Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, bahan makanan pokok yang biasa dimakan adalah beras, jagung, sagu, dan
kadang-kadang juga singkong atau ubi. Bahan makanan tersebut berasal dari tumbuhan atau
senyawa yang terkandung didalamnya sebagian besar adalah karbohidrat.
Karbohidrat merupakan segolongann besar senyawa organik yang paling melimpah di bumi.
Karbohidrat memiliki berbagai fungsi dalam tubuh makhluk hidup, terutama sebagai bahan bakar
(misalnya glukosa), cadangan makanan (misalnya pati pada tumbuhan dan glikogen pada
hewan), dan materi pembangun (misalnya selulosa pada tumbuhan, kitin pada hewan dan jamur.
Pada proses fotosintesis, tumbuhan hijau mengubah karbondioksida menjadi karbohidrat. Hasil
dari metabolism primer turunan dari karbohidrat berupa senyawa-senyawa polisakarida yaitu
amilum.
Pati atau amilum merupakan simpanan energi didalam sel-sel tumbuhan, berbentuk butiran-
butiran kecil mikroskopik dengan diameter berkisar antara 5-50 nm. Di alam, pati banyak
terkandung dalam beras, gandum, jagungg, biji-bijian seperti kacang merah atau kacang hijau
dan banyak juga terkandung dalam berbagai jenis umbi-umbian seperti singkong, kentang atau
ubi.
Didalam berbagai produk pangan, pati umumnya akan terbentuk dari dua polimer molekul
glukosa yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer glukosa rantai panjang yang
tidak bercabang, sedangkan amilopektin merupakan polimer glukosa dengan susunan yang
bercabang-cabang. Komposisi kandungan amilosa dan amilopektin ini akan bervariasi dalam
produk pangan, dimana produk pangan yang memiliki kandungan amilopektin tinggi akan
semakin mudah untuk dicerna.
Penampang amilum pada berbagai tanaman tentu berbeda-beda. Karena itu, praktikum kali ini
akan membahas tentang perbedaan jenis amilum pada tumbuhan, yaitu amilum pada kentang
(Solanum tuberosum)dan amilum pada sagu (Metroxylon sagu)

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mengetahui teori dasar tentang amilum.
2. Mengamati amilum kentang (Solanum tuberosum) dan sagu (Metroxylon sagu) dengan uji
organoleptis
3. Membedakan amilum kentang (Solanum tuberosum) dan sagu (Metroxylon sagu) pada
mikroskop

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Dasar

Amilum adalah jenis polisakarida yang banyak terdapat dialam, yaitu sebagian besar tumbuhan
terdapat pada umbi, daun, batang, dan biji-bijian (Poedjiadi, A. 2009).
Amilum merupakan suatu senyawa organik yang tersebar luas pada kandungan tanaman.
Amilum dihasilkan dari dalam daun-daun hijau sebagai wujud penyimpanan sementara dari
produk fotosintesis. Amilum juga tersimpan dalam bahan makanan cadangan yang permanen
untuk tanaman, dalam biji, jari-jari teras, kulit batang, akar tanaman menahun, dan umbi.
Amilum merupakan 50-65% berat kering biji gandum dan 80% bahan kering umbi kentang
(Gunawan,2004).
Amilum terdiri dari dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa,
yaitu amilosa (kira-kira 20 28 %) dan sisanya amilopektin.
losa : Terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang berikatan dengan ikatan 1,4 glikosidik. Jadi
molekulnya menyerupai rantai terbuka.
lopektin : Terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan 1,4- glikosidik dan
sebagian ikatan 1,6-glikosidik. adanya ikatan 1,6-glikosidik menyebabkan terdjadinya cabang,
sehingga molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang. Molekul amilopektin
lebih besar dari pada molekul amilosa karena terdiri atas lebih 1000 unit glukosa (Poedjiadi, A.
2009).
Secara umum, amilum terdiri dari 20% bagian yang larut air (amilosa) dan 80% bagian
yag tidak larut air (amilopektin). Hidrolisis amilum oleh asama mineral menghasilkan glukosa
sebagai produk akhir secara hampir kuantitatif (Gunawan, 2004).
Bentuk sederhana amilum adalah glukosa dan rumus struktur glukosa adalah C 6H11O6 dan
rumus bangun dari - D- glukosa

Amilum dapat dihidrolisis sempurna dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan


glukosa. Hidrolisis juga dapat dilakukan dengan bantuan enzim amilase, dalam air ludah dan
dalam cairan yang dikeluarkan oleh pankreas terdapat amilase yang bekerja terhadap amilum
yang terdapat pada makanan kita oleh enzim amilase, amilum diubah menjadi maltosa dalam
bentuk maltosa (Poedjiadi,A. 2009).
Amilum juga disebut dengan pati. Pati yang diperdagangkan diperoleh dari berbagai bagian
tanaman, misalnya endosperma biji tanaman gandum, jagung dan padi ; dari umbi kentang ;
umbi akar Manihot esculenta (pati tapioka); batang Metroxylon sagu (pati sagu); dan rhizom
umbi tumbuhan bersitaminodia yang meliputi Canna edulis, Maranta arundinacea, dan Curcuma
angustifolia (pati umbi larut) (Fahn, 1995).
Tanaman dengan kandungan amilum yang digunakan di bidang farmasi adalah jagung (Zea
mays), Padi/beras (Oryza sativa), kentang (Solanum tuberosum), ketela rambat (Ipomoea
batatas), ketela pohon (Manihot utilissima) (Gunawan, 2004)
Pada bidang farmasi, amilum terdiri dari granul-granul yang diisolasi dari Zea mays
Linne (Graminae), Triticum aesticum Linne (Graminae), dan Solanum tuberosum Linne
(Solanaceae). Granul amilum jagung berbentu polygonal, membulat atau sferoidal dam
mempunyai garis tengah 35 mm. Amilum gandum dan kentang mempunyai komposisi yang
kurang seragam, masing-masing mempunyai 2 tipe granul yang berbeda (Gunawan, 2004).
Amilum digunakan sebagai bahan penyusun dalam serbuk dan sebagai bahan pembantu
dalam pembuatan sediaan farmasi yang meliputi bahan pengisi tablet, bahan pengikat, dan bahan
penghancur. Sementara suspensi amilum dapat diberikan secara oral sebagai antidotum terhadap
keracunan iodium dam amilum gliserin biasa digunakan sebagai emolien dan sebagai basis untuk
supositoria (Gunawan, 2004).
Sebagai amilum normal, penggunaanya terbatas dalam industri farmasi. Hal ini
disebabkan karakteristiknya yang tidak mendukung seperti daya alir yang kurang baik, tidak
mempunyai sifat pengikat sehingga hanya digunakan sebagai pengisi tablet bagi bahan obat yang
mempunyai daya alir baik atau sebagai musilago, bahan pengikat dalam pembuatan tablet cara
granulasi basah (Anwar, 2004).
Amilum hidroksi-etil adalah bahan yang semisintetik yang digunakan sebagai pengencer
plasma (dalam larutan 6%). Ini merupakan pengibatan tasmbahan untuk kejutan yang disebabkan
oleh pendarahan, luka terbakar, pembedahan, sepsis, dan trauma lain. Sediaan amilum yang
terdapat dalam pasaran adalah Volex (Gunawan, 2004).
Fungsi amilum dalam dunia faramasi digunakan sebagai bahan penghancur atau pengembang
(disintegrant), yang berfungsi membantu hancurnya tablet setelah ditelan (Syamsuni H,A. 2007).

2.2 Deskripsi Tanaman

1. Kentang (Solanum tuberosum)

a) Klasifikasi
Regnum : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : Solanum tuberosum L.
b) Morfologi
Tanaman kentang adalah tanaman herba semusim dan menyukai iklim yang sejuk. Di daerah
tropis cocok ditanam di dataran tinggi. Karena merupakan tanaman herba, maka tanaman
kentang tidak dapat tumbuh tinggi dan tidak berkayu.
Tanaman kentang menghasilkan umbi yang disebut kentang. Tanaman kentang termasuk
tergolong kedalam suku terung-terungan (Solanaceae).
Tanaman kentang merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan dan sekarang
banyak dibudidayakan di Eropa.
Solanum atau kentang merupakan tanaman setahun. Bentuk sesungguhnya menyemak dan
bersifat menjalar. Batangnya berbentuk segi empat, panjangnya bisa mencapai 50-120 cm, dan
tidak berkayu (tidak keras bila dipijat). Batang dan daun berwarna hijau kemerahan-merahan
atau keungu-unguan. Bunganya berwarna kuning keputihan atau ungu, tumbuh di ketiak daun
teratas, dan berjenis kelamin dua. Benang sarinya berwarrna kekuning-kuningan dan melingkari
tangkai putik. Putik ini biasanya lebih cepat masak. Buahnya berbentuk buni, buah yang
berkulit/dindingnya berdaging, dan mempunyai dua ruang. Di dalam buah berisi banyak calon
biji yang jumlahnya bisa mencapai 500 biji. Akan tetapt, dari jumlah tersebut yang berhasil
menjadi biji hanya sekitar 100 biji saja, bahkan ada yang Cuma puluhan biji, jumlah ini
tergantung dari varietas kentangnya. Akar tanaman menjalar dan berukuran sangat kecil bahkan
sangat halus. Akar ini berwarna keputih-putihan. Kedalaman dayatembusannya bisa mencapai 45
cm. Namun, biasanya akar ini banyak yang mengumpul di kedalaman 20 cm. selain mempunyai
organ-organ tersebut, kentang juga mempunyai organ umbi. Umbi tersebut berasal dari cabang
samping yang masuk ke dalam tanah. Cabang ini merupakan tempat menyimpan karbohidrat
sehingga membengkak dan bisa dimakan. Umbibisa mengeluarkan tunas dan nantinya akan
membentuk cabang-cabang baru. Semua bagian tanaman tersebut mengandung racun solanin.
Begitu pula umbinya, yaitu ketika sedang memasuki masa bertunas. Namun, bagian umbi ini,
bila telah berusia tua atau siap panen, racun ini akan berkurang bahkan bisa hilang, sehingga
aman untuk dimakan.
c) Kandungan Kimia
Umbi kentang mengandung alkaloida, flavonoida, pati dan polifenol.
d) Khasiat
Umbi kentang berkhasiat sebagai obat luka bakar, obat kencing manis dan obat kurang darah.

2. Sagu (Metroxylon sagu)

a) Klasifikasi
Regnum : Planta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Metroxylon
Spesies : Metroxylon sagu Rottb.
b) Morfologi
Sagu tumbuh dalam bentuk rumpun. Setiap rumpun terdiri dari 1-8 batang sagu, pada setiap
pangkal tumbuh 5-7 batang anakan. Pada kondisi liar rumpun sagu akan melebar dengan jumlah
anakan yang banyak dalam berbagai tingkat pertumbuhan (Harsanto, 1986). Lebih lanjut Flach
(1983) dalam Djumadi (1989) menyatakan bahwa sagu tumbuh berkelompok membentuk
rumpun mulai dari anakan sampai tingkat pohon. Tajuk pohon terbentuk dari pelepah yang
berdaun sirip dengan tinggi pohon dewasa berkisar antara 8-17 meter tergantung dari jenis dan
tempat tumbuhnya.
Batang
Batang sagu merupakan bagian terpenting karena merupakan gudang penyimpanan aci atau
karbohidrat yang lingkup penggunaannya dalam industri sangat luas, seperti industri pangan,
pakan, alkohol dan bermacam-macam industri lainnya (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Batang sagu berbentuk silinder yang tingginya dari permukaaan tanah sampai pangkal bunga
berkisar 10-15 meter, dengan diameter batang pada bagian bawah dapat mencapai 35 samapi 50
cm (Harsanto, 1986), bahakan dapat mencapai 80 sampai 90 cm (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Umumnya diameter batang bagian bawah agak lebih besar daripada bagian atas, dan batang
bagian bawah umumnya menagndung pati lebih tinggi daripada bagian atas (Manuputty, 1954
dalam Haryanto dan Pangloli, 1992)
Pada waktu panen berat batang sagu dapat mencapai lebih dari dari 1 ton, kandungan acinya
berkisar antara 15 sampai 30 persesn (berat basa), sehingga satu pohon sagu mampu
menghasilkan 150 sampai 300 kg aci basah (Harsanto, 1986; Haryanto danPangloli, 1992).

Daun
Daun sagu berbentuk memanjang (lanceolatus), agak lebar dan berinduk tulang daun di
tengah, bertangkai daun dimana antara tangkai daun dengan lebar daun terdapat ruas yang mudah
dipatahkan (Harsanto, 1986).
Daun sagu mirip dengan daun kelapa mempunyai pelepah yang menyerupai daun pinang.
Pada waktu muda, pelepah tersusun secara berlapism tetapi setelah dewasa terlepas dan melekat
sendiri-sendiri pada ruas batang (Harsanto, 1986; Haryanto dan Pangloli, 1992). Menurut Flach
(1983) dalam Haryanto dan Pangloli (1992) menyatakan bahwa sagu yang tumbuh pada tanah
liat dengan penyinaran yang baik, pada umur dewasa memiliki 18 tangkai daun yang panjangnya
sekitar 5 sampai 7 meter. Dalam setiap tangkai sekitar 50 pasang daun yang panjangnya
bervariasi antara 60 cm sampai 180 cm dan lebarnya sekitar 5 cm.
Pada waktu muda daun sagu berwarna hijau muda yang berangsur-angsur berubah menjadi
hijau tua, kemudian berubah lagi menjadi coklat kemerah-merahan apabila sudah tua dan
matang. Tangkai daun yang sudah tua akan lepas dari batang (Harsanto, 1986).

Bunga dan Buah


Tanaman sagu berbunga dan berbuah pada umur sekitar 10 sampai 15 tahun, tergantung jenis
dan kondisi pertumbuhannya dan sesudah itu pohon akan mati (Brautlecht, 1953 dalam Haryanto
dan Pangloli, 1992). Flach (1977) menyatakan bahwa awal fase berbunga ditandai dengan
keluarnya daun bendera yang ukurannya lebih pendek daripada daun-daun sebelumnya.
Bunga sagu merupakan bunga majemuk yang keluar dari ujung atau pucuk batang sagu,
berwarna merah kecoklatan seperti karat (Manuputty, 1954 dalam Haryanto dan Pangloli,
1992). Sedangkan menurut Harsanto (1986), bunga sagu tersusun dalam manggar secara rapat,
berkuran secara kecil-kecil, waranya putih berbentuk seperti bunga kelapa jantan dan tidak
berbau.
Bunga sagu bercabang banyak yang terdiri dari cabang primer, sekunder dan tersier (Flach,
1977). Selanjutnya dijelaskan bahwa pada cabang tersier terdapat sepasang bunga jantan dan
betina, namun bunga jantan mengeluarkan tepung sari sebelum bunga betina terbuka atau
mekar. Oleh karena itu diduga bahwa tanaman sagu adalah tanaman yang menyerbuk silang,
sehingga bilamana tanaman ini tumbuh soliter jarang sekali membentuk buah.
Bilamana sagu tidak segera ditebang pada saat berbunga maka bunga akan membentuk buah.
Buah bulat kecil, bersisik dan berwarna coklat kekuningan, tersusun pada tandan mirip buah
kelapa (Harsanto, 1986). Waktu antara bunga mulai muncul sampai fase pembentukan buah
diduga berlangsung sekitar dua tahun (Haryanto dan Pangloli, 1992).

c) Kandungan Kimia
Sagu mengandung pati, 94 gram karbohidrat, 0,2 gram protein, 0,5 gram serat, 10mg kalsium,
1,2mg besi, dan lemak, karoten, tiamin, dan asam askorbat dalam jumlah sangat kecil
d) Manfaat
Apabila rantai glukosa dalam pati dipotong menjadi 3-5 rantai glukosa (modifief starch) dapat
dipakai untuk menguatkan daya adhesive dari proses pewarnaan kain pada industri tekstil.

BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum dilaksanakan pada hari rabu, 26 oktober 2011 pukul 08.30. Bertempat di laboratorium
Farmakognosi, Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas
Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
1. Ayakan, digunakan untuk mengayak sagu.
2. Aquadest, digunakan untuk medium pada mikroskop.
3. Blender, digunakan untuk menghaluskan kentang.
4. Cawan porselin, digunakan untuk menampung hasil endapan dari sagu dan kentang yang akan
dikeringkan di oven.
5. Gelas piala 500 ml dan 250 ml, digunakan untuk menampung hasil saringan bahan-bahan yang
telah diblender.
6. Kain kasa/kertas saring, digunakan untuk menyaring bahan-bahan yang akan dijadikan
amilum.
7. Kentang, digunakan sebagai bahan untuk pembuatan amilum.
8. Mikroskop, digunakan untuk melihat penampang dari amilum kentang dan sagu.
9. Oven, digunakan untuk mengeringkan hasil endapan bahan-bahan.
10. Pisau, digunakan untuk mengupas kulit kentang sebelum ditimbang.
11. Sagu, digunakan sebagai bahan yang akan dibuat amilum.
12. Timbangan, digunakan untuk menimbang kentang dan sagu.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
1. Berat Endapan (amilum)
a. Kentang (Solanum tuberosum)
Berat cawan kosong = 48,02 g
Berat cawan beserta isi = 48,14 g
(amilum) = Berat cawan beserta isi - Berat cawan kosong
= 48,14 48,02
= 0,12 g
b. Sagu (Metroxylon sagu)
Berat cawan kosong = 48,02 g
Berat cawan beserta isi = 54,13 g
(amilum) = Berat cawan beserta isi - Berat cawan kosong
= 54,13 48,02
= 6,11 g
2. Tabel Pengamatan Amilum
No Nama Amilum Organoleptis
Warna : coklat muda
Sagu Bau : bau khas
1 Rasa : tawar
(Metroxylon sagu)

Warna : putih keunguan


Kentang Bau : bau khas
2 Rasa : tawar
(Solanum tuberosum)
3. Gambar Penampang Amilum
Medium : Aquadest
Pembesaran : 40x
Kentang Sagu

4.2 Pembahasan
Praktikum yang dilakukan adalah percobaan pembuatan amilum. Dimana menggunakan sampel
yaitu kentang (Solanum tuberosum) dan sagu (Metroxylon sagu). Setiap amilum pada berbagai
tumbuhan bermacam-macam sehingga akan dilihat perbedaan amilum pada kentang dan sagu.
1. Kentang (Solanum tuberosum)
Adapun langkah kerja dari pembuatan amilum kentang yaitu yang pertama disiapkan alat dan
bahan yang digunakan. Kemudian disortasi dan dicuci kentang, hal ini bertujuan agar sampel
yang akan digunakan bebas dari kotoran atau benda-benda asing yang menempel.
Dikupas kulit kentang sebelum ditimbang karena dapat mempengaruhi bobot sampel yang
digunakan. Bagian kentang yang digunakan pembuatan amilum hanya daging umbinya saja.
Dimasukkan kentang yang sudah dipotong-potong kedalam wadah blender, tambah sedikit air
dan blender sampai halus. Tujuan dari langkah tersebut untuk menarik amilum pada kentang.
Amilum dapat larut pada air dan ukuran partikel yang kecil akan mempermudah proses
penarikan amilum dari kentang.
Setelah itu hasil blender kentang disaring menggunakan kain kasa sampil diperas secara perlahan
pada masing-masing wadah atau gelas kimia. Hasil saringannya (filtrat) diambil dan diendapkan
sedangkan residu atau yang tertinggal pada saringan dibuang.
Setelah mengendap, dibuang air rendamannya dan endapannya disalin pada cawan porselin.
Kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven selama beberapa menit pada suhu 40-50oC.
Pengeringan dilakukan agar air (pelarut) dapat menguap dan meninggalkan amilum murni dari
kentang. Suhu yang digunakan 40-50oC karena jika dibawah dari itu air akan sulit diuapkan
sedangkan jika diatas dari suhu tersebut akan berpengaruh pada amilum karena pemanasan
berlebih.
Setelah kering amilum kentang berwarna putih sedikit keunguan dan berbentuk serbuk, baunya
khas dan rasa tawar. Sedangkan amilum sagu berwarna coklat muda dan berbentuk serbuk,
baunya khas dan rasa tawar. Berat endapan kentang yaitu 0,12 g dan sagu 6,11 g.
Dari hasil pengamatan amilum kentang dibawah mikroskop menggunakan medium aquadest dan
pembesaran 40 kali, diperoleh hasil bahwa amilum majemuk, dimana hilus terlihat jelas dan
letaknya di ujung yaitu berupa hilus eksentrik. Lamela amilum kentang terlihat jelas. Hilus yang
dimaksud adalah titik terbentuknya butir tepung sedangkan lamela adalah lapisan pada amilum.
2. Sagu (Metroxylon sagu)
Adapun langkah kerja dari pembuatan amilum sagu yaitu yang pertama disiapkan alat dan bahan
yang digunakan. Kemudian disortasi dengan diayak terlebih dahulu sebelum ditimbang karena
untuk sampel sagu yang akan digunakan hanya yang sudah berukuran kecil dan memisahkan dari
partikel-partikel yang besar atau zat asing bercampur pada sagu.
Karena sagu yang digunakan sudah berukuran kecil sehingga langsung ditambahkan air dan
dicampur. Tujuannya sama seperti pada kentang yaitu untuk menarik amilum pada sagu.
Setelah itu hasil campuran sagu disaring menggunakan kain kasa sampil diperas secara perlahan
pada masing-masing wadah atau gelas kimia. Hasil saringannya (filtrat) diambil dan diendapkan
sedangkan residu atau yang tertinggal pada saringan dibuang.
Setelah mengendap, dibuang air rendamannya dan endapannya disalin pada cawan porselin.
Kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven selama beberapa menit pada suhu 40-50oC.
Pengeringan dilakukan agar air (pelarut) dapat menguap dan meninggalkan amilum murni dari
sagu. Suhu yang digunakan 40-50oC karena jika dibawah dari itu air akan sulit diuapkan
sedangkan jika diatas dari suhu tersebut akan berpengaruh pada amilum karena pemanasan
berlebih.
Didapatkan amilum sagu berwarna coklat muda dan berbentuk serbuk, baunya khas dan rasa
tawar. Berat endapan sagu 6,11 g. Hasil pengamatan dibawah mikroskop menggunakan medium
aquadest dan pembesaran 40 kali. Amilum sagu yaitu amilum bertipe kosentrik, terdapat hilus
dan lamela, namun hilusnya tidak terlalu jelas kelihatan jika dibandingkan hilus pada kentang.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Amilum merupakan salah satu bagian dari sel yang bersifat non protoplasmik yang ada
didalam plastida. Perkembangan amilum dimulai dengan terbentuknya hilus, kemudian diikuti
oleh pembentukan lamella yang semakin banyak.
2. Setelah kering amilum kentang berwarna putih sedikit keunguan dan berbentuk serbuk, baunya
khas dan rasa tawar. Sedangkan amilum sagu berwarna coklat muda dan berbentuk serbuk,
baunya khas dan rasa tawar. Berat endapan kentang yaitu 0,12 g dan sagu 6,11 g.
3. Amilum pada kentang merupakan amilum setengah majemuk diadelf, yaitu butir amilum
mempunyai lebih dari satu hilus yang masing-masing dikelilingi lamella dan diluarnya
dikelilingi lamela bersama, dan bersifat eksentrik. Sedangkan pada sagu, hilus dan lamela tidak
terlalu jelas saat dilakukan pengamatan dibawah mikroskop.

5.2 Saran
1. Sebaiknya kentang dicuci terlebih dahulu sebelum diblender agar tehindar dari zat pengotor
yang akan mempengaruhi hasil rendamennya.
2. Saat mengamati amilum dibawah mikroskop, sebaiknya medium yang digunakan jangan terlalu
banyak, karena akan mempengaruhi penampang yang diamati. Jika terlalu banyak medium,
globul air akan mempersulit kita untuk mengamati hilus dan lamella yang terbentuk.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, E. et al.2004.Pemanfaatan Maltodekstrin Pati Terigu Sebagai Eksipien dalam Formula
Sediaan Tablet dan Niosom.Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Adam,M.,Hasan,H.2011.Penuntun Praktikum Farmakognosi.Gorontalo: Universitas Negeri


Gorontalo

Fahn, A.1995.Anatomi Tumbuhan edisi ketiga.Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Gunawan,D.,Mulyani,S.2004.Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) jilid 1. Jakarta: Penebar Swadaya

Harsanto, P.B., 1986. Budidaya dan Pengolahan Sagu. Kanisius. Yogyakarta.

Haryanto, B. Dan Pangloli, P., 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius. Yogyakarta.

Jumadi, A., 1989. Sistem Pertanian Sagu di Daerah Luwu Sulsel. Thesis Pasca Sarjana IPB.
Bogor.

Poedjiadi.2009.Dasar-dasarBiokimia.Jakarta:Universitas Indonesia Press


Syamsuni, H. A. 2007. Ilmu Resep.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai