Anda di halaman 1dari 34

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aktivitas Fisik

2.1.1 Definisi Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan kegiatan yang membutuhkan energi dan

menyangkut sistem lokomotor tubuh. Proses aktivitas fisik yang dilakukan

secara berulang dengan menambah beban setiap hari disebut dengan latihan

atau training. 1 Latihan merupakan rangsangan yang menyebabkan terjadinya

gangguan pada homeostasis dan merubah lingkungan fisik dan kimia sel.

Latihan menyebabkan suhu tubuh meningkat, keasaman darah meningkat,

kandungan O2 di cairan tubuh berkurang, CO2 meningkat dan lain-lain. Satu

atau lebih perubahan lingkungan internal tubuh dimulai dari sel tubuh

(receptor) yang kemudian menstimulasi jalur respon kompleks.11

2.1.2 Tingkatan Aktivitas Fisik

Kategori tingkatan aktivitas fisik menurut Norton, K., Norton, L.,

& Sadgrove, D.12 meliputi :

1.) Aktivitas Fisik Sedenter

Kata sedentary berasal dari bahasa latin “sedere” yang berarti “duduk”.

Aktivitas sedenter adalah aktivitas tidak berpindah sama sekali (non-

transport activities) atau menetap dalam jangka waktu lama, aktivitas ini

sering dikaitkan dengan aktivitas hanya duduk, membaca, bermain

gamedan aktivitas berbaring atau tidur yang sedikit bergerak, termasuk


8

duduk bekerja di kantor. Istilah aktivitas sedenter di beberapa jurnal

digunakan dalam intensitas aktivitas fisik kategori sangat rendah.

2.) Aktivitas Fisik Rendah

Aktivitas fisik ringan atau rendah yaitu sebanding dengan aktivitas jenis

aerobik yang tidak menyebabkan perubahan berarti pada jumlah

hembusan nafas. Kegiatan ini seperti berdiri, berjalan pelan atau jalan

santai, pekerjaan rumah, bermain sebentar. Jangka waktu aktivitas yang

dilakukan adalah kurang dari 60 menit.

3.) Aktivitas Fisik Sedang

Aktivitas ini meliputi digambarkan berupa melakukan aktivitas aerobik

namun tetap dapat berbicara bercakap –cakap atau tidak tersengal –

sengal. Kegiatan ini meliputi Berjalan 3,5-4,0 mil/jam, bermain golf,

berkebun, bersepeda dengan kecepatan sedang. Durasi kegiatan ini antara

30 sampai 60 mnt 1-2 kali dalam 7 hari/seminggu.

4.) Aktivitas Fisik Berat

Kegiatan yang sering atau rutin dilakukan dalam seminggu dan dengan

durasi kurang lebih 75 menit 5 –6 kali meliputi aktivitas aerobik dan

aktivitas yang lain seperti berenang, berjalan cepat, naik turun tangga,

memanjat, kegiatan olahraga yang membuat nafas terengah-engah seperti

jogging, sepak bola, voli, dan basket, kompetisi tenis.

2.1.3 Tipe Aktivitas Fisik

Jenis aktivitas fisik menurut Brown B.J, etc13 dibedakan menjadi dua

tipe yaitu :
9

1.) Aerobik

Aktivitas fisik aerobik merupakan aktivitas yang bergantung terhadap

ketersediaan oksigen untuk membantu proses pembentukan ATP yang

akan digunakan sebagai sumber energi. Aktivitas ini meningkatkan kerja

kardiorespirasi dan memasok energi ke otot-otot yang bekerja aerobik

disebut juga ketahanan, aktivitasnya meliputi berlari, berenang, berjalan,

bersepeda, dan menari.

2.) Anaerobik

Anaerobik adalah aktivitas fisik yang tidak membutuhkan oksigen pada

proses pembentukan sumber energinya. Energi yang di dapat adalah dari

otot yang berkontraksi terlepas dari oksigen yang dihirup, contoh

aktivitas anaerobik adalah lari sprint jarak pendek, High Intensiy Interval

Hraining (HIIT), angkat beban.14 Aktivitas fisik anaerobik bergantung

pada energi yang disimpan di otot dan hasil dari proses glikolisis. 15.

2.1.4 Sistem Energi

Energi merupakan prasyarat penting dalam aktivitas fisik. Energi

diubah dari bahan makanan (karbohidrat, lemak dan protein) yang

dikonsumsi menjadi suatu ikatan energi tinggi yang dikenal dengan Adenosin

Triphospat (ATP) yang disimpan dalam otot. ATP terdiri dari satu molekul

adenosin dan tiga molekul phosphate. Energi yang digunakan untuk

kontraksi otot, diperoleh dengan cara mengubah ATP bertenaga tinggi ke

Adenosin Diphospate (ADP) + Phospate (P). Sewaktu satu molekul

phosphate dipecah, maka ADP + P dibentuk dari ATP dan energi dilepaskan.
10

Persediaan ATP dalam sel otot sangat terbatas, walaupun begitu suplai ATP

harus berkesinambungan untuk mempertahankan dan memudahkan aktivitas

fisik secara berkelanjutan.27

Pemenuhan ATP dapat melalui ketiga sistem energi, tergantung dari

jenis kegiatan yang dilakukan. Ketiga sistem tersebut adalah (1) Sistem ATP-

PC (2) Sistem asam laktat (3) Sistem oksigen (O2),27 secara ringkas, sistem

metabolisme energi untuk menghasilkan ATP dapat berjalan secara aerobik

(dengan oksigen) dan secara anaerobik (tanpa oksigen). Kedua proses ini

dapat berjalan secara simultan di dalam tubuh yang membutuhkan energi

besar dalam waktu yang cepat pada aktivitas fisik yang berat. Metabolisme

energi akan berjalan secara anaerobik melalui hidrolisis phosphocreatine

(PCr) serta melalui proses glikolisis glukosa/glikogen otot, sedangkan

metabolisme energi tubuh akan berjalan secara aerobik dengan kehadiran

oksigen melalui pembakaran simpanan karbohidrat, lemak dan protein.1

2.1.5 Metabolisme Sistem Aerobik

Pembentukan energi melalui metabolisme aerobik terjadi dalam tiga

tahap meliputi

1.) Glikolisis

Glikolisis terjadi disitoplasma sel yang dapat merubah glukosa menjadi

asam piruvat. Sejumlah ADP diubah menjadi ATP oleh energi yang

dibebaskan selama proses tersebut, tetapi jumlah ATP yang dihasilkan ini

kurang dari 5 persen dari keseluruhan metabolism energy sel.16


11

2.) Siklus Krebs

Siklus krebs merupakan serangkaian reaksi metabolik dalam tubuh yang

bertujuan untuk menghasilkan energi dari oksidasi molekul asetil-CoA

hasil tiga metabolisme karbohidrat utama, glikolisis, jalur pentosa fosfat

dan jalur entnerdoudoroff. Siklus krebs terjadi pada organel mitokondria,

yang merupakan mesin penghasil energi dalam sel. Spesifiknya terletak

pada matriks mitokondria. Sekitar 95% pembentukan ATP sel dibentuk

dalam metabolisme ini. Dalam siklus ini gugus asetil dari asetil-CoA

dipecah menjadi kabondioksida dan atom hidrogen didalam motokondria.

Asam piruvat dipecah menjadi CO2 dan H2O dengan menggunakan O2. 17

3.) Sistem Transfer Elektron

Sistem tranfer elektron terjadi di dalam organel mitokondria dimana dari

daur krebs akan keluar elektron dan ion H+ yang dibawa sebagai NADH2

(NADH + H+ + 1 elektron) dan FADH2, sehingga didalam mitokondria

akan terbentuk air, sebagai hasil sampingan respirasi selain CO2. Produk

sampingan respirasi tersebut pada akhirnya dibuang ke luar tubuh paru-

paru pada peristiwa pernafasan. Dalam fosforilasi oksidatif ADP diubah

menjadi ATP. Proses ini berkaitan dengan molekul protein besar yang 22

menonjol sepenuhnya dari membran mitokondria bagian dalam dan

muncul dengan kepala seperti tombol (knoblike head) ke dalam matriks

mitokondria bagian dalam. Molekul ini adalah ATPase atau ATP

sintetase.
12

Latihan dengan intensitas ringan sampai sedang yang disertai

makanan sehat seimbang akan memperbaiki kesehatan dalam meningkatkan

ketahanan tubuh. Latihan fisik ringan sekalipun, seperti aerobik selama 30

menit, mampu mengaktifkan kerja sel darah putih, yang merupakan

komponen utama kekebalan tubuh pada sirkulasi darah.18 Intensitas maksimal

pada aktivitas fisik akan menginduksi terjadinya penyakit, cedera, dan fatigue

kronis yang dapat mengakibatkan peningkatan jumlah leukosit dan CRP

karena disebabkan oleh toksisitas dari radikal bebas.2

Pada kondisi tertentu latihan fisik dapat menjadi sebuah stressor yang

merangsang kerusakan atau cedera pada otot yang disebabkan peradangan

lokal sehingga otot mengalami degenerasi dan regenerasi di sekitar jaringan


19
ikat. Pemberian rangsangan fisik berulang pada tubuh dapat menyebabkan

proses adaptasi yang mencerminkan peningkatan kemampuan fungsional

tetapi jika besarnya rangsangan tidak cukup untuk proses pembebanan, maka

tubuh tidak akan mengalami proses adaptasi. Sebaliknya jika rangsangan

terlalu besar dan tidak dapat ditoleransi oleh tubuh akan menyebabkan jejas

dan mengganggu keadaan homeostasis pada sistem tubuh. 20

2.1.6 Pengaruh Aktivitas Fisik Berat

Aktivitas fisik berat merupakan aktivitas fisik yang berlebih,

disebabkan karena volume aktivitas terlalu banyak, intensitas aktivitas

terlalu tinggi, durasi aktivitas terlalu panjang, dan frekuensi aktivitas terlalu
21
sering. Aktivitas fisik yang berat dapat meningkatkan pembentukan

oksidan yang membentuk radikal bebas sehingga terjadi stress oksidatif.


13

Kebutuhan oksigen tubuh mengalami peningkatan sekitar 100-200 kali lipat

selama aktivitas fisik daripada saat beristirahat, hal ini menyebabkan

penekanan fungsi imunitas tubuh. 9

Beberapa jalur potensial yang berhubungan dengan terbentuknya

oksidan pada saat melakukan aktivitas fisik diantaranya:

Tabel 2.1 Jalur Potensial Pembentukan Oksidan 22

Jalur Mekanisme
Fosforilasi Oksidatif Terjadi kebocoran elektron pada rantai
transfer elektron di mitokondria akibat
peningkatan kebutuhan oksigen
sehingga terbentuk anion superoksida.
Xanthin Oksidase Iskemia reperfusi jantung. Selama
iskemia, ATP diubah menjadi AMP.
Jika oksigen kurang maka AMP akan
diubah menjadi hipoxanthin, lalu
hipoxanthin diubah menjadi xanthin dan
asam urat dengan bantuan enzim xanthin
oksidase. Pada proses ini juga akan
terbentuk radikal superoksida dan
radikal hidroksil.
Autooksidasi Peningkatan katekolamin melalui
aktivasi β-adrenergik setelah aktivitas
fisik maksimal akan menghasilkan ROS.
Oksihemoglobin diubah menjadi
methemoglobin menyebabkan
diproduksinya radikal superoksida.
Respon inflamasi Kerusakan jaringan akibat aktivitas fisik
akan mengaktivasi sel-sel inflamasi
seperti neutrofil yang merupakan
sumber sekunder produksi ROS.
(Sumber : dalam kutipan Tesis Andryani 22)

Respon inflamasi pada aktivitas fisik berat akan menyebabkan

kerusakanan jaringan yang mengaktivasi sel-sel inflamasi seperti neutrofil


23
yang merupakan sumber sekunder produksi ROS. Pengaruh aktivitas fisik

akan terjadi respon akut dan pengaruh jangka panjang akibat latihan yang
14

teratur dan terprogram akan terjadi adaptasi. Respon akut adalah

bertambahnya frekuensi denyut jantung, peningkatan frekuensi pernafasan,

peningkatan tekanan darah dan peningkatan suhu badan. Adaptasi

merupakan peningkatan massa otot, bertambahnya massa tulang,

bertambahnya sistem pertahanan antioksidan serta penurunan frekuensi

denyut jantung. 24

2.2 Radikal Bebas dan Stress Oksidatif

2.2.1 Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan suatu molekul yang memiliki satu atau

lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbita terluarnya. Radikal bebas

berasal dari dalam tubuh sendiri yang merupakan hasil dari metabolisme

seluler, bisa berasal dari proses peradangan, dan dapat juga berasal dari luar
25
tubuh (polusi, asap rokok, radiasi, obat-obatan). Radikal bebas bersifat

menguntungkan karena dapat membantu proses perkembangan sel dan

sebagai sistem pertahanan tubuh dengan cara mendestruksi mikroorganisme

patogen dalam jumlah yang kecil hingga sedang. Peningkatan jumlah radikal

bebas merupakan sifat merugikan karena menyebabkan kerusakan pada

lemak, protein, karbohidrat dan asam nukleat. 26 Aktivitas radikal bebas juga

dapat menyebabkan terjadinya penyakit kronis seperti atherosklerosis,

kanker, diabetes, rheumatoid artrhitis, sepsis, inflamasi dan penyakit

degeneratif lainnya. 27
15

Bentuk umum radikal bebas ada dua yaitu reactive oxygen spesies

ROS dan reactive nitrogen spesies (RNS). ROS diantaranya hidroksil (OH•),

superoksida (O2•-), hydrogen peroxide (H2O2), dan peroxyl radikal (OOH).

Sementara RNS sering dianggap sebagai subklas dari ROS, di antaranya

nitric oxide (NO•), nitrogen dioxide (NO2•), peroxynitrite (NO3-), nitroxyl

anion (HNO) dan peroxynitrous acid (HNO3-). 28 Proses terbentuknya ROS

satu molekul direduksi menjadi dua molekul air. Reduksi tersebut dilakukan

dengan menstranfer empat elektron, tetapi transfer elektron tersebut

berlangsung empat tahapan. Hal ini terjadi karena dua elektron yang tidak

berpasangan pada molekul terletak pada orbit yang berbeda dan

menunjukkan angka putaran yang berlawanan, maka oksigen hanya mampu

menerima elektron tahap demi tahap dan hanya satu elektron tiap tahapnya.

Pemindahan elektron yang tidak sempurna tersebut mengakibatkan

terbentuknya ROS. 29

2.2.2 Stress Oksidatif

Stres oksidatif adalah suatu keadaan dimana terjadi

ketidakseimbangan antara produksi ROS dan kadar antioksidan. ROS

diproduksi di dalam sel melalui rantai transport elektron dan beberapa

enzim seperti xanthin oksidase, aldehid oksidase, dan sitokrom P-450

monoksigenase. Stress oksidatif dalam tubuh mempunyai target kerusakan


30
pada seluruh tipe biomolekul seperti protein, lipid dan DNA. Stres

oksidatif menyebabkan kerusakan dengan cara terbukanya lipatan

polipeptida dalam struktur protein. Stres oksidatif dapat disebabkan oleh


16

latihan fisik, yang selanjutnya bisa menimbulkan hemolisis yang akan

mempengaruhi eritrosit, meningkatkan lamanya waktu perdarahan dan

produksi prostasiklin dan tromboksan lokal, meningkatkan lamanya waktu

perdarahan, dan jumlah sel darah. 31

Stres oksidatif dapat terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara

produksi reactive oxygen spesies (ROS) dengan sistem pertahanan

antioksidan. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh faktor internal seperti

genetik, umur, oksidasi fosforilasi, proses patofisiologi dan faktor eksternal

seperti olahraga berlebihan, asupan makanan, patogen, sinar ultraviolet dan


28
bahan kimia. Faktor internal utama yang menimbulkan stress oksidatif

adalah oksidasi fosforilasi akibat melakukan aktivitas fisik maksimal.

selama aktivitas fisik, terbentuk radikal bebas yang bersamaan dengan reaksi
25
oksidasi fosforilasi untuk membentuk energi ATP dalam mitokondria.

Reaksi tersebut dibutuhkan oksigen, dimana oksigen akan bereaksi dengan

hidrogen untuk membentuk air, tetapi sejumlah oksigen dapat berubah

menjadi radikal bebas, dengan demikian semakin berat aktivitas fisik maka

dibutuhkan semakin banyak ATP, juga semakin banyak radikal bebas yang

dihasilkan sebagai pengaruh negatif. 32


17

2.3 C-reactive protein (CRP)

2.3.1 Definisi CRP

C-reactive protein (CRP) adalah salah satu protein fase akut yang

terdapat dalam serum normal walaupun dalam konsentrasi yang amat kecil.

CRP merupakan marker inflamasi sistemik. Kadarnya naik beberapa ribu kali

lipat dalam menanggapi reaksi inflamasi atau kerusakan jaringan baik yang

disebabkan oleh penyakit infeksi maupun yang bukan infeksi, konsentrasi

CRP dapat meningkat sampai 100 kali.33

CRP pertama kali dijelaskan pada tahun 1930 oleh Tillet dan

Francis. Awalnya penamaan CRP berasal dari kemampuannya mempresipitasi

somatik C-polisakarida dari bakteri Streptococcus pneumonia yang merupakan

protein pertama kali muncul pada fase akut sebagai petanda sistemik yang

sensitif terhadap rangsangan inflamasi, infeksi, kerusakan jaringan dan

berkontribusi pada sistem pertahanan tubuh dengan mengaktifkan jalur

komplemen. 34

2.3.2 Struktur CRP

CRP termasuk dalam turunan Pentraksin protein calcium dependent

plasma. Molekul CRP pada manusia tersusun atas lima sub unit polipeptida

non glikosilasi yang identik, masing-masing terdiri dari 206 sisa asam amino.

Protomer CRP dihubungkan secara non kovalen dalam konfigurasi annular

yang berbentuk penta siklik. Masing-masing protomer mempunyai

karakteristik “lectin fold” yang terdiri atas lembaran 2 lapis β dengan topologi

jelly roll yang datar. Situs yang mengikat ligan tersusun atas lengkungan
18

dengan 2 ion kasium yang terikat 4 Å terpisah oleh ikatan protein dan terletak

pada bagian konkaf, sedangkan bagian lain membawa heliks α tunggal. 33

Gambar 2.1 Struktur C-Reactive Protein (CRP)


(Sumber: Kimberly 35)

2.3.2 Sintesis CRP

CRP dalam plasma diproduksi oleh sel hepatosit hati terutama

dipengaruhi oleh Interleukin 6 (IL-6). CRP merupakan marker inflamasi yang

diproduksi dan dilepas oleh hati dibawah pengaruh rangsangan sitokin seperti

IL-6 dan Tumor Necroting Factor α (TNF-α) yang dihasilkan oleh jaringan

patologi. 36

Sintesa CRP di hati berlangsung sangat cepat setelah ada sedikit

rangsangan, konsentrasi serum meningkat diatas 5mg/L selama 6-8 jam dan

mencapai puncak sekitar 24-48 jam. Waktu paruh dalam plasma adalah 19 jam

dan menetap pada semua keadaan sehat dan sakit, sehingga satu-satunya

penentu konsentrasi CRP di sirkulasi adalah menghitung sintesa IL-6 dengan

demikian menggambarkan secara langsung intensitas proses patologi yang

merangsang produksi CRP. Kadar CRP akan menurun bila proses peradangan

atau kerusakan jaringan mereda dan dalam waktu sekitar 24-48 jam telah
19

mencapai nilai normal kembali. Kadar CRP stabil dalam plasma dan tidak

dipengaruhi variasi diurnal.

2.3.3 Klasifikasi CRP

Menurut Eisenhardt dkk37 menemukan bahwa CRP terdapat dalam 2

bentuk, yaitu bentuk pentamer (pCRP) dan monomer (mCRP). Bentuk

pentamer dihasilkan oleh sel hepatosit sebagai reaksi fase akut dalam respon

terhadap infeksi, inflamasi dan kerusakan jaringan. Bentuk monomer berasal

dari pentamer CRP yang mengalami dissosiasi dan mungkin dihasilkan juga

oleh sel-sel ekstrahepatik seperti otot polos dinding arteri, jaringan adiposa

dan makrofag.

2.3.4 Pemeriksaan CRP

CRP merupakan marker inflamasi sistemik non spesifik terutama

dihasilkan oleh hepatosit di bawah pengaruh sitokin seperti IL-6 dan TNF-α. 38

CRP merupakan pemeriksaan yang dapat mengukur kosentrasi CRP yang

sangat sedikit sehingga bersifat lebih sensitif dengan range pengukuran 0,1-20

mg/L,baik untuk memeriksa adanya inflamasi derajat rendah (low level

inflammation). Kadar CRP stabil selama jangka waktu yang lama, stabilitas

kimia yang baik, tidak memerlukan tindakan khusus untuk sampling, memiliki

waktu paruh yang relatif panjang (19 jam), tanpa variasi diurnal. Hal demikan

menjadikan CRP digunakan sebagai biomarker peradangan terdepan untuk

aplikasi klinis sehingga dapat digunakan untuk menegakkan diagnostik

inflamasi maupun penyakit infeksi.39


20

2.3.5 Pengaruh aktivitas fisik berat terhadap CRP

Aktivitas fisik berat merangsang pengeluaran radikal bebas yang

tergabung dalam reactive oxigen spesies akibat dari tingginya laju

metabolisme aerobik dan kurangnya pengadaan oksigen sehingga akan

menimbulkan stress oksidatif. Stress oksidatif dapat menyebabkan kerusakan

terhadap dinding sel endotel darah dan memicu terjadinya proses inflamasi

yang ditandai dengan dilepaskannya mediator-mediator proinflamasi berupa

sitokin (TNF-α, IL-1 dan IL-6) yang dihasilkan oleh makrofag pada aktivitas

fisik berat. Sitokin ini akan merangsang pembentukan reaktan fase akut, yaitu

c-reactive protein (CRP) di hati.33

CRP sebagai penanda inflamasi akut yang akan mengalami kenaikan

100-1.000 kali setelah terjadinya infeksi ataupun trauma. Bahkan pada reaksi

fase akut CRP dapat meningkat 10.000 kali lipat (< 50 μg/l-> 500 mg/l).

Plasma CRP diproduksi oleh hepatosit melalui kontrol sitokin IL-6. CRP dapat

meningkat melebihi 5 mg/l dan timbul 4-6 jam setelah terjadinya rangsangan,

berduplikasi setiap 8 jam dan mencapai puncaknya dalam 48 jam. Waktu

paruh di dalam plasma adalah 19 jam dan membutuhkan waktu beberapa hari

untuk kembali normal. Apabila rangsangan sebagai pencetus inflamasi


38
dihilangkan maka CRP akan kembali ke angka normal secara cepat. Kadar

serum CRP yang meningkat terlihat pada kondisi trauma, nekrosis jaringan,

infeksi, pembedahan, infark miokardium dan berhubungan dengan

meningkatnya resiko penyakit kardiovaskuler. Beberapa keadaan non


21

inflamasi juga dapat meningkatkan kadar CRP, seperti obesitas, depresi,

bertambahnya usia, inaktivitas fisik, radioterapi serta merokok.40

2.4 Leukosit

Leukosit (sel darah putih) berasal dari bahasa Yunani, leukos berarti

putih dan kytos yang berarti sel. Leukosit adalah sel darah yang mengandung

inti, disebut juga sel darah putih. Jumlah leukosit dalam darah manusia,

normal rata-rata 5000 sampai 11.000 sel/mm3, jika jumlahnya lebih dari

12.000, keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang dari 5000 disebut

leukopenia.41 Jenis leukosit ada dua macam yaitu agranuler dan granuler. Jenis

leukosit agranuler memiliki ciri-ciri antara lain; limfosit sel kecil, sitoplasma

sedikit, monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Jenis

leukosit granuler antara lain: neutrofil, basofil, dan eosinofil yang dapat

dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam. 42

Fungsi leukosit yaitu sebagian beo-sar dari sel ini secara khusus

disalurkan ke daerah-daerah peradangan yang berbahaya, kemudian

menghancurkan agen penyerang dengan proses fagositosis dan membentuk

antibodi. Pembentukan ini dapat membuat zat asing menjadi tidak aktif

dengan cara memberikan pertahanan yang cepat terhadap setiap agent infeksi

yang terdapat dalam tubuh.

Hidup sel leukosit tidak lama dan jumlahnya yang diperlukan di

tempat inflamasi dipertahankan oleh influk sel-sel baru dari persediaan di

sumsum tulang. Pada infeksi akut neutrophil dalam sirkulasi dapat meningkat
22

dengan segera, peningkatan tersebut disebabkan oleh migrasi neutrophil ke

sirkulasi dari sumsum tulang dan persediaan marginal intravaskuler.

Komposisi leukosit adalah 45% dalam sirkulasi dan 55% marginal atas

pengaruh IL-1, TNF-a dan endotoksin leukosit dari sumsum tulang dikerahkan

ke sirkulasi.

Pengaruh rangsangan fisiologik dan patologik tertentu dapat terjadi

pembebasan granulosit dari kompartemen penyimpanan dan marginal dalam

beberapa menit, diikuti dengan peningkatan pembentukan granulosit. Interaksi

sel dengan sel dan pengeluaran factor pertumbuhan humoral, mengendalikan

pembentukan dan pematangan sel leukosit. Pembentukan leukosit juga secara

substansial dipengaruhi oleh mediator kimiawi (sitokin dan kemokin) yang

dikeluarkan sebagai bagian dari respon inflamasi dan imun.

Penyebab peningkatan jumlah leukosit didasari dua penyebab dasar

yaitu pertama merupakan reaksi yang tepat dari sumsum tulang normal

terhadap stimulasi eksternal yaitu infeksi, inflamasi (nekrosis jaringan, infark,

luka bakar arthritis, Stress (over exercise, kejang, kecemasan, anestesi), Obat

(koertikosteroid, lithium, B-agonits, trauma (splenecktomi), anemia hemolitik.

Kedua adalah efek dari kelainan sumsum tulang primer, leukemia akut,

leukemia kronis, kelainan mieloproliferatif.

Antigen yang masuk dalam tubuh akan mengaktivasi makrofag yang

dapat melepaskan mediator inflamasi salah satunya adalah faktor pertumbuhan

seperti tumor necrosis factor (TNF), interleukin-1 (IL-1), granulocyte

monocyte colony stimulating factor (GM-CSF), granulocyte colony


23

stimulating factor (G-CSF), dan monocyt colony stimulating factor (M-CSF)

yang merangsang sel progenitor granulositik dan monositik di sumsum tulang.

Reaksi ini untuk memproduksi sel leukosit yang masuk ke dalam aliran darah

sebelum mencapai daerah peradangan sehingga dapat mempengaruhi jumlah

dan jenis leukosit pada darah tepi.

Jumlah leukosit dalam sirkulasi sangat mudah dan cepat berubah.

Nilai absolut maupun relatif dapat berubah oleh stimulus selama beberapa

menit atau beberapa jam. Dampak yang paling jelas terlihat bila kelenjar

adrenal dirangsang, baik secara farmakologis maupun sebagai respon terhadap

kebutuhan fisiologis. Sebagian besar stimulasi fisiologis seperti olahraga,


2
emosi, pemaparan terhadap suhu yang ekstrim, mengakibatkan leukositosis.

Leukosit dapat mendeteksi adanya infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan

virus, serta dapat melihat kekebalan tubuh serta mendeteksi potensi terjadinya

alergi, karena leukosit berperan dalam sistem pertahanan tubuh. Jumlah

leukosit perifer dapat menjadi sumber informasi untuk diagnostik dan

prognosa serta gambaran adanya kerusakan organ dan pemulihan setelah

latihan fisik yang berat. Jumlah leukosit sebanding dengan intensitas kerja dan

durasi latihan, tidak bergantung pada jenis kelamin dan tingkat kebugaran

subjek. 43
24

2.4.1 Jenis Leukosit

a. Limfosit

Limfosit merupakan leukosit agranulosit yang memiliki ukuran 10 -

12 um dan berbentuk variasi. Gambaran dari limfosit kecil adalah inti relatif

besar dikelilingi sitoplasma sempit. Inti tampak bulat dan menunjukkan

cekungan atau lekukan pada satu sisi. Kromatin inti yang padat dan anak inti

pada pulasan hapus darah yang tidak tampak. Granula azurofil keunguan,

kadang-kadang terlihat di dalam sitoplasma, yang merupakan gambaran tetap

seperti granula spesifik leukosit. Fungsi utama limfosit menurut adalah

memproduksi antibodi sebagai respon kekebalan spesifik atau sebagai sel

efektor khusus dalam menghadapi antigen yang melekat pada makrofag,

menghasilkan berbagai limfokin, faktor kemotaktik untuk makrofag dan faktor

penyebab peradangan.44

Limfosit memiliki 2 jenis utama yaitu, limfosit T dan limfosit B.

Jumlah limfosit T lebih banyak dibanding dengan limfosit B, sekitar 70 - 75%

dari seluruh limfosit dalam darah. Limfosit T berkembang di timus yang akan

berdiferensiasi menjadi sel T killer, sel T helper dan sel T memori, ini semua

berperan dalam kekebalan selular. Limfosit B sekitar 10 - 12% dari total

limfosit. Limfosit ini berperan dalam kekebalan humoral yang akan tumbuh

menjadi sel plasma untuk membentuk antibodi.21

Penelitian menurut Harahap didapatkan bahwa peningkatan hitung

jumlah limfosit terjadi setelah aktivitas fisik maksimal dan peningkatannya

signifikan. Limfosit diketahui bahwa menghasilkan pertahanan imun terhadap


25

sasaran yang telah diprogramkan. Jumlah hitung jenis limfosit meningkat

karena beban maksimal akan memacu keluarnya limfosit dari lien menuju

aliran darah karena rangsangan dari stress hormon seperti kortisol dan

katekolamin. 9

b. Monosit

Monosit merupakan sel leukosit yang besar sekitar 3 - 8% dari

jumlah leukosit normal. Diameter 9-10 um tapi pada sediaan darah kering

diameter monosit mencapai kurang lebih 20 um. Inti eksentris, ada lekukan

berbentuk tapal kuda. Kromatin kurang padat, susunan lebih fibriler, ini

merupakan sifat tetap monosit. Sitoplasma relatif banyak dengan pulasan

wrigh berupa abu-abu pada sajian kering. Granula azurofil, merupakan

lisosom primer, lebih banyak tapi lebih kecil, juga ditemukan retikulum

endoplasma, ribosom, poliribosom dan mitokondria. Aparatus golgi

berkembang baik, ditemukan mikrofilamen dan mikrotubulus pada daerah

identasi inti. 21

Fungsi utama monosit dalam sistem imun, yaitu merespon adanya

tanda-tanda inflamasi dengan cara bergerak cepat (kira-kira 8-12 jam) ke

tempat yang terinfeksi. Makrofag dan sel dendrit untuk merangsang respon

imun, membentuk protein dari suatu komplemen hingga mengeluarkan

substansi yang mempengaruhi proses peradangan kronik. Monosit tergolong

fagositik mononuclear (system retikuloendotel) yang mempunyai tempat-

tempat reseptor pada permukaan membran untuk imunoglobulin dan

komplemen. Monosit beredar melalui aliran darah, menembus dinding kapiler


26

masuk ke dalam jaringan penyambung. Monosit dalam jaringan bereaksi

dengan limfosit dan memegang peranan penting dalam pengenalan dan

interaksi sel-sel immunocompetent dengan antigen. 45

c. Neutrofil

Neutrofil berkembang dalam sumsum tulang yang mengeluarkan

sirkulasi. Sel-sel ini sekitar 60-70% dari jumlah leukosit yang beredar. Garis

tengah sekitar 12 um, satu inti dan 2-5 lobus. Sitoplasma yang banyak berisi

granula-granula spesifik (0,3-0,8 um) mendekati batas resolusi optik, berwarna

salmon pink. Granula pada neutrofil ada dua antara lain; granula azurofilik

yang mengandung enzim lisozom dan peroksidase. Kedua yaitu granula

spesifik yang mengandung fosfatase alkali dan zat-zat bakterisidal (protein

kationik) yang dinamakan fagositin. Neutrofil mempunyai metabolisme yang

sangat aktif dan mampu melakukan glikolisis baik secara aerob maupun

anaerob. Kemampuan neutrofil untuk hidup dalam lingkungan anaerob sangat

menguntungkan, karena mereka dapat membunuh bakteri dan membantu

membersihkan debris pada jaringan nekrotik. Fagositosis oleh neutrofil

merangsang aktivitas heksosa monofosfat shunt, meningkatkan

glikogenolisis.9

Neutrofil juga merupakan garis pertahanan pertama dalam melawan

mikroorganisme asing khususnya melawan infeksi. Fungsi utama neutrofil

adalah fagositosis dan mikrobiosidal, berperan penting dalam melindungi

tubuh dalam melawan penyakit dan infeksi lewat proses fagositosis. Sejalan

dengan penelitian lain didapatkan bahwa terjadi penurunan neutrophil setelah


27

aktivitas fisik yang berat secara signifikan. Dalam hal ini terjadinya penurunan

neutrophil sangat tergantung pada berat dan durasi dari latihan tersebut, karena

latihan yang keras dan berat, dapat mengakibatkan otot (skeletal) mengalami

anaerobic respiratori dan akan menghasilkan penumpukkan asam laktat di

dalam otot. Asam laktat di dalam otot ini akan mengiritasi dan merangsang

terjadinya inflamasi. 9

d. Eosinofil

Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, mempunyai garis

tengah 9um (sedikit lebih kecil dari neutrofil). Inti eosinofil berlobus dua,

retikulum endoplasma, mitokondria dan apparatus golgi kurang berkembang.

Eosinofil juga mempunyai granula ovoid dengan eosin asidofilik. Lisosom

yang mengandung fosfatase asam, katepsin, ribonuklase, tetapi tidak

mengandung lisozim. 45

Eosinofil mempunyai pergerakan amuboid, dan mampu melakukan

fagositosis, lebih lambat tapi lebih selektif dibanding neutrofil. Eosinofil

memfagositosis komplek antigen dan antibodi, ini merupakan fungsi eosinofil

untuk melakukan fagositosis selektif terhadap komplek antigen dan antibodi.

Eosinofil mengandung profibrinolisin, yang berperan mempertahankan darah

dari pembekuan. Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah

eosinofil darah dengan cepat.44

Penelitian lain menunjukkan bahwa terjadi penurunan eosinophil

akibat diberikan latihan yang berat. Hal ini disebabkan adanya stress akibat

aktivitas mengakibatkan terjadinya peningkatan sekresi hormone dari korteks


28

adrenal dan salah satu produksi yang dihasilkan oleh hormone ini

mengakibatkan penurunan jumlah eosinophil dalam darah atau eosinopenia

walaupun hal ini masih kontradiktif karena ada pendapat lain yang

menyatakan terjadinya eosinopenia relative berhubungan dengan adanya

marked limfositosis. 9

e. Basofil

Basofil merupakan sel utama pada tempat peradangan ini dinamakan

hipersesitivitas kulit basofil. Hal ini menunjukkan basofil mempunyai

hubungan kekebalan. Basofil sekitar 0 - 1% dari jumlah leukosit darah, ukuran

garis tengah 12 um dan satu inti. Bentuk umum basophil seperti huruf S,

sitoplasma terisi granula yang lebih besar, dan terkadang granula menutupi

inti. Granula berbentuk irreguler berwarna metakromatik. Granula basofil

metakromatik mensekresi histamin dan heparin dalam keadaan tertentu. 9

Fungsi sel basofil dalam darah seperti dengan sel mast besar yang

sangat berperan pada beberapa tipe reaksi alergi, namun pada penelitian ini

tidak didapatkan adanya perubahan jumlah sel basofil sebelum aktivitas fisik

maksimal maupun setelah aktivitas fisik maksimal berupa renang sampai


9
hampir tenggelam. Penelitian yang dilakukan oleh Sodique didapatkan

terjadi peningkatan basophil sebelum dan sesudah diberikan latihan yang berat

tetapi tidak signifikan. 45


29

Tabel 2.2 Perbandingan Jenis Leukosit di dalam darah 9

Jenis Leukosit Sel/µL (rata-rata) Kisaran normal


(mm3 darah)
Netrofil 5400 3000-6000
Eosinofil 275 150-300
Basofil 35 00-100
Limfosit 2750 1500-4000
Monosit 540 300-600
(Sumber : Bakri 46)

Gambar 2.2 Hitung Jenis Leukosit


(Sumber : Bakri 46)

2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Leukosit

Penyebab peningkatan jumlah leukosit pada dasarnya didasari oleh

dua penyebab dasar yaitu:

a. Reaksi yang tepat dari surnsum tulang normal terhadap stimulasi

eksternal (infeksi, inflamasi (nekrosis jaringan, infark, luka bakar,

artritis), stres (over exercise, kejang, kecemasan, anastesi), obat

(kortikosteroid, lithium, beta agonis), trauma (splenektomi), anemia

hemolitik dan leukemoid maligna.

b. Efek dari kelainan sumsum tulang primer (leukemia akut, leukemia

kronis).
30

2.4.3. Migrasi dan Pembentukan Leukosit

Sel asal umum (pluripotensial) diduga sekarang bahwa setelah

sejumlah pembelahan sel dan langkah diferensiasi menjadi urutan sel

progenitor untuk tiga jalur sel sumsum tulang utama yaitu, Eritroid, Granulosit

Monositik dan Megakariosit, sebagaimana sel asal limfoid. Penampilan sel

asal pluripotensial mungkin serupa dnegan limfosit kecil atau sedang,

kehadirannya dapat ditunjukkan dengan teknik kultur. Keberadaan sel

progenitor terpisah untuk tiga garis sel tersebut oleh teknik biakan di luar

tubuh (in-vitro). Prekusor myeloid yang paling dini dideteksi membentuk

granulosit, eritroblas, monosit dan megakariosit dan diberi istilah CFU

GEMM (CFU : colony forming unit in culture medium). Progenitor yang lebih

matang dan khusus dinamakan CFUGM (granulosit dan monosit), CFUEO

(eosinophil), CFUe (eritroid), dan CFUmeg (megakariosit), BFUe (burst

forming unit, eritrosit) merupakan progenitor eritroid yang lebih dini daripada

CFUe. Sel asal (stem sel) juga memiliki kemampuan untuk memperbarui diri

kembali, sehingga walaupun sumsum tulang adalah tempat utama produksi sel

baru, jumlah sel keseluruhan tetap konstan pada keadaan seimbang dan

normal. Akan tetapi, sel prekusor sanggup memberi respon terhadap berbagai

rangsang dan pesan hormonal dengan meningkatnya satu atau lain garis sel

bila kebutuhan meningkat tiga perempat dari sel-sel yang berinti di sumsum

tulang memproduksi leukosit. Stem sell ini berproliferasi dan berdifferensiasi

menjadi granulosit (neutrofil, eosinofil dan basofil), monosit dan limfosit yang

bersama terdiri absolute hitung leukosit.


31

Pematangan sel leukosit di sumsum tulang dan penglepasan ke

sirkulasi dipengaruhi oleh berbagai faktor interleukin, tumor nekrosis factor

(TNF) dan beberapa komponen complemen. Kira – kira 90% dari leukosit

berada di penyimpanannya sumsum tulang, 2-3% di sirkulasi dan 7-8%

berlokasi di jaringan. 47

Sumsum tulang sel-sel digolongkan menjadi dua kelompok : satu

kelompok adalah proses sintesa dan pematangan DNA, sedangkan kelompok

yang lain pada fase penyimpanan yang menunggu pelepasan ke dalam

sirkulasi. Sel-sel yang dalam penyimpanan ini secara cepat dapat merespon

berdasarkan kebutuhan untuk meningkatkan leukosit sampai 2-3 kali lipat

leukosit di sirkulasi dalam 4-5 jam. Dalam sirkulasi, neutrofil di golongkan ke

dalam dua pool. Satu pool disirkulasi bebas dan yang kedua adalah pool di

tepi dinding pembuluh darah. Ketika ada stimulais oleh infeksi, inflamasi, obat

atau toksin metabolik pool sel yang di tepi dinding pembuluh darah akan

melepaskan diri ke dalam sirkulasi.

Setelah terjadi kematian sel, leukosit dilepaskan dalam sirkulasi dan

jaringan, yang memerlukan waktu hanya beberapa jam (3-6 jam). Jenis

leukosit yang dikerahkan pada peradangan akut ini adalah polimorfonuclear

migrasi leukosit paling banyak terjadi pada 24-72 jam setelah onset iskemik

kemudian menurun sampai hari ke 7. Perkiraan lama hidup leukosit adalah 11-

16 hari termasuk pematangan di sumsum tulang dan penyimpanannya yang

merupakan sebagian besar masa kehidupannya. 48


32

Gambar 2.3 Hematopoisis


(Sumber : Pagalay dan Ambasari 49)

2.4.4 Pengaruh Aktivitas Fisik Berat Terhadap Leukosit

Selama aktivitas fisik, konsumsi oksigen keseluruh tubuh meningkat

sampai 20 kali, sedangkan konsumsi oksigen pada serabut otot diperkirakan

meningkat 100 kali lipat. Peningkatan konsumsi oksigen ini berkaitan

dilihatnya produksi radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan sel.1

Aktivitas fisik berat dapat memicu terjadinya ketidakseimbangan antara

produksi radikal bebas dan sistem pertahanan antioksidan tubuh yang dikenal
21
sebagai stres oksidatif. Stress oksidatif sering terkait dengan terjadinya
33

kerusakan jaringan yang akan memicu terjadinya reaksi inflamasi. Inflamasi

ini akan menimbulkan suatu reaksi respons inflamasi dalam tubuh terhadap

organ yang meradang. Respon inflamasi mengakibatkan terjadinya

leukositosis atau peningkatan jumlah leukosit untuk meningkatkan kekebalan

tubuh dalam mempertahankan kondisi tubuh. Leukositosis dilihat sebagai

penanda adanya inflamasi.

Leukosit merupakan sel darah yang berperan dalam sistem


10
pertahanan tubuh dari serangan zat asing dan sel- sel abnormal. Pemberian

beban maksimal saat pelatihan fisik atau kelelahan yang berat ditemukan

adanya perubahan jumlah leukosit pada darah tepi, yang diduga menjadi

penyebab meningkatnya kejadian infeksi saluran nafas, karena terjadi

penekanan fungsi imunitas, sehingga terjadi penurunan penampilan atlet.

Latihan yang berat didapatkan jumlah hitung sel leukosit meningkat

segera setelah latihan, mencapai puncaknya 6 jam dan tetap bertahan sampai

24 jam setelah latihan dibandingkan dengan yang tidak terlatih. Oleh karena

itu diduga peningkatan hitung sel leukosit pada 6 jam pertama setelah latihan,

bertanggung jawab terhadap peningkatan neutrofil. Begitu juga didapatkan

dalam penelitian terjadi peningkatan neutrofil setelah latihan puncaknya 6 jam

setelah latihan. Sementara itu limfosit meningkat mencapai puncaknya pada

24 jam setelah latihan, dan menurun sampai batas minimum diwaktu yang

sama pada orang tidak terlatih. Monosit juga meningkat pertama kali segera

setelah latihan, dan terus bertahan selama 24 jam dengan puncaknya pada 6

jam setelah latihan. Peningkatannya ini berhubungan dengan konsumsi


34

oksigen selama latihan tersebut. Peningkatan monosit juga dapat terjadi

sampai hari keempat setelah latihan.

2.5 Ubi Ungu (Ipomoea batatas var.Antin 3)

Ubi jalar mempunyai beberapa jenis yang dapat ditemukan antara

lain ubi merah, ubi orange, ubi kuning, ubi putih dan ubi ungu. Widiati juga

melakukan penelitian tentang kandungan antosianin dari ubi ungu yang

berasal dari beberapa daerah di Indonesia, seperti ubi ungu Malang memiliki

kandungan antosianin 511,70 mg/100 g. Kedudukan taksonomi tanaman ubi

ungu adalah sebagai berikut: 50

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Ordo : Solanales

Familia : Convolvulanceae

Genus : Ipomoea

Spesies : Ipomoea batatas L.

Varietas : Antin 3

Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori (energi)

yang cukup tinggi. Kandungan karbohidrat ubi jalar menduduki peringkat

keempat setelah padi, jagung, dan ubi kayu. Ubi jalar merupakan sumber

vitamin dan mineral sehingga cukup baik untuk memenuhi gizi dan kesehatan

masyarakat. Vitamin yang terkandung dalam ubi jalar adalah vitamin A

(betakaroten), vitamin C, thiamin (B1), dan riboflavin (vitamin B12).


35

Sedangkan mineral yang terkandung dalam ubi jalar adalah zat besi (Fe),

fosfor, kalsium (Ca), dan Natrium (Na). Kandungan zat gizi lainnya yang

terdapat dalam ubi jalar adalah protein, lemak, serat kasar, dan kalori. 51

Gambar 2.4 Ubi Jalar Ungu


(Sumber :Husna, Novita dan Rohaya 52)

Ubi ungu mengandung vitamin A, vitamin C, betakaroten, dan

antosianin. Dalam 100 gram ubi ungu didapatkan sekitar 110,51 mg

antosianin, sedangkan dalam 100 gram ubi jalar putih dan kuning hanya

mengandung 0,06mg dan 0,06mg. Makin pekat intensitas warna jingganya ubi

jalar, makin tinggi kandungan antosianinnya. 53

Tabel 2.3 Kandungan antioksidan ubi jalar ungu

Antioksidan per Ubi jalar putih Ubi jalar kuning Ubi jalar ungu
100 gram campur jingga
Betakaroten 260 mkg 2900 mkg 9900 mkg
Vitamin C 28,68mg/100gr 29,22 mg/100gr 21,43 mg/ 100 gr
Antosianin 0,06mg/100gr 0,06mg/100gr 110,51 mg/100 gr
Vitamin A - - 7.700
54
(Sumber : Ginting, Yulifianti, dan Jusuf )

Betakarotene merupakan carotene yang terbanyak dalam makanan

yang berfungsi sebagai antioksidan, beta carotene juga berperan sebagai

provitamin A. sebagai provitamin A, beta carotene berkontribusi pada


36

keseluruhan fungsi yang berbeda sebagai penyediaan retinol (vitamin A)

terhadap kebutuhan tubuh. Satu molekul dari beta carotene dapat dipecah
55
dalam tubuh menjadi dua vitamin A. Vitamin A yang tinggi banyak

dikandung oleh ubi ungu, yaitu 7.700 mg per 100 gram. Retinol (vitamin A)

adalah nutrisi esensial yang berhubungan dengan 3 fungsi penting, fungsi

utamanya adalah menjaga kesehatan penglihatan. Vitamin A juga berfungsi

sebagai aktivasi ekspresi gen dan kontrol differensiasi sel. Berdasarkan fungsi

ini vitamin A dapat berefek terhadap fungsi imun, pendengaran, nafsu makan,

perkembangan tulang dan pertumbuhan. Fungsi vitamin A yang ketiga adalah

sebagai control dari perkembangan embriologi. 56

Vitamin C atau asam askorbat merupakan vitamin yang larut dalam

air. Vitamin C bekerja sebagai suatu koenzim dan pada keadaan tertentu

merupakan reduktor dan antioksidan. Vitamin ini dapat secara langsung atau

tidak langsung memberikan elektron ke enzim yang membutuhkan ion-ion

logam tereduksi dan bekerja sebagai kofaktor untuk prolil dan lisil

hidroksilase dalam biosintesis kolagen. Zat ini berbentuk kristal dan bubuk

putih kekuningan, stabil pada keadaan kering. Vitamin C sangat berguna

untuk tubuh untuk pembentukan kolagen dalam tulang, kartilago, otot,

pembuluh darah dan juga membantu dalam penyerapan besi. Kekurangan

vitamin C dapat menyebabkan scurvy yaitu kondisi dimana ditandai dengan

gusi berdarah dan luka yang tidak kunjung sembuh. 57

Salah satu jenis ubi yang memiliki antosianin tinggi adalah ubi jalar

ungu, serta mempunyai stabilitas yang tiggi bila dibandingkan antosianin


37

sumber lain. Warna ungu pada ubi jalar disebabkan oleh adanya zat warna

alami yang disebut antosianin. Antosianin adalah kelompok pigmen yang

menyebabkan warna kemerah-merahan, letaknya di dalam cairan sel yang

bersifat larut dalamair Komponen antosianin ubi ungu adalah turunan mono

atau diasetil 3-(2-glukosil) glukosil-5-glukosil peonidin dan sianidin. Senyawa

antosianin berfungsi sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas,

sehingga berperan untuk mencegah terjadi penuaan, kanker, dan penyakit

degeneratif. Tumbuhan ubi ungu mengandung antosianin yang cukup tinggi

yaitu berkisar 110 mg –210 mg/100 gram. 52

Senyawa antosianin pada ubi jalar merupakan pigmen yang terdapat

pada ubi jalar ungu sehingga dapat sebagai komponen pangan sehat paling

lengkap. Antosianin mampu menghalangi laju perusakan sel radikal bebas.

Selain itu juga sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik terhadap mutagen

dan karsinogen, mencegah gangguan pada fungsi hati, antihipertensi dan

menurukan kadar gula darah. 58

2.5.1 Aktivitas Antioksidan Ubi Ungu

Warna ungu dari ubi ungu berasal dari pigmen alami yang

terkandung di dalamnya. Pigmen hidrofilik antosianin termasuk golongan

flavonoid yang menjadi pewarna pada sebagian besar tanaman, yaitu warna

biru, ungu dan merah. Kandungan antosianin yang tinggi di dalam umbi
52
akarnya yaitu antosianidin utamanya berupa sianidin dan peonidin.

Konsentrasi antosianin inilah yang menyebabkan beberapa jenis ubi ungu


50
mempunyai gradasi warna ungu yang berbeda. Ubi ungu yang berbeda
38

kultivar memiliki kandungan antosianin yang berbeda pula. Antosianin

memberikan efek kesehatan yang sangat baik yaitu sebagai antioksidan dan

antikanker karena defisiensi elektron pada struktur kimianya sehingga bersifat

reaktif menangkal radikal bebas. Antosianin yang diekstrak dari ubi ungu juga

dapat menangkal secara signifikan pembentukan peroksida lemak.

Aktivitas antioksidan dari antosianin ubi ungu dihitung

menggunakan metode DPPH (α-diphenyl-β-picrilhydrazyl). 59


Metode ini

didasarkan kepada reaksi pemberian ion hidrogen dari bahan pangan yang

mengandung antioksidan sehingga mengurangi warna ungu DPPH-radikal

bebas, menjadi DPPH-H warna kuning yang tidak lagi bersifat radikal bebas.

Pengurangan jumlah absorpsi DPPH (yang diukur menggunakan panjang

gelombang 517 nm) menunjukkan kemampuan anti radikal bebas bahan


60
pangan sumber antioksidan. Tingkatan suhu dan lama pemanasan memiliki

pengaruh yang kuat pada stabilitas antosianin. Seiring lama waktu

pengukusan, aktivitas antioksidan dan hardness menurun dengan laju masing-

masing sebesar 0,885 %/menit dan 0,794 g/cm2/menit sedangkan

cohesiveness, adhesiveness dan lightness meningkat dengan laju masing-

masing sebesar 0,0208 mm/h/menit; 0,0094 N/mm; 0,6774 nhg/menit. Dapat

disimpulkan bahwa waktu optimal pengukusan adalah 39 menit dengan nilai

aktivitas antioksidan, hardness, cohesiveness, adhesiveness, kecerahan

masing-masing sebesar 52,75%; 54,35 g/cm2; 0,37 mm/h; 0,53 N/mm; 13,730

nhg.58
39

2.6 Pengaruh Ubi Ungu terhadap kadar CRP dan Jumlah Leukosit pada

Aktivitas Fisik Berat

Aktivitas fisik berat merangsang pengeluaran radikal bebas yang

tergabung dalam reactive oxigen spesies (ROS) akibat dari tingginya laju

metabolisme aerobik dan kurangnya pengadaan oksigen sehingga akan

menimbulkan stress oksidatif.21 Stress oksidatif dapat menyebabkan kerusakan

terhadap dinding sel endotel darah dan memicu terjadinya proses inflamasi

yang ditandai dengan dilepaskannya mediator-mediator proinflamasi berupa

sitokin (TNF-α, IL-1β dan IL-6) yang dihasilkan oleh makrofag pada aktivitas

fisik berat. Sitokin ini akan merangsang pembentukan reaktan fase akut, yaitu

c-reactive protein (CRP) di hati.

Sintesa CRP di hati berlangsung sangat cepat setelah ada sedikit

rangsangan, konsentrasi serum meningkat diatas 5mg/L selama 6-8 jam dan

mencapai puncak sekitar 24-48 jam. Waktu paruh dalam plasma adalah 19 jam

dan menetap pada semua keadaan sehat dan sakit, sehingga satu-satunya

penentu konsentrasi CRP di sirkulasi adalah menghitung sintesa IL-6 dengan

demikian menggambarkan secara langsung intensitas proses patologi yang

merangsang produksi CRP. Kadar pCRP selama proses inflamasi dapat

meningkat 1000 kali dalam waktu lebih dari 72 jam dibandingkan orang sehat.

pCRP meningkatkan aktivitas VCAM-1, ICAM-1, dan E selectin melalui

regulasi NF-kB. Monomeric CRP (mCRP) mampu menginduksi IL-8 pada

neutrofil dan menyebabkan aktivasi NF-kB dan activator protein-1 (AP-1).


40

Respon inflamasi mengakibatkan terjadinya leukositosis atau

peningkatan jumlah leukosit untuk meningkatkan kekebalan tubuh dalam

mempertahankan kondisi tubuh. Leukositosis dilihat sebagai penanda adanya

inflamasi kronik, subklinis dan inflamasi tingkat rendah. Leukosit merupakan

sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dari serangan zat asing
10
dan sel- sel abnormal. Aktivitas fisik yang berat hingga kelelahan akan

menyebabkan adanya perubahan jumlah leukosit pada pembuluh darah, oleh

karena itu terjadi peningkatan pada neutrofil, limfosit, dan monosit.

Peningkatannya ini berhubungan dengan konsumsi oksigen selama latihan

tersebut.

Ubi ungu memiliki potensi dalam menurunkan kadar CRP dan

leukosit karena kandungan antioksidan dan komposisi kimia yang terkandung

dalam ubi ungu. Antioksidan yang paling banyak terdapat ubi ungu adalah

antosianin dengan kadarnya 110,51 mg per 100 gram ubi ungu. Antosianin

yang cukup tinggi berperan besar dalam penurunan kadar CRP dan jumlah

leukosit walaupun terdapat antioksidan lain yang juga dapat menurunkan

kadar tersebut. Antosianin memberikan efek kesehatan yang sangat baik yaitu

sebagai antioksidan dan antikanker karena defisiensi elektron pada struktur

kimianya sehingga bersifat reaktif menangkal radikal bebas.

Anda mungkin juga menyukai