Anda di halaman 1dari 6

1.

Sifat Magnetik Kristal


Besarnya pembelahan kristal menentukan sifat magnetik suatu ion kompleks. Ion
{Ti(H2O)6]3+, yang hanya mempunyai satu elektron d, selalu paramagnetik. Namun
untuk suatu ion dengan beberapa elektron d, situasinya tidak semudah itu. Misalnya,
komplek oktahedral [FeF6]3- dan [Fe(CN)6]3- (Gambar 1). untuk lebih jelas klik
gambar.

Gambar 1 Diagram tingkat energi untuk ion Fe3+ dan untuk ion kompleks [FeF6]3-
dan [Fe(CN

Konfigurasi elektron Fe3+ ialah [Ar]3d5 , dan ada dua kemungkinan untuk
mendistribusikan kelima elektron d pada orbital-orbital d. Berdasarkan aturan Hund,
kestabilan maksimum akan tercapai apabila elektron diletakkan pada orbital terpisah
dengan spin paralel. Akan tetapi, susunan ini akan tercapai dengan satu syarat; dua
dari lima elektron harus dipromosikan ke orbital dan yang energinya lebih tinggi.
Invastasi energi sebesar ini tidak diperlukan jika kelima elektron memasuki orbital .
Menurut prinsip larangan Pauli, aka nada hanya satu elektron tak berpasangan dalam
kasus ini.

Gambar 2 Diagram orbital untuk kompleks oktahedral spin-tinggi dan spin-rendah


untuk masing-masing konfigurasi elektron d4, d5, d6, dan d7. Pembedaan ini tidak
dapat dibuat untuk d1, d2, d3, d8 , d9 ,dan d10
Gambar 2 menunjukkan distribusi elektron di antara orbital-orbital d yang
menghasilkan kompleks spin-rendah dan dan spin-tinggi. Susunan sebenarnya dari
elektron-elektron ini ditentukan berdasarkan besarnya kestabilan yang didapatkan
dengan mempunyai spin paralel maksimum versus investasi energi yang diperlukan
untuk mempromosikan elektron ke orbital d yang lebih tinggi. Karena F- adalah ligan
medan-lemah, kelima elektron d memasuki lima orbital d dengan spin paralel
sehingga terbentuk kompleks spin-tinggi (lihat Gambar 1). Sebaliknya, ion sianida
adalah ion medan-kuat, sehingga secara energi kelima elektron memilih berada di
orbital rendah karena dan karena itu terbentuklah kompleks spin-rendah. Komplek
spin-tinggi lebih paramagnetik daripada komplek spin-rendah.

Banyak elektron(atau spin) takberpasangan dapat diketahui melalui pengukuran


magnetik, dan pada umumnya hasil percobaan akan mendukung prediksi yang
diperoleh berdasarkan pembelahan medan kristal. Namun pembedaan antara
kompleks spin-rendah dan spin-tinggi dapat dibuat hanya jika ion logam mengandung
lebih dari tiga dan kurang dari delapan elektron d, sperti pada Gambar 2 .

2. Sifat Magnetik
Keberadaan konfigurasi spin-tinggi dan spin-rendah menyebabkan sifat magnetik
pada berbagai senyawa koordinasi. Zat dapat digolongkan sebagai paramagnetik atau
diamagnetik berdasarkan apakah zat tersebut ditarik ke dalam medan magnetik atau
tidak. Gambar 18.18 menjelaskan eksperimen untuk menunjukkan kerentanan
universal zat terhadap pengaruh medan magnetik. Sampel berbentuk tabung digantung
sedemikian sehingga dasarnya berada di antara kutub magnet yang sangat kuat tetapi
bagian puncaknya di luar medan magnetik. Zat ditimbang dengan sangat cermat lalu
ditimbang kembali bila magnetnya disingkirkan. Gaya total pada sampel ternyata
berubah akibat keberadaan medan magnetik. Zat yang ditolak oleh medan magnetik
nonuniform bobotnya lebih sedikit dan disebut diamagnetik. Dan zat yang ditarik oleh
medan magnetik bobotnya lebih tinggi dan disebut paramagnetik. Penimbangan yang
baru dijelaskan ini memberikan nilai numeric untuk kerentanan magnetik (magnetic
susceptibility) suatu zat, kecenderungannya untuk berinteraksi dengan medan
magnetik. Kerentanan suatu diamagnet adalah negatif dan kecil, sementara untuk
paramagnet positif dan mungkin cukup besar.
Paramagnetisme dikaitkan dengan atom, ion, atau molekul yang mengandung satu atau lebih
elektron dengan spin yang tidak berpasang. Zat diamagnetic mempunyai spin dengan semua
elektronya berpasangan. Jadi pengukuran kerentanan magnetik menyatakan mana zat yang
spin elektronnya tak-berpasangan dan mana yang spin elektronnya semua berpasangan.
Jumlah electron tak berpasangan permolekul dalam paramagnet bahkan dapat dihitung
berdasarkan besarnya kerentanan magnetik sampel tersebut. Berdasarkan molar, zat dengan
dua electron tak berpasangan permolekul ditarik ke dalam medan magnetik lebih kuat
dibandingkan zat dengan hanya satu elektron tak-berpasangan permolekul.

Fakta ini muncul sehubungan dengan kompleks koordinasi sebab paramagnetisme banyak
terjadi di antara kompleks logam transisi, padahal sebagian besar zat kimia lain bersifat
diamagnetik. Di antara kompleks ion logam tertentu, jumlah elektron tak-berpasangan,
sebagaimana teramati dari kerentanan magnetik, identitas ligannya beragam.
Baik maupun mempunyai enam ligan di seputar ion pusat, tetapi yang disebut pertama
bersifat diamagnetic (sebab zat itu merupakan kompleks spin-rendah, medan kuat) dan zat
yang disebut terakhir adalah paramagnetic karena ada empat electron tak-berpasangan (sebab
zat ini merupakan kompleks spin-tinggi,medan lemah). Demikian pula, adalah diamagnetik,
tetapi memiliki empat electron tak-berpasangan; kompleks ini juga berkaitan dengan dua
konfigurasi .

1. Sifat Magnetik Unsur Transisi Periode ke Empat

Unsur transisi mempunyai siat-sifat khas yang membedakan dari unsur golongan
utama, antara lain :

1. Sifat logam, semua unsur transisi tergolong logam dengan titik cair dan titik didih
yang relatif tinggi.
2. Bersifat paramagnetik (sedikit tertarik ke dalam medan magnet).

Sifat paramagnetik suatu atom merupakan sifat yang disebabkan karena adanya
elektron yang tidak berpasangan (elektron tunggal),sedang sifat feromagnetik ditentukan oleh
banyaknya elektron tunggal, semakin banyak elektron tunggalnya maka akan makin bersifat
feromagnetik.

Unsur transisi periode ke empat dan senyawa-senyawanya umumnya bersifat


paramagnetik (apabila ditarik kuat ke dalam medan magnet). Feromagnetisme hanya
diperlihatkan oleh beberapa logam, yaitu besi, kobal, dan nikel, serta logam-logam campur
tertentu.

Zink dan unsur-unsur golongan IIB lainnya (Cd dan Hg) mempunyai titik leleh dan titik didih
yang relatif rendah tidak paramagnetik, melainkan bersifat diamagnetik (sedikit ditolak
keluar medan magnet). Sifat-sifat khas unsur transisi berkaitan dengan adanya subkulit d
yang terisi tidak penuh. Semua unsur transisi periode keempat memenuhi definisi ini, kecuali
zink.

3. Magnetisme dalam materi

1. Paramagnetik

Bahan paramagnetik ialah bahan-bahan yang memiliki suseptibiltas magnetic Xm


yang positif, dan sangat kecil. Paramagnetisme muncul dalam bahan yang atom-atomnya
memiliki momen magnetik permanen yang berinteraksi satu sama lain secara sangat lemah.
Apabila tidak terdapat medan magnetik luar, momen magnetik ini akan berorientasi acak.
Dengan daya medan magnetik luar, momen magnetik ini cenderung menyearahkan sejajar
dengan medannya, tetapi ini dilawan oleh kecenderungan momen untuk berorientasi acak
akibat gerakan termalnya. Perbandingan momen yang menyearahkan dengan medan ini
bergantung pada kekuatan medan dan pada temperaturnya. Pada medan magnetik luar yang
kuat pada temperatur yang sangat rendah, hampir seluruh momen akan diserahkan dengan
medannya. Dalam keadaan ini kontribusi pada medan magnetik total akibat bahan ini sangat
besar, seperti yang diperlihatkan dalam taksiran numerik. Akan tetapi, sekalipun dengan
medan magnetik terkuat yang dapat diperoleh di laboratorium, temperatur haruslah serendah
beberapa Kelvin untuk memperoleh derajat penyearahan yang tinggi.

Telah kita ketahui bahwa energi potensial dipole listrik dengan momen p dalam medan
listrik E pada persamaan :

Energi potensial dari suatu dipol magnetik dengan momen m di dalam medan magnetik
luar Bdiberikan oleh persamaan yang sama:

Energi potensial apabila momennya sejajar dengan medan (θ = 0) dengan demikian lebih
rendah dibandingkan apabila momennya sejajar dan berlawanan arah (θ = 180o) sebesar
2mB. Untuk momen magnetik 1 magneton Bohr dan medan magnetik sekuat 1 T, perbedaan
energi potensialnya adalah :
Pada temperature normal T=300K, energi termal kT ialah :

yang kira-kira 200 kali lebih besar dari 2mBB. Dengan demikian, sekalipun dalam medan
magnetik yang kuatnya 1 T, sebagian besar momen magnetik tersebut akan berorientasi acak
karena gerak termalnya.
Pada hukum Curie,

Perhatikan bahwa merupakan rasio antara energi maksimum dipol dalam medan magnetik
dengan energi termal karakteristiknya dan dengan demikian akan berupa bilangan tanpa
dimensi. Hasil bahwa pemagnetan ini terbalik dengan temperatur mutlak ditemukan secara
percobaan oleh Pierre Curie dan dikenal hukum Curie.

2. FEROMAGNETISME
Bahan feromagnetisme merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas
magnetik Xm positif, yang sangat tinggi. Feromagnetisme muncul pada besi murni, kobalt,
dan nikel serta paduan dari logam-logam ini. Sifat ini juga dimiliki oleh gadolinium,
disprosium, dan beberapa senyawa lain. Dalam bahan-bahan ini sejumlah kecil medan
magnetik luar dapat menyebabkan derajat penyearahan yang tinggi pada momen dipol
magnetik atomnya. Dalam beberapa kasus, penyearahan ini dapat bertahan sekalipun medan
pemagnetannya telah hilang. Ini terjadi karena momen dipol magnetik atom dari bahan-bahan
ini mengerahkan gaya-gaya yang kuat pada atom tetangganya sehingga dalam daerah ruang
yang sempit, momen ini disearahkan satu sama lain sekalipun medan luarnya tidak ada lagi.
Daerah ruang tempat momen dipol megnetik disearahkan ini disebut daerah magnetik.
Ukuran suatu ranah biasanya bersifat mikroskopik. Dalam daerah ini, semua momen
magnetik disearahkan, tetapi arah penyearahannya beragam dari daerah ke daerah sehingga
momen magnetik total dari kepingan mikroskopik bahan feromagnetik ini adalah nol dalam
keadaan normal.
Apabila medan magnetik luar dikerahkan, batas-batas daerah tersebut dapat bergeser
atau arah penyearahan dalam suatu daerah dapat berubah sehingga terdapat momen magnetik
mikroskopik total dalam arah medan yang dikerahkan tersebut. Karena derajat penyearahan
itu terlalu besar bahkan untuk medan luar yang lemah, medan magnetik yang dihasilkan
dalam bahan ersebut oleh dipol-dipol seringkali jauh lebih besar daripada medan luarnya.
3. DIAMAGNETISME
Bahan diamagnetisme merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas
magnetik Xm negatif dan sangat kecil. Sifat diamagnet ditemukan oleh Faraday pada tahun
1846 ketika ia mengetahui bahwa sekeping bismuth ditolak oleh kedua kutub magnet, yang
memperlihatkan bahwa medan luar dari magnet tersebut menginduksikan suatu momen
magnetik pada bismuth dalam arah yang berlawanan dengan medan tersebut. Kita dapat
memahami pengaruh ini secara kualitatif dengan menggunakan hukum Lenz.
Atom dengan struktur elektron kulit tertutup memiliki momentum sudut total sama
dengan nol dan dengan demikian tidak ada momen magnetik permanen totalnya. Bahan-
bahan yang memiliki atom yang demikian-bismut, misalnya-merupakan bahan diamagnetik.
Sebagaimana yang akan kita lihat kemudian, momen magnetik induksi yang menyebabkan
diamagnetisme memiliki besar orde 10-5 magneton Bohr. Karena nilai ini jauh lebih rendah
daripada momen magnetik permanen atom-atom bahan paramagnetik dan feromagnetik, yang
tidak memiliki struktur kulit tertutup, pengaruh diamagnetik pada atom-atom ditutupi oleh
penyearahan momen magnetik permanen. Akan tetapi, karena penyebarisan ini menurun
terhadap temperatur, semua bahan secara teoritis bersifat diamgnetik pada temperatur yang
cukup tinggi.
Superkonduktor merupakan diamagnetik yang sempurna, artinya superkonduktor ini
memiliki suseptibilitas magnetik -1. apabila superkonduktor ini ditempatkan dalam medan
magnetik luar, arus listrik akan diinduksikan pada permukaannnya sehingga medan magnetik
total dalam superkonduktor tersebut menjadi nol. Perhatikan batang superkonduktor di dalam
solenoida dengan n lilitan per panjang satuan. Apabila solenoidanya dihubungkan dengan
sumber ggl sehingga menyalurkan arus I, medan magnetik akibat solenoidanya akan sama
dengan . Arus permukaan sebesar –nI per panjang satuan yang diinduksikan pada batang
superkonduktor akan meniadakan medan akibat solenoida sehingga medan total di dalam
superkonduktor sama dengan nol.
http://fisikaunlam06.blogspot.com/2010/06/sifat-magnetik-zat-padat-pendahuluan_05.html

CONTOH SOAL

Ion kompleks oktahedral [FeCl6]3- dan [Fe(CN)6]3- keduanya paramagnetik, tetapi senyawa
pertama berspin tinggi sedangkan yang kedua berspin rendah. Identifikasikan konfigurasi
elektron d dalam kedua ion kompleks oktahedral ini. Mana yang pembelahan medan
oktahedralnya yang lebih besar? Bagaimana perbedaan energi stabilisasi pada kristal di antara
kedua kompleks ini?
Penyelesaian:
Ion Fe3+ mempunyai 5 elektron d. Kompleks berspin tinggi seperti [FeCl6]3- mempunyai 5
spin berpasangan ; kompleks berspin rendah seperti [Fe(CN)6]3- mempunyai satu spin
berpasangan . ∆0 pembelahan harus lebih besar ligan sianida daripada untuk ion klorida.
CFSE untuk kompleks [FeCl6]3- ialah nol, sedangkan untuk komplek [Fe(CN)6]3- ialah –2 ∆0.
REFF :

https://studylibid.com/doc/38940/pendahuluan-fisika-zat-padat-kristal-semikonduktor-1

Anda mungkin juga menyukai