Anda di halaman 1dari 10

MEKANIK PERNAPASAN (mechanics of breathing)

Udara, seperti cairan, berpindah dari daerah bertekanan tinggi menuju tekanan rendah. Karena
itu, agar udara bisa berpindah masuk atau keluar dari paru, harus ada perbedaan tekanan antara
atmosfer dan alveoli. Jika tidak terjadi perbedaan tekanan, tidak akan terjadi aliran udara. Pada
keadaan normal, inspirasi akan menyebabkan tekanan dalam alveoli turun sampai di bawah
tekanan atmosfer.
Untuk pembahasan mekanik pernapasan, definisi tekanan atmosfer adalah 0 cmH2O, maka
tekanan alveoli di bawah tekanan atmosfer disebut sebagai pernapasan tekanan negatif.
Perbedaan tekanan tersebut menyebabkan udara dari luar, setelah berhasil mengatasi hambatan
dari saluran napas, masuk melalui saluran napas ke dalam paru.

Udara masuk ke dalam paru bisa juga terjadi karena peningkatan tekanan dalam rongga hidung
dan mulut di atas tekanan alveolar. Ventilasi tekanan positif tersebut biasanya dilakukan pada
pasien yang tidak mampu melakukan pernapasan tekanan negatif dengan efektif, yang bisa
menimbulkan perbedaan tekanan antara udara luar dengan alveoli. Udara mengalir keluar dari
paru bila tekanan dalam alveoli lebih tinggi dari udara luar dan cukup untuk menahan tahanan
dalam saluran napas.

Pembentukan perbedaan tekanan antara atmosfer dengan alveoli


Selama pernapasan negatif normal, tekanan alveolar dibuat lebih rndah dibandingkan tekanan
atmosfer. Kondisi ini bisa terwujud akinat otot inspirasi berkontraksi, menyebabkan peningkatan
volume alveoli, selanjutnya penurunan tekanan dalam alveoli mengikuti hukum Boyle.

Ekspansi pasif alveoli


Alveoli tidak mampu mengembangkan dirinya sendiri. Mereka hanya bisa mengembang secara
pasif sebagai respons terhadap penigkatan kekuatan yang mengembangkan dinding alveoli.
Peningkatan gradien tekanan transmural tersebut, ditimbulkan oleh otot inspirasi, lalu membuka
alveoli yang sangat mudah mengembang dan selanjutnya menurunkan tekanan dalam alveoli.

Tekanan negatif intrapleura


Tekanan di dalam ruang tipis antara pleura parietal dan pleura viseral sedikit subatmosfer dalam
keadaan normal, meskipun tidak ada otot inspirasi yang berkontraksi. Tekanan intrapleura
negatif tersebut (kadang-kadang juga mengikuti tekanan negatif intratoraks) sebesar 3-5 cmH2O
terutama akibat interaksi mekanik antara paru dengan dinding toraks.

Pada akhir ekspirasi, saat semua otot pernapasan relaksasi, paru dan dinding toraks bekerja
dengan arah yang berlawanan satu dengan lainnya. Volume paru cenderung mengecil akibat
rekoil elastic ke dalam dinding alveolar yang mengembang; volume dinding dada cenderung
membesar akibat rekoil elastic keluar dinding dada. Akhirnya, dinding toraks beraksi menahan
alveoli agar tetap terbuka sebagai perlawanan terhadap elastic recoil alveoli ke dalam. Dengan
cara serupa (arahnya berlawanan) paru beraksi menahan dinding dada tetap kecil. Akibat
interaksi tersebut, terjadi tekanan negatif pada pada ruangan tipis (sekitar 10-30 um pada volume
paru normal) yang berisi cairan pleura. Pada keadaan normal, tidak ada udara dalam ruangan
tersebut dan paru dipertahankan mengembang oleh dinding toraks yang diantarai oleh selapis
tipis cairan serosa intra pleura, diperkirakan volume totalnya 7 - 15 ml.
Awalnya, sebelum terjadi aliran udara, tekanan dalam alveoli sama dengan tekanan dalam
atmosfer, sesuai prjanjian 0 cm H2O. Tekanan alveolar lebih tinggin dibanding tekanan
intrapleura, karena merupakan jumlah tekanan intrapleura ditambah tekanan rekoil elastik
alveolar.

Tekanan alneolar = tekanan intrapleura + tekanan rekoil elastik alveoli

Otot inspirasi bekerja untuk meningkatkan volume rongga toraks. Pada saat otot inspirasi
berkontraksi, terjadi peningkatan volume rongga toraks dan meningkatkan peregangan paru,
tekanan intrapleura menjadi lebih negatif. Selanjutnya, gradien tekanan transmural akan
melebarkan dinding alveoli, kadang-kadang disebut juga tekanan transpulmonal, dan alveoli
mengembang secara pasif. Peningkatan volume alveoli akan menurunkan tekanan dalam rongga
alveoli dan prbedaan tekanan udara menyebabkan aliran uadara masuk ke dalam paru.

Hanya sebagian kecil saja alveoli yang bersentuhan langsung dengan dinding pleura (tetak
perifer), lalu bagaimana engan alveoli yang letaknya sentral, apakah volume mereka bisa
mengembang juga akibat tekanan negatif intrapleura? Analisis memperlihatkan bahwa tekanan
pada permukaan pleura akan diteruskan, melalui dinding alveoli, menuju alveoli yang letaknya
lebih sentral dan juga saluran napas proksimal. Struktur tersebut bisa dilihat pada gambar di
samping ini.

Proses Ventilasi Pernapasan dan Kelainannya


By galih | 11/05/2010

6 Comments

Sistem respirasi berfungsi dalam menyediakan oksigen dari luar tubuh untuk sel dan membuang
produksi karbondioksida oleh sel ke luar tubuh. Penyediaan oksigen dan pembuangan
karbondioksida merupakan fungsi vital bagi kehidupan sehingga perlu dijaga keseimbangannya.
Proses respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu:

1. Ventilasi, yaitu proses pergerakan udara keluar masuk paru-paru


2. Pertukaran gas di dalam alveoli dan darah (pernapasan eksternal)
3. Transportasi gas melalui darah
4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan (pernapasan internal)
5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuangan CO2 (pernapasan seluler)

VENTILASI
Ventilasi merupakan proses pergerakan udara ke dan dari dalam paru. Proses ini berfungsi untuk
menyediakan/menyalurkan oksigen dari udara luar yang dibutuhkan sel untuk metabolisme dan
membuang karbondioksida hasil sisa metabolisme sel ke luar tubuh. Proses terdiri atas dua tahap,
yaitu inspirasi, pergerakan udara dari luar ke dalam paru dan ekspirasi, pergerakan udara dari
dalam ke luar paru. Namun secara volume pernapasan, ventilasi dibagi dua menjadi ventilasi per
menit dan ventilasi alveolar.

1. Minute Ventilasi (MV) : udara yang keluar masuk paru dalam 1 menit.
Minute ventilasi dapat dihitung dengan rumus:
MV = Vol. Tidal (VT) x Respiratory rate (RR)
Volume tidal = volume sekali hembusan napas = 500 ml
RR = respiration rate = frekuensi pernapasan dalam 1 menit = 12-18x/menit

2. Alveolar ventilasi (AV)


AV = (VT dead space)x RR
Dead space = ruang mati= volume udara yang tidak mengalami pertukaran gas (150 ml per
hembusan napas).

Agar proses ventilasi ini dapat berlangsung sempurna diperlukan fungsi yang baik dari seluran
pernapasan, otot-otot pernapasan serta elastisitas jaringan paru dan dinding toraks. Berikut akan
dibahas mengenai faktor-faktor yang berperan dalam proses ventilasi tersebut.
1. Saluran Pernapasan
Secara fungsional saluran pernapasan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
Zona Konduksi : terdiri atas hidung, faring, trakea, bronkus serta bronkiolus terminalis. Zona ini
mempunyai fungsi untuk menyediakan sarana mengalirnya udara ke dan dari paru dan
mempersiapkan udara yang masuk (pembersihan, pelembaban, penghangatan).

HIDUNG

Pembersihan atau penyeleksian partikel-partikel asing yang berukuran besar dilakukan oleh
rambut-rambut kasar (vibrissae) pada hidung. Pada fossa nasalis partikel halus serta gas-gas
tertentu terperangkap ke pada lapisan mukus yang dihasilkan oleh kelenjar seromukus. Selain itu
pembersihan pada hidung diperankan oleh silia yang menyusun epitel respiratorik pada daerah
tersebut. Zat mukus juga dapat membunuh bakteri yang masuk dikarenakan mengandung enzim
lisosom. Pada concha nasalis memperluas permukaan mukosa hidung dan sistem pleksus vena
meingkatkan efektifitas fungsi pelembaban serta fungsi penghangatan selain dibantu oleh mukus
dan sekret serosa yang dihasilkan oleh kelenjar seromukus. Mukus dan sekret serosa juga dapat
melindungi pelapis alveolar yang halus dan lembut agar tidak terjadi kekeringan. Pada hidung
dapat berfungsi sebagai pembau. Hal ini disebabkan oleh adanya reseptor pembau pada sel
olfaktori pada daerah atap rongga hidup atau concha nasalis superior.

SINUS PARANASALIS

Sinus paranasalis merupakan ruangan-riangan disekitar rongga hidung yang dindingnya


diperkuat oleh tulang-tulang tengkorak. Sinus paranasalis terdiri atas sinus frontalis, sinus
ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maksilaris. Sinus ini membantu proses pelembaban
serta menghangatkan udara pernapasan, sebagai ruang resonansi udara, memperingan berat serta
menghemat massa tulang tengkorak.

FARING

Faring terbagi atas tiga bagian, yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Nasofaring terletak
di belakang cavum nasi yang berfungsi sebagai saluran udara pernapasan, penangkal infeksi
(dilakukan oleh jaringan limfoid adenoid) dan menunjang fungsi telinga (diperankan oleh tuba
eustachii yang menghubungkan telingan tengah dengan nasofaring). Orofaring terletak
dibelakang cavum oris berperan sebagai saluran pernapasan dan saluran makanan. Sebagai
penangkal infeksi, orofaring terdapat kelenjar limfoid yaitu tonsil palatinum dan tonsil lingualis.
Laringofaring merupakan bagian akhir dari faring berperan sebagai saluran pernapasan dan
saluran makanan.

LARING

Laring berperan sebagai saluran udara (pintu pengatur perjalanan udara dan makanan yang
diperankan oleh epiglotis) dan sebagai organ penimbul suara yang diperankan oleh plika vokalis.
Kualitas suara selain dipengaruhi oleh laring khususnya plika vokalis, dipengaruhi juga oleh
fungsi resonansi dari rongga hidung, rongga mulut, sinus paranasalis, faring serta otot-otot
penggerak lidah, bibir dan pipi.
TRAKEA

Trakea adalah tabung berdinding tipis, panjangnya sekitar 10 cm, meluas dari pangkal laring ke
titik ia bercabang menjadi bronkus primer (bifurcatio trachea). Pada trakea terdapat tulang rawan
hialin berjumlah 20 buah yang berbentuk cincin tapal kuda (C) yang berfungsi menjaga agar
lumen trakea tetap terbuka. Trakea dapat juga dijuluki sebagai ekskalator mukosiliaris karena
silia dan trakea dapat mendorong benda asing yang terikat zat mukus ke arah faring yang
kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan. Refleks batuk menyebabkan kontraksi otot dan
penyempitan lumen trakea.

BRONKUS dan BRONKIOLUS

Struktur dari bronkus primer masih serupa dengan struktur trakea namun bronkus sekunder
(bronkus lobaris) terjadi perubahan struktur. Pada bagian akhir dari bronkus, cincin tulang rawan
yang utuh berubah menjadi lempeng-lempengan. Pada bronkiolus terminalis tulang rawan dan
kelenjar seromukus akan menghilang dan hanya dilapisi oleh otot polos. Pada daerah ini juga
terjadi perubahan epitel respiratorik (pseudocomplex kolumner bersilia dengan sel goblet)
menjadi selapis kolumner rendah atau kuboid dan sel-sel goblet mulai menurun jumlahnya atau
ada yang menghilang.

ELASTISITAS SISTEM PERNAPASAN

Proses respirasi sangat diengaruhi oleh adanya pengembangan dan pengempisan paru dan rongga
dada. Proses inspirasi dapat berlangsung apabila paru dan rongga dada mengembang dan begitu
sebaliknya untuk proses ekspirasi. Kemampuan untuk mengembang dari jaringan paru dan
dinding rongga dada disebut compliance. Sedangkan kemampuang untuk mengecil jaringan paru
dan dinding rongga dada disebut elastisitas. Compliance (C) dinyatakan sebagai rasio antara
perubahan volume (V) dan perubahan satuan pada tekanan (P) yang mengembangkan paru ( C
= V/P). Compliance paru dalam keadaan normal sekitar 0,2 liter/ cm H2O. Compliance ini
dipengaruhi oleh ukuran, usia, dan jenis kelamin seseorang. Pada penyakit restriktif, seperti
fibrosis paru dan edema paru nilai compliance paru rendah/berkurang. Selain itu, beberapa
keadaan yang dapat menurunkan compliance antara lain: deformitas tulang dada, penulangan
(osifikasi) tulang rawan toraks, pakaian ketat serta rasa nyeri yang ditimbulkan pada dinding
toraks. Hilangnya jaringan alveolar pada emfisema membuatnya lebihmudah meregang sehingga
compliance paru meningkat.

Elastisitas pada sistem respirasi dibagi menjadi dua macaam, yaitu: elastisitas paru dan elatisitas
toraks. Selama fase inspirasi diperlukan daya elastisitas yang aktif, sedangkan pada fase ekspirasi
diperlukan daya elastisitas yang pasif. Daya elatisitas paru ditentukan oleh jalinan serabut elastin
dan serabut kolagen diantara parenkim paru. Pada paru yang mengempis, serabut-serabut ini
secara elastis berkontraksi dan menjadi kaku; kemudian ketika paru mengembang, serabut-
serabut menjadi teregang dan tidak menjadi kaku lagi, dengan demikian menjadi lebih panjang
dan mengerahkan daya elastisitas yang kuat. Tegangan permukaan alveoli adalah suatu gaya
yang mendorong molekul cairan mengikat satu sama lain sehingga menimbulkan suatu tegangan
pada permukaannya. Tegangan permukaan pada alveoli merupakan gaya yang menghambat
pengembangan paru pada waktu insiprasi dan menimbulkan pengempisan alveoli pada waktu
ekspirasi. Tegangan permukaan ini sangat dipengaruhi oleh surfaktan.

SURFAKTAN

Surfaktan adalah suatu zat campuran antara lemak fosfat, lemak jenis lain, protein lesitin dan
karbohidrat. Surfaktan ini dihasilkan oleh sel pneumosit/alveolar tipe II dan sel septal pada
septum interalveolaris. Surfaktan baru terbentuk setelah terbentuknya sel pneumosit tipe II pada
fase embriologi kanalikular pada sekitar minggu ke-20 masa kandungan namun terdapat dalam
jumlah kecil dan tidak cukup untuk menunjang pernapasan yang tidak dibantu sampai setelah 26
minggu. Surfaktan yang cukup terbentuk dalam keadaan normal terbentuk antara minggu ke24-
26. Surfaktan bertambah secara signifikan dalam dua minggu sebelum lahir. Bayi prematur
berisiko tinggi mengalami Respiratory Distress Syndrome (sindrom gawat napas) yang berkaitan
dengan pembentukan surfaktan pada masa embriologi. Salah satu gejala penyakit ini adalah
banyaknya alveoli yang menutup akibat tegangan permukaan alveoli yang tinggi. Komposisi zat
dari surfaktan antara lain: fosfatidilkolin 62%, fosfatidilglisin 5%, fosfolipid lainnya 10%, lemak
netral 13%, protein 8%, dan karbohidrat 2%. Surfaktan berperan menurunkan tegangan
permukaan pada cairan alveoli sehingga alveoli lebih mudah berkembang pada waktu inspirasi
dan mencegah alveoli menutup (kolaps) pada akhir ekspirasi. Tanpa surfaktan akan diperlukan
tenaga 20 kali lebih besar untuk inspirasi dan akan banyak alveoli yang menutup pada waktu
ekspirasi.

Selain itu surfaktan dapat mencegah transudasi ke dalam alveoli. Tekanan negatif dalam alveoli
dapat menyebabkan masuknya cairan dari kapiler ke dalam alveoli, akan tetapi hal ini dapat
dicegah oleh surfaktan. Surfaktan dapat berperan sebagai pembersih alveoli. Surfaktan bergerak
dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi yang rendah. Oleh karena
itu, surfaktan turut membersihkan alveoli dari bakteri dan debris.

OTOT-OTOT PERNAPASAN

Inspirasi adalah proses aktif sehingga baik inspirasi biasa maupun inspirasi dalam selalu
memerlukan aktifitas dari otot-otot inspirasi. Otot inspirasi utama yaitu diafragma. Otot-otot
insirasi lainnya adalah m. intercostalis externus, m. levator costae, m. serratus posterior superior,
m. intercartilagineus (otot reguler/ekstrinsik) dan m. scaleni, m. sternocleidomastoideus, m.
serratus anterior, m. pectoralis mayor et minor, m. latissimus dorsi (otot auxiliar). Otot auxiliar
merupakan otot yang terutama membantu proses insirasi atau ekspirasi dalam.
Proses ekspirasi biasa merupakan proses yang pasif dan terjadi karena daya elastis dari jaringan
paru (recoil) dan tidak memerlukan aktifitas otot-otot ekspirasi. Otot-otot ekspirasi diperlukan
pada proses ekspirasi dalam. Otot ekspirasi terdiri atas otot reguler/intrinsik (m. intercostalis
internus, m. subcostalis, m. transversus thoracis, m. serratus posterior inferior) dan otot auxiliar
(m. obliquus internus et eksternus abdominis, m. transversus abdominis, m. rectus abdominis).

MEKANISME VENTILASI

INSPIRASI
Pada prinsipnya, pertukaran/pengaliran gas terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan pada dua
tempat atau lebih yang mana gas/udara tersebut akan mengalir dari tempat dengan tekanan tinggi
ke tempat dengan tekanan rendah. Inspirasi terjadi apabila terjadi perbedaan tekanan antara
alveoli dan udara luar, dimana tekanan intraalveoli lebih rendah dari tekanan udara luar
(atmosfer). Pada inspirasi biasa tekanan ini berkisar antara -1 sampai -3 mmHg. Pada inspirasi
mendalam tekanan intraalveoli dapat mencapai -30 mmHg. Penurunan tekana intrapulmonal
(intraalveoli) pada waktu inspirasi disebabkan oleh mengembangnya rongga toraks akibat
kontraksi otot-otot inspirasi. Pada waktu inspirasi costa tertarik ke caudal, diafragma
berkontraksi menyebabkan diafragma turun ke bawah dan menyebabkan rongga dada
membesar/mengembang.

EKSPIRASI

Ekspirasi berlangsung bila tekanan intrapulmonal lebih tinggi daripada tekanan udara luar
sehingga udara bergerak ke luar paru. Peningkatan tekanan di dalam rongga paru terjadi bila
volume rongga paru mengecil akibat proses penguncupan yang disebabkan oleh daya elastis
jaringan paru dan relaksasi diafragma dan otot-otot inspirasi. Pada proses ekspirasi biasa tekanan
intrapulmonal berkisar antara +1 sampai +3 mmHg.
Tekanan Intrapleura
Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam rongga pleura (cavum pleura). Dalam keadaan
normal ruang ini hampa udara dan mempunyai tekanan negatif (lebih rendah) kurang lebih -4
mmHg dibandingkan dengan tekanan intraalveoli.

VOLUME DAN KAPASITAS PARU

Volume dan kapasitas pernapasan merupakan gambaran fungsi ventilasi sistem pernapasan.
Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas pernapasan dapat diketahui besarnya
kapasitas ventilasi maupun ada tidaknya kelainan fungsi ventilasi pada seseorang. Volume
pernapasan terdiri atas:

1. Volume Tidal (VT)


VT adalah volume inspirasi/ekspirasi pada satu kali hembusan napas pada pernapasan
biasa/normal. VT dalam keadaan normal rata-rata 500 ml.

2. Volume Cadangan Inspirasi (VCI)


VCI adalah volume udara yang masih dapat dihisap ke dalam paru setelah inspirasi biasa. Nilai
normal antara 2500-3500 ml dengan nilai rata-rata 3000 ml.

3. Volume Cadangan Ekspirasi (VCE)


VCE adalah volume udara yang masih dapat dikeluarkan dari paru setelah ekspirasi biasa. Nilai
normal antara 900-1.300 ml dengan nilai rata-rata 1.000 ml.

4. Volume Residual (VR)


VR adalah volume udara yang masih tertinggal/tetao di dalam paru sesudah ekspirasi maksimal.
Nilai normal antara 1.000-1.400 ml dengan nilai rata-rata 1.200 ml.
5. Volume Ekspirasi Paksa (Forced Expiratory Volume, FEV)
FEV adalah volume udara yang dapat diekspirasi keluar paru dengan hembusan napas yang kuat,
cepat dan tuntas setelah melakukan inspirasi sedalam-dalamnya. FEV1 adalah volume ekspirasi
paksa selama 1 detik. Biasanya nilai FEV1 adalah sekitar 80%, artinya, dalam keadaan normal
80% udara yang dapat dipaksa keluar dari paru yang mengembang maksimum dapat dikeluarkan
dalam 1 detik pertama.

Kapasitas Pernapasan merupakan penjumlahan dari dua volume atau lebih. Kapastias pernapasan
terdiri atas:

1. Kapasitas inspirasi
Kapasitas inspirasi = volume tidal (VT) + Volume cadangan inspirasi (VCI)

2. Kapasitas Residu Fungsional (KRF)


KRF = Volume residual (VR) + Volume cadangan inspirasi (VCI)

3. Kapasitas Vital (VC)


VC adalah volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan selama satu kali bernapas setelah
inspirasi maksimum. VC = VT + VCI + VCE.

4. Kapasitas Paru Total (KPT)


KPT adalah volume udara maksimum yang dapat ditampung oleh paru. Nilai rata-ratanya 5.700
ml.
KPT = VT + VCI + VCE + VR

Gangguan ventilasi pernapasan:

1. Hipoventilasi
Keadaan ini terjadi apabila CO2 yang dikeluarkan oleh paru lebih kecil dari CO2 yang dihasilkan
oleh jaringan sehingga terjadi peningkatan kadar CO2 dalam darah (hiperkapnia). Hiperkapnia
menyebabkan peningkatan produksi asam karbonat dan menyebabkan peningkatan pembentukan
H+ yang akan menimbulkan keadaan asam yang disebut asidosis respiratorik.

2. Hiperventilasi
Keadaan ini terjadi apabila CO2 yang dikeluarkan oleh paru lebih besar dari CO2 yang
dihasilkan oleh jaringan sehingga akan terjadi penurunan kadar CO2 dalam darah. Hiperventilasi
dapat dipicu oleh keadaan cemas, demam dan keracunan aspirin. Hiperventilasi menyebabkan
hipokapnia (PCO2 arteri di bawah normal karena PCO2 dipengaruhi oleh jumlah CO2 yang larut
dalam darah). Pada hipokapnia jumlah H+ yang dihasilkan melalu pembentukan asam karbonat
berkurang. Keadaan ini sering disebut dengan alkalosis respiratorik.

CO2 + H20 H2CO3 H+ + HCO3-

Gangguan Fungsi Paru

A. Kelainan Paru Restriktif


Restriktif adalah gangguan pengembangan paru oleh sebab apapun:
Semua volume statis paru mengecil yaitu kapasitas vital (VC), kapasitas paru total (KPT),
volume residu (VR), volume cadangan ekspirasi (VCE), kapasitas residu fungsional (KRF).
Vital Capacity Ratio (VCR) 80% dan FEV1R 70%
Gambaran flow volume loop sama dengan normal hanya ukurannya lebih kecil.
Pada kelainan restriktif paru menjadi kaku sehingga daya tarik ke dalam lebih besar maka
dinding dada mengecil, costa/iga menyempit dan volume paru mengecil.
Kelainan restriktif paru dapat dijumpai pada keaadan berikut:
1. Kelainan Parenkim Paru
o Tumor paru
o Pneumonia (karena infiltrasi sel radang dan alveoli terisi cairan)
o Abses paru
o Atelektasis
o Kelainan fibrosis
Kelainan paru fibrosis
TB paru
Pneumokoniasis (asbestosis, silikosis)
Penyakit kolagen (reumatoid arthtritis, scleroderma, SLE, sarkoidosis)
Penyakit interstitial paru
2. Kelainan Pleura
o Efusi pleura
o Pneumotoraks
o Pleuritis sicca/schwarte
o Tumor pleura
3. Kelainan dinding dada/tulang
o Fraktur costa
o Obesitas
o Peklus akskavatus
o Skoliosis, kifosis/Gibbus
4. Kelainan neuromuskular (miasthenia gravis)
5. Kelainan mediastinum (kardiomegali, tumor mediastinum, efusi perikardial)
6. Kelainan diafragma (hernia diafragma, parese diafragma,asites, kehamilan)

B. Kelainan Paru Obstruktif


Obstruksi adalah gangguan saluran pernapasan baik struktural (anatomis)/fungsional yang
menimbulkan perlambatan arus respirasi. Kelainan ini dapat diketahui/deteksi dengan:
Pemeriksaan fisik (auskultasi dijumpai ekspirasi memanjang atau lebih dari 3 detik.
Spirometri (VCR 80% dan FEV1R 70%)
Pemeriksaan dengan peak flow rate (PFR) rendah
Gambaran flow volume curve (kurva melandai dan memanjang)
Pengukuran volume statik paru (VR, KPT, KRF semuanya memanjang)
Kelainan obstruksi dapat dijumpai pada keadaan:
1. Kelainan intraluminer (lumen bronki normal tetapi dijumpai massa dalam lumen tersebut
misalnya tumor, benda asing, sekret).
2. Lumen bronki yang menebal (misalnya asma, bronkitis kronis, perokok).
3. Pada emfisema. Sebenarnya disini tidak ada obstruksi tetapi jaringan penyangga yang
berkurang, maka akan memudahkan kolapsnya jalan napas sehingga bila makin kuat penderita
melakukan ekspirasi lumen semakin tertutup.pada emfisema, alveolus saling bergabung sehingga
terjadi obstruksi relatif karena udara dalam alveoli yang menjadi besar harus keluar saluran
napas/bronkiolus yang besarnya tetap (fenomena sedotan minum).

Anda mungkin juga menyukai