formula I

𝜌𝑛
𝜀 =1− × 100%
𝜌𝑏

0.428
𝜀 =1− × 100%
1.331

𝜀 = 67,9 %

73
Lampiran 7. Lanjutan

Tabel 15. Data Hasil Evaluasi Kecepatan Alir dan Sudut Diam

Kecepatan Sudut
Formula Waktu Tinggi Diameter
Replikasi alir diam
(30 g) (det) (cm) (cm)
(°)
I 2,58 2,8 10
II 2,82 2,8 10
I 0,91 28,46°
III 2,83 2,8 11
rata-rata 2,74 2,8 10,33
I 3,0 2,8 11
II 3,19 3,0 10,5
II 1,04 29,16°
III 3,24 3,0 10
rata-rata 3,14 2,93 10,5
I 3,43 3,1 10,4
II 3,32 3,2 10
III 1,14 31,71°
III 3,56 3,1 10
rata-rata 3,43 3,13 10,13

≥ 10 g/detik 250> <450


Persyaratan
(Siregar,2008) (Voigt,
1994)

Tabel 16. Data Hasil Uji Kadar Air

Kadar Air (%)


Replikasi
Formula I Formula II Formula III
1 2.26 1.55 1.55
2 1.64 1.48 1.55
3 1.62 1.44 1.41
rata-rata 1.84 1.49 1.50
Persyaratan 1% – 5 % (Lachman,2008)

74
Lampiran 8. Pencetakan Tablet

FORMULA I

FORMULA II

FORMULA III

Gambar 13. Tablet paracetamol

75
Lampiran 9. Data evaluasi Tablet

Tabel 17 . Data Hasil Uji Sifat Fisik Tablet Paracetamol

Sifat Fisik Formula Formula Formula Persyaratan


I II III

Tidak boleh lebih 2


Keseragaman bobot
649.6 649.5 649.7
tablet yang
(g) ± ± ±
0.56 0.71 0.69 menyimpang dari 5%
dan tidak ada 1 tablet
yang lebih dari 10%
(Anonim, 1979)
Diameter tidak boleh
Ketebalan (mm)
4.53 4.67 4.53
melebihi 3 kali dan
± ± ±
0.04 0.06 0.04 tidak kurang dari 1 ⅓
tebal tablet (Anonim,
13.2 13.2 13.2
Diameter (mm)
± 1995)
± ±
0 0 0
0,38 0,75 0,69
Friabilitas (%) ˂ 0,8% (Voigt,1994)

0,13 0,38 0,18


Friksibilitas (%) < 0,8% (Voigt,1994)

8,5 7,4 7,8


Kekerasan (kg/cm²)
± ± ± 4– 8 Kg/cm² (USP)
1,88 1,38 1,23

Waktu hancur (menit) 6.87 1.96 2.97 < 15 menit ( Anonim,


1979 )
Laju disolusi (%) 80,66 92,94 89,82 Q 80% pada menit 30

Penetapan kadar (%) 96,87 105,6 95,35 90-110 %


(Anonim, 1995)

76
Lampiran 9. Lanjutan

Tabel 18. Data Hasil Evaluasi Keseragaman Ukuran

Formula I Formula II Formula III


Tablet Diameter Tebal Diameter Tebal Diameter Tebal
(mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
1 13.2 4.50 13.2 4.70 13.2 4.50
2 13.2 4.50 13.2 4.70 13.2 4.50
3 13.2 4.60 13.2 4.70 13.2 4.50
4 13.2 4.50 13.2 4.70 13.2 4.60
5 13.2 4.50 13.2 4.70 13.2 4.50
6 13.2 4.50 13.2 4.50 13.2 4.50
7 13.2 4.60 13.2 4.70 13.2 4.60
8 13.2 4.50 13.2 4.60 13.2 4.50
9 13.2 4.60 13.2 4.70 13.2 4.50
10 13.2 4.50 13.2 4.70 13.2 4.50
11 13.2 4.50 13.2 4.60 13.2 4.50
12 13.2 4.50 13.2 4.70 13.2 4.60
13 13.2 4.50 13.2 4.70 13.2 4.60
14 13.2 4.60 13.2 4.60 13.2 4.50
15 13.2 4.50 13.2 4.70 13.2 4.50
16 13.2 4.60 13.2 4.60 13.2 4.50
17 13.2 4.50 13.2 4.70 13.2 4.50
18 13.2 4.50 13.2 4.70 13.2 4.50
19 13.2 4.50 13.2 4.70 13.2 4.50
20 13.2 4.50 13.2 4.70 13.2 4.60
Rata-
13.2 4.53 13.2 4.67 13.2 4.53
rata
SD 0 0.04 0 0.06 0 0.04

diameter tidak boleh melebihi 3 kali dan tidak kurang dari


Persyaratan
1 ⅓ tebal tablet

77
Lampiran 9. Lanjutan

Tabel 19. Data Hasil Evaluasi Keseragaman Bobot

Formula I Formula II Formula III


Tablet
(mg) % (mg) % (mg) %
1 649.9 0.05 649.3 0.03 650.3 0.09
2 649.5 0.01 649.1 0.06 649.8 0.02
3 649.3 0.04 649.5 0.00 648.2 0.23
4 649.3 0.04 649.3 0.03 650.0 0.05
5 650.3 0.10 650.7 0.18 650.0 0.05
6 650.5 0.13 650.4 0.14 649.0 0.10
7 650.2 0.09 650.4 0.14 650.0 0.05
8 649.2 0.06 648.6 0.13 650.7 0.2
9 649.0 0.09 649.8 0.05 649.7 0.00
10 649.0 0.09 648.9 0.09 649.7 0.00
11 648.8 0.12 648.7 0.12 649.9 0.03
12 650.3 0.11 650.0 0.08 650.5 0.12
13 649.6 0.00 649.6 0.02 648.7 0.15
14 649.4 0.03 649.7 0.03 648.8 0.13
15 650.5 0.14 649.4 0.01 649.6 0.01
16 650.4 0.13 649.7 0.03 650.0 0.05
17 649.5 0.02 648.1 0.21 650.1 0.06
18 649.9 0.05 648.8 0.10 649.4 0.04
19 649.1 0.07 650.8 0.19 650.9 0.18
20 650.2 0.09 649.1 0.06 649.0 0.10
Rata-rata 649.6 649.5 649.7
Bobot terendah 648.8 648.1 648.2
Bobot tertinggi 650.5 650.8 650.9
Standar deviasi 0.56 0.71 0.69
Tidak boleh lebih 2 tablet yang menyimpang dari 5% dan
Persyaratan
tidak ada 1 tablet yang lebih dari 10% (Anonim, 1979)

78
Lampiran 9. Lanjutan

Tabel 20. Data Evaluasi Kekerasan Tablet

Kekerasan (kg/cm2)
Tablet ke-
Formula I Formula II Formula III
1 10 9 8.5
2 7 8 7
3 7.5 7 7
4 10 8 10
5 8 7 8
6 6 7.5 8
7 14 7.5 9
8 11 9 5
9 7 10 8.5
10 8 9 9
11 10 8 6
12 9 8 8
13 9 6 10
14 7 6 8
15 9 5 8
16 10 7.5 8
17 7 7 7
18 7 6 6.5
19 7 9 7
20 8 5 8
Rata-rata
SD 8.5 ± 1.886 7.4 ± 1.381 7.8 ± 1.238

Persyaratan 4 – 8 kg/cm2 (USP)

Tabel 21. Data Hasil Evaluasi Kerapuhan (Friabilitas) Tablet

Uji Berat (g) Formula I Formula II Formula III Syarat


W1 (g) 13,069 13,021 13,113 %
Friabilitas W2 (g) 13,019 12,923 13,021 kerapuhan
%F 0,38 0,75 0,69 ˂ 0,8%
Keterangan : W1 = berat tablet awal
W2 = berat tablet setelah pengujian

79
Lampiran 9. Lanjutan

Perhitungan :
Kerapuhan (friabilitas) tablet
 Formula I
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔) − 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑔)
𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑢ℎ𝑎𝑛 = × 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔)
13,069 − 13,019
𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑢ℎ𝑎𝑛 = × 100%
13,069
𝑘𝑒𝑟𝑎𝑝𝑢ℎ𝑎𝑛 = 0,38%

Tabel 22. Data Hasil Evaluasi Friksibilitas Tablet

Uji Berat (g) Formula I Formula II Formula III Syarat


W1 (g) 13,057 12,991 13,039 %
Friksibilitas W2 (g) 13,040 12,941 13,014 kerapuhan
%F 0,13 0,38 0,18 ˂ 0,8
Keterangan : W1 = berat tablet awal
W2 = berat tablet setelah pengujian

Perhitungan :
Kerapuhan (friksibilitas) tablet
 Formula I
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔) − 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 (𝑔)
𝑓𝑟𝑖𝑘𝑠𝑖𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = × 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 (𝑔)
13,057 − 13,040
𝑓𝑟𝑖𝑘𝑠𝑖𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = × 100%
13,057
𝑓𝑟𝑖𝑘𝑠𝑖𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = 0,13%

80
Lampiran 9. Lanjutan

Tabel 23 . Data Desintegrasi

Tablet Waktu hancur tablet (menit)


ke- Formula I Formula II Formula III
1 3.60 1.13 2.27
2 3.14 1.43 2.54
3 5.53 1.54 3.09
4 8.36 1.59 3.09
5 8.45 3.03 3.40
6 12.15 3.03 3.40
Rata- 6.87 1.96 2.97
rata
Persyaratan : kecuali dinyatakan lain, waktu hancur tidak lebih dari 15 menit
( Anonim, 1979 )

81
Lampiran 10. Data Penetapan Kadar Paracetamol

Gambar 14. Panjang Gelombang Maksimum Paracetamol Dalam Medium NaOH


0,1 N yaitu 257,5 nm.

Gambar 15. Kurva Kalibrasi Paracetamol Dalam Medium NaOH 0,1 N

82
Lampiran 10. Lanjutan

Tabel 24. Data Penetapan Kadar Tablet Paracetamol

Formula ke- Absorban rata-rata Kadar (%)


I 0,600 96,87
II 0,652 105,6
III 0,591 95,35
Persyraratan 90-110 % (Anonim, 1995)

Contoh perhitungan penetapan kadar paracetamol dalam tablet formula I


Persamaan regresi : y = bx + a
Correlation coefficient r2 = 0,99939
y = 0.07868 x + 0.02835
Tablet Formula I
Absorban : 0,600

y = 0.07868 x + 0.02835
0.600 = 0.07868 x + 0.02835
0.600 – 0.02835
x =
0.07868
= 7,265 µg/mL
Kadar = 7,265 µg/ml x 100 ml x(10/1)x (10/1)
= 72650 µg/ml
= 72,65 mg
72,65
% kadar = x 100%
75
= 96,87 %

83
Lampiran 11. Data Disolusi Tablet Paracetamol

Gambar 16. Panjang gelombang maksimum parasetamol dalam medium Dapar


fosfat pH 5,8

Gambar 17. Kurva kalibrasi parasetamol dalam medium dapar fosfat pH 5,8

84
Lampiran 11. Lanjutan

Tabel 25. Data Absorban Rata-Rata Disolusi Tablet Paracetamol

Waktu (menit) Absorban rata-rata


Formula I Formula II Formula III
5 0,208 0,196 0,163
10 0,312 0,328 0,318
15 0,430 0,431 0,423
20 0,532 0,523 0,508
25 0,637 0,593 0,567
30 0,752 0,643 0,629

Tabel 26. Data Kadar Zat Terdisolusi Tablet Paracetamol

Waktu (menit) Kadar zat terdisolusi (mg)


Formula I Formula II Formula III

5 108,80 136,45 113,26


10 164,51 230,38 223,40
15 227,95 304,36 297,83
20 283,27 371,31 359,40
25 340,48 422,83 403,09
30 403,32 464,74 449,12

Tabel 27. Data Kadar % Terdisolusi Tablet Paracetamol


Waktu (menit) % zat terdisolusi
Formula I Formula II Formula III

5 21,76 27,09 22,65


10 32,90 46,07 44,68
15 45,59 60,87 59,57
20 56,65 74,26 71,88
25 68,09 84,56 80,61
30 80,66 92,94 89,82

85
Lampiran 11 . Lanjutan

100
90
80
70
60
Formula 1
50
Formula 2
40
Formula 3
30
20
10
0
0 5 10 15 20 25 30 35

Gambar 16. Kurva % Disolusi Tablet Parasetamol Formula I, II, dan III.

Contoh perhitungan persen disolusi paracetamol dalam tablet formula I


Persamaan regresi : y = bx + a
Correlation coefficient r2 = 0,99939
y = 0,08492x + 0,00268
Tablet Formula I

Absorban ( A ) : 0,208
Waktu ( t ) : 5 menit
y = 0,08492x + 0,00268
0,208 = 0,08492x + 0,00268
X = 2,4178 µg/mL

2,4178 µg/mL x 900 mL x (10/0,2)


Kadar =
1000
= 108,80 mg
108,80
% kadar = x 100 %
500
= 21,76 %

86
Lampiran 11. Lanjutan

Absorban ( A ) : 0,312
Waktu ( t ) : 10 menit
y = 0,08492x + 0,00268
0,312 = 0,08492x + 0,00268
X = 3,6425 µg/mL

3,6425 µg/mL x 900 mL x (10/0,2)


Kadar =
1000
= 163,91 mg
FK = 5/900 x 108,80 = 0,6044
Kadar setelah dikoreksi = 163,91 + 0,6044 = 164,51 mg
164,51
% kadar = x 100 %
500
= 32,90 %

Absorban ( A ) : 0,430
Waktu ( t ) : 15 menit
y = 0,08492x + 0,00268
0,430 = 0,08492x + 0,00268
X = 5,0320 µg/mL

5,0320 µg/mL x 900 mL x (10/0,2)


Kadar =
1000
= 226,44 mg
FK = 5/900 x 163,91 = 0,9106
Kadar setelah dikoreksi = 226,44 + 0,9106 + 0,6044 = 227,95 mg
227,95
% kadar = x 100%
500
= 45,59 %

87
Lampiran 11. lanjutan

Absorban ( A ) : 0,532
Waktu ( t ) : 20 menit
y = 0,08492x + 0,00268
0,532 = 0,08492x + 0,00268
X = 6,2332 µg/mL

6,2332 µg/mL x 900 mL x (10/0,2)


Kadar =
1000
= 280,49 mg
FK = 5/900 x 226,44 mg = 1,2580
Kadar setelah dikoreksi = 280,49 + 1,2580 + 0,9106 + 0,6044 = 283,26 mg
283,26
% kadar = x 100%
500
= 56,65%

\
Absorban ( A ) : 0,637
Waktu ( t ) : 25 menit
y = 0,08492x + 0,00268
0,637 = 0,08192x + 0,00268
X = 7,4696 µg/mL

7,4696 µg/mL x 900 mL x (10/0,2)


Kadar =
1000
= 336,13 mg
FK = 5/900 x 280,49 = 1,5583
Kadar setelah dikoreksi = 336,13 + 1,5583 + 1,2580 + 0,9106 + 0,6044
= 337,68 mg
340,48
% kadar = x 100 %
500
= 68,09 %

88
Lampiran 11. lanjutan

Absorban ( A ) : 0,752
Waktu ( t ) : 30 menit
y = 0,08492x + 0,00268
0,752 = 0,08192x + 0,00268
X = 8,8238 µg/mL

8,8238 µg/mL x 900 mL x (10/0,2)


Kadar =
1000
= 397,07 mg
FK = 5/900 x 336,13 = 1,8674
Kadar setelah dikoreksi = 397,07 + 1,8674 +1,5583 + 1,2580 + 0,9106 + 0,6044
= 403,27 mg
403,27
% kadar = x 100 %
500
= 80,66 %

89
Lampiran 12. Surat Identifikasi

90
Lampiran 13. Sertifikat Analisis Paracetamol

91
Lampiran 14. Sertifikat Analisis Avicel PH 101

92
Lampiran 15. Sertifikat Analisis Mg Stearat

93
Lampiran 16. Sertifikat Analisis Laktosa

94
Lampiran 17. Gambar Alat

Gambar 17. Mesin Cetak Tablet Rotary Multi Punch

95

Anda mungkin juga menyukai