Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH KIMIA FARMASI

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIFITAS OBAT BERDASARKAN


TERAPI GOLONGAN OBAT ANTIBIOTIK"

OLEH :

KELOMPOK 6 B
TABI KANAN DF 15.03.086
SYAMSIAR DF 15.03.085
SUSANTI DF 15.03.084
WAHIDA DF 15.03.087
WILDA DF 15.03.089
WAHYU NINGSIH DF 15.03.088

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya

kepada kita, sehingga tugas makalah perapotekanhubungan struktur aktifitas obat berdasarkan

terapi golongan obat antibiotik dapat terselesaikan tepat pada waktunya.Makalah ini juga

sebagai tugas yang harus dikerjakan untuk sarana pembelajaran bagi kita.

Makalah ini kami buat berdasarkan apa yang telah kami lihat dan juga saya kutib dari

berbagi sumber baik dari buku maupun dari media elektronik.Semoga isi dari makalah ini dapat

berguna bagi kita dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai apa saja yang

ada dalam kimia farmasi

Selayaknya manusia biasa yang tidak pernah lepas dari kesalahan, maka dalam

pembuatan makalah ini masih banyak yang harus di koreksi dan jauh dari sempurna.Oleh karena

itu, kritik dan saran sangat dianjurkan guna memperbaiki kesalahan dalam makalah

ini.Demikian, apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam isimakalah ini,penulis mohon maaf

yang sebesar-besarnya.

II
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR ......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Makalah ............................................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Antibiotik ........................................................................................................ 2
2.2 Penggolongan Antibiotika ............................................................................................ 4
2.3 Prinsip Penggunaan Terapi Antibiotik Kombinasi ................................................................ 23
2.4 Mekanisme Resistensi Antibotika ................................................................................ 23

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN ................................................................................................... 30
B. SARAN................................................................................................................ 30

DAFTAR PUSTAKA

III
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan didunia terkait dengan
banyaknya kejadian infeksi bakteri. Menurut WHO (2006),rumah sakit selalu mengeluarkan
lebih dari seperempat anggarannya untuk biayapenggunaan antibiotik. Di negara yang sudah
maju 13-37% dari seluruh penderitayang dirawat di rumah sakit mendapatkan antibiotik baik
secara tunggal maupunkombinasi, sedangkan di negara berkembang 30-80% penderita yang
dirawat di rumah sakit mendapat antibiotik. Seringkali penggunaan antibiotik dapat
menimbulkan masalah resistensi dan efek obat yang tidak dikehendaki, oleh karena itu
penggunaan antibiotik harus mengikuti strategi peresepan antibiotik (Johns Hopkins Medicine et
al., 2015).
Dalam kehidupan sehari-hari baik pada manusia maupun hewan istilah antibiotik sudah tidak
asing untuk didengerkan. Antiboitik ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi, yang
dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain. Antibiotik juga dapat dibuat
secara sintesis. Antimikroba diartikan sebagai obat pembasmi mikroba khususnya yang
merugikan manusia. Antibiotik memiliki banyak golongan dan jenis yang beranekaragam. Obat
antibiotik ini dapat digunakan baik dalam tubuh hewan maupun dalam tubuh manusia. Dalam
prosesnya di dalam tubuh obat ini nantinya akan memberikan suatu efek ( farmakodinamik)
terhadap tubuh. Penggunaan Obat ini tidak selalu menguntukan tetapi juga bisa merugikan, untuk
itu sebelum menkonsumsi obat ini sebaiknya memperhatikan instruksi dari obat tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu antibiotic?
2. Macam-macam antibiotik yang ada?
3. Bagaimana hubungan aktifitas obat berdasarkan terapi golongan obat antibiotik?

1.3Tujuan Makalah

1. dapat mengetahui apa itu antibiotik


2. Dapat mengetahui jenis-jenis antibiotik yang ada
3. dapat mengetahui hubungan struktur aktifitas obat berdasarkan terapi golongan obat
antibiotik

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Antibiotika


Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur) yang
mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu proses biokimia mikroorganisme lain.
Istilah antibiotika sekarang meliputi senyawa sintetik seperti sulfonamida dan kuinolon yang
bukan merupakan produk mikroba. Sifat antibiotika adalah harus memiliki sifat toksisitas selektif
setinggi mungkin, artinya obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba tetapi relatif
tidak toksik untuk hospes (Setiabudy, 2007).

Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai
efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam
proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotika khususnya berkaitan dengan pengobatan
penyakit infeksi, meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai
alat seleksi terhadap mutan atau transforman. Antibiotika bekerja seperti pestisida dengan
menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri.
Antibiotika berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya. Desifektan membunuh kuman
dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk hidup.

Tidak seperti perawatan infeksi sebelumnya, yang menggunakan racun seperti strychnine,
antibiotika dijuluki "peluru ajaib": obat yang membidik penyakit tanpa melukai tuannya.
Antibiotik tidak efektif menangani infeksi akibat virus, jamur, atau nonbakteri lainnya, dan
Setiap antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam melawan berbagai jenis bakteri. Ada
antibiotika yang membidik bakteri gram negatif atau gram positif, ada pula yang spektrumnya
lebih luas. Keefektifannya juga bergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik
mencapai lokasi tersebut.

2
Antibiotik oral (yang dimakan) mudah digunakan bila efektif, dan antibiotika intravena
(melalui infus) digunakan untuk kasus yang lebih serius. Antibiotika kadangkala dapat
digunakan setempat, seperti tetes mata dan salep.

Antibiotik termasuk jenis obat yang cukup sering diresepkan dalam pengobatan modern.
Antibiotik adalah zat yang membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri.

Sebelum penemuan antibiotik yang pertama, penisilin, pada tahun 1928, jutaan orang di
seluruh dunia tak terselamatkan jiwanya karena infeksi-infeksi yang saat ini mudah diobati.

Ketika influenza mewabah pada tahun 1918, diperkirakan 30 juta orang meninggal, lebih
banyak daripada yang terbunuh pada Perang Dunia I.

Pencarian antibiotik telah dimulai sejak penghujung abad ke 18 seiring dengan


meningkatnya pemahaman teori kuman penyakit, suatu teori yang berhubungan dengan bakteri
dan mikroba yang menyebabkan penyakit.

Saat itu para ilmuwan mulai mencari obat yang dapat membunuh bakteri penyebab sakit.
Tujuan dari penelitian tersebut yaitu untuk menemukan apa yang disebut "peluru ajaib", yaitu
obat yang dapat membidik/menghancurkan mikroba tanpa menimbulkan keracunan.

Penemuan Penisilin

Pada permulaan tahun 1920, ilmuwan Inggris Alexander Fleming melaporkan bahwa
suatu produk dalam airmata manusia dapat melisiskan (menghancurkan) sel bakteri. Zat ini
disebut lysozyme, yang merupakan contoh pertama antibakteri yang ditemukan pada manusia.

Seperti pyocyanase, lysozyme juga menemukan jalan buntu dalam usaha pencarian
antibiotik yang efektif, karena sifatnya yang merusak sel-sel bakteri non-patogen.

Namun pada tahun 1928 Fleming secara kebetulan menemukan antibakteri lain.
Sekembali liburan akhir pekan, Fleming memperhatikan satu set cawan petri lama yang ia

3
tinggalkan. Ia menemukan bahwa koloni Staphylococcus aureus yang ia goreskan pada cawan
petri tersebut telah lisis.

Lisis sel bakteri terjadi pada daerah yang berdekatan dengan cendawan pencemar yang
tumbuh pada cawan petri. Ia menghipotesa bahwa suatu produk dari cendawan tersebut
menyebabkan lisis sel stafilokokus. Produk tersebut kemudian dinamai penisilin karena
cendawan pencemar tersebut dikenali sebagai Penicillium notatum.

Walaupun secara umum Fleming menerima pujian karena menemukan penisilin, namun
pada kenyataannya secara tehnik Fleming "menemukan kembali" zat tersebut.

Semula Ernest Duchesne, seorang mahasiswa kedokteran Perancis, yang menemukan sifat-sifat
penisilium pada tahun 1896, namun gagal dalam melaporkan hubungan antara cendawan dan zat
yang memiliki sifat-sifat antibakteri, sehingga Penisilium dilupakan dalam komunitas ilmiah
sampai penemuan kembali oleh Fleming.

2.2 Penggolongan Antibiotika


Berdasarkan luas aktivitasnya, antibiotika dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1. Antibiotika yang narrow spectrum (akitvitas sempit)
Obat-obat ini terutama aktif terhadap beberapa jenis kuman saja, misalnya penisilin-G
dan penisilin-V, eritromisin, klindamisin, kanamisin, dan asam fusidat hanya bekerja terhadap
kuman Gram positif. Sedangkan streptomisin, gentamisin, polimiksin-B, dan asam nalidiksat
khusus aktif terhadap kuman Gram negatif.
2. Antibiotika broad spectrum (aktivitas luas)
Bekerja terhadap lebih banyak, baik jenis kuman Gram positif maupun Gram negatif.
Antara lain sulfonamida, ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan rifampisin (Tan
dan Rahardja, 2003).

Selain itu berdasarkan struktur kimianya, antibiotika dapat digolongkan sebagai berikut:S
1. Antibiotik beta laktam, yang termasuk antibiotik beta laktam yaitu penisilin (contohnya:
benzyl penisilin, oksisilin, fenoksimetilpenisilin, ampisilin), sefalosporin (contohnya:
azteonam) dan karbapenem (contohnya: imipenem)

2. Tetrasiklin, contoh: tetrasiklin, oksitetrasiklin, demeklosiklin.

3. Kloramfenikol, contoh: tiamfenikol dan kloramfenikol

4. Makrolida, contoh: eritromisin dan spiramisin

5. Linkomisin, contoh: linkomisin dan klindamisin

4
6. Antibiotik aminoglikosida, contoh: streptomisin, neomisin, kanamisin, gentamisin dan
spektinomisin

7. Antibiotik polipeptida (bekerja pada bakteri gram negatif), contoh: polimiksin B, konistin,
basitrasin dan sirotrisin

8. Antibiotik polien (bekerja pada jamur), contoh: nistatin, natamisin, amfoterisin dan
griseofulvin (Mutschler, 1991)

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Menghambat sintesis dinding sel bakteri sehingga menghambat perkembang biakan dan
menimbulkan lisis. Contoh: penisilin dan sefalosforin.
2. Menghambat sintesis dinding sel bakteri sehingga menghambat perkembang biakan dan
menimbulkan lisis. Contoh: penisilin dan sefalosforin
3. Menghambat sintesis protein sel bakteri. Contoh: tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin
4. Menghambat metabolisme sel bakteri. Contoh: sulfonamide
5. Menghambat sintesis asam nukleat. Contoh: rifampisin dan golongan kuinolon.
(Lisniawati, 2012)

Antibiotik yang Menghambat Sintesis Protein Mikroba

Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah golongan aminoglikosid, makrolid,
linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis
berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA.
Pada bakteri, ribosom terdiri atas atas dua subunit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi
dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua
komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S.

1. Aminoglikosid

Aminoglikosid adalah suatu golongan antibiotic bakterisid yang asalnya didapat dari
berbagai species Streptomyces dan memiliki sifat-sifat kimiawi antimikroba, farmakologis, dan
toksik yang karakteristik. Golongan ini meliputi Streptomycin, neomycin, kanamycin, amikacin,
gentamycin, tobramycin,

a. Sifat Kimiawi dan Fisik

5
Aminoglikosid mempunyai cincin Hexose yaitu streptidine (pada streptomycin),atau 2-
deoxystreptamine (pada aminoglikosid lain), dimana berbagai gula amino dikaitkan oleh ikatan
glikosid. Agen-agen ini larut air, stabil dalam larutan dan lebih aktif pada pH alkali dibandingkan
pH asam.

b. Mekanisme Kerja

Aminoglikosida merupakan penghambat sintesis protein irreversible, namun mekanisme


pasti bakteriosidnya tidak jelas. Begitu memasuki sel, ia akan mengikat protein subunit-30S yang
spesifik (untuk streptomycin S12).

Aminoglikosid menghambat sintesis protein dengan 3 cara:

1. Agen-agen ini mengganggu kompleks awal pembentukan peptide


2. Agen-agen ini menginduksi salah baca mRNA, yang mengakibatkan penggabungan
asam amino yang salah ke dalam peptide, sehingga menyebabkan suatu keadaan
nonfungsi atau toksik protein
3. Agen-agen ini menyebabkan terjadinya pemecahan polisom menjadi monosom non-
fungsional.
c. Mekanisme Resistensi

Telah ditentukan 3 mekanisme prinsip yaitu

1) Mikroorganisme memproduksi suatu enzim transferase atau enzim-enzim yang menyebabkan


inaktivitas aminoglikosid, melalui adenilasi, asetilasi, atau fosforilasi

2) Menghalangi masuknya aminoglikosida ke dalam sel

3) Protein reseptor sub unit ribosom 30S kemungkinan hilang atau berubah sebagai akibat dari
mutasi.

d. Farmakokinetika

6
Aminoglikosid diabsorbsi sangat buruk pada saluran gastrointestinal yang utuh. Setelah
suntikan intramuscular, aminoglikosid diabsorbsi dengan baik dan mencapai konsentrasi puncak
dalam darah antara 30-90 menit. Aminoglikosid biasanya diberikan secara intravena 30-60
menit. Secara tradisional aminoglikosid diberikan dalam 2 atau 3 dosis terbagi perhari bagi
pasien-pasien dengan fungsi ginjal normal.

Aminoglikosid merupakan senyawa yang sangat polar dan tidak dapat langsung
memasuki sel. Sebagian besar aminoglikosid tidak dapat masuk ke mata dan SSP. Aminoglikosid
dibersihkan di ginjal, dan ekskresinya berbanding langsung dengan klirens kreatinin. Waktu
paruh normal dalam serum adalah 2-3 jam, namun meningkat dalam 24-48 jam pada pasien
dengan kerusakan fungsi ginjal yang signifikan. Aminoglikosid hanya mengalami klirens secara
sebagian dan tidak beraturan melalui hemodialisis (misalnya 40-60% untuk gentamicyn), dan
lebih efektif jika klirens melalui dialysis peritoneal.

Penyesuaian dosis harus dilakukan untuk menghindari akumulasi obat dan toksisitas pada
pasien-pasien dengan insufisiensi fungsi ginjal. Bisa jadi dosis obat dibiarkan konstan dan
interval antar dosis dinaikkan, atau interval dibiarkan konstan sementara dosisnya dikurangi.
Berbagai monogram dan formula telah dikembangkan untuk menghubungkan kadar serum
kreatinin dalam dengan penyesuaian pada regimen pengobatan.

Dosis harian Aminoglikosid dihitung dengan cara mengalikan dosi harian maksimum
dengan rasio perbandingan klirens kreatinin yang diperkirakan terhadap klirens normal yaitu 120
mg/min, yang merupakan nilai tipikal untuk pria dewasa normal dengan bobot 70 kg. Untuk
wanita berusia 60 tahun dengan bobot 60 kg dan serum kreatinin 3 mg/dL, dosis tepat untuk
gentamicyn adalah sekitar 50 mg/hari.

Terdapat variasi individual yang patut dipertimbangkan dalam kadar serum


Aminoglikosid diantara pasien-pasien dengan nilai klirens kreatinin yang diperkirakan sama.
Oleh sebab itu, adalah wajib untuk mengukur kadar serum obat untuk menghindari toksisitas
berat khususnya apabila dosis tinggi diberikan selama lebih dari beberapa hari atau jika fungsi
ginjal berubah dengan cepat. Untuk regimen tradisional dengan pemberian dosis dua atau tiga
kali sehari, konsentrasi serum puncak harus ditentukan dari sampel darah yang diambil sekitar

7
30-60 menit setelah pemberian satu dosis dan konsentrasi trough dari sampel yang diambil
sebelum pemberian dosi berikutnya.

e. Efek-efek yang Tidak Diinginkan

Semua Aminoglikosid bersafat ototoksik dan nefrotoksik. Ototoksisitas dan


nefrotoksisitas cenderung ditemukan saat terapi dilanjutkan hingga lebih dari 5 hari, pada dosis
yang lebih tinggi, pada orang-orang lanjut usia dan dalam kondisi insufisiensi fungsi ginjal.
Penggunaan bersama diuretic loop (misalnya furosemid) atau agen antimikroba nefrotoksik lain
(missal vanomicyn atau amphotericyn) dapat meningkatkan nefrotoksisitas dan sedapat mungkin
dihindarkan.

f. Penggunaan Klinis

Aminoglikosid paling sering digunakan melawan bakteri enteric gram-negatif, khusunya


ketika isolatnya resisten obat dan ketika dicurigai sepsis. hampir selalu digunakan dalam
kombinasi dengan antibiotic beta-laktam dalam upaya untuk memperluas cakupan meliputi
patogen-patogen gram positif yang potensial dan untuk mendapatkan keuntungan sinergisme
kedua klas obat ini. Pemilihan aminoglikosid dan dosisnya sebaiknya tergantung pada infeksi
yang sedang dihadapi dan kerentanan dari isolate tersebut.

2. Makrolid

Macrolide merupakan suatu kelompok senyawa yang berhubungan erat, dengan ciri suatu cincin
lakton (biasanya terdiri dari 14 atau 16 atom) di mana terkait gula-gula deoksi. Obat prototipnya
adalah Eritromycin, yang terdiri dari dua belahan gula yang terkait pada cincin lakton 14-atom,
diambil dari Streptomyces erytheus pada tahun 1952. Clartromycin dan artitromycin merupakan
turunan semisintesis eritromycin.

A. Eritromicyn

a. Kimia

8
Struktur umum dari ertromycin ditunjukkan diatas cincin makrolida dan gula-gula
desosamin dan kladinose. Obat ini sulit larut dalam air (0,1%) namun dapat langsung larut pada
zat-zat pelarut organik. Larutan ini cukup satabil pada suhu 4oC, namun dapat kehilangan
aktivitas dengan cepat pada suhu 20oC dan pada suhu asam. Ertromycin biasanya tersedia dalam
bentuk berbagai ester dan garam.

b. Aktivitas Antimikroba

Eritromycin efektif terhadap organisme-oragnisme gram positif, terutama pneumokokkus,


sterptokokkus, dan corynebacteria, dalam konsentrasi plasma sebesar 0,02 mg/mL. Selain itu
mycoplasma, legionella, Chlamydia trachomatis, C psittaci, C pneumonia, helicobacter, listeria,
dan mycobacteria tertentu, juga rentan terhadap ertromycin. Demikian pula organism-organisme
gram negative, seperti spesies neisseria, Bordetella pertussis, Batonella henselae, dan B quintana
(agen-agen penyebab pada penyakit catscratch dan angiomatosis basiler), beberapa spesies
rickettise, Tropenome pallidum, serta spesies campylobacter. Sekalipun demikian, Haemophilus
influenza agak kurang rentan. Hambatan sintesis protein terjadi melalui ikatan ke RNA ribosom
50S. Sintesis protein terhambat karena reaksi-reaksi translokasi aminoasil dan hambatan
pembentuk awal.

c. Resistensi

Resistensi terhadap ertromycin biasanya dikode oleh plasmid.

Terdapat 3 mekanisme yang telah dikenal :

1) Penurunan permeabilitas membrane sel atau pengaliran keluar (efflux) yang aktif
2) Produksi esterase (oleh enterobacteriaceae) yang menghidrolisi makrolida
3) Modifikasi situs ikatan ribosom (disebut juga preoteksi ribosom) oleh mutasi kromosom
atau oleh metilase pengganti atau penginduksi makrolida.

d. Farmakokinetika

9
Ertromycin basa dihancurkan oleh asam lambung dan harus diberikan dengan salut
enteric. Stearat dan ester cukup tahan pada keadaan asam dan diabsorbsi lebih baik. Garam lauryl
dan ester propionil ertromycin merupakan preprata oral yang paling baik diabsorbsi. Dosis oral
sebesar 2 g/hari menghasilkan konsentrasi basa ertromycin serum dan konsentrasi ester sekitar 2
mg/mL. Akan tetapi, yang aktif secara mikrobiologis adalah basanya, sementara konsentrasinya
cenderung sama tanpa memperhitungkan formulasi. Waktu paruh serum adalah 1,5 jam dalam
kondisi normal dan 5 jam pada pasien dengan anuria. Penyesuaian untuk gagal ginjal tidak
diperlukan. Ertromycin tidak dapat dibersihkan melalui dialysis. Jumlah besar dari dosis yang
diberikan diekskresikan dalam empedu dan hilang dalam fases, hanya 5% yang diekskresikan
dalam urine. Obat yang telah diabsorbsi didistribusikan secara luas, kecuali dalam otak dan
cairan serebrospinal. Ertromycin diangkut oleh leukosit polimorfonukleus dan makrofag. Oabt
ini melintasi sawar plasenta dan mencapai janin.

e. Penggunaan Klinis

Eritromycin merupakan obat pilihan dalam:

1. Infeksi-infeksi corynebacterial (diphtheria, corynebacterial sepsis, erythasma)


2. Infeksi kuman Chlamydia pada pernafasan, neonates, okuler, atau genital
3. Mengobati pneumonia dalam komunitas.
4. Sebagai penggenti untuk individu yang alergi terhadap Penisiln, dalam infeksi yang
disebabkan oleh stapilokokkus, streptokokkus, dan pneumokokkus.
5. Sebagai profilaksis terhadap endokarditis dalam prosedur-prosedur dental pada
individu penyakit jantung valvular, sekalipun Clindamycin yang ditoleransi dengan
baik telah banyak menggantikannya.
f. Efek Samping
a) Efek-efek gastrointestinal : Anoreksia, mual, muntah dan diare sesekali menyertai
pemberian oral.
b) Intoleransi ini disebabkan oleh stimulitas langsung pada motilitas usus.
c) Toksisitas hati : dapat menimbulkan hepatitis kolestasis akut (demam, ikterus,
kerusakan fungsi hati),
d) kemungkinan sebagai reaksi hepersensitivitas.

10
e) Interaksi-interaksi obat : menghambat enzim-enzim sitokrom P450 dan
meningkatkan konsentarsi serum sejumlah obat, termasuk teofilin, antikoagulan oral,
siklosporin, dan metilprednisolon. Meningkatkan konsentrasi serum digoxin oral
dengan jalan meningkatkan bioavailabilitas.

B. Claritromycin

a. Kimia

Claritromycin diturunkan dari eritromycin dengan penambahnsatu kelompok methyl,


serta memiliki satbilitas asam dan absorbi oral yang lebih baik dibandingkan dengan eritromycin.

b. Aktivitas Antimikroba

Mekanisme kerja claritromycin sama dengan eritromycin, kecuali bahwa claritromycin


lebih aktif terhadap kompleks mycobacterium avium. Claritromycin juga mempunyai aktivitas
terhadap M leprae dan Toxoplasma gondii. Streptokokkus dan stapilokokkus yang resisten
terhadap eritromycin juga resisten terhadap claritromycin.

c. Farmakokinetika

Dosis 500 mg menghasilkan konsentrasi serum sebesar 2-3 mg/mL. Waktu paruh
claritromycin (6 jam) yang lebih panjang dibandingkan dengan eritromycin memungkinkan
pemberian dosis 2 kali sehari. Claritromycin dimetabolisme dalam hati. Metabolit utamanya
adalah 14-hidroksiclaritromycin, yang juga mempunyai aktivitas antibakteri. Sebagian dari obat
aktif dan metabolit utama ini dieliminsai dalam urine, dan pengurangan dosis dianjurkan bagi
pasien-pasien dengan klirens kreatinin dibawah 30 mL/menit.

d. Penggunaan Klinis

Keuntungan claritromycin dibandingkan eritromycin adalah lebih rendahnya frekuensi


intoleransi gastrointestinal dan lebih jarangnya frekuensi pemberian dosis.

C. Azitromycin

11
a. Kimia

Azitromycin merupakan senyawa dengan cincin makrolida lakton 15-atom yang


diturunkan dari eritromycin dengan penambahan suatu nitrogen yang dimetilasi ke dalam cincin
laktone eritromycin.

b. Aktivitas Antimikroba dan Penggunaan Klinis

Spektrum aktivitas dan penggunaan klinis identik dengan claritromycin. Azitromycin


aktif terhadap kompleks M avium dan T gondii. Azitromycin sedikit kurang aktif dibandingkan
eritromycin dan claritromycin terhadap satpilikokkus dan sterptokokkus, namun sedikit lebih
aktif terhadap H influenzae. Azitromycin sangat aktif terhadap klamidia.

c. Farmakokinetika

Azitromycin berbeda dengan eritromycin dan claritromycin terutama dalam sifat


farmakokinetika. Satu dosi Azitromycin 500 mg dapat menghasilkan konsentrasi serum yang
lebih rendah, yaitu sekitar 0,4 g/mL. Akan tetapi Azitromycin dapat melakukan penetrasi
kesebagian besar jaringan dapat melebihi konsentrasi serum sepuluh hingga seratus kali lipat.
Obat dirilis perlahan dalam jaringan-jaringan (waktu paruh jaringan adalah 2-4 hari) untuk
menghasilkan waktu paruh eliminasi mendekati 3 hari. Sifat-sifat yang unik ini memungkinkan
pemberian dosis sekali sehari dan pemendekan durasi pengobatan dalam banyak kasus.

Azitromycin diabsorbsi dengan cepat dan ditoleransi dengan baik secara oral. Obat ini
harus diberikan 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Antasida aluminium dan
magnesium tidak mengubah bioavaibilitas, namun memperlama absorbsi dan dengan 15 atom
(bukan 14 atom), maka Azitromycin tidak menghentikan aktivitas enzim-enzim sitokrom P450,
dan oleh karena itu tidak mempunyai interaksi obat seperti yang ditimbulkan oleh eritromycin
dan claritmycin.

3. Tetrasiklin

Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin kemudian


ditemukan oksitetrasiklin. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin, tetapi

12
juga dapat diperoleh dari species Streptomyces lain. Demeklosiklin, doksisiklin dan minosiklin
juga termasuk antibiotic golongan tetrasiklin.

a. Mekanisme kerja

Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protin bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit
terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri gram negatif; pertam yang
disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transport aktif. Setelah masuk
maka antibiotik berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya tRNA-asam amino
pada lokasi asam amino.

b. Efek Antimikroba

Pada umumnya spektrum golongan tetrasiklin sama (sebab mekanismenya sama), namun
terdapt perbedaan kuantitatif dan aktivitas masing-masing drivat terhadap kuman tertentu. Hanya
mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi obat ini. Golongan tetrasiklin termasuk
antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis
protein kuman. Spektrum antimikroba

Tetrasiklin memperlihatkan spektrum antibakteri luas yang meliputi kuman gram-positif


dan negatif, aerobik dan anaerobik. Selain itu juga aktif terhadap spiroket, mikoplasma, riketsia,
klamidia, legionela dan protozoa tertentu. Pada umunya tetrasiklin tidak digunakan untuk
pengobatan infeksi oleh streptokokus karena lebih efektif dengan penisilin G, eritromisin,
sefalosporin; kecuali doksisiklin yang digunakan untuk pengobatn sinusitis pada orang dewasa
yang disebabkan oleh Str. pneumoniae dan Str.pyogenes. banyak strai S.aureus yang resisten
terhadap tetrasiklin.

Tetrasiklin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin dalam pengobatan infeksi batang
gram-positif seperti B.anthracis, Erysipel, Iothrix rhusiopathiae, Clostridium tetani dan Listeria
monocytogenes. Kebanyakan strain N.gonorrhoeae sensitif terhadap tetrasiklin, tetapi
N.gonorrhoeae penghasil penisilinase (PPNG) biasanya resisten terhadap tetrasiklin.

13
Efektivitasnya tinggi terhadap infeksi batang gram-negatif seperti Brucella, Francisella
tularensis, Pseudomonas mallei, Pseudomonas pseudomallei, Vibrio cholorae, Campylobacter
fetus, Haemophyllus ducreyi, dan Calymmatobacterium granulomatis, Yersinia pestis,
Pasteurella multocida, Spirillum minor, Leptotrichia buccalis, Bordetella pertusis, Acinetobacter
dan Fusobacterium. Strain tertentu H.influenza mungkin sensitif tetapi E.coli, Klebsella,
Enterobacter, Proteus indol positif dan Pseudomonas umumnya resisten.

Tetrasiklin merupakan obat yang sangat efektif untuk infeksi Mycoplasma pneumoniae,
Ureaplasma urealyticum, Chlamydia trachomatis, Chlamydia psittaci dan berbagai riketsia.
Selain itu juga aktif terhadap Borrelia recurrentis, Treponema pertenue, Actinomyces israelii.
dalam kadar tinggi aktif menghambat Entamoeba histolytica. Resistensi

Beberapa spesies kuman terutama streptokokus beta hemolotikus, E.coli, Pseudomonas


aeruginosa, Str.pneumoniae, N.gonorrhoeae, Bacteroides, Shigella, dan S.aureus makin
meningkatkan resistensinya terhadap tetrasiklin. Reistensi terhadap satu jenis tetrasiklin biasanya
disertai resistensi terhadap semua tetrasiklin lainnya, kecuali minosiklin pada resistensi S.aureus
dan doksiiklin pada resistensi B.fragilis.

c. Farmakokinetik

Absorpsi

Sekitar 30-80% tetrasiklin diserap dalam salura cerna. Doksisiklin dan minosiklin iserap
lebih dari 90%. Absorpsi sebagian besar berlangsung di lambung dan usus halus. Adanya
makanan dalam lambung menghambat penyerapan, kecuali minosiklin dan doksisiklin. Absorpsi
dihambat dalam derajat tertentu oleh pH tinggi dan pembentukan kelat yaitu kompleks tetrasiklin
dengan suatu zat lain yang sukar diserap seperti aluminium hidroksid, garam kalsium dan
magnesium yang biasanya terdapat dalam antasida, dan juga ferum. Tetrasiklin diberikan
sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.

14
Distribusi

Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam jumlah yang
bervariasi. Dalam cairan cerebrospinal (CSS) kadar golongan tetrasiklin hanya 10-20% kadar
dalam serum. Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung dari adanya meningitis. Penetrasi ke cairan
tubuh lain dan jaringan tubuh cukup baik. Obat golongan ini ditimbun di hati, limpa dan
sumssum tulang serta di sentin dan email gigi yang belum bererupsi. Golongan tetrasiklin
menembus sawar uri dan terdapat dalam ASI dalam kadar yang relatif tinggi. Dibandingkan
dengan tetrasiklin lainnya, doksisiklin dan minosiklin daya penetrasinya ke jaringan lebih baik.

Ekskresi

Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin dengan filtrasi glomerolus dan melalui
empedu. Pemberiaan per oral kira-kira 20-55% golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin.
Golongan tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam empedu mencapai kadar 10 kali kadar
dalam serum. Sebagian besar obat yang diekskresi ke dalam lumen usus ini mengalami sirkulasi
enterohepatik; maka obat ini masih terdapat dalam darah untuk waktu lama setelah terapi
dihentikan. Bila terjadi obstruksi pada saluran empedu atau gangguan faal hati obat ini akan
mengalami kumulasi dalam darah. Obat yang tidak diserap diekskresi melalui tinja.

d. Efek samping

Gangguan lambung. Penekanan epigastrik biasanya disebabkan iritasi ari mukosa


lambung dan sering kali terjadi pada penderita yang tidak patuh yang diobati dengan obat ini.

Efek terhadap kalsifikasi jaringan. Deposit dalam tulang dan pada gigi timbul selama
kalsifikasi pada anak yang berkembang. Hal ini menyebabkan pewarnaan dan hipoplasi pada
gigibdan menganggu pertumbuhan sementara.

Hepatotoksisitas fatal. Efek samping ini telah diketahui timbul bila obat ini diberikan
pada perempuan hamil dengan dosis tinggi terutama bila penderita tersebut juga pernah
mengalami pielonefritis.

15
Fototoksisitas . Fototoksisitas, misalnya luka terbakar matahari yang berat terjadi bila
pasien menelan tetrasiklin terpajan oleh sinar matahari atau UV. Toksisitas ini sering dijumpai
dengan pemberian tetrasiklin, doksisiklin dan deklosiklin.

Gangguan keseimbangan. Efek samping ini misalnya pusing, mual, muntah terjadi bila
mendapat minosiklin yang menumpuk dalam endolimfe telinga dan mempengaruhi fungsinya.
Pseudomotor serebri. Hipertensi intrakranial benigna ditandai dengan sakit kepala dan pandangn
kabur yang dapat terjadi pad orang dewasa. Meskipun penghentian meminum obat membalikkan
kondisi, namun tidak jelas apakah dapat terjadi sekuela permanen.

Superinfeksi. Pertumbuhan berlebihan dari kandida (misalnya dalam vagina) atau


stafilokokus resisten (dalam usus) dapat terjadi.

e. Penggunaan klinik

Penyakit yang obat pilihannya golongan tetrasiklin adalah:

Riketsiosis. Perbaikan yangdramatik tampk setelah penggunaan obat golongan ini.


Demam mereda dalam 1-3 hari dan ruam kulit hilang dalam 5 hari. Perbaikan klinis tampak 24
jam setelah terapi.

Infeksi klamidia. Limfogranuloma venereum: Golongan tetrasiklin merupakan obat


pilihan utama penyakit ini. Terapi 3-4 minggu dan 1-2 bulan untuk keadaan kronik.
Psitakosis: pemberiaan golongan tetrasiklin selama beberapa hari mengatasi gejala klinis.
Inclusion conjunctivitis: pengobatannya dengan salep mata atau tetes mata yang mengandung
golongan tetrasiklin selama 2-3 minggu. Trakoma: pengobatan dengan salep mata golongan
tetrasiklin dikombinasikan dengan doksisiklin oral selama 40 hari. Uretritis nonspesifik.
Pengobatan dengan tetrasiklin oral 4 kali sehari 500 mg selama 7 hari. Infeksi Mycoplasma
pneumoniae. Dapat diatasi dengan obat golongan tetrasiklin. Walaupun penyembuhan cepat
dicapau, bakteri ini mungkin tetap ada dalam sputum setelah obat dihentikan.

16
Infeksi basil

Bruselosis: Pengobatan yang memuaskan didapat setelah 3 minggu dengan golongan


tetrasiklin. Untuk kasus berat dikombinasi dengan streptomisin. Tularemia: Terapi dengan
tetrasiklin cukup baik meskipun streptomisin adalah obat pilah utama penakit ini. Kolera:
tetrasiklin adalah antibiotik paling efektif untuk kasus i ni. Dapat mengurangi kebutuhan cairan
infus sebanyak 50 %dari yang dibutuhkan. Sampar: stretomisin adalah pilihan utama untuk
penyakit ini . namun bila streptomisin tidak dapat digunakan maka dapat dipakai golongan
tetrasiklin Infeksi kokus. Golongan tetrasiklin tida lagi diindikasikan untuk infeksi
staphylacoccus maupun streptococcus karena seing dijumpai resistensi. Adanya resistensi strain
Str.pneumoniaemembatasi penggunaannya untk penumonieae akibat kuman ini.

Infeksi venerik.

Gonore: penisilin merupakan obat pilihan utama namun bagi paseien yang alergi penisilin
dapat diberikan tetrasiklin oral 4 kali sehari 500 mg atau doksisiklin 2 kali sehari 100 mg selama
7 hari. Tetrasiklin mempunyai masking effect terhadap infeksi sifilis sehingga menyulitkn
diagnosis. Sifilis: tetrasiklin merupakan obat pilihan ke dua setelah penisilin untuk sifilis dengan
dosis 4 kali sehari 500 mg per oral selama 15 hari. Juga efektif untuk chancroid dan granuloma
inguinal.

Akne vulgaris.

tetrasiklin dapat menghambat prouksi asam lemak dari sebum, dengan dosis 2 kali sehari
250 mg selama 2-3 minggu hingga beberapa bulan Infeksi lain.

Actinomycosis: Golongan tetrsiklin dapat digunakan jik penisilin G tidak dpat diberikan pada
pasien.

Frambusia: respon penderita terhadapa golongan tetrasiklin berbeda-beda. Ada yang hasilnya
baik, dapula yang tidak memuaskan. Penisilin merupakan pilihan utama untuk penyakit ini.

17
Leptospirosis: walaupun tetrasiklin dan penisilin G sering digunakan untuk penyakit ini,
efektivitasnya tidak terbukti secara mantap. Infeksi saluran cerna: tetrasiklin merupakan ajuvan
yang bermanfaat pada amubiasis intestinal akut, dan infeksi Plasmodium falciparum. Selain itu
efektif untuk disentri oleh strain shigella yang peka.

Penggunaan topical

Hanya dibatasi untuk infeksi mata saja. Salep mata golongan tetrasiklin efektif untuk
mengobati trakoma dan infeksi lain pada mata oleh gram-positif dan gram negatif yang sensitif.
Selain itu juga untuk profilaksis oftalmianeonatorum pada neonatus.

Profilaksis pada penykit paru menahun banyak penelitian yang hasilnya kontroversial
mengenai keamanan tetrasiklin 500 mg sehari per oral pad pasien ini. Bahaya potensial
pemberiaan jangka lama ini ialah timbulnya superinfeksi bakteri atau jamur yang sulit
dikendalikan.

f. interaksi obat

Bila tetrasiklin diberikan dengan metoksifluoran maka dapat menyebabkan nefrotoksisk.


Bila dikombinasikan dengan penisilin maka aktivitas antimikrobanya dihambat. Bila tetrasiklin
digunakan bersamaan dengan produk susu maka akan menurunkan absorpsinya karena
membentuk khelat tetrasiklin dengan ion kalsium yang tidak dapat diabsorpsi.

4. Kloramfenikol

Kloramfenikol diisolasi pertama kali dari Streptomyces venezuelae. Karena daya anti
mikrobanya yang kuat, maka penggunaannya meluas hingga tahun 1950, dan diketahui obat ini
dapt menimbulkan anemia aplastik yang fatal. Karena toksisitasnya, penggunaan obat ini dibatasi
hanya untuk mengobati infeksi yang mengancam kehidupan dan tidak ada alternatif lain.

18
a. Mekanisme kerja

kloramfenikol bekerja dengan mengikat sub unit 50S ribosom bakteri dan menghambat
sintesis protein kuman. Yang dihambat ialah enzim peptidil trasferase yang merupakan
katalisator untuk pembentukan ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman. Karena
kemiripan ribosom mitokondria mamalia dengan bakteri, sintesis protein pada organela ini
dihambat dengan kadar klorafenikol tinggi yang dapat menimbulkan toksisitas sumsum tulang.
Efek toksiknya pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem hemopoetik dan diduga
berhubungan dengan mekanisme kerja obat ini.

b. Spektrum antibakteri

Spektrum antibakterinya meliputi D.pneumoniae, Streptomyces pyogenes,


Streptomycesviridans, Neiserria, Haemophilus, Bacillus sp, Listeria, Bartonella, Brucella,
P.multocida, C.diphtheriae, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema, dan kebanyakan
kuman anaerob.

Bebrapa strain D.pneumoniae, H.influenzae dan N.meningitidis brsifat resisten; S.aureus


umunya sensitif, sedang Enterobactericeae banyak yang telah resisten.

Obat ini juga efektif terhadap kebanyakan strain E.coli, K.pneumoniae dan Pr.mirabilis .
Kebanyakan strain Serratia, Providencia, dan Proteus rettgerii resisten, juga kebanyakan strain
Pseudomonas aeruginosa danstrain tertentu Salmonella typhi.

c. Farmakokinetik

Setelah pemberiaan oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar punck dalam darah
tercapai dalam 2 jam. Untuk anak diberikan ester kloramfenikol palmitat atau stearat yang tidak
pahit. Bentuk ester ini akan terhidrolisis di usus dan membebaskan kloramfenikol. Masa paruh
eliminasi pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi umur kurang 2 minggu sekitar 24
jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Obat ini diditribusikan
secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk otak, cairan cerebrospinal dan mata. Dalam hati
kloramfenikol mengalami konyugasi dengan asam glukoronat oleh enzim glukuronil transferase.

19
Dalam waktu 24 jam, 80-90% kloramfenikol yang diberikan per oral telah diekskresi melalui
urin, hany 5-10% dalam bentuk aktif. Sisanya terdapat dalam bentuk glukuronat atau hidrolisat
lain yang tidak aktif. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi terutam melalui filtrat glomerulus
sedangkan metabolitnya dengan sekresi tubulus.

d. Efek samping

Reaksi hematologik. Terdapat dalam 2 bentuk. Pertama yaitu reaksi toksik dengan
manifestasi depresi sumsum tulang. Kelainan darah yng terlihat yaitu anemia, retikulositopenia,
peningkatan serum ion dan iron binding capacity serta vakuolisasi seri eritrosit bentuk muda.
Bentuk kedua prognosinya sangat buruk karena anemia yang timbul bersifat irreversibel. Bentuk
yang hebat bermanifestasi sebagai anemia aplastik dengan pansitopenia.

Reaksi alergi

Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angioudem, urtikaria dan


anafilaksis. Kelainan menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan demam tifoid
walaupun jarang dijumpai. Reaksi saluran cerna. Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah,
glositis, diare dan enterokolitis.

Gray baby sindrom. Efek ini terjadi pada neonatus bila regimen dosis kloramfenikol tidak
disesuaikan secara akurat. Neonatus memiliki kapasitas rendah dalam mengglukuronidasi
antibiotika dan fungsi ginjalnya belum sempurna sehingga kemampuannya untuk mengekskresi
obat menurun, yang menumpuk sampai tingkat yang mengganggu fungsi ribosom mitokondria.
Hal ini menyebabkan masuknya makanan terganggu, menekan pernafasan, kardiovaskular
kolaps, sianosis (karena itu disebut grey baby) dan kematian.

Reaksi neurologik. Terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium, dan sakit kepala.
Neuritis perifer atau neuropati optik dapat juga timbul terutama setelah pengobatan lama.

20
e. Penggunaan klinik

Demam tifoid. Walaupun akhir-akhir ini sering dilaporkan adanya resistensi S.typhi
terhadap kloramfenikol, tapi masih tetap sebagai pilhan utama untuk penyakit ini. Untuk
pengobatannya, kloramfenikol diberikan 4 kali sehari 500 mg selama 2-3 minggu. Untuk anak
50-100 mg/kgBB sehari selama 10 hari. Dapat pula digunakan tiamfenikol dengan dosis 50
mg/kgBB sehari pada minggu pertama dan diteruskan 1-2 minggu lagi dengan dosis separuhya.
Meningitis purulenta. Kloramfenikol efektif untuk penyakit yang disebabkan H.influenzae ini.
Untuk terapi awal pada anak, kloramfenikol diberikan bersama dengan suntikan penisilin G.

Riketsiosis. Tetrasiklin merupakan obat pilihan pertama untuk penyakit ini. Namun
apabil tetrasiklin tidak dapat diberikan, maka digunakan kloramfenikol dengan dosis awal 50
mg/kgBB dilanjutkan dengan pemberian 1 g tiap 8 jam. Untuk anak kloramfenikol palmitat 100
mg/kgBB sehari. Dilanjutkan sampai 8 jam bebas demam.

Infeksi lain. Klorafenikol memliki efktivitas yang sama dengan tetrasiklin dalam
pengobatan lymphogranuloma venerum, psittcosis, infeksi mycoplasma pneumoniae dan
P.pestis. namun untuk kasus ini sebaiknya digunakan tetrasiklin yang toksisitasnya relatif rendah.
Kloramfenikol dapat digunakan untuk bruselosis dengan dosis 0,75-1 gram tiap 6 jam bila
tetrasiklin tidak dapat diberikan. Kloramfenikol dapat pula digunakan untuk mengatasi infeksi
kuman anaerobik yang berasal dari lumen usus.

f. Interaksi obat

Kloramfenikol mampu menghambat fungsi penggabungan oksidase hepatik sehingga dapat


menghambat metabolisme obat seperti warfarin, fenitoin, tolbutamid dan klopropamid, sehingga
meningkatkan konsentrasi dan efeknya.

21
5. Klindamisin

a. Mekanisme kerja

Mekanisme kerja klindamisin sama dengan eritromisin yaitu mengikat secara ireversibel
pada tempat sub unit 50S ribosom bakteri, sehingga menghambat langkah translokasi sintesis
protein.

b. Spektrum antibakteri

Spektrum antibakterinya menyeruapai linkomisisn hanya in vitro klindamisin lebih aktif.


Obat ini aktif terhadap S.aureus, D.pneumoniae, Str.pyogenes, Str.anaerobic, Str.viridans dan
Actinomyces israelli. Obat ini juga aktif terhadap Bacteroides fragilis dan kuman anaerob
lainnya.

c. Farmakokinetik

Klindamisin diserap hampir lengkap pada pemberiaan oral. Adanya makanan dalam
lambung tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini. Klindamisin palmitat yang digunakan
sebagai preparat oral pediiatrik, tidak aktif secara in vitro. Tetapi setelah mengalami hidrolisis
akan dibebakan klindamisin yang aktif. Klindamisin didistribusi dengan baik, ke berbagai cairan
tubuh, jaringan dan tulang, kecuali CSS walaupun sedang terjadi meningitis. Dapat menembus
sawar uri dengan baik. Kira-kira 90% klindamisin dalam serum terikat dengan albumin. Hanya
sekitar 10% klindamisin diekskresi dalam bentuk asal melalui urin. Sejumlah kecil klindamisin
ditemukan dalam feses. Sebagian besar obat dimetabolisme menjadi N-demetilklindamisin dan
klindamisin sulfoksid untuk selanjutnya diekskresi melalui urin dan empedu.

d. Efek samping

selain kulit kemerahan, efek samping yang paling serius yang dapat berakibat fatal yaitu
kolitis pseudomembranosa yang disebabkan pertumbuhan berlebihan Clostridium difficile yang
mengeloborasi toksin nekrotik. Reaksi lain yang jarang terjadi ialah sindrom stevens-johnson,
peningkatan SGPT dan SGOT sementara, granulisitopenia, trombositopenia dan reaksi
anfilaksis. Tromboflebitis dapat terjadi karena pemberian iv.

22
e. Penggunaan klinik

Walaupun beberapa infeksi kokus gram positif dapat diobati dengan klindamisin,
pengobatan ini harus dipertimbangkan baik-baik karena mungkin menimbulkan kolitis.
Klindamisin terutam bermanfaat untuk infeksi kuman anaerobik, terutama B.fragilis. untuk
pengobatan abses paru, pemberiaan klindamisin 3 kali 600 mg secara iv lebih efektif daripada
penisilin 1 juta unit tiap 4 jam. Peranan obat ini untuk pneumonia aspirasi, pneumonia pasca
obstruksi atau abses paru belum dipastikan, tetapi didapat kesan bahwa klindamisin merupakan
alternatif yang baik untuk penisilin.

2.3 Prinsip Penggunaan Terapi Antibiotik Kombinasi


Antibiotik kombinasi adalah pemberian antibiotik lebih dari satu jenis untuk mengatasi infeksi.
Tujuan pemberian antibiotik kombinasi adalah:
1. Meningkatkan aktivitas antibiotik pada infeksi spesifik (efek sinergis atau aditif)

2. Mengatasi infeksi campuran yang tidak dapat ditanggulangi oleh satu jenis antibiotik saja

3. Mengatasi kasus infeksi yang membahayakan jiwa yang belum diketahui bakteri
penyebabnya. (Kementrian Kesehatan RI, 2011)

2.4 Mekanisme Resistensi Antibotika

Bakteri dapat bersifat resistensi melalui mutasi terhadap gen tertentu atau membentuk gen baru.
Yang dimaksud dengan resistensi dalam hubungannya dengan antibiotika ialah suatu keadaan di
mana mikroorganisme mempunyai kemampuan unuk menentang ataupun merintangi efek suatu
antibiotika, pada konsentrasi hambat minimal (Harahap dan Hadisahputra, 1995).

Mekanisme utama resistensi yang dilakukan bakteri yaitu inaktivasi obat, mempengaruhi atau
overproduksi target antibiotika, akuisisi target baru yang tidak sensitif obat, menurunkan
permeabilitas obat dan efluks aktif terhadap obat (Kasper et. al., 2005).

Berdasarkan struktur kimia, antibiotika dibagi menjadi beberapa golongan yaitu:

Gol laktam:
- l gol penisilin : penisilin G, Ampisilin, Amoksilin dll
- l gol sefalos;porin : sefadroksil, sefotaksim, sefriakson dll
Gol tetrasiklin :
- l tetrasiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin dll
Gol aminoglikosid :
- l gentamisin, neomisin, streptomisin kanamisin dll.
Gol makrolida :

23
- l eritromisin, spiramisin dll.

Gol linkomisin :
- l klindamisin, linkomisin dll.
Gol polipeptida :
- l polimiksin A,B,C,D dan E.
Gol kuinolon :
- l ofloksasin, ciprofloksasin, asam nalidiksat dll.
Gol sulfonamid dan trimetoprim :
- l sufosetamid, sulfodiazin, sulfometoksazol dll.
Gol Kloramfenikol

Klasifikasi antibakteri:
Gugus laktam
Terdapat pada antibiotik yaitu
a. Golongan penisilin
b. Golongan sefalosporin

A. Penisilin
1. Sistem cincin penisilin merupakan suatu cincin laktam segi empat dan satu cincin tiazolidin
segi lima. Bisiklik yang tidak tersubstitusi diberi nama penambahan
2. Penisilin tersendiri dapat dianggap suatu turunan asil suatu kerangka dasar umum, asam 6-
aminopenisiloat (6-APS) yang tidak mempunyai daya antibiotik. 6-APS menyudut
disepanjang poros N-4/C-5 dan menyebabkan 3 pusat kiral (C-3, C-5, C-6).
3. Berdasarkan struktur biogenetiknya 6-APS merupakan dipeptida gabungan sistein dan valin.
4. Benzilpenisilin (penisilin G) adalah salah satu penisilin yang terdapat dialam, dan merupakan
antibiotik pertama yang dibuat besar-besaran dengan tekhnik fermentasi, benzilpenisilin atau
penisilin G suatu senyawa yang tidak toksik tetapi sangat aktif terhadap sepsis stafilokokus,
meningitis, atau gonore.
5. Cincin penam adalah suatu dipeptida yang terdiri dari sisteina dan sisa valin. Karena
ketegangan segi-4 -laktam, cincin tersebut mudah pecah oleh higrolisis asam atau alkoholis,
dan logam berat seperti Zn,Cu,Pb.
6. Kepekaan penisilin terhadap asam cukup beragam, bergantung pada strukturnya. Misalnya
fenoksimetilpenisilin lebih tahan terhadap pemutusan dibandingkan dengan benzilpenisilin,
oleh karena itu lebih cocok untuk pemakaian oral.
7. Penisilin atau penem ditemukan pada tahun 1929 oleh Sir Alexander Fleming.
8. Penisilin dihasilkan oleh jamur penicillium notatum dan P.chrysogenum.

Mekanisme kerja antibiotik -laktam :


o Bakteri membentuk enzim -laktamase (penisilinase) gram positif disekresi ke medium gram
negatif tetap didalam sel.
o Jadi organisme gram positif merusak antibiotik dengan cepat.
o Muncul galur bakteri tahan -laktam.

24
Turunan Penisilin
Fenoksimetilpenisilin (penisilin V), penisilin semisintetik dibuat dengan cara
fermentasi.Propisilin termasuk fenoksipenisilin, penisilin semisintetik, turunan asam R,S-2-
fenoksibutirat 6-APS.Diklosasilin termasuk isoksazolinpenisilin.Ampisilin, amoksilin,
pivampisilin turunan ion zwitter asam R-2-amino-2-aminobenzil penisilin. Karbenesilin adalah -
karboksibenzil-penisilin, yang dibangun dari R,S-2-fenilmalonat dan 6- APS. Sefaleksin dan
sefaklor mempunyai rantai samping fenilglisin, seperti pada ampisilin. Keaktifan sefalosporin C
hanya seperseribu keaktifan benzilpenisilin, sehingga pemakaiannya
terbatas.
Tahan terhadap hidrolisis enzim dan menjadi pekat dalam saluran kemih sehingga berguna
untuk infeksi saluran kemih yang disebabkan organisme gram negatif. Sefalotin banyak dipakai,
spektrum luas, dan tahan laktamase. Sefaleksin (analog ampisilin) aktif secara oral, stabil
terhadap asam. Sefotaksim dan moksalaktam sangat aktif terhadap meningitis.

Hubungan struktur aktivitas


Aktivitas antibakteri penisilin dan sefalosporin bergantung pada keutuhan cincin penam dan
3-sefem. Terbukanya cincin laktam mengakibatkan seluruh aktivitas hilang. Kestabilan
terhadap asam dan laktamase tergantung pada struktur. Meningkatnya kestabilan terhadap asam
karena : adana gugus yang menarik elektron diposisi ke gugus amida rantai samping. Inaktivasi
oleh laktamase khususnya lebih sulit pada penisilin yang punya residu asil (umpamanya
dikloksasilin) karena hambatan keruangan.

Farmakologi

1. Terapi praktis penggolongan antibiotik -laktam, berdasarkan :


a) Spektrum kerja
b) Kestabilan terhadap asam
c) Kestabilan terhadap laktamase
d) laktamase adalah enzim bakteri yang mempengaruhi hidrolisis cincin -laktam penisilin
dan sefalosporin

Resistensi bakteri shg mengakibatkan inaktivasi antibiotik, substrat tempat sergapnya


dinamakan :

a. Penisilinase ( -laktamase I)
b. Sefalosporinase ( -laktamase II)
c. Enzim bakteri yang meng inaktivasi kedua antibiotik tsb (( -laktamase spektrum luas)

Tetrasiklin adalah golongan antibiotik yang diisolasi dari Streptomyces aureofaciens


Tetrasiklin yang lebih baru (doksisiklin dan minoksiklin) berbeda dengan anggota yang lebih
tua dalam farmakokinetiknya (absorbsi lebih baik dan waktu paruh yang lebih lama).
Tetrasiklin berupa senyawa kristal berwarna kuning, yang dalam daerah Ph fisiologik sedikit
larut dalam air, dapat membentuk garam dengan asam dan garam. Kerangka dasarnya adalah
oktahidronaftasen yang mengandung satu gugus dimetilamino dan satu gugus karboksamida
dan secara khas tersubstitusi dengan fungsi oksigen (gugus OH, enolik,fenolik). Tetrasiklin

25
mempunyai lima pusat asimetrik yang dikenal konfigurasi absolutnya. Sifat asam diberikan
oleh gugus hidroksilenol pada C3 (sebagai bagian gugus asam karboksilat. Dan oleh struktur
fenol diketon (C10 sampai C12). Sifat basa diberikan oleh pKa tetrasiklin hidroklorid adalah
3,3 (gugus OH pada C3) 7,7 (struktur fenol diketon) dan 9,7 (gugus dimetilamino). Untuk
terapi, tetrasiklin digunakan dalam bentuk hidrokloridnya yang bereaksi dengan asam kuat
yang larut dalam air, dan sebagai akibatnya hidrolisis condong untuk mengendap. Jenis kerja
tetrasiklin adalah bakteriostatik. Sistem fenol diketon menyebabkan dapat membentuk khelat
dengan logam bervalensi dua atau lebih (Fe2+, Mg2+, Ca2+, Al3+) kompleks khelat tidak larut
dalam air. Dengan anion (fosfat dan sitrat) dan zat netral (kafein, polivinil-pirolidon) tetrasiklin
membentuk kompleks lemah. Efek ini dimanfaatkan untuk pembuatan sediaan parenteral.
Epimerisasi pada C4 terjadi pada Ph antara 2 sampai 6 akan memberikan reaksi yang bolak
balik. Bergantung pada komposisi larutan bergeser kearah epi. Pada ph 2 tetrasiklin dengan
hidroksil pada C6 akan membebaskan air. Dengan aromatisasi akan terbentuk
anhidrotetrasiklin.

Klortetrasiklin adalah labil terhadap basa. Sebagai hasil urai adalah isoklortetrasiklin yang
terjadi dengan pembukaan cincin dan kemudian laktonisasi gugus karboksil yang terbentuk pada
tahap antara dengan hidroksil pada C6.

PEMBUATAN

Tetrasiklin yang digunakan dalam terapi diperoleh secara mikrobiologik dari filtrat biak jenis
streptomyces atau dengan cara semisintetis. Pembuatan rolitetrasiklin dimulai dari tetrasiklin
yang dengan paraformaldehid dan pirolidin akan teraminometilasi. Dalam larutan air lambat laun
akan terurai menjadi komponen akhir sampai terjadi kesetimbangan.

Farmakologi tetrasiklin

Antibiotik spektrum luas untuk bakteri gram egatif dan positif termasuk riketsia. Indikasi
khas untuk terapi oral jangka waktu lama pada infeksi campur sal pernapasan dan sal empedu.
Bahaya pewarnaan kuning gigi bayi permanen dan tertimbun di tulang, dapat terjadi bila di
konsumsi pada kehamilan ke 5 bulan. Tidak boleh digunakan bersama antasida atau sediaan besi.
Pada tahun 1947 Burkholder mengisolasi suatu galur streptomyces (S.venezuela) pembentuk
antibodi, setahun kemudian dari filtrat biaknya dapat diperoleh kloramfenikol kristal.
Kloramfenikol atau D-(-)-treo-2-dikloroasetamido-1-(4-nitrofenil)-1,3-propandiol. Adalah
senyawa fenil-propan tersubstitusi. Kloramfenikol mempunyai dua unsur struktur yang tidak
lazim untuk bahan alam, yaitu suatu gugus nitro aromatik dan residu diklor asetil. Turunan yang
gugus hidroksilnya pada C3 terdapat sebagai ester juga digunakan dalam terapi. Gol. Ini antara
lain kloramfenikol-palmitat (asam palmitat = C15H31COOH) dan kloramfenikol hemisuksinat
natrium (garam natrium ester hemisuksinat).

26
Azidamfenikol

Azidamfenikol yang mengandung residu asam azido asetat hanya digunakan lokal dalam
bentuk larutan dalam air untuk tetes mata.

Biotransformasi kloramfenikol

Metabolit utama kloramfenikol adalah glukuronida nya yang bekerja antibiotik, yang dibuat
dihati dan di ekskresikan di ginjal. Karena pada bayi prematur dan neonatus kemampuan
metabolisme hati belum matang sehingga dapat terjadi akumulasi. Reaksi biotransformasi lain
adalah reduksi gugus nitro menjadi amino dan hidrolisis ikatan amida, tapi kurang penting.

Farmakologi Kloramfenikol

Antibiotik spektrum luas dengan cara kerja bakteriostatik. Indikasi untuk infeksi
salmonella (penyebab tifus dan paratifus). Sebagai antibiotik alternatif karena efek sampingnya
dapat merusak sistem pembentukan darah. Komplikasi paling berbahaya adalah pansitopenia
(pengurangan jumlah total sel darah) dan anemia aplastik. Kerangka dasar linkomisin adalah
trans-1-metil-4-propil-L-prolin dan -metiltioglikosida aminooktosa yaitu linkosamin, yang
terikat dengan ikatan amida.

Spektrum kerja antibiotika pada mikroorganisme gram positif dan mikroba anaerob gram
negatif. Digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh stafilokokus, dan mikroba yang resisten
terhadap AB laktam dan eritromisin. Klindamisin semisintetik, hidroksil pada C7 dengan
inversi konfigurasi digantikan oleh klor.Eritromisin mengandung cincin lakton yang diberinama
eritronolid, gula amino D-desosamin,

Gula netral L-kladinosa.

Antibiotik golongan ini mempunyai ciri cincin lakton makrosiklik 12 anggota sampai 16
anggota,yang terikat secara glikosidik, dengan satu atau dua gula amino.

Kerangka dasar yang lain : gula netral yang terikat langsung pada cincin lakton atau
dengan gula amino. Eritromisin sebagai basa sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan
pelarut organik lain dan berasa pahit. Pada ph dibawah ph 4 Cepat terurai, maka pemberian
secara oral dalam bentuk sediaan diperlambat yang tahan terhadap asam lambung. Sediaan
parenteral digunakan garam yang larut dalam air seperti laktobionat.

Asam laktobionat adalah suatu hasil oksidasi laktosa adalah asam-4-0- -D-
galaktopiranosil-D- glukonat. Reaksi eritromisin dengan asam klorida karboksilat atau
anhidrida asam karboksilat hidroksil desosamin teresterkan, dan menghasilkan senyawa lauril
sulfat yaitu eritromisinestolat tidak mempunyai rasa pahit yang khas eritromisin.

27
Makrolida utama adalah eritromisin (eritromisin A). Termasuk gol makrolid lain adalah
spiramisin.

Farmakologi eritromisin

Jenis kerja eritromisin adalah bakteriostatik. Indikasi untuk infeksi yg disebabkan haemophilus
influensa, efek samping kecil. Penggunaan oral dapat terjadi gangguan GIT ringan. Spiramisin
ekskresi yang tinggi ke dalam saliva, cocok untuk menangani infeksi bakteri di daerah rongga
mulut.

Golongan Aminoglikosida :

1. Gol. Streptomisin,
2. Gol. Neomisin-paramomisin,
3. Gol. Kanamisin-gentamisin

Streptomisin untuk membedakan dengan streptomisin lainnya disebut streptomisi A.


diperoleh dari streptomyces griseus. Hanya streptomisin A yang penting untuk terapi. Sebagai
rangka dasar antibiotika aminoglikosida adalah monosakarida, aminomonosakarida (gula amino),
dan siklitol basa tersubstitusi (turunan sikloheksan dengan paling kurang tiga gugus hidroksil).

Masing masing komponen dihubungkan satu sama lain dengan ikatan glikosidik.

Golongan Streptomisin A

Aglikon streptomisin terdiri dari :

streptidin, suatu 1,3-diguanidino-2,4,5,6-tetrahidroksisikloheksan yang berkonfigurasi all


trans. Dua komponen gula yang yang membentuk disakarida streptobiosamin yaitu L-streptosa
dan N-Metil-L-2-glukosamin, keduanya terikat pada glikosidik.

Golongan neomisin-bromomisin

Kerangka dasar neomisin paramomisin adalah 2-desoksitretamin yang sebagai aglikon


terikat dengan bagian mono dan disakarida Neomisin berasal dari streptomyces fradiae yang
bagian utamanya adalah neomisin B. neomisin B utama diberinama framisetin. Paramomisin
diperoleh dari biakan streptomyces rimosus.

Golongan kanamisin gentamisin.

Kerangka dasar kanamisin - gentamisin adalah 2-desoksitretamin, tapi terikat dengan dua
monosakarida. Kanamisin berasal dari streptomyces kanamycetius dan gentamisin, sisomisin
dari mikromonospora. Ciri khas antibiotik aminoglikosida adalah spektrum kerjanya yang luas.

28
Farmakologi aminoglikosida

Spektrum luas untuk gram positif dan cara kerja bakterisid. Indikasi Streptomisin,
dicadangkan untuk indikasi khusus yaitu tbc. Neomisin toksisitas tinggi pada penggunaan
sistemik, shg dipakai untuk pemakaian luar infeksi kulit dan selaput mukosa. Indikasi utama
Gentamisin infeksi berat saluran kemih. Efek samping aminoglikosid secara umum adalah
ototoksisitas permanen (gangguan keseimbangan dan pendengaran) karena menyebabkan
kerusakan saraf otak ke-8. Efek samping neurotoksik tergantung dosis dan lama penggunaan.
Antibiotik polieptida dibangun secara siklik. Polipeptida homomer hanya terdiri dari asam
amino. Polipeptida heteromer mempunyai kerangka lain. Ikatan homodet, cincin asam amino
terikat satu sama lain melalui ikatan amida. Ikatan heterodet, ikatan tidak hanya ikatan amida
tapi ada ikatan lain misal jembatan disulfida. Tirosidin adalah dekapeptida homomer-homodet
basa. Digunakan untuk terapi adalah golongan tirotrisin di peroleh dari Bacillus brevis.

Gramisidin merupakan pentadekapeptida linier heteromer, yang gugus amino terminalnya


terformilasi dan gugus karboksil terminalnya teramidasi dengan etanolamin. Rantainya secara
bergantian asam amino L dan D. Basitrasin adalah dodekapeptida dengan cincin yang dibentuk
dari 7 asamn amino. Cincin 2-tiazolin yang terletak pada rantai samping mengandung L-
isoleusin dan L-sistein terminal.

Polimiksin adalah dekapeptida heteromer-homodet dan mempunyai cincin heptapeptida.

Farmakologi AB Polipeptida

Gramisidin dan basitrasin digunakan sbg AB lokal, bekerja thd bakteri gram positif.
Polimiksin pada pemberian oral tidak diabsorbsi, sehingga digunakan untuk infeksi usus dan
digunakan untuk mereduksi kuman didalam usus sebelum pembedahan.Sulfonamid mengandung
bagian sulfanilamido yang tidak tersubstitusi dan 4-amino benzolsulfonil dinamai sulfanilil.

Sulfanilamid, yaitu 4-amino-benzensulfonamida. Bekerja bakteriostatik.

Sulfalen dan sulfadoksin mempunyai paro waktu sangat lama.

Salazosulfapiridin merupakan golongan sulfonamid yang sukar diabsorbsi

29
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek
menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses
infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotika khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit
infeksi, meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi
terhadap mutan atau transforman. Antibiotika bekerja seperti pestisida dengan menekan atau
memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri. Antibiotika berbeda
dengan desinfektan karena cara kerjanya. Desifektan membunuh kuman dengan menciptakan
lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk hidup. Berdasarkan luas aktivitasnya, antibiotika
dibagi menjadi dua golongan yaitu: Antibiotika yang narrow spectrum (akitvitas sempit)
,Antibiotika broad spectrum (aktivitas luas)
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dapat digolongkan sebagai berikut:
Menghambat sintesis dinding sel bakteri sehingga menghambat perkembang biakan dan
menimbulkan lisis. Contoh: penisilin dan sefalosforin. Menghambat sintesis dinding sel bakteri
sehingga menghambat perkembang biakan dan menimbulkan lisis. Contoh: penisilin dan
sefalosforinMenghambat sintesis protein sel bakteri. Contoh: tetrasiklin, kloramfenikol,
eritromisinMenghambat metabolisme sel bakteri. Contoh: sulfonamideMenghambat sintesis
asam nukleat. Contoh: rifampisin dan golongan kuinolon.Mekanisme Resistensi Antibotika.
Bakteri dapat bersifat resistensi melalui mutasi terhadap gen tertentu atau membentuk gen baru.
Yang dimaksud dengan resistensi dalam hubungannya dengan antibiotika ialah suatu keadaan di
mana mikroorganisme mempunyai kemampuan unuk menentang ataupun merintangi efek suatu
antibiotika, pada konsentrasi hambat minimal..Mekanisme utama resistensi yang dilakukan
bakteri yaitu inaktivasi obat, mempengaruhi atau overproduksi target antibiotika, akuisisi target
baru yang tidak sensitif obat, menurunkan permeabilitas obat dan efluks aktif terhadap obat

3.2 Saran

Sebaiknya mahasiswa terutama jurusan farmasi haru mengetahui apa itu antibiotok.
macam-macam antibiotik, mekanisme kerja natibioti, dan bagaimana jika natibiotik di
kombonikasikan dengan obat golongan lain.

30
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous- c. 2009. Dasar-dasar Mikrobiologi. (online). Tersedia:Mikrobiologi.html.


(Diakses tanggal 8 maret 2013).

Crueger, W., dan Crueger, A., 1988, Bioteknology: Textbook of industrial Mikcrobiology,
Madison Inc., New York

Depkes RI ,1979.Farmakope Indonesia edisi III.Jakarta

Huga, W.B.,dan Russel, A.D., 2000, Pharmaceutical Microbilogy., Blackwell Scientific


Piblication, London

Muniz, Carolina Campos, et al (2007). Penicllin and Cephalosporin Production: A Historical


Perspective. Journal of Microbiology. Vol 49 No: 3-4, December 2007

31

Anda mungkin juga menyukai