Anda di halaman 1dari 29

BAB 4

SIFAT MAGNETIK BATUAN

4.1. Dasar Fisik dan Satuan

Sifat magnetik menggambarkan perilaku bahan di bawah pengaruh medan


magnet. Fenomena magnetik muncul dari gerakan partikel bermuatan listrik dalam
bahan. Ada tiga kelompok utama bahan berdasarkan sifat magnetik:
(1) Bahan diamagnetik:kulit elektron pada bahan sudah lengkap; di bawah pengaruh
medan magnet elektron berputar presesi dan menghasilkan magnetisasi dalam
arah yang berlawanan dengan yang ada pada medan yang digunakan sesuai
dengan hukum Lenz.
(2) Bahan paramagnetik:kulit elektron dari bahan ini tidak lengkap; di bawah
pengaruh medan magnet elektron berputar presesi dan menghasilkan momen
magnetik yang memiliki arah yang sama dengan medan yang digunakan.
Disebabkan olehspin elektron pada elektron-elektron yang tidak berpasangan,
terdapat penjajaran sebagian momen dipol atom untuk meningkatkan magnetisasi
dalam arah medan magnet.
Dengan demikian, efek ini hanya ada pada medan terapan dan medan yang
lemah.Dalam kedua kasus, kekuatan induksi magnetisasi M (momen magnetik dipole
persatuan volum).
Hubungannya dengan medan magnet H:
M .H (4.1)
dengan suseptibilitas magnetik
M

H (4.2)
Secara umum, suseptibilitas adalah tensor pangkat dua. Jika tidak dinyatakan,
simbol berarti suseptibilitas "rata-rata, isotropik semu".

1
Bahan diamagnetik, memiliki suseptibiitas negatif;secara umum besarnya
mineral pembentuk batuan -10-5 (SI). Bahan paramagnetik memiliki suseptibiitas
positif antara 10-4 dan 10-2 (SI) untuk mineral umum pembentuk batuan (Tarling dan
Hrouda, 1993).
Suseptibiitas diamagnetik tidak tergantung suhu. Suseptibiitas paramagnetik
bergantung pada suhu diberikan oleh hukum Curie atau hukum Curie-Weiss.
(3) Bahan Ferromagnetik, antiferromagnetik, dan ferrimagnetik: Jenis
kemagnetanterjadi pada bahan denganspin elektron secara spontan
(magnetisasi spontan) dengan cara garis magnetisasi berputar individu bahkan
tanpa adanya suatu magnet eksternal yang diterapkan dilapangan. Perilaku
magnetik dijelaskan oleh keberadaan dan sifat-sifat unsur volume magnetik
disebut "domain magnetik" (single-domain,multi-domain). Fenomena
ferromagnetik, antiferromagnetik, dan ferrimagnetik juga dapat dibahas sebagai
suatu bahan yang mengandung ion dengan momen magnetik intrinsik. Interaksi
pertukaran antara ion ini (Bleil dan Petersen, 1982).
Bahan tersebut adalah seperti (gambar 4.1):
Feromagnetik momen-momen intrisiknya berdekatan orientasinya paralel
dengan menghasilkan momen eksternal makroskopik.
Antiferromagnetik momen-momen intrisiknya sama tapi orientasinya
antiparalelsehingga momen eksternal makroskopiknya nol,
Ferrimagnetik untuk perbedaan momen-momen intrisiknya antiparalel dan
besarnya berbeda demikian juga momen eksternal yang dihasilkan.
Ketika suhu lebih tinggi,
- Suhu Curie Tc untuk ferromaagnetik/ferrimagnetik,
- Suhu Neel ntuk anti feromagnetik
material memiliki sifat paramagnetik

2
Gambar 4.1 Skema ilustrasi dari orientasi pada momen magnetik untuk bahan
feromagnetik, anti feromagnetik, dan ferrimagnetik.

Bahan ferromagnetik dan ferimagnetik menunjukkan loop histeresis untuk


ketergantungan magnetisasi pada kekuatan medan magnet. Magnetisasi tergantung
pada kekuatan medan "sejarah magnet" dan menunjukkan fenomena
remanenkemagnetan (gambar 4.2). Suseptibilitas magnetik bahan ferromagnetik dan
ferrimagnetik jauh lebih kuat daripada bahan paramagnetik dan juga tergantung pada
kekuatan medan magnet dan sejarah magnetik. Gambar 4.2 menunjukkan contoh dari
kurva hysteresis untuk batu alam.

Gambar 4.2. Kurva hysteresis magnetik:a) skema, b) kurva histeresis pada batuan
vulkanik; Nagata (1961), nilai-nilai dikonversi ke satuan SI.Saturasi
magnetisasi Ms , remanen magnetisasi Mr ,koersitif kekuatan medan Hc

3
Perlu dicatat bahwa bentuk kurva hysteresis dan besarnya parameter
bervariasi, tergantung
Sifat intrinsik pada komponen ferrimagnetik,

Ukuran butir, dan


Tekanan internal
Oleh karena itu, informasi pada struktur domain dapat diperoleh dari rasio
pada saturasi remanen dengan saturasi magnetisasi dan rasio pada remanen
koercitivitif dengan gaya koersif (Petersen dan Bleil, 1982).
Persamaan 1-4 berhubungan dengankekuatan magnetisasi yang diaplikasikan
medan magnet; kedua besaran memiliki satuan A/m (Ampere per meter) dalam SI.
Induksi magnetik B didefinisikan sebagai jumlah vektor pada induksi magnetik bumi
oH dan magnet induksi dalam batuan oleh medan magnet bumi oM

B = oH+oM = o(H+M) = oH (4.3)


dengan: o permeabilitas magnetik untuk ruang hampa

o = 4 10-7 Vs A-1m-1
permeabilitas magnetik relatif

dari yang mengikuti hubungan sederhana antara dua sifat material dan
= 1 + (4.4)

Dalam beberapa kasus, "suseptibilitas massa spesifik" yang digunakan

g = /d (4.5)

dengan d adalah densitas dan g dalam m3kg-1. Akibatnya, adalah "suseptibilitas


volumetrik spesifik".
Secara umum bahan ferromagnetik dan ferrimagnetik, magnetisasi M adalah
jumlah magnetisasi induksi Mi dan remanen magnetisasi Mr,
M = M i + Mr (4.6)

4
Rasio remanen magnetisasi Mr dan induksi magnetisasi Mi disebut
"rasioKoenigsberger Q".
Mr
Q
Mi (4.7)
Tabel 4.1 menunjukkan satuan dan konversi untuk sifat yang digunakan.

Tabel 4.1. Satuan dan konversi magnetik

Simbol Satuan SI Satuan cgs Konversi


1 Oe = 103/4 Am-1
H Am-1 Oe (Oersted)
1 Am-1 = 410-3 Oe = 1.257 10-2 Oe
T (Tesla) 1 Gauss = 104 T
B Gauss
1 T = 1 Vs m-2 1T = 104 Gauss
1 Gauss = 103 A m-1
M Am-1 Gauss
1 Am-1 = 10-3 Gauss
(SI) = 4 (cgs)
dimensi -
(cgs) = 1/(4) (SI)
Q dimensi - -

Publikasi fundamental dan ulasan komprehensif tentang kemagnetan batuan


adalah: Mooney dan Bleifuss (1953), Nagata (1961, 1966), Angenheister dan Soffel
(1972), Stacey dan Banerjee (1974), Bleil dan Petersen (1982), Petersen dan Bleil
(1982 ), Tarling dan Hrouda (1993). Literatur palaeomagnetism dan aplikasi geologi,
geofisika dan arkeologi (misalnya tarling, 1983). Hasil terbaru tentang aspek
paleomagnetisme diterbitkan dalam Edisi Khusus "Paleomagnetism: Database dan
teknik eksperimental" (McClelland dkk., 1990..).

4.2. Sifat Magnetik: Unsur Pokok Batuan

4.2.1. Sifat Mineral Magnetik


Mineral diklasifikasikan sebagai
Mineral diamagnetik,
Mineral paramagnetik,
Mineral feromagnetik,

5
mineral ferrimagnetik,
Mineral antiferromagnetik.
4.2.1.1 Mineral diamagnetik dan paramagnetik

Tabel 4.2 Menunjukan nilai suseptibilitas mineral diamagnetik. Untuk lebih


detailnya lihat data Clark (1966), Lindsley dkk (1966), Melnikov dkk, (1975), Bleil
dan Petersen (1982).

Tabel 4.2 Suseptibilitas pada mineral diamagnetik;

Referensi; B, P - Bleil dan Petersen (1982) dan petersen (1985), T,H -Tarling dan
Horouda, 1993 (nilai individu); D, M - Dortman (1976) dan Melnikov dkk (1975);
data dikonversi dalam SI; nilai dalam kolom kedua dikalkulasi dari data pada
kolom pertama dan nilai densitas.

Mineral g (10-8kg-1m3) (10-6) (10-6) (10-6)


B,P B,P D,M T,H
Orthoclase -0.58 - 12.5 -6.3
Zircon (a-axis) -0.21 -10.0 -10
Zircon (c-axis) 0.92 43.0
Quartz -0.58 -12.4 -16.3 -13.4, -15.4
Anhydrite -2.11 -59.3
Galena -0.44 -33.4 -32.7
Sphalerite -0.33 -13.5 -60.3
Aragonite -0.52 -15.2 -17
Calcite -0.48 -13.0 -14-40 -13.8
Dolomite -38.0
Halite -0.48 -10.4 -14
Apatite -0.33 -10.6
Diamond -0.62 -21.7
Fluorite -0.79 -24.0 -11

Kehadiran non-stoikiometrik ion Fe- atau Mn, beberapa mineral mungkin


memiliki sifat paramagnetik (Petersen, 1985). Beberapa nilai dipublikasian oleh
Dortman (1976) positif dan relatif tinggi, sehingga diasumsikan bahwa sampel
penyelidikan memiliki ketakmurnian (Fe, Ti), yang menghasilkan komponen positif.
Bleil dan Petersen (1985) menandai data mereka bilangan pada mineral ... Keduanya
didaftarkan dalam tabel mineral paramagnetik dan mineral diamagnetik. contoh

6
gypsum dengan nilai satu (mineral murni) g = -1.25 x 10-8m3kg-1 dan rentangnya
dari 50 x 10-8 sampai 330 x 10-8 m3kg-1 (keduanya ketakmurnian ferrimagnetik)
Tabel 4.3 menunjukkan nilai suseptibilitas untuk mineral paramagnetik

Tabel 4.3. Suseptibilitas pada mineral paramagnetik, referensi: B, P - Bleid dan Petersen
(1982) dan Petersen (1985), T, H - Tarling dan Horouda, 1993 (nilai individual);
M -Melnikov dkk., 1975; D -Dortman (1976); data dikonversi kedalam SI, nilai
dalam kolom sekon dikalkulasi dari data kolom pertama dan nilai
densitas.
Mineral g (10-8kg-1m3) (10-6) (10-6) (10-6)
B,P B,P D,M T,H
Olivine 5...130 29 990 250...5000
Orthopyroxene 3...92 43 1420 380...5000
Clinopyroxene 16...77 47 1550 250...4800
Amhibole 16...100 49 1570 630...5000
Garnet 13...155 69 2600 13...3000
Hornblende 6...100 8920
Biotite 998, 1180,
52 1500 1250...3000
1230,1290
Muscovite 0...25 8 226 4800 122, 165,
Chlorite 70, 358, 370,
1550
Tourmaline 2...40 18 560 630...1260 1690
Cordierite 7...42 21 530
Dolomite 1080 13...1300

Nilai tinggi terutama dalam data Dortman (1976) mungkin disebabkan oleh
hubungan yang relatif tinggi pada ketakmurnian ferrimagnetik. Teori Langevin
memberikan hubungan antara massa suseptibilitas dan temperatur, sejumlah momen
magnetik pada ion magnetik (seperti Fe2+, Fe3+, Mn2+).
Suseptibilitas paramagnetik sebagian besar dikontrol dengan Fe2+, Fe3+ dan
Mn2+ (Bleil dan Petersen, 1982), hubungan empiris antara suseptibilitas dan
kandunga Fe (Cfe dalam %) direkomendasikan untuk aplikasi praktikal (Petersen
1985)
g = 3.48.Cfe (4.8)

7
dengan hasil g dalam m3kg-1. Korelasi diperoleh untuk mineral garnet, tourmaline,
biotite, muscovite, amphibole, cordierite, dan pyroxene dengan kandungan Fe antara
0 sampai 30%. Dortman (1976) menggambarkan hubungan yang kuat antara
kandungan material ferrimagnetik dan mineral suseptibilitas, diperlihatkan pada
gambar 4.3.

Gambar 4.3 Suseptibilitas magnetik vs ferrimagnetik Cfe (dalam %) data dari


Dortman (1976); 1. biotite 2. Amphibolite 3. Pyroxene.

4.2.1.2 Mineral ferromagnetik, antiferromagnetik dan ferrimagnetik

Kelompok mineral ferrimagnetik sangat penting dan berlimpah dalam batuan


seperti besi, oksida besi-titanium. Besi oksida dan besi sulphides signifikan tapi
bukan berlimpah (Bleil dan Petersen, 1982).
Fe-Ti-Oksida magnetik dominan bahan terutama pada batuan magmatik.
Terutama dalam sistem ternary (gambar 4.4).FeO - Fe2O3 (hematit dan maghemit) -
TiO2 (rutile).
Dapat dilihat pada sistem pengetahuan dasar untuk memahami
karakteristik ferrimagnetik pada batuan secara umum (Nagata, 1966). Sistem ternary
berisi komposisi kimia pada

8
berisi oksida sederhana pada magnetism batuan (Nagata, 1961): FeO (wustite),
Fe3O4 (magnetite), -Fe2O3 (maghemite), -Fe2O3 (hematiet), FeTiO3 (ilminite)
Fe2TiO4 (ulvospinel), Fe2TiO5 (pseudobrookite) dan FeTi2O5 (ilmeno-rutile,
ferropseudobrookite) dan
Empat deret pada sistem: Titanomagnetite, ilmeno-hematite, pseudobrookite,
titanomaghemite.

Gambar 4.4 Sistem ternary FeO -Fe2O3 -TiO2 dengan jenis deret: (a -pseudobrookit, b
-ilmenite-hematite, c-titanomagnetite), arah oksidasi ditunjukan pada
anak panah.

Menggambarkan hubungan beberapa sifat yang relevan dan parameter; untuk


penlitian lebih lanjut lihat literatur pada subyek. Nagata (1961), Stacey dan Banerjee
(1974), Bleil dan Petersen (1982).
Deret Titanomagnetite: struktur kubik; deret ini memiliki keluarga magnetite dan
ulvospinel dengan rumusan umum:
Fe3-xTixO4 dengan 0 x 1
Magnetisasi saturasi spesifik, suseptibilitas awal, dan temperatur Curie menurun
(lihat tabel 4.4) dengan hubungannya x meningkat.
Tc= 851-580x - 150x2 (4.9)

9
dengan keadaan berlimpah pada titanomagnetites, Bleil dan Petersen (1982)
menyebutkan Titanomagnetites ... mineral magnetik paling umum dalam batuan
beku ... magnetite terjadi dalam jumlah besar pada jenis batuan beku, metamorf,
sedimen, pada beberapa meteor, tapi bukan dalam sampel bulan. Secara khusus,
membentuk berbagai jenis reaksi subsolid. Sebagai pembawa magnetism batuan,
magnetite sangat berlimpah dan mineral oksida penting. Ulvospinel adalah kristal
alami yang jarang dalam batuan bumi. Itu sering diteliti pada sampel bulan.
Deret ilmenite-hematite: struktur Hexagonal, deret ini anggota terakhir dari
ilmenite dan hematite dan rumusan umum.
Fe2-xTixO3 denga 0 x 1
Untuk hubungan kompleks antara sifat dan komposis merujuk pada Bleil dan
Petersen (1982). Deret ini menghasilkan orientasi karakteristik.; Hematite membawa
magnetisasi remanen pada sedimen (sebagian besar dalam bulir spekular dan
pigmen). Batuan beku, komposisi primer menceritakan deret pada kimiaBulk pada
batuan.
Deret Pseudobrookite: struktur Orthorhombic, deret ini didefeniskan anggota
akhir pseudobrookite Fe2TiO5 dan ferropseudobrookite FeTi2O3. Pada
temperatur kamar, pseudobrookite bersifat paramagnetik (Bleil dan Petersen,
1982). Terjadi secara alami dalam batuan beku dan metamorf.
Tabel 4.4 temperatur curie dan Neel untuk beberapa mineral (Bleil dan Petersen, 1982).
Kelompok Deret Tc, Tn dalam K
Titanomagnetite
Magnetite Tc= 850
Ulvospinel Tc = 115, 120
Ilmenite - hematite
Hematite Tn = 950
Ilmenite Tn = 55...68
Deret Titanomaghemite: struktur spinel; titanomaghemite dihasilkan oleh
oksida pada titanomagnetites pada temperatur dibawah 300oC (Petersen, 1985)
dengan perubahan Fe2+ menjadi Fe3+. Pada salah satu akhir maghemite dan anggota
lainnya digambarkan dalam formula (Fe, Ti, )3O4, dengan merupakan ruang dalam

10
site besi metal pada struktur kristal. Sifat magnetik dikontrol komposisi dan
dipengaruhi oleh rasio oksida Fe2O3/(Fe2O3+FeO), temperatue Curie meningkat
dengan meningkatnya rasio oksidasi. Titanomaghenite unsur pokok magnetik
sebagian besar dalam dasar laut basaltik, tapi terjadi dalam batuan beku kontinental
(Bleil dan Petersen, 1982).
Phyrrhotite FeS1+x adalah mewakili sulphides besi (monoklinik dan
Hexagonal), dengan sifat ferrimagnetik. Nagata (1966) sampel yang dianalisis pada
batuan erupsi dan ditunjukan lebih dari 90% bahan magnetik bagian dari deret
Titanomagnetite dan ilmenite-hematite.
Suseptibilitas bergantung pada hasil kekuatan medan magnetik untuk mineral
ferrimagnetik, dan ferromagnetik. Demikian, nilai dalam tabel 4.5 hanya untuk
orientasi secara umum.
Tabel 4.5 Nilai rata-rata suseptibilitas untuk mineral ferromagnetik dan ferrimagnetik,
Dortman (1976) dan Telfor dkk., (1990).
(SI)
(SI) Dortman
Mineral Telford dkk., 1990 Rata-rata
(1976), rentang
rentang
Magnetite 8.825 1.219.2 6
Ulvospinel 3.825
Maghemite 10-510
Hematite 10-410-3 0.5x10-33.5x10-2 6.5x10-3
Pyrrhotite 10-110-2 10-36 1.5
Ilmenite 0.33.5 1.8
Chromite 10-310-2 3x10-31.1x10-1 7x10-3

4.2.2 Sifat Magnetik Fluida


Kebanyakan fluida bersifat diamagnetik dan hanya memiliki pengaruh yang
sangat kecil terhadap sifat magnetik batuan. Untuk cairan Kabranova (1989)
memberikan nilai suseptibilitas sebagai berikut:
air = -0.9.10-5 dan minyak = -1.04.10-5
Mineralisasi memiliki efek kecil, sebagian karena sebagian garam juga diamagnetik.

11
Komponen gas juga diamagnetik, kecuali oksigen bersifat paramagnetik.
Nilai terendah yaitu air air = 0.04x10-5 . Untuk gas hidrokarbon Kobranova (1989)
memberikan suseptibilitas sekitar -10-8 .

4.3 Sifat magnetik Batuan

4.3.1 Gambaran
Sifat magnetik pada batuan dikontrol dengan konstituen mineral yang
memiliki efek magnetik, fraksi mineral dengan total volume batuan mungkin sangat
kecil, dua kosenkuensi hasil (Carmichael, 1989).
Sifat magnetik cukup variabel dalam jenis batuan, inhomogenitas tergantung
pada kimia, pengendapan atau kristalisasi, kondisi setelah formatif.
Sifat magnetik tidak belum tentu sesuai prediksi oleh jenis batuan litologi (nama
geologi). Hal ini karena batu geologi (klasifikasi geologi, bab 1) umumnya diberi
atas asal-usul dan mineralogi kasar, tapi sebagian kecil dari konstituen mineral
mengendalikan sifat magnetik.
Mineral paling berlimpah dalam batuan secara umum paramagnetik atau
diamagnetik. Sifat magnetik batuan dikontrol oleh mineral ferrimagnetik, dipusatkan
melalui dalam jenis batuan major jarang melebihi volume 10%. (Petersen dan Bleil,
1982). Mineral pada Fe-Ti (batuan beku) lebih dominan; batuan sedimen; Fe-
hydroxida juga penting. Tabel 4.6 menunjukan nilai untuk FeO, Fe2O3 dan TiO2 dan
gambar 4.4 menunjukan skema kontribusi mineral pada suseptibilitas batuan.
Suseptibilitas memiliki berbagai nilai untuk satu jenis batuan atau lebih atau
kurang lebih dan aturan yang berbeda ditunjukan pada gambar 4.5,
Suseptibilitas untuk tiap jenis batuan bervariasi besarnya
Suseptibilitas batuan magmatik meningkat dariasam ke batuan dasar,
Suseptibilitas pada batuan sedimen meningkat dengan meningkatnya kandungan
lempung.

12
Gambar 4.4 kontribusi mineral pada suseptibilitas batuan , semua butiran mineral
dalam batuan berkontribusi terhadap totalsuseptibilitas , tetapi pengaruh
masing-masing tergantung pada suseptibilitas intrisik serta kosentrasi
masing-masing (Tarling dan Horouda, 1993)

Tabel 4.6. Berarti FeO-, Fe203-, dan Ti02- mengandung (vol.%) pada beberapa batu
(FROLICH, 1959).
Jenis Batuan FeO Fe203 Ti02

Granite 1.78 1.57 0.39


Syenite 3.28 2.74 0.67
Batuan Intrusif Diorite 4.40 3.16 0.84
Gabbro 5.95 3.16 0.97
Dunite 5.54 2.84 0.02

Rhyolite 1.65 0.48


Trachyte 0.31 2.64 0.38
2.62
Batuan Ekstrusif Dacite 1.90
2.38 0.57
Andesite 3.13 6.37 3.33 0.77
Basalt 5.38 1.36

0.30 1.08 0.25


Batuan Sedimen Sandstone Shale
2.46 4.03 0.65

Batu gamping 0.54 0.06

13
Gambar 4.5 Jangkauan rata-rata pada nilai suseptibilitas untuk jenis batuan yang
berbeda. Kotak -data dari Melnikov (1975), Dortman (1976), Militzer
dan Scheibe (1976); garis (padat) -data dari Mooney dan Bleiful (1953);
garis (titik-titik) dari data Jakosky (1950)

Menggunakan inti dari hole pilot KTB, nilai suseptibilitas diplot untuk jenis
batuan yaitu gneiss dan metabasite (gambar 4.6), yang menunjukan pemisahan
signifikan pada jenis batuan dengan suseptibilitas.

Gambar 4.6 Distribusi frekuensi log-normal pada suseptibilitas magnetik; 0...3890


m; n-bilangan pada nilai terukur. Inti diambil dari KTB (Kontinentale
Tiefbohrung, Jerman); Bucker dkk., (1990).

Beberapa penambahan ilustrasi keterangan perilaku kompleks pada sifat


magnetik keduanya dan informasi hubungan potensial:

14
a) Suseptibilitas pada jenis batuan beku adalah dipengaruhi keadaan genetik spesifik.
Gambar 4.7 memberikan penjelasan tentang perbandingan dua ilustrasi pada granit
masif di Saxonian Erzgebirge.

Gambar 4.7 Histogram nilai suseptibilitas untuk dua ilustrasi Kirchberg Granite
(Saxony, Jerman); Damm (1988). 1 -ilustrasi terbaru 2 -ilustrasi lama

Untuk batuan metamorf, Dortman (1976) menggambarkan skema perbedaan karakter


dan genesis batuan (para dan ortho-metamorphites), lihat gambar 4.8

Gambar 4.8 Suseptibilitas diantara para- dan ortho-metamorf Dortman (1976); Am -


amphibolites; ch-b -chloritic-biotitic; b -am -biotitic-amphibolitic; Fe-Q
-Fe-quartzite

b) Proses perubahan sangat mempengaruhi perilaku magnetik. Sebagai contoh,


Henkel dan Guzman (1977) (oksidasi dari magnetite menjadi hematite) daerah
patahan pada singkapan dengan anomali magnetik negatif. Dampak dari perubahan
ditunjukan menggunakan plot rasio nilai suseptibilitas dengan Koenigsberger Q,
menunjukan penurunan dengan perubahan peningkatan Q.

15
Penelitian lain seperti granit oleh Svaneke (Sweden) menunjukan perubahan
pada mineral mafit (hornblende dan biotite) kedalam hasil chlorite dan magnetite
dalam peningkatan suseptibilitas dengan perubahan peningkatan derajad (Platou,
1968). Untuk penelitian kompleks (klasifikasi batuan dan masalah diagnostic),
Henkel (1976) merekomendasikan plot densitas-suseptibilitas.
c) Kopf dkk., (1981) membangun hubungan antara suseptibilitas dan kandungan
mineral lempung Vlempung (persentase dalam volume sesuai analisis X-ray untuk
lempung, silt, batupasir (sedimen Cenozoic dan Mesozoic dari Utara Jerman) dan
memperoleh persamaan empiris (dikonversi ke satuan SI) dengan koefisien regresi
0.95.
66.8 x106.Vlempung
0.562
(4.10)
4.3.2 Hubungan antara Suseptibilitas dan Kandungan Magnetik Bahan
Suseptibilitas batuan dikendalikan kuat oleh jenis mineral magnetik dan
konsentarsi dalam batuan . Sebab, magnetite dan mineral magnetik lebih umum pada
deret besi-titanium oksida (Hearst dan Nelson, 1985), ini membedakan hubungan
antara suseptibilitas batuan dan kandungan magnetite ditunjukan dalam gambar 4.9
dan 4.10.
Hubungan untuk site spesifik dapat diekspresikan dengan hubungan dari
a.Vmb ( 4.11)
dengan Vm fraksi volume magnetite (kebanyakan dalam %); dan b nilai empiris.
Normalnya, jangkauan b antara 1.0 dan 1.4 (Grant dan West, 1965; lihat Hearst dan
Nelson, 1985). Tabel 4.8 berisi beberapa parameter nilai empiris pada persamaan
(4.11).

16
Gambar 4.9 Hubungan antara suseptibilitas dan kandungan fraksi ferromagnetik CFe
(dalam %); Dortman (1976); 1 -granit 2 -diorite dan Gabro 3 -
hyperbasite; dengan bagian mengikuti tanda hubungan yang diberikan
oleh persamaan 4.11. Parameter pada kurva dapat dilihat pada tabel 4.8

Tabel 4.8. Parameter empiris pada suseptibilitas dengan kandungan magnetite dalan
hubungannya pada pers 4.11. Semua persamaan dikonversi kedalam
satuan SI, kandungannya dalam % volum; referensi: M -Mooney dan
Bleifuss (1953), B -Blasley dan Buddington (1958); J -Jahren (1963); D -
data (kandungan Fedan suseptibilitas) Dortman (1976).
Jenis Batuan, Kandungan Magnetite b Referensi
Batuan metamorf, sekitar
0.0180%, pegununganAdirondack 0.0330 1.33 B
, USA
Batuan, sekitar 180% 0.0140 1.39 J
Basalt, Minnesota 0.0475 1.08 M
Diabase, Minnesota 0.0336 1.14 M
Granite, Minnesota 0.0244 0.47 M
Gabbro, Minnesota 0.0155 0.36 M
Semua batuan, Minnesota 0.0363 1.01 M
Batuan Beku (gambar 4.9), Rusia 0.042 1.38 D

17
Sebagai contoh, analisis nilai untuk Diabase dan pembentukan besi dalam gambar
4.10. Garis menunjukan kecocokan yang baik menggunakan hubungan persamaan
4.11.

- untuk diabase 0.0336.Vm


114
4.12
- pembentukan besi 0.0116.Vm 4.13
1 43

Gambar 4.10 Hubungan antara suseptibilitas dan kandungan magnetite (dalam %


volume) pada batuan dan biji besi dari Minnesota; data dari Mooney
dan Bleifuss (1953)

Wanstedt (1992) menyelidiki hubungan antara kandungan Fe dan suseptibilitas, tetapi


juga kandungan Fe dan densitas (hasil densitas tinggi pada biji besi).
Hubungan densitas dapat digambarkan dengan hubungan linear pada persamaan
3-2 dibawah ini.
d 33.7 x(kandunganFe) 2583.5 (4.14)
Hubungan suseptibilitas dapat digmbarkan dengan hubungan nonlinear pada
persamaan 4.11
0.0064 x(kandunganFe)1.71 (4.15)
Densitas dalam kg/m3 dan kandungan Fe dalam %.

18
Gambar 4.11 Hubungan antara kandungan Fe, densitas d, dan suseptibilitas magnetik
ditambang Malberget, Sweden; Wandstedt, 1992; a); densitas dengan
kandungan Fe, skala linear b) Suseptibilitas dengan kandungan Fe, skala
logaritma

Parasnis (1973) berkomentar tentang hubungan (parameter lihat tabel 4.8) dari
Balsley dan Buddington (1958) dan Jahren (1963): banyak hubungan lainnya juga
telah mengusulkan bahwa hubungan tidak universal berlaku antara suseptibilitas dan
kandungan Fe3O4 pada batuan yang ada. Selain itu, nilai suseptibilitas yang sama
mungkin sesuai dengan kandungan Fe3O4 yang berbeda dan sebaliknya sehingga
harus hati-hati dilakukan dalam memprediksi satu dari yang lain. Oleh karena itu
disarankan, untuk langsung suseptibilitas dari batu dan biji besi pada suatu daerah
tertentu dan tidak bergantung dari jenis rumusan diatas

19
Tabel 4.9. Nilai suseptibilitas dari berbagai endapan biji besi; referensi: D -Dortman (1976);
M -Mooney dan Bleifuss (1953); N -Neumann (1932), lihat Parasnis (1973); W -
Werner (1945), lihat Parasnis (1973).
Jenis Biji Besi, Lokasi Referensi
Hematite, Striberg, Sweden (41...98) x 10-4 W
Magnetite (kandungan Magnetite 86.6...94.6%);
12.5...14 W
Grangesberg , Sweden
Magnetite (kandungan Magnetite 31.1...63.3%);
3.0...6.15 W
Stallberg, Sweden
Magnetite-quartzite (kandungan Fe 30...35%), Kursk,
1...4 D
Rusia
Magnetite-skarne; Gornaja Shoria, Ural D
Kandungan Fe 25...35% 0.75...2.5
Kandungan Fe 35...50% 1.5...5
Kandungan Fe 50...60% 3...10
Magnetite; Berggiebhubel, Jerman 0.071...0.097 N
Titanomagnetite; Kackan/Kusin, Rusia D
Kandungan Fe 16...17% 0.38...1
Kandungan Fe 47...49% 1.9...4.4
Magnesioferrite-skarne, Angara, Rusia D
Kandungan Fe 33...53% 1.2...5.6
Pyrite; Kankberg, Sweden 53x10-4 M
Martite; Kursk magnetic anomalie, Rusia (12...25x10-4 D

Dortmafl (1976) menggunakan data dari endapan biji besi di bekas Uni
Soviet untuk membentuk hubungan empiris yang berbeda dari persamaan 4.11. ini
adalah
0.038xVm 0.0011xVm2 (4.16)
dengan Vm adalah kandungan magnetit dalam persen. Persamaan dikonversi ke
satuan SI dan diperoleh kandungan magnetit sekitar 10 dan hampir 100 persen. Hasil
lebih lanjut dari penyelidikan sistematis sifat magnetik termasuk suseptibilitasdengan
kandungan mineral magnetik untuk magnetit alami dan sintetis berbagai ukuran butir
telah diterbitkan oleh Mauritsch et al. (1987).
Sebuah pernyataan umum untuk "efektif"suseptibilitas dari
kompositmaterial telah diturunkan oleh Weinberg (1967)
4
eff (V p ,d . p ,d ) V. V..(1 . . )
3 (4.17)

20
Dengan suku pertama kontribusi diamagnetik dan paramagnetik, suku kedua
kontribusi bahan ferrimagnetik berbutir halus dengan kandungan kurang dari 0,01 ...
0,1%, dan suku ketiga kontribusi bahan ferrimagnetik dengan kandungan yang lebih
besar dari 0,01. ..0. 1%. Suku terakhir berisi "efek demagnetisasi", menunjukkan
pengaruh ukuran butir (lihat bagian berikutnya).
4.3.3 Pengaruh Ukuran Butir (bentuk butir) pada Suseptibilitas

Alasan fisik untuk pengaruh ukuran butir dan bentuk butiran efek interaksi
butir yang ditemukan di dalam matriks batuan. Suseptibilitas menurun dengan
penurunan ukuran butir mineral magnetik dalam matriks batu (Gambar 4.12).

Gambar 4.12 Suseptibilitas vs diameter butir d pada partikel magnetik (magnetite),


magnetite titaniferous; Data Nagata (1961) Data Spravocnik Geofiz (1966)
Kiri: keduanya linear; kanan: logaritma sumbu, garis sesuai.

Gambar sebelah kanan menunjukan data dalam skala logaritma dengan diameter butir
dengan garis yang dihasilkan baik dengan asumsi hubungan logaritma, sebagai
berikut:
0,101. ln d 0.502 (4.18)
(data dari Spravocnik Geofiz., 1966)
0,277. ln d 0.423 (4.19)
(data dari Nagata, 1961)
dengan diameter butir d dalam m.
Untuk biji besi menyebar dengan ukuran butir lebih besar (multi domain
berbagai ukuran butir), suseptibilitas dipengaruhi oleh efek demagnetisasi.

21
Suseptibilitas pada batuan dihasilkan berkaitan dengan isi volume Vm pada bahan
magnetik, suseptibilitas intrisik intr dan faktor demagnetisasi pada butir magnetik N:
Vm . int r

1 N . int r (4.20)
Faktor demagnetisasi (SI) N=1/3 untuk bola. Carmichael (1989) mempublikasikan
faktor demagnetisasi untuk elips, silinder, prisma persegi panjang dalam berbagai
rasio dimensi.
Tabel 4.10. Faktor demagnetisasi N untuk elips, silinder, dan prisma persegi panjang
(Carmichael, 1989); dikonversi dalam satuan SI). Rasio dimensi a/b adalah
Rasio untuk dua diameter dalam kasus elipsoid (a/b<1, a/b>1)
Rasio tinggi/diameter dalam kasus silinder
Rasio tinggi/lebar dalam kasus prisma persegi panjang

a/b Elips Silinder Prisma


0.01 0.9845 0.9650 0.9660
0.1 0.8608 0.7967 0.8051
0.4 0.5882 0.5281 0.5482
1 0.3333 0.3116 0.3333
2 0.1736 0.1819 0.1983
4 0.0754 0.0984 0.1085
10 0.0203 0.04012 0.0457

Nagata (1961), nilai empiris N ditemukan 10...20% lebih rendah dari bola, yaitu N
0,26 ... 0,30. Ini sesuai dengan nilai-nilai N 0,25 ... 0,31 (dikonversi dalam satuan
SI) Puzicha (1977).
Mauritsch dkk., (1987) mencatat bahwa, hasil dari serangkaian percobaan
yang sistematis, sampel sintesis juga memiliki hubungan yang kuat antara dan
magnetik (ukuran butir). Hubungan diamati antara saturasi magnetisasi dan
suseptibilitas magnetik awal. Dalam sampel plot logaritma dengan kandungan
magnetik yang berbeda untuk pemisahan ukuran butir (antara 10 dan 60 m). Para
penulis menyimpulkan tidak hanya kandungan magnetik atau hematit pada batuan,
tetapi juga perkiraan ukuran butir magnetit dapat ditentukan.

22
4.3.4 Pengaruh Struktur batuan pada suseptibilitas
Pengaruh struktur internal batuan pada sifat magnetik adalah fenomena
magnetik anisotropi; suseptibilitas magnetik adalah tensor pangkat dua. Hal ini
ditandai tiga suseptibilitas utama 1, 2, 3. Tensor suseptibilitas dapat
direpresentasikan dengan suseptibilitas elips.
Sebuah penjelasan rinci mengenai anisotropi magnetik batuan diterbitkan
Tarling dan Hrouda (1993). Daftar berikut menunjukkan beberapa parameter yang
umum digunakan untuk karakterisasi anisotropi magnetik, dengan 1 adalah
maksimum, 2 medium, dan 3 suseptibilitas minimum pada tensor tersebut:
1 2 3
mean
Suseptibilitas rata-rata 3 (4.21)

1
P
Derajad Anisotropi (faktor-P) 3 (4.22)

2
F
Foliasi (faktor-F) 3 (4.23)

1
L
Lineasi (faktor-L) 2 (4.24)

Beberapa parameter yang digunakan sebagai parameter normal, dihitung dengan


membagi suseptibilitas rata-rata, seperti
1 3
P
Derajad normalisasi anisotropi mean (4.25)
3
F 2
Foliasi normalisasi mean (4.26)
2
L 1
Lineasi Normalisasi mean (4.27)

Petersen dan Bleil (1982), menyatakan bahwa anisotropi suseptibilitas butiran


mineral terkait dengan anisotropi kristal mineral magnetik terutama hematit, ilmenit

23
dan pyrrhotite mengandung mineral. Dalam kasus ini kita harus menentukan
anisotropi pada faktor demagnetisasi (terutama untuk butir magnetik atau
titanomagnetite) bergantung pada rasio dimensi dengan butir (sumbu elliptikal
diasumsikan sebagai butir). Dalam kasus Na, Nb, Nc harus ditentukan.
Untuk batuan hubungan anisotropi untuk petrografi biasanya mengikuti aturan
sepanjang sumbu pada mineral ferrimagnetik diatur.
Sepanjang bidang foliasi (batuan metamorf),
Sepanjang bidang sedimen detrikal
Disepanjang jalur aliran batuan magmatit (Petersen dan Bleil, 1982).
Paper awal dari Ising (1942) menunjukan hasil pengukuran yang dilakukan
pada tanah liat varved dari Swedia.Anisotropi elipsoid dengan sumbu minimun tegak
lurus terhadap bidang dasar.penelitian dari Hamilkan dkk., (1968) dan Hamilton dan
Rees (1971) menunjukan bahwa anisotropi suseptibilitas magnetik dengan orientasi
partikel magnetik bergantung pada jumlah dan arah arus endapan, pada jumlah dan
arah medan magnetik bentuk partikel, morfologi (dip) pada bidang dasar. Salah satu
hasil penting adalah mendemontrasikan pengaruh kekuatan graviti dan kondisi
hidrodinamik selama sedimentasi.
Hrouda dan Janak (1971) menegaskan hasil penyelidikan batu pasir merah
Devonian dari Moravia/Czechien bahwa bidang basal pada butir hematit paralel
dengan bedding (gambar 4.13a). Schultz-Krutisch dan Heller (1985) mengukur
anisotropi suseptibilitas magnetik endapan di Upper Buntsandstein (Trias
Plattensandstein) dari Bavaria, Jerman menemukan bahwa ellipsoid anisotropi yang
sangat pepat dengan suseptibilitas minimum sumbu normal terhadap dasar
sedimennya. Arah dari sumbu suseptibilitas maksimum dengan NE-NE arah umum
sedimen tertranspor... (gambar 4.13b). Mereka menekankan bahwa perbedaan yang
sangat kecil antara nilai-nilai suseptibilitas dalam berbagai arah memerlukan teknik
pengukuran yang sangat sensitif (sebagai hasil dari pengukuran perbandingan
mereka menyimpulkan bahwa hasil yang paling konsiten diperoleh dengan
magnetometer spiner).

24
Contoh anisotropi suseptibilitas dalam batuan magmatik ditunjukan pada
gambar 4.13c. Disini, sumbu pada suseptibilitas minimum dikoreksi dengan arah
foliasi pole pada granodiorite.
Siegesmund dkk., (1993) telah mempelajari anisotropi fabric-controlled pada
core sampel KTB. Untuk gneisses dan amphibolites suseptibilitas minimum
berorientasi tegak lurus dengan foliasi. Paragneisses memiliki tingkat 1isotropi antara
1,2 dan 1,3; suseptibilitas maksimum berada kira-kira paralel dengan lineasi sampai
foliasi, untuk amphibolites tidak diamati. Damm (1988) mempelajari anisotropi
suseptibilitas untuk batuan magmatik dan metamorf (dari tenggara Jerman dan
beberapa lokasi di Antartika) dan menentukan hubungan antara peningkatan rata-rata
nilai suseptibilitas dan peningkatan derajad anisotropi.

Gambar 4.13. Contoh anisotropi suseptibilitas terkait dengan struktur internal batuan
1 -arah suseptibilitas maksimum
2 -arah pole foliasi dasar
3. Arah suseptibilitas minimum
4. Arah suseptibilitas menengah

a) Arah suseptibilitas dasar dan pole dasar untuk Devonian batuan sedimen batuan dari
Moravia, Czechien (contoh DI); Hrouda dan Janak (1971).
b) Arah suseptibilitas untuk batupasir Triassic dari Bavaria, Jerman); arah transpor
(diperoleh dari penyelidikan geologi adalah NNE-NE; gambar dari Schultze-Krutisch
dan Heller (1985).
c) Arah suseptibilitas utama dan arah foliasi untuk Variscian granodiorite (Jesenice-massif,
Czechien); Hrouda dkk., (1971).

Model matematika menggambarkan dan menginterpretasikan anisotropi


magnetik telah dikembangkan oleh Owens (1974). Menyediakan model untuk
menghitung tensor pada suseptibilitas batuan dalam fungsi distribusi dasar dari tensor

25
suseptibilitas butir, dan fungsi densitas anguler untuk butir dengan menganggap
orientasi spasial. Hrouda dan Schulman (1990) juga menguraikan teori konversi
pada tensor suseptibilitas magnetik kedalam orientasi tensor dan menekankan
keadaan mengenai analisis eksperimen pada gneiss: kandungan batuan dengan satu
jenis mineral untuk mengetahui anisotropi butir berporos tunggal, butir mineral pada
nilai ukuran dan magnetiknya tidak saling berinteraksi.
4.3.5 Pengaruh Temperatur dan Tekanan

Pengaruh temperatur suseptibilitas dikontrol dengan temperatur karakteristik


bergantung pada mineral berbeda (lihat bagian 4.1).
Pengaruh tekanan berhubungan dengan perilaku anisotropi suseptibilitas
batuan. Petersen dan Bleil (1982) catatan:
Kompresi/tekanan kurang uniaxial suseptibilitas menurun dengan meningkatnya
tekanan dalam medan paralel ke arah tekanan dan meningkat normal kearah
tekanan.
Untuk Titanomagnetis sensitivitas tekanan meningkat dengan meningkat
kandungan Ti dan ukuran butir.
Kapicka (1990) telah melakukan penelitian variasi suseptibilitas dibawah
tekanan eksternal dan dibawah tekanan hydrostatik untuk batuan basaltik dan
magnetit polycrystalline. Dua kasus ini, hasil suseptibilitas rata-rata menurun dengan
peningkatan tekanan. Perubahan dibawah tekanan uniaxial yang besar dibawah
keadaan hydrostatik. Besarnya penurunan bergantung pada rasio konstanta
sensitivitas stress berbagai arah pengukuran suseptibilitas. Lebedev dan Poznanskaja
(1975) telah melakukan pemodelan perilaku sifat magnetik (magnetisasi suseptibilitas
dan remanen) dengan meningkatnya kedalaman batuan dari Ukrainaian.
Pengaruh stress dan strain dalam anisotropi digambarkan oleh Tarling dan
Hrouda (1993). Dampak diamati dalam semua jenis batuan, dari tanah ankosolidasi
menjadi batuan beku. Secara umum, proses pembentukan dihubungkan dengan
orientasi mineral magnetik atau partikel. Proses ini dapat digambarkan oleh berbagai

26
model (seperti model bidang/garis dalam butir magnetik tidak mengalami
perubahan bentuk, tetapi orientasi responnya menjadi stress atau model dpat dibentuk
yang komponen partikel matriks dan magnetik menunjukan reaksi dengan cara yang
berbeda sebagai hasil perbedaan viskositas).
4.3.6 Natural Remanent Magnetisasi (NRM)

Magnetisasi total M pada sebagian kecil batuan adalah merupakan dua vektor
(4-6) - magnetisasi induksi, bergantung pada medan eksternal, dan
- magnetisasi remanen, tidak bergantung pada medan eksternal

Gambar 4.14 Memberikan gambaran pada rentang rata-rata dan nilai magnetisasi
untuk beberapa jenis batuan. Korelasi distribusi kelimpahan Fe dan Ti-
oksida pada perbedaan tipe batuan (Tabel 4.6).

Rasio Koenigsberger Q pada batuan adalah rasio pada NRM ke magnetisasi


induksi dengan medan magnetisasi bumi (bandingkan dengan persamaan 4-7). Q
menunjukkan penyebaran luas pada nilai untuk jenis batuan. Carmichael (1989)
memberikan nilai rata-rata seperti dibawah ini
Untuk jenis batuan beku Q= 1...40
Untuk jenis batuan sedimen Q=0.02...10

27
NRM tidak bergantung medan dan tidak dapat diubah/irreversibel pada total
magnetisasi (alamiah). Mineral Ferrimagnetik menghasilkan NRM dan jenis-jenis
yang berbeda serta kasus atau asal pada fenomena dalam batuan, bergantung pada:
Mineral magnetik dalam matriks batuan, dan
sejarah fisika-kimia dan berkaitan dengan efek.
Dibawah ini gambaran yang berisi ringkasan singkat pada perbedaan jenis
pada NRM dan karakteristiknya; informasi lebih detailnya dapat dilihat dalam
literatur (bagian 4.1).
a. Thermoremanent magnetization (TRM): TRM adalah yang diperoleh dalam
batuan (bahan ferrimagnetik) ketika membeku diatas temperatur Curie sampai
menurun (temperatur ruangan) dalam persentase medan magnetik. Hunt dkk.,
(1979) memperoleh seluruh TRM tidak selalu diperoleh pada temperatur Curie,
tetapi dapat dilihat dari interval temperatur (TRM parsial). Untuk medan rendah,
TRM adalah sebanding dengan medan yang diberikan, dimana tersaturasi pada
medan yang besar (Hunt dkk., 1979). TRM sangat penting untuk diaplikasikan
dalam penelitian paleomagnetik.
b. Chemical remanent Magnetization (CRM): CRM terjadi selama pembentukan
mineral magnetik (proses awal dan perkembangan), untuk contoh sebagai hasil
pada reaksi kimia atau fase transisi medan magnetik dibawah temperatur Curie.
CRM berhubungan dengan proses seperti oksidasi pada magnetik ke hematit atau
maghemat, oksida pada titano magnetite ke titanomaghematit, dehidrasi pada
hidroksida besi ke hematit, pengendapan pada mineral ferromagnesian (boitit,
homblende, augite) dan rekristalisasi pada mineral ferromagnetik dibawah Tc
(hunt dkk, 1979); Petersen dan Bleil, 1982). Dasar samudra basalt, jenis contoh
pada Petersen dan Bleil, 1982). CRM dihubungkan dengan DRM dalam
sediment.
c. Detrital or Depositional remanent magnetization (DRM): DRM berasal dari
orientasi endapan sebelum butir mineral dimagnetik dibawah pengaruh medan
magnetik bumi. Momen magnetisasi pada partikel mengikuti arah arah medan,

28
sehingga arah dikonfersi dalam sediment. Proses ini bergantung lingkungan
pengendapannya (low turbulence) dan juga jenis sedimennya. Butir
diorientasikan melalui medan magnet bumi. Setelah terendapkan, perubahan
minor mungkin pada kompaksi (Post-depositional remanen magnetization
PDRM). DRM menjadi penting dalam sedimen laut, sedimen danau, lempung
varved,(Carmichael, 1989).
DRM diasosiasikan dengan CRM. Hunt dkk., (1979) mengatakan bahwa
magnetisasi bermula pada semua sedimen menjadi DRM, tetapi dalam kasus
perubahan komponen CRM mendominasi DRM
Jenis selanjutnya pada magnetisasi remanen yaitu magnetisasi remanen
isotermal IRM (dihasilkan oleh petir), magnetisasi remanen viskositas (VRM)
(efek waktu), dan magnetisasi remanen piezo-remanen PRM (efek tekanan),
lebih detailnya digambarkan dalam literatur (lihat untuk sampel Carmichael,
1989; Petersen dan Bleil, 1982).

29

Anda mungkin juga menyukai