Anda di halaman 1dari 23

KIMIA ANORGANIK LANJUTAN

Makalah
Magneto Kimia Material Anorganik

Disusun oleh
Mutiara Ismet

Program Studi Kimia (Strata 2)


Program Pascasarjana Universitas Andalas
Padang
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pekembangan Magneto Kimia (magnetochemistry) dimulai oleh
Michael Faraday lebih dari seratus tahun yang lalu. Magneto kimia
semakin berkembang oleh Pierre Curie dan A. Pascal di akhir abad 19
dan diawal abad 20, tapi magneto kimia tidak menjadi topik utama
hingga Gilbert N. Lewis menemukan hubungan antara momen magnetik
atom dan valensi kimia. Magneto kimia dapat diartikan sebagai aplikasai
kerentanan magnetik (Selwood, 1943). Selain itu, magneto kimia juga
berkaitan

dengan

sifat

magnetik

material.

Sifat

magnetik

yang

dimaksud bukan hanya mengenai apakah material merupakan batang


magnet yang baik atau tidak, tetapi apakah material tersebut dapat
ditarik atau ditolak oleh magnet (Young, 2015).
Material anorganik merupakan material yang berasal dari material
alam. Material anorganik memiliki sifat magnetik. Misalnya, besi
memiliki sifat magnetik. Pengaruh makroskopik, seperti gaya tarik
antara potongan besi dengan batang magnet yang pada dasarnya
disebabkan jumlah elektron yang tak berpasangan dalam senyawa dan
strukturnya (Wikipedia, 2015). Fenomena magnetik ini dijelaskan dalam
magneto kimia.
Sifat magnetik

yang

dimiliki

oleh

material

anorganik

dapat

dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam bidang


elektronik. Oleh karena itu, pengetahuan dasar mengenai magneto
kimia material anorganik diperlukan agar dapat dikembangkan berbagai
macam material anorganik yang dapat dimanfaatkan sifat magnetiknya.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan pada latar belakang, adapun rumusan
masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
a. Suseptibilitas magnetik material
b. Penggolongan material magnetik
1.3.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui suseptibilitas magnetik material

b. Untuk mengetahui penggolongan material magnetik

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Momen Magnet

Sifat magnetik makroskopik dari material adalah akibat dari


momen magnet yang berkaitan dengan elektron-elektron individual.
Setiap elektron dalam atom mempunyai momen magnet yang
berasal dari dua sumber. Yang pertama berasal dari gerakan elektron
mengelilingi inti. Elektron yang mengelilingi inti ini dapat dianggap
sebagai loop arus kecil, yang menghasilkan medan magnet yang
kecil pula, dan mempunyai momen magnet sepanjang sumbu
rotasinya yang disebut sebagai momen magnet orbital. Hal ini
diilustrasikan secara skematik pada Gambar 2.1.a. Sumber kedua
berasal dari

perputaran elektron mengelilingi sumbunya yang

menghasilkan momen magnet spin seperti ditunjukkan pada Gambar


2.1.b. Momen magnet spin memiliki dua arah yaitu up dan down.
Karena itu setiap elektron dalam atom memiliki momen magnet
orbital dan momen magnet spin.

Ara
h
aru
s

Ara
h
ger
ak
ele
ktr
on

(a) (b)
Gambar 2.1 momen magnet yang berhubungan dengan (a)
orbit elektron (b) perputaran elektron terhadap sumbunya
Tiap elektron atom akan memiliki momen magnetik.

Momen

magnetik disebut magneton Bohr, dan sama dengan 9,27x1027 A.m2.


Elektron biasanya berpasangan dalam orbit dan membentuk spin atas
dan bawah. Jadi, efek luar dari momen tersebut tidak ada. Atom akan
bersifat magnet bila ada ketidakseimbangan dalam spin elektron.
Akhirnya, diketahui bahwa hanya beberapa elektron memiliki spin
elektron yang tidak seimbang, dan d engan demikian memiliki momen
magnetik.

Elemen yang memenuhi persyaratan adalah unsur transisi dengan


kulit subvalensi yang tidak terisi, seperti yang diperlihatkan gambar
berikut:

Gambar 2.2 konfigurasi elektron pada kulit subvalensi beberapa


elemen
2.2

Kerentanan Magnetik (Magnetic Susceptibility)

Pengukuran

utama

dalam

magnetokimia

yakni

kerentanan

(suseptibilitas) magnetik, yang menentukan kekuatan interaksi ketika


suatu material/ bahan ditemptkan dalam suatu medan magnet. Sejak
Michael faraday mengungkapan bahwa semua bahan memiliki sifat
magnetik. Dengan kata lain, semua bahan memiliki interaksi terhadap
medan magnetik. Sehingga dapat dinyatakan bahwa jika suatu bahan
berada di dalam medan magnet luar, dipol-dipol magnet di dalam bahan
tersebut mensejajarkan diri ke salah satu arah dan dikatakan bahwa
bahan termagnetisasi. Ukuran kerentanan suatu bahan untuk dapat
termagnetisasi disebut suseptibilitas magnetik.
Jika sutau bahan berada di dalam medan magnet dengan intesitas
H, kemudian induksi medan magnet pada materi adalah B, dimana
B=H4 I

(1)

Kuantitas I disebut intensitas magnetisasi, atau momen magnetik


per unit volume. Pembagian persamaan (1) oleh H, menghasilkan
persamaaan:
P=1+ 4 k

(2)

dimana P dan k merupakan permeabilitas dan suseptibilitas per unit


volume secara berturut-turut.

Dalam prakteknya, suseptibilitas magnetik biasanya dinyatakan


dalam satuan per unit massa (suseptibilitas gram). Suseptibilitas
magnetik per unit massa diperoleh melalui pembagiam k oleh berat
jenis. Simbol X digunakan untuk suseptibilitas magnetik per gram.
Suseptibilitas molar, Xm merupakan suseptibilitas magnetik per grammassa molekul.
Persamaan (2) mengarahkan pada klasifikasi mendasar bahan
magnetik, dimana:
1. P < 1 dimana I, k, dan X bernilai negatif.
Dalam hal ini, bahan ini disebut bahan

diamagnetik

dan

menyebabkan penurunan kerapatan garis gaya magnet. Karena


resultan medan magnet yang dihasilkan bahan berlawanan
dengan medan magnet luar, sehingga medan magnet yang
terbentuk tidak homogen. Bahan akan cenderung mengarah pada
area dengan kekuatan medan magnet terendah. Nilai eksperimen

6
negatif dan sangat kecil ( 1 10 ) dan umumnya tidak

bergantung pada kekuatan ikatan dan temperatur.1

Gambar 2.3 Bahan diamagnetik dalam medan magnet


2. P > 1 dimana I, k dan X bernilai positif
Dalam hal ini, bahan ini disebut bahan paramagnetik dan
menyebabkan kenaikan kerapatan garis gaya magnet. Karenan
resultan medan magnet yang dihasilkan bahan searah dengan
medan magnet luar. Jadi, dalam medan magnet yang tidak
homogen, bahan akan cenderung mengarah pada area dengan
kekuatan medan magnet tertinggi. Nilai eksperimental X positif
dan lebih besar dibanding nilai bahan diamagnetik ( 1 hingga 100
1 Alan Earnshaw, Introduction to Magnetochemistry, (New York:Academic
Press), 1968, hlm. 1-2

10

). Meskipun tidak bergantung pada kekuatan medan

magnet, X sangat bergantung pada temperatur.2

Gambar 2.4 Bahan paramagnetik dalam medan magnet


Berikut grafik untuk nilai suseptibilitas magnetik beberapa bahan:

Gambar 2.4 Suseptibilitas molar untuk beberapa unsur


2.3Diamagnetik
Bahan diamagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet
atomis masing-masing atom/ molekulya adalah nol, tetapi medan
magnet akibat orbit dan spin elektronnya tidak nol. Bahan diamagnetik
tidak

mempunyai

momen

dipol

magnet

permanen.

Jika

bahan

diamagnetik diberi medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam


atom

akan

mengubah

gerakannya

sedemikian

rupa

sehingga

menghasilkan resultan medan magnet atomis yang arahnya berlawanan


dengan medan magnet luar tersebut.

2 Ibid.,hlm. 2

r
v

r
1

+
r
v

Gambar 2.2. Sebelum ada medan magnetik luar, orientasi orbit


elektron bersifat acak sehingga medan magnet atomis
saling meniadakan

r
B

r
v

r
1

Gambar 2.3 Setelah ada medan magnetik luar maka resultan medan
magnet atomis berlawanan arah dengan arah medan
magnetik luar.
Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron.
Karena atom mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat
diamagnetik. Suatu bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom
dalam

bahan

tersebut

mempunyai

spin

elektron

yang

tidak

berpasangan. Dalam bahan diamagnetik hampir semua spin elektron


berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis gaya. Contoh
bahan diamagnetik yaitu: bismut, perak, emas, tembaga dan seng.
a. Bahan Paramagnetik
Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet
atomis masing-masing atom/ molekulnya tidak nol, tetapi resultan
medan magnet atomis total seluruh atom/ molekul dalam bahan nol, hal

ini disebabkan karena gerakan atom/ molekul acak, sehingga resultan


medan magnet atomis masing-masing atom saling meniadakan.
Di bawah pengaruh medan eksternal, mereka mensejajarkan diri
karena torsi yang dihasilkan. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh
momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar.

Gambar 2.4 Arah domain-domain dalam bahan paramagnetik


sebelum diberi medan magnet luar
Bahan ini jika diberi medan magnet luar, elektron-elektronnya akan
berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya
searah dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh
momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar.

Gambar 2.5 Arah domain dalam bahan paramagnetik setelah diberi


medan magnet luar
Dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang tidak berpasangan,
sehingga bahan ini sedikit menarik garis-garis gaya. Dalam bahan
paramagnetik, medan B yang dihasilkan akan lebih besar dibanding
dengan nilainya dalam hampa udara. Suseptibilitas magnet dari bahan
paramagnetik adalah positif dan berada dalam rentang 10 -5 sampai 10-3
m3/Kg. Contoh bahan paramagnetik : alumunium, magnesium dan
wolfram.

b. Bahan Ferromagnetik
Bahan ferromagnetik adalah bahan yang mempunyai resultan
medan atomis besar. Hal ini terutama disebabkan oleh momen
magnetik spin elektron. Pada bahan ferromagnetik banyak spin elektron
yang tidak berpasangan, misalnya pada atom besi terdapat empat buah
spin elektron yang tidak berpasangan. Masing-masing spin elektron
yang tidak berpasangan ini akan memberikan medan magnetik,
sehingga total medan magnetik yang dihasilkan oleh suatu atom lebih
besar.

Gambar 2.6 Arah domain dalam bahan ferromagnetik.


c. Bahan Antiferromagnetik
Jenis ini memiliki arah domain yang berlawanan arah dan sama pada
kedua arah. Arah domain magnet tersebut berasal dari jenis atom sama
pada suatu kristal. Pada unsur dapat ditemui pada unsur cromium, tipe
ini

memiliki

arah

domain

yang

menuju

dua

arah

dan

saling

berkebalikan. Jenis ini memiliki temperature curie yang rendah sekitar


37C untuk menjadi paramagnetik.

Gambar 2.7. Arah domain dalam bahan anti ferromagnetik

d. Bahan Ferrimagnetik
Jenis tipe ini hanya dapat ditemukan pada campuran dua unsur
antara paramagnetic dan ferromagnetik seperti magnet barium ferit
dimana barium (Ba) adalah jenis paramagnetik dan ferit (Fe) adalah
jenis unsur yang termasuk dalam kategori ferromagnetik .

Gambar 2.8 Arah domain dalam bahan ferrimagnetik.


2.3

Kerentanan Magnetik (Magnetic Susceptibility)

Jika suatu bahan berada di dalam medan magnet luar, dipol-dipol


magnet di dalam bahan tersebut mensejajarkan diri ke salah satu arah
dan dikatakan bahwa bahan termagnetisasi. Ukuran kerentanan suatu
bahan untuk dapat termagnetisasi disebut suseptibilitas magnetik.
Jika sutau bahan berada di dalam medan magnet dengan intesitas
H, kemudian induksi medan magnet pada materi adalah B, dimana
B=H4 J

Kuantitas J disebut intensitas magnetisasi, dan J/H= k merupakan


suseptibilitas magnetik per unit volume. Susptibilitas magnetik per unit
massa diperoleh melalui pembagiam k oleh berat jenis. Simbol X
digunakan untuk suseptibilitas magnetik per gram. Suseptibilitas molar,

Xm merupakan suseptibilitas magnetik per gram-massa molekul.

Tabel 2.1 Tabel Suseptibilitas Beberapa Bahan Paramagnetik dan


Diamagnetik pada temperatur 300K

Suseptibilitas bahan diagmagnetik tidak bergantung pada suhu dan


kekuatan

medan.

Sedangan

susepbilitas

bahan

paramagnetik

berbanding terbalik dengan temperatur absolut dan tidak bergantung


pada kekuatan medan. Suseptibilitas bahan ferromagnetik bergantung
pada temperatur dan kekuatan medan magnet.
Berikut metode yang dapat digunakan untuk mengukur suseptibilitas
magnetik bahan:
a. Metode Gouy
Metode Gouy ini bekerja dengan prinsip kesetimbangan antara gaya
magnet dengan gaya gravitasi dimana gaya tarik atau tolak magnet
akan diukur melalui massa bandul. Dalam metode ini, cuplikan yang
akan diukur suseptibilitasnya diletakkan dalam tabung yang digantung
pada neraca.
Ujung bawah tabung berada dalam medan magnet sedangkan ujung
atasnya berada diluar kutub elektromagnet. Sebelum digantung, tabung
kaca sudah dicuci menggunakan aceton dan dikeringkan terlebih
dahulu. Sedangkan bahan/ sampel ditimbang dan selanjutnya diukur
tingginya di dalam tabung. Tabung tersebut kemudian ditutup rapat
menggunakan tissue agar sampel yang diukur tidak mudah teroksidasi
karena bereaksi dengan udara, seperti ditunjukan oleh Gambar 2.3.

Dengan neraca Westphal dan prinsip kerja torsi, gaya tarik medan
magnet dari elektromagnet terhadap magnetisasi sampel dapat diukur
melalui beban-beban yang digantungkan pada neraca. Dalam hal ini

medan magnet

B diatur melalui variasi arus (I) yang mengaliri lilitan

elektromagnet sehingga akan diperoleh data dengan variabel variasi

medan magnet

B . Saat variasi arus, medan magnet

diantara dua

kutub elektromagnet diukur menggunakan Gauss meter.

Gambar 2.9 Skema Alat untuk Metode Gouy


b. Magnetic susceptibility meter
Pengukuran dengan menggunakan magnetic susceptibility meter
Bartington tipe MS2 dengan sensor MS2B.

Sistem ini merespon

langsung suseptibilitas magnetik pada arah medan yang diberikan dan


bekerja berdasarkan perubahan induktansi koil akibat adanya sampel.
Alat ini bekerja karena adanya tegangan yang diberikan pada rangkaian
osilator sehingga menimbulkan medan magnetik bolak-balik yang
berintensitas rendah pada ruang sampel. Saat diletakkan sampel, terjadi
perubahan frekuensi osilator. Nilai suseptibilitas magnetik diperoleh
dengan membandingkan frekuensi osilator sebelum dan sesudah
sampel diletakkan. Alat ini mampu mengukur harga suseptibilitas dari
10-9 m3/Kg. Nilai suseptibilitas magnetik dapat diukur dengan per satuan
volume atau per satuan massa.
Pada sistem MS2B sensor ini merespon langsung suseptibilitas
magnetik pada arah mana medan diberikan. Instrumen ini memiliki
sensor MS2B dengan yang terhubungdengan MS2 meter. Alat ini

memiliki dua frekuensi pengukuran sampel (0,46 dan 4,6 kHz) sehingga
dapat

mengukur

kandungan

mineral

ferrimagnetik

dan

super

paramagnetik yang biasanya terdapat pada tanah dan beberapa


batuan. Seperangkat alat Bartington dengan sensor MS2B ditunjukkan
pada gambar 3.3.

Gambar 2.10 Bartington MS2B dengan komputer


Sampel yang sudah dimasukkan ke dalam holder kemudian diukur
nilai suseptibilitasnya, dengan menggunakan sensor MS2B ini. Proses
pengukuran

diawali

dengan

penimbangan

massa

holder

kosong

(gambar 2.11a) kemudian penimbangan massa holder ditambah massa


sampel tanah (gambar 2.11b).

(a)

(b)

Gambar 2.11 Proses penimbangan (a) holder kosong (b) holder terisi sampel
Setelah

ditimbang,

proses

berikutnya

dengan

menjalankan

perangkat lunak Multisus. Dengan memilih pengukuran dengan MS2B


kemudian alat diatur untuk pengukuran low atau high frekuensi. Data
nomor sampel dan hasil timbangan sampel dan holder dimasukkan
kedalam perangkat lunak. Setelah itu, ukur nilai first air dengan
toleransi rentang nilai -2 dan +2. Kemudian masukkan sampel ke dalam
sensor

MS2B

untuk

mengukur

nilai

suseptibilitas

magnetiknya.

Keluarkan sampel dari sensor dan ukur nilai last air dengan toleransi
rentang nilai -2 dan +2. Proses pengukuran ini dilakukan berulang
sebanyak lima kali pengukuran untuk satu sampel. Langkah untuk
pengukuran low dan high frekuensi yang dilakukan adalah sama, yang
membedakan adalah pengaturan awal untuk low atau high frekuensi.
2.4

Domain Magnet

Domain adalah derah-daerah mikroskopik magnetik tempat atomatom tersusun atau terkelompokkan. Dalam magnetik kristal, sebuah
kristal dapat disusun oleh beberapa domain yang dipisahkan oleh
dinding domain. Domain-domain tersebut terorientasi dalam arah
random hingga mengalami magnetisasi dalam medan eksternal. Jika
bahan ferromagnetik diberi medan magnet luar, maka domain-domain
tersebut akan terorientasi dan menghasilkan medan magnetik. Jika
magnetisasi

domain

ini

tetap

(tidak

berubah)

sekalipun

medan

eksternalnya dihilangkan, maka bahan tersebut dikatakan permanently


magnetized. Sebuah bahan magnet dapat berubah menjadi bahan nonmagnetik, jika bahan tersebut dipanaskan sampai pada temperatur
tertentu hingga terjadi perusakan daerah-daerah domain. Temperatur
dimana sifat magnetik mengalami perubahan disebut dengan titik Curie.
2.3 Kurva Histerisis

Kurva ini adalah karaterisasi kebergantungan magnetisasi (M)


terhadap H. Hasil pengukurannya diperoleh informasi tentang medan
saturasi, remanensi dan coercivitas yang ketiganya berkaitan dengan
sifat bahan dalam aplikasi medan magnetik dan ataupun medan listrik.
Dalam tulisan ini akan disarikan kaitannya dengan magnetik. Dalam
bahasa sederhana ketiga istilah saturasi, remanensi dan coercivitas
dapat dituliskan sebagai berikut:
Saturasi

adalah

magnetisasi

bahan

yang

tidak

mengalami

perubahan sekalipun medan aplikasi diperbesar (pada kondisi medan


aplikasi tertentu magnetisasi bahan tidak berubah).
Termagnetisasi penuh atau terisi penuh (dalam kasus muatan: sudah
stagnan dan tidak mengalami perubahan lagi karena sudah penuh).
Remanensi (sisa) adalah magnetisasi sisa ketika medan aplikasi
magnetik ditiadakan (H=0). Dalam bahasa teknik diartikan sebagai
informasi (energi) yang masih tersisa dalam media penyimpan data
setelah terhapus. Dalam rangkaian magnetik, remanensi dapat diartikan
sebagai induksi magnetik sisa dalam rangkaian magnetik walaupun
aplikasi gaya magnetik dihilangkan. Kehadiran kolom udara (air gap)
dalam rangkaian akan menyebabkan Medan remanensi lebih kecil
daripada medan induksi sisa (Br).

Gambar 2.7 Hysteresis loop (atas) untuk bahan magnet terorientasi


(kiri) dan bahan magnet isotropik (kanan)

Coercivitas adalah ketahanan bahan magnetik untuk mengubah


magnetisasinya,

atau

besarnya

kuat

medan

magnetik

yang

diaplikasikan untuk mendemagnetisasi (mengurangi magnetisasi bahan


menjadi nol) bahan dari keadaan termagnetisasi saturasi, atau daya
yang diperlukan untuk memagnetisasi atau mendemagnetisasi magnet
permanen yang diukur dalam MegaGauss Oersted (MGO). Dalam
aplikasi teknik dapat diartikan untuk menunjukkan seberapa kuat
medan yang digunakan untuk mempengaruhi data magnetic yang
dikodifikasikan dalam strip magnetik atau seberapa kuat medan magnet
aplikasi untuk mengkodifikasikan informasi dalam magnetik strip.
Besaran ini biasanya diukur dalam Oersted (Oe). Istilah lain yang sering
digunakan untuk menyatakan koercifitas rendah atau tinggi adalah
LoCo dan HiCo. Kurva histeresis loop antara B dan H biasanya disebut
histeresis loop normal, sedangkan kurva histeresis loop antara M dan H
atau antara J (= M) dan H disebut dengan hysteresis loop intrinsik,
sedemikian sehingga dalam intrinsik terdapat BrJ, HcJ, J atau M.

2.4 Teknik Pembuatan Magnet


Magnet Permanen biasanya dibuat dengan cara teknologi logam
serbuk( powder metallurgy). Namun, pada penelitian ini dilakukan
dengan teknik bonded magnet . Sebenarnya magnet ini dapat dibuat
dengan 3 cara, yaitu :
a. Teknik Sintering
Adalah teknik dengan cara teknologi logam serbuk yaitu dengan
cara milling, dicetak, sintering, surface treatment, magnetisasi dan
dihasilkan produk akhir. Magnet yang dihasilkan dengan teknik ini
menghasilkan energy produk ( BHmax) yang paling tinggi.
b. Teknik Compression Bonded
Lebih dikenal dengan istilah bonded magnet , yaitu teknik dengan
cara mencampurkan serbuk ( PrFeB ) dengan suatu binder, dikompaksi
dan kemudian dipanaskan. Energi produk yang dihasilkan dengan teknik

ini lebih rendah bila dibandingkan dengan cara teknik sintering. Akan
tetapi, kelebihan teknik ini yaitu mudah dibentuk dan menggunakan
suhu rendah pada prosesnya.
c. Teknik Injection Molding
Yaitu dengan cara mencampurkan serbuk dengan suatu binder dan
kemudian diinjeksi. Energi produk yang dihasilkan dengan cara teknik ini
lebih

rendah

dibandingkan

dengan

teknik

sintering

dan

teknik

Compression bonded .
2.5 Pengaruh Temperatur Terhadap Magnet Permanen
Magnet mudah didemagnetisasi pada temperatur tinggi, ini artinya
mudah hilang sifat kemagnetannya pada temperatur tinggi. Sifat
kemagnetannya akan turun pada temperatur tinggi, tetapi akan
meningkat pada temperatur rendah.

Beberapa cara yang dapat

mempengaruhi agar magnet ini dapat digunakan pada temperatur


tinggi yaitu bentuk geometri. Magnet dengan bentuk yang lebih tipis
akan mudah didemagnetisasi dibandingkan dengan magnet dengan
bentuk yang lebih tebal. Bentuk magnet piring datar dan yokes lebih
direkomedasikan untuk digunakan pada temperatur tinggi.

BAB III
APLIKASI DALAM INDUSTRI
Salah satu penelitian yang membahas tentang sifat magnetik
material anorganik yakni

Pengaruh Tekanan Kompaksi Dan Waktu

Penahanan Temperatur Sintering terhadap Sifat Magnetik dan Kekerasan

pada Pembuatan Iron Soft Magnetic

dari Serbuk Besi

oleh Asyer

Paulus.
3.1 Ringkasan Penelitian
Proses metalurgi serbuk untuk pembuatan material magnetik dapat
digunakan pada peralatan elektronik. Keuntungan proses metalurgi
serbuk didalam pembuatan material magnetic adalah kemampuan
penyesuaian

properties

atau

sifat

magnet

ke

aplikasi

dengan

mengontrol material dan parameter proses. Dalam penelitian ini dibahas


tentang pengaruh tekanan kompaksi dan waktu penahanan selama
proses sintering terhadap sifat magnetik yaitu induksi remanen dan sifat
mekanik.
Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk besi
dengan ukuran partikel 100 mesh. Serbuk besi ini dikompaksi dengan
tekanan 4, 5, dan 6 ton kemudian disinter pada temperatur 1000 0C
dengan waktu penahanan 30, 60, dan 90 menit. Setelah itu dilakukan
pengamatan struktur mikro, pengujian kekerasan dan pengujian sifat
magnetik.
1.2

Hasil Penelitian yang berkaitan dengan Sifat Magnetik

Gambar 3.1 Pengaruh tekanan kompaksi terhadap induksi remanen


pada setiap holding time

Dari data hasil percobaan yaitu spesimen dengan tekanan kompaksi


6 ton memiliki nilai induksi remanen optimal bila dibandingkan dengan
spesimen dengan tekanan kompaksi 4 ton dan 5 ton. Kenaikan induksi
remanen magnet seiring dengan kenaikan tekanan kompaksi secara
teoritis dapat dijelaskan sebagai berikut. Proses kompaksi pada
dasarnya adalah merupakan suatu proses pemadatan atau pengikatan
sementara antara butiran partikel menjadi suatu massa yang kompak
dengan cara ditekan selama kurang lebih 3 menit. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa semakin tinggi gaya tekan atau kompaksi yang
diberikan pada serbuk maka ikatan butiran partikel bahan menjadi
semakin kuat sehingga jarak antar partikel menjadi semakin rapat atau
semakin kecil. Dengan butiran partikel yang semakin rapat tersebut
maka densitas bahan hasil kompaksi akan semakin besar. Maka dari itu
jarak antar domain-domain magnetik dalam bahan juga menjadi
semakin kecil akibatnya gaya tarik menarik magnetiknya semakin kuat
dan dibuktikan dengan data hasil percobaan berupa naiknya nilai
induksi remanen ketika dilakukan pengukuran.
Terjadinya penurunan sifat magnet dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pemberian waktu penahanan atau holding time adalah dimaksudkan
untuk memberikan waktu pada partikel-partikel untuk saling berikatan
satu sama lain sehingga ikatan antar serbuk akan semakin kuat.
Meningkatnya ikatan setelah proses sintering ini disebabkan timbulnya
liquid bridge (necking) sehingga porositas berkurang dan bahan menjadi
lebih kompak. Berkurangnya porositas ini akan mengakibatkan naiknya
densitas dan sifat magnetik juga akan naik.
Akan tetapi jika waktu holding time semakin lama maka energi
panas

semakin

besar

yang

akan

mengakibatkan

domain-domain

magnet akan mulai acak dan tidak searah lagi. Hal ini dapat
mengakibatkan

penurunan

sifat

magnetik

pada

bahan

tersebut.

Fenomena ini ditunjukkan dengan menurunnnya sifat magnetik dengan


semakin lamanya waktu holding time sintering.

Pengujian Histeresis Magnet

Gambar 3.2 Histeresis magnet kompaksi 6 ton,

holding time 30

menit
Hasil histeresis magnet pada Gambar 3.2

menunjukkan bahwa

bahan serbuk besi ini merupakan bahan soft magnetik. Hal ini
ditunjukkan dengan kurva histeresis yang sangat kurus dan nilai
induksi remanen yang sangat kecil.

Gambar 3.3 Histeresis magnet kompaksi 6 ton, holding time 90


menit
Demikian pula dengan kurva histeresis pada Gambar 3.3. Kurva ini
menunjukkan bahwa bahan bersifat soft magnetik. Yang berbeda hanya
pada nilai induksi remanen (Br) dimana induksi remanen bahan yang
disintering selama 30 menit yaitu sebesar 230 Gauss sedangkan bahan
yang disintering selama 90 menit sebesar 150 Gauss.
Penjelasan dari kurva histeresis tersebut adalah sebagai berikut.
Garis berwarna merah merupakan polarisasi yang diberikan pada
bahan. Dari polarisasi ini akan diperoleh nilai H (gaya magnet)
maksimum yang diberikan pada bahan yaitu sekitar 13 kOe. Setelah itu,
akan muncul garis yang berwarna biru. Garis biru ini menunjukkan nilai
induksi maksimum yang ada pada bahan tersebut. Setelah gaya magnet
dihilangkan maka kurva biru ini akan turun dan memotong sumbu-y.
Titik perpotongan ini merupakan nilai dari induksi remanen (Br) bahan
tersebut
Referensi

P. W. Selwood "Magnetochemistry" Interscience (1956)

A. H. Morrish "The Physical Principles of Magnetism" John Wiley & Sons


(1965)
T
R. S. Drago "Physical Methods For Chemists" Saunders College and Harcourt
Brace Jovanovich (1992)
L. Solymar, D. Walsh "Lectures on the Electrical Properties of Materials"
Oxford (1993)

D. L. Goodstein "States of Matter" Dover (1985)

A. R. West "Solid State Chemistry and its Applications" John Wiley & Sons
(1992)

M. H. Krieger "Constitutions of Matter" University of Chicago Press (1996)


David Young, Introduction to Magnetochemistry, Diakses dari
http://www.ccl.net/cca/documents/dyoung/topics-orig/magnet.html pada 15
September 2015

Wikipedia, Magnetochemistry, Diakses dari


https://en.wikipedia.org/wiki/Magnetochemistry pada 15 Sepetember 2015

Anda mungkin juga menyukai