Anda di halaman 1dari 20

Pendahuluan

Gagal jantung akut telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia sekaligus penyebab
signifikan jumlah perawatan di rumah sakit dengan menghabiskan biaya yang tinggi.
Penyakit ini merupakan penyebab utama perawatan pada penyakit kardiovaskuler di Eropa.
Di Eropa dan Amerika Serikat angka kematian di rumah sakit akibat penyakit ini berkisar
antara 4-7 % . Sekitar 10 % dari pasien yang bertahan hidup beresiko mengalami kematian
dalam waktu 60 hari berikutnya.1

Prevalensi gagal jantung di Amerika dan Eropa sekitar 1 2%. Diperkirakan bahwa 5,3 juta
warga Amerika saat ini memiliki gagal jantung kronik dan setidaknya ada 550.000 kasus
gagal jantung baru didiagnosis setiap tahunnya. Pasien dengan gagal jantung akut kira-kira
mencapai 20% dari seluruh kasus gagal jantung. Prevalensi gagal jantung meningkat seiring
dengan usia, 80 % berumur lebih dari 65 tahun.2

Di Indonesia belum ada data epidemiologi untuk gagal jantung, namun pada Survei
Kesehatan Nasional 2003 dikatakan bahwa penyakit sistem sirkulasi merupakan penyebab
kematian utama di Indonesia (26,4%) dan pada Profil Kesehatan Indonesia 2003 disebutkan
bahwa penyakit jantung berada di urutan ke-delapan (2,8%) pada 10 penyakit penyebab
kematian terbanyak di rumah sakit di Indonesia.1

Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu, takikardia serta cemas,
pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias hipotensi
(tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output yang rendah menunjukkan
bahwa penderita dalam kondisi syok kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok
kardiogenik biasanya timbul pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium
maupun ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun
defek septum ventrikel pasca infark.2
Pembahasan

A. Anamnesis
Gejala gagal jantung secara konvensional dibagi menjadi gagal ventrikel kiri, gagal
ventrikel kanan, atau keduanya (gagal jantung kongestif atau biventrikel). Gagal jantung
bukan merupakan diagnosis tapi sesuatu yang harus dicari apa penyebab dari gagal
jantung. Ketika menganamnesis pasien, kita harus mengenali gejala pasien seperti:3
1. Gagal ventrikel kiri: sesak napas; ortopnea; dispnea nocturnal paroksismal (adakah
masalah dengan pernapasan di malam hari dan mengenai jumlah bantal yang dipakai);
dan mengi (wheezing), batuk, sputum merah muda berbusa, toleransi olahraga yang
kurang (jarang).
2. Gagal ventrikel kanan: edema perifer khususnya pada pergelangan kaki, tungkai,
sacrum; asites yang menyebabkan distensi abdomen; efusi pleura yang menyebabkan
sesak napas; ikterus, nyeri hati, mual dan nafsu makan turun akibat edema usus
(jarang).
3. Gagal jantung akut: sesak napas mendadak dan hebat, sianosis, dan distress.
4. Gagal jantung kronis: berkurangnya toleransi olahraga, edema perifer, letargi, malaise
dan penurunan berat badan (kaheksia jantung)

Mengenai riwayat penyakit dahulu dan obat-obatan3


Apakah ada riwayat penyakit dada (MI yang baru); riwayat penyakit jantung yang
sebelumnya (khususnya MI, angina, murmur, aritmia, penyakit katup jantung); riwayat
factor resiko aterosklerosis; riwayat penyakit pernapasan atau ginjal; riwayat penyakit
kardiomiopati.
Apakah baru-baru ini ada perubahan jenis obat seperti diuretic, OAINS, ACE inhibitor,
beta bloker, inotropik negative, digoksin; mengonsumsi obat yang bisa menyebabkan
kardiomiopati (doksorubisin, kokain); merokok; dan mengkonsumsi alkohol
(kardiomiopati alkoholik)
Penyelidikan fungsional dengan menanyai pasien tentang toleransi terhadap olahraga
(misal naik tangga) serta nilai masukan garam dan air.
B. Pemeriksaan fisik

a. Menilai kesadaran umum pasien: kompos mentis (sadar sepenuhnya), apatis (pasien
tampak segan, acuh tak acuh terhadap lingkunganya), delirium (penurunan kesadaran
disertai kekacauan motorik, dan siklus tidur bangun yang terganggu),Somnolen
(keadaan mengantuk yang masih dapat pulih penuh bila dirangsang, tetapi bila
rangsang berhenti, pasien akan tertidur lagi), sopor/stupor (keadaan mengantuk yang
dalam, pasien masih dapat dibangunkan tetapi dengan rangsangan yang kuat,
rangsang nyeri, tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan
jawaban verbal yang baik).3

b. Kesakitan yang dialami pasien, dapat dilihat dari raut wajah pasien dan keluhan
pasien ketika datang.3

c. Tanda- Tanda Vital

d. B1 (Breathing)
Pada penderita gagal jantung, ditemukan gejala-gejala kongesti vaskular pulmonal
meliputi dispneu, ortopneu, dispneu nokturnal paroksismal, batuk, dan edema
pulmonal akut.3
- Dispnea, dikarakteristikan dengan pernapasan cepat, dangkal, dan keadaan yang
menunjukkan bahwa pasien sulit mendapatkan udara yang cukup, yang menekan
pasien. Terkadang pasien mengeluh adanya insomnia, gelisah, atau kelemahan,
yang disebabkan oleh dispnea.
- Ortopnea, adalah ketidakmampuan untuk berbaring datar karena dispnea,
merupakan keluhan umum lainnya dari gagal ventrikel kiri yang berhubungan
dengan penyakit jantung.
- Dispnea Nokturnal Paroksismal, adalah keluhan napas pendek yang hebat, yang
terjadi pada malam hari.
- Batuk, merupakan salah satu gejala dari kongesti vaskular pulmonal yang sering
tidak menjadi perhatian tetapi dapat merupakan gejala dominan. Batuk ini dapat
produktif, tetapi biasanya kering dan batuk pendek.
- Edema Pulmonal, dicirikan oleh dispnea hebat, ortopnea, ansietas, sianosis,
berkeringat, kelainan bunyi pernapasan, sering nyeri dada, sputum berwarna merah
muda dan berbusa.3

e. B2 (Blood)
- Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, dan
adanya edema ekstremitas.
- Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
- Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup.
Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila
penyebab kelainan jantung adalah kelainan katup.
- Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya
hipertrofi jantung (kardiomegali)
- Penurunan curah jantung : kegagalan ventrikel kiri juga dihubungkan dengan
gejala tidak spesifik yang berhubungan dengan penurunan curah jantung. Klien
- dapat mengeluh lemah, mudah lelah, apatis, letargi, kesulitan berkonsentrasi,
defisit memori, atau penurunan toleransi latihan.
- Bunyi jantung dan crackles : tanda fisik yang berhubungan dengan kegagalan
ventrikel kiri berupa bunyi jantung ketiga dan keempat (S3 san S4) dan crakles
pada paru-paru. Bunyi S4 menunjukkan adanya penurunan komplians miokardium.
Bunyi S3 (gallop ventrikel) menunjukkan adanya kegagalan ventrikel jika ada
penyakit jantung. Sedangkan crackles atau ronkhi basah halus umunya terdengar
pada dasar posterior paru dan merupakan bukti adanya kegagalan pada ventrikel
kiri jantung.
- Perubahan nadi : pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung menunjukkan
denyut nadi cepat dan lemah.3

f. B3 (Brain)
Kesadaran pasien biasanya compos mentis. Sering ditemukan sianosis perifer apabila
terjadi gangguan perfusi jaringan berat.3

g. B4 (Bladder)
Pengukuran volume urine selalu dihubungkan dengan intake cairan. Adanya oliguria
merupakan tanda awal dari syok kardiogenik.3
h. B5 (Bowel)
- Hepatomegali : terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini
berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan
terdorong ke dalam rongga abdomen, menyebabkan tekanan pada diafragma
sehingga terjadi distres pernapasan.
- Anoreksia : terjadi karena pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga
abdomen.3

i. B6 (Bone)
Edema : merupakan tanda terjadinya disfungsi ventrikel, terutama pada ventrikel
kanan. Edem akan ditemukan secara primer pada pergelangan kaki dan akan terus
berlanjut ke bagian atas tungkai bila kegagalan makin buruk.
Mudah lelah : terjadi karena curah jantung yang berkurang dapat menghambat
sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan menghambat pembuangan sisa
hasil katabolisme.3

C. Diagnosis banding

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran
napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari
bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. 4

Bronkitis kronik

Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam
setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit
lainnya.4

Emfisema

Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.4
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-
tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas
yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.4

Etiologi

Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :

- Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %),

- Pertambahan penduduk,

- Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63
tahun pada tahun 1990-an,

- Industrialisasi,

- Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan.4

Patogenesis

Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel
goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis. Emfisema
ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding
alveoli.

Secara anatomik dibedakan tiga jenis :4

emfisema:

- Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer,


terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama.

- Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara merata dan


terbanyak pada paru bagian bawah.

- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas distal, duktus
dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura .4
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan
struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan
hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.4

Gambaran Klinis

a. Anamnesis

- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan,

- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja,

- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga,

- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR),
infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara,

- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak,

- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi.5

b. Pemeriksaan fisis

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan.

Inspeksi

- Pursed - lips breathing ,

- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding),

- Penggunaan otot bantu napas,

- Hipertropi otot bantu napas,

- Pelebaran sela iga,

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema
tungkai,

- Penampilan pink puffer atau blue bloater.5


Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar.4

Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong ke bawah.4

Auskultasi

- Suara napas vesikuler normal, atau melemah,

- Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa,

- Ekspirasi memanjang,

- Bunyi jantung terdengar jauh.4

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai
dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.4

Pursed - lips breathing

Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2
yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada
gagal napas kronik.4

Sindrom Gawat Pernafasan Akut (ARDS)

Definisi

Suatu jenis kegagalan paru-paru dengan berbagai kelainan yang berbeda, yang
menyebabkan terjadinya pengumpulan cairan di paru-paru (edema paru).5

Faktor resiko

Merokok

Epidemiologi

14 diantaara 100.000 orang/tahun


Penyebab5

Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang secara langsung ataupuntidak langsung melukai
paru-paru:

Syok (hemoragik, pankreatitis akut hemoragik, sepsis gram-negatif)

Sepsis tanpa syok, dengan atau tanpa koagulasi intravaskular diseminata

Pnemonia virus berat

Trauma berat (cedera kepala, cedera dada)

Cedera aspirasi / inhalasi (aspirasi isi lambung, hampir tenggelam, inhalasi asap, inhalasi
gas iritan)

Post perfusi pada pembedahan pintas kardiopulmonal

Patogenesis4

Adanya cedera > perubahan permeabilitas > sehingga dapat dilalui cairan, sel darah
merah, sel darah putih dan protein darah > cairan berkumpul di interstisium > berkumpul
di alveolus > atelektasis kongestif > edema paru

Gejala Klinis4

Gejala biasanya muncul dalam waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera

Mula-mula penderita akan merasakan sesak nafas, bisanya berupa pernafasan yang cepat
dan dangkal.

Rendahnya kadar oksigen dalam darah > kulit terlihat pucat atau biru > organ lain seperti
jantung dan otak akan mengalami kelainan fungsi.

Hilangnya oksigen dapat menyebabkan komplikasi dari organ lainsegera setelah sindroma
> terjadi beberapa hari/minggu kemudian bila keadaan penderita tidak
membaik.Kehilangan oksigen yang berlangsung lama bisa menyebabkan komplikasi serius
seperti gagal ginjal.Tanpa pengobatan yang tepat, 90% kasus berakhir
dengankematian.Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akanselamat.
Karena penderita kurang mampu melawan infeksi, mereka biasanyamenderita pneumonia
bakterial dalam perjalanan penyakitnya.Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
- cemas, merasa ajalnya hampir tiba

- tekanan darah rendah atau syok (tekanan darah rendah disertai oleh kegagalan organ lain)

- penderita seringkali tidak mampu mengeluhkan gejalanya karena tampak sangat sakit.

Diagnosa5

Pemeriksaan fisik : Auskultasi > terdengar bunyi pernafasan abnormal (seperti ronki atau
wheezing ). Tekanan darah seringkali rendah. Kulit, bibir serta kuku penderita tampak
kebiruan (sianosis, karena kekurangan.oksigen).

Pemeriksaan Lab: hipoksemia

Pemeriksaan gas dara arteri: PaCO2 normal / rendah

Pemeriksaan radiogram : bisa normal meskipun dalam keadaanhipoksia

Pemeriksaan rontgen : gambaran putih difus > paru putih

D. Pemeriksaan penunjang
o Elektrokardiogram4
Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang sangat penting meliputi,
frekuensi debar jantung, irama jantung, sistem konduksi dan kadang etiologi dari
GJA. Kelainan segmen ST; berupa ST segmen elevasi infark miokard (STEMI)
atau Non STEMI. Gelombang Q petanda infark transmural sebelumnya. Adanya
hipertropi, bundle branch block, disinkroni elektrikal, interfal QT yang
memanjang, disritmia atau perimiokarditis harus diperhatikan.
o Foto Thoraks4
Foto thoraks harus dieriksakan secepat mungkin saat masuk pada semua pasien
yang diduga GJA, untuk menilai derajat kongesti paru, dan untuk mengetahui
adanya kelainan paru dan jantung yang lain seperti efusi pleura, infiltrat atau
kardiomegali.
o Analisa gas darah artetial4
Analisa gas darah arterial, memungkinkan kita untuk menilai oksigenisasi
(Po2) fungsi respirasi (PCO2) dan keseimbangan asam basa (pH) dan harus
dinilai pada setiap pasien dengan respiratory distress berat. Asidosis petanda
perfusi jaringan yang buruk atau retensi CO2 dikaitkan dengan prognose buruk.
Pengukuran dengan pulse oxymetry dapat mengganti analisa gas darah arterial.
Tetapi tidak bisa memberikan informasi Pco2 atau keseimbangan asam basa,
dan tidak bisa dipercaya pada sindroma low output yang berat atau
vasokonstriksi dan status syok.
o Pemeriksaan laboratorium4
Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, urea, kreatinin, gula darah, albumin,
enzim hati, dan INR harus merupakan pemeriksaan awal pada semua penderita
GJA. Kadar sodium yang rendah, urea dan kreatinin yang tinggi memberikan
prognose buruk pada GJA. Peninggian sedikit dari kardiak troponin bila terlihat
pada GJA, walau tidak ada SKA. Peningkatan dari troponin yang disertai
dengan SKA merupakan pertanda prognose yang tidak baik
o Natriuretic peptide4
B-type natriuretic peptides (BNP dan NT-pro BNP) yang diperiksa pada fase
akut dapat diterima sebagai prediktif negative untuk meng-eksklusi GJ, walau
tidak sepenting pada GJK dalam praktik sehari-hari. Belum ada kesepakatan
mengenai referensi nilai BNP atau NT-pro BNP pada GJA. Pada saat serangan
edema paru atau mitral regurgitasi akut, kadar natriuretic peptide bisa masih
normal saat masuk RS. Namun pemeriksaan BNP atau NT pro BNP saat masuk
dan sebelum pulang akan memberikan informasi prognostik yang penting.
o Ekokardiografi4
Ekokardiografi memegang peranan yang sangat penting untuk evaluasi
kelainan struktural dan fungsional dari jantung yang berkaitan dengan GJA.
Semua penderita GJA harus dievaluasi/ di ekokardiografi secepat mungkin.
Penemuan dengan ekokardiografi bisa langsung menentukan strategi
pengobatan.
Pencitaan echo/ dopler harus diperiksakan untuk evaluasi dan memonitor
fungsi sistolik ventrikel kiri dan kanan secara regional dan global, fungsi
diastolik, struktur dan fungsi valvular, kalainan perikard, komplikasi mekanis
dari infark akut, adanya disinkroni, juga dapat menilai semi kuantitatif, non
invasive, tekanan pengisian dari ventrikel kanan dan kiri, stroke volume dan
tekanan arteri pulmonalis yang dengan demikian bisa menentukan strategi
pengobatan.
E. Gejala klinis

Gambaran klinis relatif dipengaruhi oleh tiga faktor :

- Kerusakan jantung,
- Kelebihan beban hemodinamik,
- Mekanisme kompensasi sekunder yang timbul saat gagal jantung terjadi.6
Pada awalnya mekanisme kompensasi bekerja efektif dalam mempertahankan curah jantung dan
gejala gagal jantung hanya timbul saat aktivitas. Kemudian gejala timbul saat istirahat seiring dengan
perburukan kondisi. 6

Gambaran klinis gagal jantung kiri :

- Penurunan kapasitas akitivitas


- Dispnu (mengi, ortopnu, PND)
- Batuk (hemoptysis)
- Letargi dan kelelahan
- Penurunan nafsu makan dan berat badan
- Kulit lembap
- Tekanan darah (tinggi, rendah, atau normal)
- Denyut nadi (volume normal atau rendah) (alternans/takikardia/aritmia)
- Pergeseran apeks
- Regugirtasi mitral fungsional
- Krepitasi paru
- Efusi pleura

Gambaran klinis gagal jantung kanan :

- Pembengkakan pergelangan kaki


- Dispnu (namun bukan ortopnu atau PND)
- Penurunan kapasitas aktivitas
- Nyeri dada
- Denyut nadi aritmia takikardia
- Peningkatan JVP
- Edema
- Hepatomegaly dan asites
- Gerakan bergelombang parasternal
- S3 atau S4 RV
- Efusi pleura
Klasifikasi Fungsional gagal jantung :

- kelas I : tidak ada batasan aktivitas fisik,


- kelas II : sedikit batasan pada aktivitas (rasa lelah, dispnu),
- kelas III: batasan aktivitas bermakna (nyaman saat istirahat namun sedikit aktivitas
menyebabkan gejala ),
- kelas IV : gejala saat istirahat.6

Klasifikasi klinis :

- Dekompensasi atau perburukan dari gagal jantung. Bisa terdapat tanda kongesti perifer
dan kongesti paru. Terdapat riwayat perburukan gagal jantung kronis yang sudah ada pada
pasien sebelumnya. Tekanan darah yang rendah saat admisi berhubungan dengan
prognosis yang buruk
- Edema pulmoner. Terdapat tanda-tanda distress respirasi, takipneu, ortopneu dengan
ronki pada auskultasi paru. SaO2 biasanya < 90% sebelum mendapat terapi oksigen
- Gagal jantung hipertensif. Tanda dan gejala gagal jantung disertai dengan tekanan darah
yang tinggi dan fungsi ventrikel kiri yang relatif baik. Terdapat tanda-tanda meningkatnya
tonus simpatis seperti takikardia dan vasokonstriksi. Pasien dapat euvolemik ataupun
hipervolemik, dan tanda kongesti paru yang lebih dominan tanpa tanda kongesti sistemik.
- Syok kardiogenik. Didefinisikan sebagai hipoperfusi jaringan yang disebabkan oleh
gagal jantung, walaupun preload dan aritmia mayor telah dikoreksi. Biasanya, syok
kardiogenik ditandai oleh tekanan darah sistolik <90 mmHg atau turunnya mean arterial
pressure > 30 mmHg dan absent atau rendahnya urin output (< 0,5 ml/kg/jam).
Hipoperfusi organ dan kongesti paru berkembang dengan cepat.
- Gagal jantung kanan terisolasi. Ditandai dengan low output syndrome dan absennya
tanda-tanda kongesti paru dengan meningkatnya tekanan vena jugular, dengan atau tanpa
hepatomegali dan tekanan pengisian ventrikel kiri yang rendah.
- Gagal jantung dan sindrom koroner akut. Banyak pasien dengan gagal jantung akut
yang memiliki manifestasi klinis dan laboratoris dari sindrom koroner akut. Pada pasien
SKA, episode gagal jantung akut sering dipresipitasi oleh aritmia (bradikardia, AF atau
VT)

Diagnosis gagal jantung akut didasarkan pada gejala dan penemuan klinis. Konfirmasi
diagnosis dilakukan dengan investigasi yang tepat tentang riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik, EKG, foto thorax, ekokardiografi dan pemeriksaan laboratorium dengan analisis gas
darah dan biomarker spesifik.

F. Patofisiologi
Gagal jantung merupakan manifestasi akhir dari kebanyakan penyakit jantung. Pada
disfungsi sistolik, kapasitas ventrikel untuk memompa darah terganggu karena ganggua
kontraktilitas otot jantung yang dapat disebabkan oleh rusaknya miosit, abnormalitas
fungsi miosit atau fibrosis, serta akibat pressure overload yang menyebabkan resistens
atau tahanan aliran sehingga stroke volume menjadi berkurang.7 Sementara itu, disfungsi
diastolik terjadi akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel
dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian
ventrikel saat diastolik.7 Penyebab tersering disfungi diastolik adalah penyakit jantung
koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofi.7
Beberapa mekanisme kompensasi alami akan terjadi pada pasien gagal jantung sebagai
respon terhadap menurunnya curah jantung serta untuk membantu mempertahankan
tekanan darah yang cukup untuk memastikan perfusi organ yang cukup. Mekanisme
tersebut mencakup:7
1. Mekanisme Frank Starling
Menurut hukum Frank-Starling, penambahan panjang serat menyebabkan kontraksi
menjadi lebih kuat sehingga curah jantung meningkat.
2. Perubahan neurohormonal
Peningkatan aktivitas simpatis Salahmerupakan mekanisme paling awal untuk
mempertahankan curah jantung. Katekolamin menyebabkan kontraksi otot jantung yang
lebih kuat (efek inotropik positif) dan peningkatan denyut jantung. Sistem saraf simpatis
juga turut berperan dalam aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron (RAA) yang
bersifat mempertahankan volume darah yang bersirkulasi dan mempertahankan tekana
darah. Selain itu dilepaskan juga counter-regulator peptides dari jantung seperti natriuretic
peptides yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi perifer, natriuresis dan diuresis serta
turut mengaktivasi sistem saraf simpatis dan sistem RAA.
3. Remodeling dan hipertrofi ventrikel
Dengan bertambahnya beban kerja jantung akibat respon terhadap peningkatan kebutuhan
maka terjadi berbagai macam remodeling termasuk hipertrofi dan dilatasi. Bila hanya
terjadi peningkatan muatan tekanan ruang jantung atau pressure overload (misalnya pada
hipertensi, stenosis katup), hipertrofi ditandai dengan peningkatan diameter setiap serat
otot. Pembesaran ini memberikan pola hipertrofi konsentrik yang klasik, dimana ketebalan
dinding ventrikel bertambah tanpa penambahan ukuran ruang jantung. Namun, bila
pengisian volume jantung terganggu (misalnya pada regurgitasi katup atau ada pirau)
maka panjang serat jantung juga bertambah yang disebut hipertrofi eksentrik, denga
penambahan ukuran ruang jantung dan ketebalan dinding.
Mekanisme adaptif tersebut dapat mempertahankan kemampuan jantung memompa darah
pada tingkat yang relatif normal, tetapi hanya untuk sementara. Perubahan patologik lebih
lanjut, seperti apoptosis, perubahan sitoskeletal, sintesis, dan remodelling matriks
ekstraselular (terutama kolagen) juga dapat timbul dan menyebabkan gangguan fungsional
dan struktural yang semakin mengganggu fungsi ventrikel kiri.7

G. Etiologi
Gagal jantung merupakan keadaan klinis dan bukan suatu diagnosis. Penyebabnya harus
selalu dicari.6
Gagal jantung paling sering disebabkan oleh gagal kontraktilitas miokard, seperti yang
terjadi pada infark miokard, hipertensi lama, atau kardiomiopati. Namun pada kondisi
tertentu, bahkan miokard dengan kotraktilitas yang baik tidak dapat memenuhi kebutuhan
darah sistemik ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh. Kondisi ini
disebabkan misalnya masalah mekanik seperti regugirtasi katup berat dan, lebih jarang,
fistula arteriovena, defisieni tiamin, dan anemia berat.6
Keadaan curah jantung yang tinggi ini sendriri dapat menyebabkan gagal jantung, tetapi
bila tidak terlalu berat dapat mempresipitasi gagal jantung pada orang-orang dengan
penyakit jantung dasar.6
Berbagai factor dapat menyebabkan atau mengeksaserbasi perkembangan gagal jantung
pada pasien dengan penyakit jantung primer.6
- Hipertensi,
- Kardiomiopati (dilatasi, hipertrofik, restriktif),
- Penyakit katup jantung (mitral dan aorta),
- Kongenital (ASD , VSD),
- Obat-obatan, seperti B- bloker dan antagonis kalsium dapat menekan kontraktilitas
miokard dan obat kemoterapeutik seperti doksorubisisn dapat menyebabkan kerusakan
miokard,
- Alkohol, bersifat kardiotoksik, terutama bila dikonsumsi dalam jumlah besar,
- Aritmia, mengurangi efisiensi jantung, seperti yang terjadi bila kontraksi atrium
hilang (fibrilasi atrium, AF) atau disosiasi dari kontraksi ventrikel (blok jantung).
Takikardia (ventrikel atau atrium)menurunkan waktu pengisian ventrikel, meningkatkan
beban kerja miokard dan kebutuhan oksigen menyebabkan iskemia miokard,
- Kondisi curah jantung tinggi,
- Perikard (konstriksi atau efusi).6

H. Epidemologi
Diperkirakan terdapat sekitar 23 juta orang mengidap gagal jantung di seluruh dunia.
American Heart Association memperkirakan terdapat 4,7 juta orang menderita gagal
jantung di Amerika Serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550.000 kasus baru
setiap tahun. Prevalensi gagal jantung d Amerika dan Eropa diperkirakan mencapai 1
2%. Namun, studi tentang gagal jantung akut masih kurang karena belum adanya
kesepakatan yang diterima secara universal mengenai definisi gagal jantung akut serta
adanya perbedaan metodologi dalam menilai penyebaran penyakit ini. Meningkatnya
harapan hidup disertai makin tingginya angka survival setelah serangan infark miokard
akut akibat kemajuan pengobatan dan penatalaksanaannya, mengakibatkan semakin
banyak pasien yang hidup dengan disfungsi ventrikel kiri yang selanjutnya masuk ke
dalam gagal jantung kronis. Akibatnya, angka perawatan di rumah sakit karena gagal
jantung dekompensasi juga ikut meningkat. Dari survei registrasi di rumah sakit
didapatkan angka perawatan pasien yang berhubungan dengan gagal jantug sebesar 4,7%
untuk perempuan dan 5,1 % untukk laki-laki. Secara umum, angka perawatan pasien
gagal jantung di Amerika dan Eropa menunjukkan angka yang semakin meningkat.
Insidensi dan prevalensi gagal jantung meningkat secara dramatis sesuai dengan
peningkatan umur. Studi Framingham menunjukkan peningkatan prevalensi gagal
jantung, mulai 0,8% untuk orang berusia 50-59 hingga 2,3% untuk orang dengan usia 60-
69 tahun. Gagal jantung dilaporkan sebagai diagnosis utama pada pasien di rumah sakit
untuk kelompok usia lebih dari 65 tahun pada tahun 1993. Beberapa studi di Inggris juga
menunjukkan adanya peningkatan prevalensi gagal jantung pada orang dengan usia lebih
tua.2
I. Komplikasi
- Tromboemboli : risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau deep venous
thrombosis ) dan emboli paru serta emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa
diturunkan dengan pemberian warfarin.4
- Komplikasi fibrilasi atrium : dapat menyebabkan perburukan dramatis. Hal ini merupakan
indikasi pemantauan denyut jantung (dengan pemberian digoksin / B-bloker) dan pemberian
warfarin.4
- Kegagalan pompa progresif : karena penggunaan diuretic dengan dosis yang ditinggikan.4
Aritmia ventrikel : bias menyebabkan sinkop atau kematian jantung mendadak. Pada pasien yang
berhasil diresusitasi, amiodaron, B-bloker, dan defibrillator yang ditanam mungkin turut
mempunyai peranan.4
J. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi GJA adalah koreksi hipoksia, meningkatkan curah jantung, perfusi
ginjal, pengeluaran natrium dan urin. Sasaran pengobatan secepatnya adalah memperbaiki
simtom dan menstabilkan kondisi hemodinamik.8
Terapi umum
Terapi umum pada gagal jantung akut ditujukan untuk mengatasi infeksi, gangguan
metabolik (diabetes mellitus), keadaan katabolik yang tidak seimbang antara nitrogen dan
kalori yang negatif, serta gagal ginjal.8
Terapi Oksigen dan Ventilasi
Terapi ini ditujukan untuk memberikan oksigen yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan
oksigen tingkat sel sehingga dapat mencegah disfungsi end organ dan awitan kegagalan
multi organ. Pemeliharaan saturasi O2 dalam batas normal (95%-98%) penting untuk
memaksimalkan oksigenasi jaringan.8
Terapi Medikamentosa
Morfin diindikasikan pada tahap awal pengobatan GJA berat, khususnya pada pasien
gelisah dan dispnea. Morfin menginduksi venodilatasi, dilatasi ringan pada arteri dan
dapat mengurangi denyut jantung.8
Antikoagulan terbukti dapat digunakan untuk sindrom koroner akut dengan atau tanpa
gagal jantung. Namun, tidak ada bukti manfaat heparin atau low molecular weight heparin
(LMWH) pada GJA saja.8
Vasodilator diindikasikan pada kebanyakan pasien GJA sebagai terapi lini pertama pada
hipoperfusi yang berhubungan dengan tekanan darah adekuat dan tanda kongesti dengan
diuresis sedikit. Obat ini bekerja dengan membuka sirkulasi perifer dan mengurangi
preload. Beberapa vasodilator yang digunakan adalah:8
1. Nitrat bekerja dengan mengurangi kongesti paru tanpa mempengaruhi stroke volume
atau meningkatkan kebutuhan oksigen oleh miokardium pada GJA kanan, khususnya pada
pasien sindrom koroner akut. Pada dosis rendah, nitrat hanya menginduksi venodilatasi,
tetapi bila dosis ditingkatkan secara bertahap dapat menyebabkan dilatasi arteri koroner.
2. Nesiritid merupakan rekombinan peptida otak manusia yang identik dengan hormon
endogen yang diproduksi ventrikel, yaitu B-type natriuretic peptides dalam merespon
peningkatan tegangan dinding, peningkatan tekanan darah, dan volume overload. Kadar B-
type natriuretic peptides meningkat pada pasien gagal jantung dan berhubungan dengan
keparahan penyakit. Efek fisiologis BNP mencakup vasodilatasi, diuresis, natriuresis, dan
antagonis terhadap sistem RAA dan endotelin. Nesiritid memiliki efek vasodilator vena,
arteri, dan pembuluh darah koroner untuk menurunkan preload dan afterload, serta
meningkatkan curah jantung tanpa efek inotropik langsung. Nesiritid terbukti mampu
mengurangi dispnea dan kelelahan dibandingkan plasebo. Nesiritid juga mengurangi
tekanan kapiler baji paru.
3. Dopamine merupakan agonis reseptor -1 yang memiliki efek inotropik dan kronotropik
positif. Pemberian dopamine terbukti dapat meningkatkan curah jantung dan menurunkan
resistensi vaskular sistemik.
4. Milrinone merupakan inhibitor phosphodiesterase-3 (PDE3) sehingga terjadi akumulasi
cAMP intraseluler yang berujung pada inotropik dan lusitropik positif. Obat ini biasany
digunakan pada pasien dengan curah jantung rendah dan tekanan pengisian ventrikel yang
tinggi serta resistensi vaskular sistemik yang tinggi.
5. Dobutamin merupakan simpatomimetik amin yang mempengaruhi reseptor - 1, -2,
dan pada miokard dan pembuluh darah. Walaupun mempunyai efek inotropik positif,
efek peningkatan denyut jantung lebih rendah dibanding dengan agonis -adrenergik. Obat
ini juga menurunkan Systemic Vascular Resistance (SVR) dan tekanan pengisian ventrikel
kiri.
6. Epinefrin dan norepinefrin menstimulasi reseptor adrenergik -1 dan -2 di miokard
sehingga menimbulkan efek inotropik kronotropik positif. Epinefrin bermanfaat pada
individu yang curah jantungnya rendah dan atau bradikardi.
7. Digoksin digunakan untuk mengendalikan denyut jantung pada pasien gagal jantung
dengan penyulit fibrilasi atrium dan atrial flutter. Amiodarone atau ibutilide dapat
ditambahkan pada pasien dengan kondisi yang lebih parah.
8. Nitropusid bekerja dengan merangsang pelepasan nitrit oxide (NO) secara
nonenzimatik. Nitroprusid juga memiliki efek yang baik terhadap perbaikan preload dan
after load. Venodilatasi akan mengurangi pengisian ventrikel sehingga preload menurun.
Obat ini juga mengurangi curah jantung dan regurgitasi mitral yang diikuti dengan
penurunan resistensi ginjal. Hal ini akan memperbaiki aliran darah ginjal sehingga sistem
RAA tidak teraktivasi secara berlebihan. Nitroprusid tidak mempengaruhi sistem
neurohormonal. ACE-inhibitor tidak diindikasikan untuk stabilisasi awal GJA. Namun,
bila stabil 48 jam boleh diberikan dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap
dengan pengawasan tekanan darah yang ketat. Diuretik diindikasikan bagi pasien GJA
dekompensasi yang disertai gejala retensi cairan. Pemberian loop diuretic secara intravena
dengan efek yang lebih kuat lebih diutamakan untuk pasien GJA. Sementara itu,
pemberian -blocker merupakan kontraindikasi pada GJA kecuali bila GJA sudah
stabil.Obat inotropik diindikasikan apabila ada tanda-tanda hipoperfusi perifer (hipotensi)
dengan atau tanpa kongesti atau edema paru yang refrakter terhadap diuretika dan
vasodilator pada dosis optimal. Pemakaiannya berbahaya, dapat meningkatkan kebutuhan
oksigen dan calcium loading sehingga harus diberikan secara hati-hati.

K. Prognosis

Kondisi ini memiliki prognosis yang lebih buruk daripada kanker. Kematian terjadi karena gagal
jantung progresif atau secara mendadak (diduga karena aritmia) dengan frekuensi yang kurang lebih
sama. Sejumlah factor yang berkaitan dengan prognosis pada gagal jantung.6

- Klinis : semakin buruk gejala pasien, kapasitas aktivitas, dan gambaran klinis, semakin buruk
prognosis.
- Hemodinamik : semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup dan fraksi ejeksi, semakin buruk
prognosis.
- Biokimia: terdapat hubungan terbalik yang kuat antara norepinefrin, renin, vasopressin, dan
peptide natriuretic plasma. Hiponatremia dikaitkan dengan prognosis yang lebih buruk.
- Aritmia: focus ektopik ventrikel yang sering atau takikardia ventrikel pada pengawasan EKG
ambulatory menandakan prognosis yang buruk. Tidak jelas apakah aritmia ventrikel hanya
merupakan penanda prognosis yang buruk atau merupakan penyebab kematian.
Daftar Pustaka

1. Baradero M SPC MN, dkk . Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Kardiovaskular. Jakarta: EGC, 2005. Hal 35
2. Brashers VL. Aplikasi Klinis Patofisiologi (Pemeriksaan & Manajemen). Jakarta:
EGC, 2007. Hal 53
3. Gleadle J. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Surabaya: EMS, 2005. Hal
116
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jilid 3 Ed 5. Jakarta: Interna Publishing,2009.h. 2218-222.
5. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson. Harrison: principle of internal
medicine. Vol 2 Ed 16. Mc-Graw Hill, 2005.h.1508
6. Gray HH, dkk. Lecture Notes Kardiologi edisi keempat . Surabaya: EMS, 2003. Hal 80-1, 84-
6
7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jilid 1 Ed
6. Jakarta: EGC, 2005. Hal 613-33
8. Farmakologi dan terapi. Ed 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2011.h. 78-80, 254-6.

Anda mungkin juga menyukai