Secara umum pengertian olahraga dapat kita lihat sebagai Suatu rangkaian kegiatan
keterampilan gerak atau memainkan objek, yang disusun secara terstruktur dan sistemmatis
dengan menggunakan suatu batasan aturan tertentu dalam pelaksanaannya (Liliani Puspa
2009).
Dari pengertian diatas dapat kita lihat bahwa, didalam olaharaga secara pasti terdapat
aktivitas fisik dalam bentuk gerak dan latihan, sehingga dalam kaitannya dengan mempelajari
fisiologi olahraga kita akan melihat olahraga dari sudut pandang aktivitas gerak dalam proses
latihan dan kompetisi.
Fisiologi Olahraga berakar pada disiplin ilmu anatomi, ilmu fisiologi dan ilmu kedokteran.
Disiplin ilmu ini mengeksplorasi struktur dan fungsi tubuh manusia; mempelajari respon dan
adaptasi tubuh terhadap suatu latihan fisik atau olahraga (Junaidi, 2020).
Respon tubuh ketika saat melakukan latihan olahraga merupakan perubahan fungsi sistem
tubuh dalam menghadapi beban kerja yang diberikan. Besaran responnya bergantung dengan
intensitas beban kerja yang diberikan. Beban kerja dengan intensitas ringan akan
menyebabkan perubahan fungsi tubuh yang ringan juga, sebaliknya beban kerja dengan
intensitas berat akan menyebabkan perubahan fungsi tubuh yang besar. Walaupun demikian
bila intensitas beban kerja terlalu berat akan menyebabkan tubuh tidak memberi respon yang
berarti lagi yang biasanya disebut dengan kelelahan.
Adaptasi tubuh juga terjadi ketika saat melakukan latihan (akut), misalnya ketika seseorang
yang sedang berpuasa melakukan olahraga dimana kadar gula darahnya rendah, kadar gula
tersebut tidak mungkin akan turun terus walaupun orang tersebut terus melakukan olahraga.
Hal ini karena tubuh beradaptasi dengan mengontrol kadar gula darah melalui pemecahan
glikogen hati menjadi glukosa. Sedangkan respon dan adaptasi kronik terjadi pada satu
periode latihan. Respon tubuh terhadap suatu latihan yang diberikan berulang-ulang tidak
sehebat respon tubuh ketika pertama diberikan beban latihan. Responnya biasanya rendah dan
hal ini seperti terlihat pada orang yang terlatih. Sebaliknya adaptasi tubuh yang terjadi setelah
menjalani satu periode latihan akan lebih besar seperti yang terlihat pada otot rangka dan otot
jantung. Sebagai contoh seseorang yang berulang-ulang mengangkat beban berat biasanya
menghasilkan kemampuan lebih besar untuk mengangkat beban lebih berat. Perubahan
fungsional ini disebabkan latihan berulang-ulang menyebabkan pertumbuhan jaringan otot,
sehingga meningkatkan kekuatan kontraktil. Selain itu latihan berulang-ulang akan
menyebabkan peningkatan kinerja sistem saraf yang akan menyebabkan lebih besar jumlah
serat otot berkontraksi secara bersamaan.
Fisiologi olahraga juga menjelaskan bagaimana fungsi tubuh berespon ketika suatu latihan
akan dilakukan atau ketika latihan dihentikan. Mengapa frekuensi denyut jantung seseorang
sudah meningkat walaupun orang tersebut belum memulai suatu latihan, demikian juga
frekuensi denyut jantung seseorang tetap tinggi walaupun latihan sudah dihentikan. Dengan
banyaknya yang dapat dijelaskan oleh fisiologi olahrag, maka fisiologi olahrag dapat
digunakan untuk peningkatan penampilan seorang atlet.
Bila seseorang ingin mengetahui bagaimana beberapa perubahan yang terjadi pada fungsi
tubuh setelah menjalani suatu latihan, maka dia harus mengerti tentang mekanisme fisik dan
kimia yang mendasari perubahan tersebut. Sebagai contoh, mari kita lihat hubungan antara
olahraga endurance yang teratur (joging, bersepeda, berenang, dan sebagainya) dengan resiko
menderita penyakit jantung koroner pada usia dini. Banyak penelitian yang membandingkan
resiko penyakit jantung koroner pada kelompok orang yang aktif berolahraga secara teratur
dengan kelompok yang tidak aktif berolahraga, menunjukkan bahwa olahraga teratur dapat
menjadi pelindung terhadap resiko menderita penyakit jantung pada usia dini. Perubahan
fungsi tubuh, terutama pada dinding pembuluh darah akan menyebabkan pembuluh darah
menjadi lebih elastis. Selain itu penurunan kadar kolesterol pada olahraga endurance juga
akan melancarkan aliran darah ke otot jantung.
Sebagai mana dijelaskan sebelumnya, perubahan fungsi tubuh yang ditimbulkan oleh
latihan tunggal dan latihan berulang-ulang sangat bervariasi. Kadang-kadang latihan tunggal
disebut juga latihan akut, sedangkan latihan berulang-ulang selama beberapa hari atau bulan
dapat disebut latihan kronis. Penting untuk diketahui bahwa perubahan fungsional tubuh tidak
selalu terjadi pada latihan tunggal. Misalnya, latihan tunggal tidak mempengaruhi frekuensi
denyut jantung istirahat, sedangkan latihan berulang-ulang akan menurunkan frekuensi denyut
jantung istirahat. Respon adalah perubahan fungsional sementara yang disebabkan oleh
latihan. Perubahan fungsional ini segera hilang setelah latihan berakhir. Contoh respon
terhadap latihan adalah peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah dan
peningkatan frekuensi pernapasan selama latihan. Semua respon ini akan berhenti beberapa
menit setelah latihan berakhir.
Adaptasi adalah perubahan persisten dari struktur atau fungsional tubuh setelah
menjalani latihan yang berulang-ulang. Hasil adaptasi ini memungkinkan tubuh memberi
respon lebih mudah lagi terhadap latihan berikutnya. Biasanya, adaptasi terlihat empat sampai
enam minggu setelah latihan berjalan, tetapi beberapa kasus adaptasi terjadi setelah hanya
empat atau lima hari latihan. Salah satu contoh adaptasi latihan adalah pengurangan denyut
jantung untuk beban latihan submaksimal yang hampir selalu mengikuti beberapa minggu
latihan. Penurunan denyut jantung latihan tampaknya memungkinkan jantung untuk
memompa jumlah yang sama darah ke otot-otot bekerja dengan jumlah energi yang lebih
rendah untuk jantung. Contoh lain dari adaptasi adalah ukuran otot meningkat sebagai hasil
program angkat berat berat dan memungkinkan pengangkat untuk mengerahkan kekuatan otot
yang lebih besar dari sebelumnya pelatihan. Sebagian besar peningkatan kekuatan ini
berlangsung selama berbulan-bulan setelah program pelatihan berakhir.
Secara umum yang dikatakan Wara Kushartanti (2009) olahraga yang dilakukan
secara teratur dengan takaran yang cukup akan menyebabkan perubahan sebagai berikut:
D. Latihan Resistensi
Gambar 1 memperlihatkan gambaran yang jelas mengenai respon kenaikan tekanan
darah selama latihan aerobik dan latihan resistensi/ketahanan yang melibatkan kelompok
otot besar dan kelompok otot kecil. Latihan resistensi dengan intensitas berat akan
meningkatkan tekanan darah secara dramatis karena otot yang berkerja akan menekan
arteriol perifer, sehingga meningkatkan tahanan terhadap aliran darah. Respon kenaikan
tekanan darah selama latihan aerobik dan latihan resistensi yang melibatkan kelompok
otot besar dan kecil.
Pembebanan pada jantung akibat tekanan darah yang meningkat secara mendadak
akan memberi resiko buruk pada orang yang menderita hipertensi atau bagi mereka yang
menderita penyakit jantung koroner. Dalam kasus seperti itu, bentuk aktivitas fisik
dengan intensitas sedang akan memberikan resiko yang lebih sedikit dan memberi
manfaat kesehatan yang lebih besar. Pada banyak penelitian, orang yang terlatih
menunjukkan kenaikan tekanan darah yang lebih rendah dibandingkan dengan orang
yang tidak terlatih.
Gambar 2. Respon denyut nadi dan asupan oksigen pada orang terlatih dengan orang
yang tidak terlatih selama latihan aerobik.
Sumber : Reff. Victor L. Katch.et al. Essentials of Exercise Physiology
Gambar 3. Perbedaan distribusi curah jantung selama fase istirahat dan latihan aerobic
Sumber : Reff. Victor L. Katch.et al. Essentials of Exercise Physiology
Permulaan aktivitas fisik ini disertai dengan peningkatan dua tahap ventilasi. Hampir
segera dapat terlihat peningkatan pada inspirasi dan kenaikan bertahap pada kedalaman dan
tingkat pernapasan. Kedua tahap penyesuaian menunjukkan bahwa kenaikan awal dalam
ventilasi diproduksi oleh mekanisme gerakan tubuh setelah latihan dimulai, namun sebelum
rangsangan secara kimia, korteks motor menjadi lebih aktif dan mengirimkan impuls
stimulasi ke pusat inspirasi, yang akan merespon dengan meningkatkan respirasi juga. Secara
umpan balik proprioseptif dari otot rangka dan sendi aktif memberikan masukan tambahan
tentang gerakan ini dan pusat pernapasan dapat menyesuaikan kegiatan itu berdasarkan
kesesuaiannya.
Tahap kedua lebih bertahap dengan kenaikan respirasi yang dihasilkan oleh perubahan
status suhu dan kimia dari darah arteri. Sambil latihan berlangsung, peningkatan proses
metabolisme pada otot menghasilkan lebih banyak panas, karbon dioksida dan ion hidrogen.
Semua faktor ini meningkatkan penggunakan oksigen dalam otot, yang meningkatkan oksigen
arteri juga. Akibatnya, lebih banyak karbon dioksida memasuki darah, meningkatkan kadar
karbon dioksida dan ion hidrogen dalam darah. Hal ini akan dirasakan oleh kemoreseptor,
yang sebaliknya merangsang pusat inspirasi, dimana terjadi peningkatan dan kedalaman
pernapasan. Beberapa peneliti telah menyarankan bahwa kemoreseptor dalam otot juga
mungkin terlibat iaitu dengan meningkatkan ventilasi dengan meningkatkan volume tidal.
Fungsi sistem pernapasan biasanya tidak terbatas karena ventilasi dapat ditingkatkan
ke tingkat yang lebih besar daripada fungsi kardiovaskular. Melainkan sistem kardiovaskuler
dan sistem lain, sistem respirasi juga mengalami adaptasi khusus untuk ketahanan pelatihan
untuk memaksimalkan efisiensi. Adaptasi ini meliputi, peningkatan ventilasi dengan
peningkatan dalam pengambilan oksigen maksimal dengan minimum empat minggu pelatihan
dan diikuti dengan pengurangan yang signifikan pada ventilasi yang setara yang diamati.
Akibatnya, sedikit udara akan dihirup pada konsumsi oksigen pada tingkat tertentu. Hal ini
akan mengurangi persentase oksigen total yang digunakan dibandingkan pernapasan. Oleh
karena itu, keadaan ini membantu dalam melakukan olahraga berat yang berkepanjangan
tanpa kelelahan otot ventilasi. Mekanisme yang tepat tidak diketahui untuk adaptasi pelatihan
dalam sistem ventilasi. Secara umum, ada peningkatan dalam 'volume dan kapasitas' saat
istirahat karena fungsi pernapasan ditingkatkan.
Sistem muskuloskeletal dibagi menjadi 3 komponen utama, trunks, ekstremis atas, dan
ekstremis bawah. Setiap komponen diklasifikasikan lebih lanjut menjadi tulang, sendi,
ligamen, tendon, dan otot. Sistem muskuloskeletal ini tersusun dari komponen yang saling
bergantung supaya bisa berfungsi dengan baik. Tidak hanya itu, sistem ini bergantung dan
mendukung sistem peredaran darah dan saraf.
Faktanya, gangguan muskuloskeletal sering dikaitkan dengan cedera terkait olahraga.
Luka pada bagian yang sering digunakan menyebabkan cedera memburuk, sementara cedera
otot akut menyebabkan kerusakan struktural atau fungsional yang signifikan pada otot.
Daftar Pustaka
Liliani, Puspa. (2009). Hubungan Fisiologi dengan Prestasi Olahraga. Jurnal Ilmiah Abdi
Ilmu: Vol. 2 No. 2.
Wara, Kushartanti. (2009). Fisiologi dan Kesehatan Olahraga.Fakultas Ilmu Keolahragaan:
UNY.
Anggriawan, N. 2015. Peran Fisiologi Olahraga Dalam Menunjang Prestasi. Jurnal Olahraga
Prestasi, 11 (2): 8 – 18.
Budiwanto, Setyo. 2012. Metodologi Latihan Olahraga. Malang: Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Malang.
Elaine, et al. (2017, October 31). Biomarkers in Sports and Exercise: Tracking Health,
Performance, and Recovery in Athletes. Journal of Strength and Conditioning Research.
Kusmawati, W., et al. (2019). BUKU AJAR ILMU GIZI OLAHRAGA. Ponorogo: Uwais
Inspirasi Indonesia.
Maharjito, Anang B. 2019. Jantung Atlet. RS Olahraga Nasional Kementerian Pemuda dan
Olahraga. Jakarta
Rismayanthi, Cerika. 2012. Persepsi Atlet Terhadap Macam, Fungsi Cairan, Dan Kadar
Hidrasi Tubuh Di Unit Kegiatan Mahasiswa Olahraga Universitas Negeri Yogyakarta.
Medikora. 9 (1). 1-14.
Siswanto, Heri. 2010. Fisiologi Olahraga. Semarang: Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Semarang.