Anda di halaman 1dari 5

NAMA : ULFAH HANAFIAH

NIM : 41502153
KELAS : MPS15A
YANG BOLEH DAN DILARANG
Riba Muslim dan Kafir Harbi
Ulama Sepakat bahwa hukum riba berlaku antar muslim dan kafir harbi manakala
dilakukan di darul Islam (negara Islam)
Perbedaan terjadi, jika riba dilakukan oleh muslim dan kafir harbi di darul harbi
(negara kafir)
Ada dua pendapat ulama:
1. Jumhur Ulama menegaskan bahwa hukum riba tetap berlaku di manapun,
haram bagi muslim untuk bertransaksi riba baik di darul Islam maupun di
darul harbi.
2. Abu Hanifah dan Muhammad Alhasan: hukum riba tidak berlaku bagi
keduanya jika dilakukan di darul harbi.
Jumhur ulama
Nash pengharaman riba yang umum yang umum:
Status hukum tidak berubah dengan berubahnya tempat, riba haram di darul
Islam begitupun di darul harbi. Sebagaimana zina haram dilakukan di darul
Islam, di darul harbi status hukumnya tetap haram tidak berubah
Pengharaman riba juga berlaku bagi orang kafir, karena pada hakikatnya
merekapun menjadi obyek larangan Allah dalam ayat:
) 160(





)161-160 (


Qiyas hukum haram riba bagi mustamin (kafir harbi yang masuk negara
Islam dengan izin) jika ia bertransaksi riba di negara Islam, maka riba pun
haram bagi muslim yang bertransaksi di darul harb
Abu hanifah & Muhammad Al-Hasan
Hadits riwayat makhul:

* Sanggahan jumhur
Hadits ini mursal dhaif (Abu Yusuf)
Jika dianggap shahih, maka yang dimaksud adalah nahiyah
(larangan) bukan nafiyah (penafian)
Hadits mengandung beberapa penafsiran, maka secara hukum tidak
boleh berlawanan dengan nash yang sudah jelas (sharih)
Hadits: ) (
Setiap riba jahiliyah telah dihapus dan riba pertama kali yang aku hapus
adalah riba Abbas bin Abdul Mutthalib
Hadits ini diucapkan oleh Rasulullah SAW saat fathu Makkah, sementara
Abbas bin Abdul Mutthalib melakukan riba sebelum peristiwa tersebut, karena
Abbas menetap di makkah setelah masuk Islam dan ia melakukan riba di
Makkah (darul harb) dengan kafir quraisy
Rasulullah tidak melarang perbuatan pamannya Abbas ketika melakukan riba
di Makkah yang saat itu masih berstatus darul harb
*Sanggahan Jumhur:
Tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa Abbas melakukan riba
setelah ia masuk Islam. Kalaupun itu terjadi, karena ia belum masuk
Islam
Seandainya pun Abbas melakukan riba setelah ia masuk Islam itu
karena ia belum mengetahui pengharaman riba, karena tradisi sahabat
tatkala turun ayat pelarangan atau perintah mereka selalu bersegera
meninggalkan larangan atau melakukan perintah itu.
Hadits:
Rumah apapun yang selesai dibagi pada masa jahiliyah maka disesuaikan
aturannya pada masa itu.
Artinya bahwa yang terjadi pada masa jahiliyah dari pembagian harta
warisan, maka tetap berlaku. Walaupun pembagiannya bertentangan dengan
aturan Islam. hal ini dianalogikan dengan transaksi riba yang dilakukan di
negara non Islam.
*Sanggahan
Maksud hadist adalah: sesuatu yang telah disempurnakan akadnya
sebelum Islam tidak dapat dibatalkan dan tidak dipertentangkan.
Sebagaimana atsar Ibn Abbas:

Setiap bagian yang telah selesai pembagiannya pada masa jahiliyah
maka itu tetap berlaku sesuai yang dahulu ditentukan. Dan setia[
bagian yang sudah diatur ketika Islam datang maka harus sesuai
dengan ketentuan Islam.
Harta kafir harbi boleh diambil, maka lebih-lebih jika pengambilannya
dengan jalan akad yang haram (riba)
*Sanggahan
Ijma ulama: jika kafir harbi masuk negara Islam dengan aman ia tidak
boleh melakukan riba
Yang halal adalah ghanimah, sementara riba adalah sebuah akad
Qiyas riba dengan Hadits tentang perintah Rasulullah untuk menghapus
sebagian hutang dengan membayar sebagian sebelum jatuh tempo :
: .
Ya Rasulullah sesungguhnya kami memiliki pituang yang belum dibatar.
Rasulullah bersabda: hapuslah sebagian dan segeralah bayar sebagian.
*Sanggahan
Muamalah ini tidak sama dengan riba, bahkan berlawanan dengan
riba
Khaibar saat itu sudah merupakan darul Islam.
Al-Hathithah
Yaitu: berdamai dengan membayar sebagian hutang sebelum tempo dan menghapus
sebagiannya.
Ada tiga pendapat:
1. Jumhur Ulama: tidak sah
o Hadits riwayat Miqdad bin Amr
o Atsar Ibn Umar
o Sama dengan bay ajil bi ajil (Ibn Umar)
o Qiyas dengan riba
2. Ibn Abbas, Ibn Sirin, An-NakhaI, Zufar: sah/ boleh
o Hadits:
o Atsar Ibn Abbas
o Berlawanan dengan riba, tidak bisa diqiyaskan (qiyas maal fariq)
o Hadits :
3. sebagian Ulama (dalam Ilamul muwaqqin): boleh dilakukan hanya dalam hutang
pembebasan budak
Jumhur ulama
Hadits riwayat miqdad:
: .

*Sanggahan
Hadits ini dhaif, ada periwayat yang bermasalah yaitu Musa Ar-Rabdzi
Ibn Umar ditanya tentang orang yang punya piutang pada orang lain
dengan tempo waktu tertentu, lalu ia menghapus sebagian piutangnya
dan menagih sebagiannya. Lalu Ibn Umar membenci dan melarangnya.
Riwayat Ubaid Abi Shalih: Zaid bin Tsabit berkata: aku tidak
menyuruhmu memakan ini dan memberi makan darinya. (malik)
*Sanggahan
Kedua riwayat bertentangan dengan atsar Ibn Abbas yang
membolehkan transaksi tersebut
Atsar Ibn umar: : :

Bahwa Ibn Umar melarang bai ajil bi ajil yaitu jika kamu mempunyai
piutang seribu dirham pada orang lain, lalu berkata segeralah bayar lima ratus
dan sisanya hapus.
*Sanggahan
Hadits ini dhaif, ada Musa Ar-rabdzi (perawi bermasalah menurut ahli
hadits)
Qiyas dengan riba, yang merupakan tambahan atas tempo waktu,
sementara hathithah bermakna pengurangan hutang atas tempo waktu
yang disegerakan.
*Sanggahan
Qiyas maal fariq, justru transaksi ini ( ) berlawanan dengan
riba, di mana riba sifatnya tambahan sementara hathithah pengurangan
dan tidak ada kezaliman di dalamnya.
Ibnu Abbas, Ibnu Sirrin, An-NakhaI, Zufar
Hadits:
Hadits ini dikatakan dhaif karena ada perawi bernama az-zanji Abdul
Aziz yang lemah, namun Hakim dalam mustadrak menghukumi hadist
ini shahih
Hadits ini dihapus dengan ayat riba
Atsar Ibn Abbas:
tidak mengapa jika saya segerakan pembayarannya dan kamu hapus
sebagiannya dariku
Transaksi ini justru berlawanan dengan riba jahiliyah (seperti dijelaskan di
atas)
Hadits:
Berdamai itu diperbolehkan antara kaum muslimin kecuali damai yang
mengaramkan yang halal dan mengharamkan yang halal.
Bai Ajal (tunda) dengan tambahan harga
Ada tiga pendapat ulama:
1. Hadawiyyah dari syiah zaidiyyah dan sebagian ulama melarangnya sama
sekali:
Ayat pengharaman riba yang berlaku umum:
Termasuk transaksi two in one ()
Atsar Ibn Abbas : Tempo bukanlah iwadh (pengganti uang)
2. Jumhur ulama membolehkannya secara muthlaq:
Ayat pembolehan jual beli berlaku umum:
Ayat hutang
Qiyas dengan bay salam
Transaksi Nabi dalam rahn sebagai jaminan beli makanan dengan
bayar ditunda
3. Ibn Taymiyah: boleh jika tujuannya mendapatkan barang, bukan semata uang
Al-Hadawiyyah
Ayat:
*Sanggahan
Ayat ini tidak berarti pengharaman segala jenis tambahan
Qiyas antara riba dan harga yang ditunda dalam jual beli adalah alasan
pemakan riba jahiliyyah
Harga tidak selalu stabil
Hadits:
*Sanggahan
Transaksi two in one dalam hadits ini memiliki banyak penafsiran, di
antaranya: bay Inah dan bay syarth, atau jual beli ajal dimana pembeli tidak
menentukan pilihan antara keduanya (tunai atau kredit) saat penjual
menawarkan opsi harga.
Atsar Ibn Abbas:

Jika kamu bertransaksi dengan cash lalu menjual dengan cash maka tidak
masalah, namun jika kamu bertransaksi dengan cash lalu menjual dengan
tunda maka tidak ada kebaikan di dalamnya.
*Sanggahan
o Atsar ini bertentangan dengan atsar ibn Umar
o Tempo bukanlah iwadh (pengganti uang)
*Sanggahan
Tambahan harga bukan hanya ditentukan oleh penundaan pembayaran,
namun ditentukan juga oleh faktor lainnya, seperti harga yang tidak
stabil
Jumhur Ulama
Nash al-Quran yang umum:
Ayat hutang (al-baqarah: ) yang mencakup jual beli barang dengan penundaan
harga. Tidak hanya menjelaskan praktik hutang piutang.
Qiyas dengan jual beli salam (penundaan barang dengan membayar di depan)
Hadits:
Bahwa beliau SAW membeli makanan dengan menunda harga (sebagai
jaminan) beliau menggadaikan baju besinya.
o Gadai baju besi dinilai sebagai tambahan harga atas penundaan waktu.
Hadits:

Bahwa beliau SAW menyuruh Abdullah bin Amr bin Ash menyiapkan
pasukan lalu ia membeli satu unta dengan harga dua unta (2 kali lipat) dengan
bayaran yang ditunda
Ibnu Taimiyyah dan salah satu riwayat Imam Ahmad
Semua dalil yang digunakan oleh kelompok yang melarang
Qiyas bai ajal dengan riba nasiah; Allah mengharamkan seseorang menukar
sedikit dirham dengan dirham yang lebih banyak. Substansi ini terdapat dalam
praktek bai ajal jika tujuannya semata uang bukan barang, seperti tawarruq.
Tawarruq mendorong kepada riba (Umar bin Abdul Aziz)
Semua dalil yang digunakan oleh kelompok yang membolehkan. Hanya
mereka berpendapat bahwa dalil yang bermakna umum dapat dikhususkan
pada kasus tertentu, contohnya tawarruq (menurut mazhab ini sama dengan
inah). Maka yang dikhususkan itu dapat berubah status hukumnya menjadi
sebaliknya (haram)

Anda mungkin juga menyukai