Anda di halaman 1dari 5

2.

1 Fisiologi Olahraga
Tubuh manusia merupakan sesuatu mesin yang luar biasa di mana aktivitas tubuh
yang terkoordinasi sempurna terjadi secara simultan. Peristiwa-peristiwa tubuh ini
memungkinkan fungsi kompleks tubuh seperti mendengar, melihat, bernapas serta
pengolahan informasi tanpa upaya kesadaran. Apabila seseorang melakukan aktivitas
seperti berjalan, dia akan menggeser sistem tubuh dari keadaan istirahat kepada keadaan
aktif. Jika aktivitas itu dilakukan beberapa kali, tubuhnya akan beradaptasi terhadap
aktivitas tersebut. Aktivitas yang dilakukan tadi disebut aktivitas fisik. Aktivitas fisik
ini merupakan proses yang rumit dimana pelatih perlu mengawasi perubahan pada subjek
setiap menit sewaktu aktivitas. Oleh itu, jika seseorang itu ingin menjadi atlet, dia perlu
mempunyai tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi dibanding dengan populasi normal
(Sherwood, 2012).
Perubahan fisiologis yang nyata dapat terjadi dalam tubuh kita apabila aktivitas
fisik atau latihan olahraga yang berterusan dilakukan. Oleh karena itu, tanggapan tehadap
latihan memiliki dua aspek analog dengan respon tubuh terhadap ligkungan stress. Salah
satunya adalah respon jangka pendek iaitu serangan tunggal setelah sesekali olahraga
ataupun dapat disebut latihan akut. Aspek kedua adalah respon jangka panjang iaitu
setelah olahraga teratur yang mempermudahkan latihan berikutnya serta meningkatkan
kinerjanya. Adaptasi terhadap latihan kronik ini disebut training. Adaptasi terhadap
latihan akut adalah respon terhadap latihan di mana efek terhadap pelatihan (Sherwood,
2012)
Respon jangka pendek serta jangka panjang ini memenuhi kebutuhan energi.
Kenaikan pesat dalam kebutuhan energi sewaktu latihan memerlukan penyesuaian
peredaran darah yang seimbang untuk memenuhi peningkatan kebutuhan oksigen, nutrisi
serta mengeliminasi produk akhir metabolisme seperti karbon dioksida dan asam laktat
dan membebaskan panas berlebihan. Pergeseran metabolisme tubuh terjadi melalui
kegiatan terkoordinasi dari semua sistem tubuh iaitu neuromuskuler, respiratori,
kardiovaskular, metabolik, dan hormonal (Sherwood, 2012).

1
2.2 Sistem Respirasi
Latihan fisik akan mempengaruhi konsumsi oksigen dan produksi karbon
dioksida. Kadar oksigen dalam jumlah yang besar akan terdifusi dari alveoli ke dalam
darah vena kembali ke paru-paru. Sebaliknya, kadar karbon dioksida yang sama banyak
masuk dari darah ke dalam alveoli. Oleh itu, ventilasi akan meningkat untuk
mempertahankan konsentrasi gas alveolar yang tepat untuk memungkinkan peningkatan
pertukaran oksigen dan karbon dioksida (Ganong, 2008)
Permulaan aktivitas fisik ini disertai dengan peningkatan dua tahap ventilasi.
Hampir segera dapat terlihat peningkatan pada inspirasi dan kenaikan bertahap pada
kedalaman dan tingkat pernapasan. Kedua tahap penyesuaian menunjukkan bahwa
kenaikan awal dalam ventilasi diproduksi oleh mekanisme gerakan tubuh setelah latihan
dimulai, namun sebelum rangsangan secara kimia, korteks motor menjadi lebih aktif dan
mengirimkan impuls stimulasi ke pusat inspirasi, yang akan merespon dengan
meningkatkan respirasi juga. Secara umpan balik proprioseptif dari otot rangka dan sendi
aktif memberikan masukan tambahan tentang gerakan ini dan pusat pernapasan dapat
menyesuaikan kegiatan itu berdasarkan kesesuaiannya. (Guyton dan Hall, 2007)
Tahap kedua lebih bertahap dengan kenaikan respirasi yang dihasilkan oleh
perubahan status suhu dan kimia dari darah arteri. Sambil latihan berlangsung,
peningkatan proses metabolisme pada otot menghasilkan lebih banyak panas, karbon
dioksida dan ion hidrogen. Semua faktor ini meningkatkan penggunakan oksigen dalam
otot, yang meningkatkan oksigen arteri juga. Akibatnya, lebih banyak karbon dioksida
memasuki darah, meningkatkan kadar karbon dioksida dan ion hidrogen dalam darah.
Hal ini akan dirasakan oleh kemoreseptor, yang sebaliknya merangsang pusat inspirasi,
dimana terjadi peningkatan dan kedalaman pernapasan. Beberapa peneliti telah
menyarankan bahwa kemoreseptor dalam otot juga mungkin terlibat iaitu dengan
meningkatkan ventilasi dengan meningkatkan volume tidal (Guyton dan Hall, 2007)
Walaupun sistem kardiovaskular adalah begitu efisien dengan menyuplai jumlah
darah yang cukup ke jaringan, daya tahan akan masih terhalang jika sistem pernapasan
tidak membawa oksigen yang cukup untuk memenuhi permintaan. Fungsi sistem
pernapasan biasanya tidak terbatas karena ventilasi dapat ditingkatkan ke tingkat yang

2
lebih besar daripada fungsi kardiovaskular. Melainkan sistem kardiovaskuler dan sistem
lain, sistem respirasi juga mengalami adaptasi khusus untuk ketahanan pelatihan untuk
memaksimalkan efisiensi. Adaptasi ini meliputi, peningkatan ventilasi dengan
peningkatan dalam pengambilan oksigen maksimal dengan minimum empat minggu
pelatihan dan diikuti dengan pengurangan yang signifikan pada ventilasi yang setara
yang diamati. Akibatnya, sedikit udara akan dihirup pada konsumsi oksigen pada tingkat
tertentu. Hal ini akan mengurangi persentase oksigen total yang digunakan dibandingkan
pernapasan. Oleh karena itu, keadaan ini membantu dalam melakukan olahraga berat
yang berkepanjangan tanpa kelelahan otot ventilasi. Mekanisme yang tepat tidak
diketahui untuk adaptasi pelatihan dalam sistem ventilasi. Secara umum, ada peningkatan
dalam 'volume dan kapasitas' saat istirahat karena fungsi pernapasan ditingkatkan
(Guyton dan Hall, 2007)

2.3 Sistem Kardiovaskular


Memahami dasar anatomi dan fisiologi sistem kardiovaskuler, seseorang dapat
melihat secara khusus bagaimana sistem ini merespon terhadap peningkatan tuntutan
tubuh sewaktu pelatihan. Selama latihan, permintaan oksigen di otot aktif meningkat,
lebih banyak nutrisi digunakan dan proses metabolisme dipercepatkan serta
menghasilkan sisa metabolisme. Jadi, untuk memberikan lebih banyak nutrisi dan untuk
menghilangkan sisa metabolisme, sistem kardiovaskuler harus beradaptasi untuk
memenuhi tuntutan sistem muskuloskeletal selama latihan (Ganong, 2008)
Respon akut atau langsung yang terlihat sewaktu latihan adalah peningkatan
kontraktilitas miokard, peningkatan curah jantung, peningkatan denyut jantung, tekanan
darah dan respon perifer termasuk vasokonstriksi umum pada otot-otot dalam keadaan
istirahat, ginjal, hati, limpa dan daerah splanknikus ke otot-otot kerja dan juga ada
peningkatan tekanan darah sistolik akibat curah jantung yang meningkat. Dengan
pelatihan yang ada akan ditandai penurunan denyut nadi dan pengurangan tekanan darah
saat istirahat dengan peningkatan volume darah dan hemoglobin. (Guyton dan Hall,
2007)

3
Selama tenaga digunakan, akan masih terjadi penurunan denyut nadi,
peningkatan stroke volume, peningkatan curah jantung dan peningkatan ekstraksi oksigen
oleh otot bekerja karena perubahan enzimatik dan biokimia pada otot serta peningkatan
konsumsi oksigen maksimal untuk setiap intensitas latihan yang diberikan. ( Ganong,
2008)

2.4 Sistem Muskuloskeletal


Peningkatan aliran darah ke otot-otot yang bekerja memberikan oksigen
tambahan. Maka, ekstraksi oksigen lebih banyak dari sirkulasi darah dan penurunan PO2
jaringan lokal dan peningkatan PCO2. Setelah pelatihan daya tahan, ada peningkatan
aktivitas enzim mitokondria pada kedua serat lambat dan cepat tanpa mengubah
kecepatan kontraksi serat. Oleh itu, pelatihan meningkatkan kemampuan kedua jenis
serat untuk menyediakan energi selama latihan berkepanjangan. Setelah mengikuti
latihan kekuatan, kegiatan intensitas tinggi membutuhkan perbaikan besar dalam
kekuatan otot dan kapasitas aerobik tinggi. Selain itu, akan terjadi peningkatan ukuran
otot-otot yang terlibat yaitu hipertrofi (Sherwood, 2012)

2.5 Sistem Metabolik


Sumber langsung untuk kontraksi otot diisi kembali oleh proses fosforilasi
oksidatif yang membutuhkan O2. Ketika kebutuhan energi melebihi batas metabolisme,
metabolisme anaerobik akan suplemen sistem pasokan energi selama latihan. Selama
ledakan pendek kegiatan intens seperti 100 menit atau Power Lifting, hampir semua
energi berasal dari ATP dan kreatinin fosfat. Sewaktu latihan berlangsung, peningkatan
penyimpanan untuk kreatinin fosfat serta glikogen berlangsung. Aktivitas kreatin kinase
meningkat karena adanya peningkatan jumlah serta ukuran mitokondria. Dengan
demikian, ada akumulasi asam laktat yang rendah dan penurunan pH sehingga
menurunkan kelelahan (Sherwood, 2012).

4
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta: EGC.
Guyton, A.C dan Hall J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
EGC.
Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai