DISUSUN OLEH :
Yolanda Wulandari
19036046
Kimia (NK)
DOSEN PENGAMPU :
Dr. Hardeli, M.Si
JURUSAN KIMIA
TP 2021/2022
Sifat Magnet Zat Padat
Pendahuluan
Sifat magnet dari suatu zat dapat ditunjukkan dan diukur dengan neraca zat yang bersifat
diamagnetik akan menunjukkan berat kurang, sedangkan yang bersifat paramagnetik
menunjukkan berat lebih.
Sifat magnet zat berkaitan dengan konfigurasi elektronnya. Zat yang bersifat paramagnetik
mempunyai setidaknya satu elektron tak berpasangan. Semakin banyak elektron tak berpasangan,
semakin bersifat paramagnetik. Pengukuran sifat magnet dapat digunakan untuk menentukan
jumlah elektron tak berpasangan dalam satu spesi
Gambar 1 Diagram tingkat energi untuk ion Fe3+ dan untuk ion kompleks [FeF6]3- dan [Fe(CN
Konfigurasi elektron Fe3+ ialah [Ar]3d5 dan ada dua kemungkinan untuk
mendistribusikan kelima elektron d pada orbital-orbital d. Berdasarkan aturan Hund, kestabilan
maksimum akan tercapai apabila elektron diletakkan pada orbital terpisah dengan spin paralel.
Akan tetapi, susunan ini akan tercapai dengan satu syarat; “dua dari lima elektron harus
dipromosikan ke orbital dan yang energinya lebih tinggi”. Invastasi energi sebesar ini tidak
diperlukan jika kelima elektron memasuki orbital . Menurut prinsip larangan Pauli, akan ada hanya
satu elektron tak berpasangan dalam kasus ini.
Gambar 2 Diagram orbital untuk kompleks oktahedral spin-tinggi dan spin-rendah untuk masing-masing
konfigurasi elektron d4, d5, d6, dan d7. Pembedaan ini tidak dapat dibuat untuk d1, d2, d3, d8 , d9 ,dan d10.
Karena F- adalah ligan medan-lemah, kelima elektron d memasuki lima orbital d dengan
spin paralel sehingga terbentuk kompleks spin-tinggi (lihat Gambar 1). Sebaliknya, ion sianida
adalah ion medan-kuat, sehingga secara energi kelima elektron memilih berada di orbital rendah
karena dan karena itu terbentuklah kompleks spin-rendah. Komplek spin-tinggi lebih
paramagnetik daripada komplek spin-rendah.
Banyak elektron(atau spin) tak berpasangan dapat diketahui melalui pengukuran magnetik,
dan pada umumnya hasil percobaan akan mendukung prediksi yang diperoleh berdasarkan
pembelahan medan kristal. Namun pembedaan antara kompleks spin-rendah dan spin-tinggi dapat
dibuat hanya jika ion logam mengandung lebih dari tiga dan kurang dari delapan elektron d, sperti
pada Gambar 2.
2. Sifat Magnetik
Keberadaan konfigurasi spin-tinggi dan spin-rendah menyebabkan sifat magnetik pada
berbagai senyawa koordinasi. Zat dapat digolongkan sebagai paramagnetik atau diamagnetik
berdasarkan apakah zat tersebut ditarik ke dalam medan magnetik atau tidak. Gambar 18.18
menjelaskan eksperimen untuk menunjukkan kerentanan universal zat terhadap pengaruh medan
magnetik. Sampel berbentuk tabung digantung sedemikian sehingga dasarnya berada di antara
kutub magnet yang sangat kuat tetapi bagian puncaknya di luar medan magnetik. Zat ditimbang
dengan sangat cermat lalu ditimbang kembali bila magnetnya disingkirkan. Gaya total pada sampel
ternyata berubah akibat keberadaan medan magnetik. Zat yang ditolak oleh medan magnetik
nonuniform bobotnya lebih sedikit dan disebut diamagnetik. Dan zat yang ditarik oleh medan
magnetik bobotnya lebih tinggi dan disebut paramagnetik. Penimbangan yang baru dijelaskan ini
memberikan nilai numeric untuk kerentanan magnetik (magnetic susceptibility) suatu zat,
kecenderungannya untuk berinteraksi dengan medan magnetik. Kerentanan suatu diamagnet
adalah negatif dan kecil, sementara untuk paramagnet positif dan mungkin cukup besar
Paramagnetisme dikaitkan dengan atom, ion, atau molekul yang mengandung satu atau lebih
elektron dengan spin yang tidak berpasang. Zat diamagnetic mempunyai spin dengan semua
elektronya berpasangan. Jadi pengukuran kerentanan magnetik menyatakan mana zat yang spin
elektronnya tak-berpasangan dan mana yang spin elektronnya semua berpasangan. Jumlah electron
tak berpasangan permolekul dalam paramagnet bahkan dapat dihitung berdasarkan besarnya
kerentanan magnetik sampel tersebut. Berdasarkan molar, zat dengan dua electron tak berpasangan
permolekul ditarik ke dalam medan magnetik lebih kuat dibandingkan zat dengan hanya satu
elektron tak-berpasangan permolekul.
Fakta ini muncul sehubungan dengan kompleks koordinasi sebab paramagnetisme banyak
terjadi di antara kompleks logam transisi, padahal sebagian besar zat kimia lain bersifat
diamagnetik. Di antara kompleks ion logam tertentu, jumlah elektron tak-berpasangan,
sebagaimana teramati dari kerentanan magnetik, identitas ligannya beragam. Baik maupun
mempunyai enam ligan di seputar ion pusat, tetapi yang disebut pertama bersifat diamagnetic
(sebab zat itu merupakan kompleks spin-rendah, medan kuat) dan zat yang disebut terakhir adalah
paramagnetic karena ada empat electron tak-berpasangan (sebab zat ini merupakan kompleks spin-
tinggi,medan lemah). Demikian pula, adalah diamagnetik, tetapi memiliki empat electron tak-
berpasangan; kompleks ini juga berkaitan dengan dua konfigurasi .
Unsur transisi mempunyai siat-sifat khas yang membedakan dari unsur golongan utama, antara
lain :
Sifat logam, semua unsur transisi tergolong logam dengan titik cair dan titik didih yang
relatif tinggi.
Bersifat paramagnetik (sedikit tertarik ke dalam medan magnet
Sifat paramagnetik suatu atom merupakan sifat yang disebabkan karena adanya elektron yang
tidak berpasangan (elektron tunggal),sedang sifat feromagnetik ditentukan oleh banyaknya
elektron tunggal, semakin banyak elektron tunggalnya maka akan makin bersifat feromagnetik.
Zink dan unsur-unsur golongan IIB lainnya (Cd dan Hg) mempunyai titik leleh dan titik didih
yang relatif rendah tidak paramagnetik, melainkan bersifat diamagnetik (sedikit ditolak keluar
medan magnet). Sifat-sifat khas unsur transisi berkaitan dengan adanya subkulit d yang terisi tidak
penuh. Semua unsur transisi periode keempat memenuhi definisi ini, kecuali zink.
a. Paramagnetik
Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomic masing-masing
atomnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomik total seluruh atomnya dalam bahan nol.
Hal ini disebabkan karena gerakan atomnya acak, sehingga resultan medan magnet atomik masing-
masing atom saling meniadakan. Di bawah pengaruh medan eksternal, bahan tersebut akan
mensejajarkan diri karena adanya torsi yang dihasilkan, seperti terlihat pada Gambar 2.2. Sifat
paramagnetik ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet
luar (Jiles, D. C, 1998).
Bahan ini jika diberi medan magnet luar, elektron-elektronnya akan berusaha sedemikian rupa
sehingga resultan medan magnet atomiknya searah dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik
ditimbulkan oleh momen magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar. Pada bahan
ini efek diamagnetik (efek timbulnya medan magnet yang melawan medan magnet penyebabnya)
dapat timbul, tetapi pengaruhnya sangat kecil. Dalam bahan ini hanya sedikit spin elektron yang
tidak berpasangan, sehingga bahan ini sedikit menarik garis-garis gaya. Dalam bahan
paramagnetik, medan B yang dihasilkan akan lebih besar dibanding dengan nilainya dalam
hampa udara. Suseptibilitas magnet dari bahan paramagnetik adalah positif dan berada dalam
rentang 10-5 sampai 10-3 m3/kg, sedangkan permeabilitasnya adalah μ > μo. Contoh bahan
paramagnetik: alumunium, magnesium dan wolfram.
Pada medan magnetik luar yang kuat pada temperatur yang sangat rendah, hampir seluruh
momen akan diserahkan dengan medannya. Dalam keadaan ini kontribusi pada medan magnetik
total akibat bahan ini sangat besar, seperti yang diperlihatkan dalam taksiran numerik. Akan tetapi,
sekalipun dengan medan magnetik terkuat yang dapat diperoleh di laboratorium, temperatur
haruslah serendah beberapa Kelvin untuk memperoleh derajat penyearahan yang tinggi.
Telah kita ketahui bahwa energi potensial dipole listrik dengan momen p dalam medan listrik
E pada persamaan:
Energi potensial dari suatu dipol magnetik dengan momen m di dalam medan magnetik
luar B diberikan oleh persamaan yang sama:
𝑈 = −𝑚𝐵𝑐𝑜𝑠𝜃 = −𝑚. 𝐵
Energi potensial apabila momennya sejajar dengan medan (θ = 0) dengan demikian lebih
rendah dibandingkan apabila momennya sejajar dan berlawanan arah (θ = 180o) sebesar 2mB.
Untuk momen magnetik 1 magneton Bohr dan medan magnetik sekuat 1 T, perbedaan energi
potensialnya adalah :
yang kira-kira 200 kali lebih besar dari 2mBB. Dengan demikian, sekalipun dalam medan
magnetik yang kuatnya 1 T, sebagian besar momen magnetik tersebut akan berorientasi acak
karena gerak termalnya.
Perhatikan bahwa merupakan rasio antara energi maksimum dipol dalam medan magnetik dengan
energi termal karakteristiknya dan dengan demikian akan berupa bilangan tanpa dimensi. Hasil
bahwa pemagnetan ini terbalik dengan temperatur mutlak ditemukan secara percobaan oleh Pierre
Curie dan dikenal hukum Curie.
b. Feromagnetisme
Bahan ferromagnetik mempunyai resultan medan magnet atomik besar, hal ini disebabkan oleh
momen magnetik spin elektron. Pada bahan ini banyak spin elektron yang tidak berpasangan,
masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan menimbulkan medan magnetik,
sehingga medan magnet total yang dihasilkan oleh satu atom menjadi lebih besar. Medan magnet
dari masing-masing atom dalam bahan ferromagnetik sangat kuat, sehingga interaksi diantara
atom-atom tetangganya menyebabkan sebagian besar atom akan mensejajarkan diri membentuk
kelompok-kelompok, kelompok inilah yang dikenal dengan domain, diperlihatkan pada Gambar
2.3 (Jiles, D. C, 1998).
Bahan ferromagnetik juga memiliki suseptibilitas yang tinggi, sangat berguna karena
menghasilkan medan magnet B yang kuat dengan arus yang relative kecil dalam koil. Bahan ini
memiliki banyak domain kecil dengan dimensi linier sekitar 1μm (10-6m). Tiap domain berisi
beberapa dipol magnet hasil spin elektron, yang disusun secara paralel oleh gaya yang kuat antara
dipol-dipol yang berdekatan. Arah susunan dari dipol magnet dari domain yang satu dengan
yanglainnya berbeda, sehingga biasanya tidak terdapat gabungan medan magnet dalam bahan
tersebut sebagai satu-kesatuan.
Bahan ferrimagnetik memiliki resisitivitas yang jauh lebih tinggi dibanding bahan ferromagnet.
Oleh karena itu ferrimagnet (ferrit) arus-eddy yang terjadi pada bahan ini kecil. Dalam bahan ini
hanya sedikit spin elektron yang tidak berpasangan, sehingga bahan ini sedikit menarik garis-garis
gaya, diperlihatkan pada Gambar 2.5.
Jika terdapat medan magnet yang dihasilkan oleh sumbernya H (dalam oersted), maka di
ruang hampa yang permeabilitas magnetnya μ0 bermedan magnet B (dalam gauss), dinyatakan
dalam kaitan:
B = μo H
Persamaan (2.1) memperlihatkan hubungan kesebandingan antara B dengan H. Bedanya
H selalu tetap pada sumber medan magnet yang tetap, sedangkan B bergantung pada H dan jenis
bahan mediumnya. Jenis bahan medium itu dinyatakan dalam bentuk permeabilitas bahan itu (μ),
sehingga B di medium itu dinyatakan:
B=μH
Selain bergantung pada jenis bahan, ternyata μ juga bergantung pada suhu bahan dan kuat
medan magnet yang bekerja. Sebagai contoh, besi (Fe) berkadar 99,91% pada B = 20 gauss dan
suhu kamar mempunyai μ= 200 gauss/oersted, sedangkan pada suhu 0oC permeabilitas magnet itu
besarnya 920 gauss/oersted, bahkan nilai μ maksimum yang mungkin adalah 5000 gauss/oersted.
Keberadaan nilai μ bahan berkaitan dengan sifat magnetiknya (Gambar 2.6), sehingga bahan itu
termasuk: ferromagnetik, ferrimagnetik, paramagnetik, ataukah diamagnetic (Jiles, D. C 1998).
c. Diamagnetisme