Anda di halaman 1dari 95

PEDOMAN PRAKTIS

PENGHITUNGAN PRODUK
DOMESTIK BRUTO
KABUPATEN/KOTA

TATA CARA PENGHITUNGAN


MENURUT PENGGUNAAN

Direktorat Neraca
Pengeluaran, BPS
Jakarta-2014
BAB I
PENDAHULUAN
2 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran
1.1 LATAR BELAKANG

Produk Domestik Bruto merupakan ukuran kinerja suatu perekonomian selama


kurun waktu tertentu, yang dihitung berdasarkan buku panduan System of National
Accounts (SNA) yang berlaku secara internasional. SNA menyajikan aturan dan prinsip
akuntansi secara umum, yang wajib digunakan oleh semua negara dalam menyusun
statistik neraca nasional. Namun di dalam implementasinya, ada beberapa ketentuan
yang disesuaikan dengan ketersediaan data dan sistem perstatistikan yang berlaku di
masing-masing negara. Indonesia, secara bertahap telah melakukan penyesuaian yang
dimaksud. SNA yang telah disesuaikan dengan kondisi Indonesia disebut sebagai
Sistem Neraca Nasional Indonesia (SNNI).

Selama ini, penghitungan PDB didasarkan pada SNNI versi lama1, yaitu SNNI
yang didasarkan pada SNA 1968 dan SNA 1993. Sejalan dengan program perubahan
tahun dasar PDB (dari tahun 2000 menjadi 2010) dan program implementasi SNA
2008, penghitungan PDB menggunakan SNNI versi baru2. Beberapa penyesuaian yang
dilakukan BPS atas SNA 2008, tertuang di dalam sistem baru ini. Penyesuaian tersebut
bersifat menyeluruh, mencakup penyesuaian dalam hal : konsep, definisi, cakupan,
dan klasifikasi; metode penghitungan; dan sumber data yang digunakan. SNNI versi
baru itu disebut sebagai SNNI 2010.

Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan ukuran kinerja untuk perekonomian


di tingkat nasional. Sedangkan untuk tingkat daerah baik Provinsi, Kabupaten dan
Kota ukuran kinerja perekonomian ini disebut sebagai Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB). Dengan menggunakan pedoman penyusunan yang sama (SNNI 2010),
diharapkan hasil penghitungan PDB dan PDRB akan konsisten.

Pada dasarnya, seluruh transaksi yang dilakukan oleh pelaku ekonomi (unit
rumahtangga, lembaga non-profit, pemerintah, perusahaan, dan luar negeri) harus
dicatat secara konsisten dan sistematis, dengan menggunakan standar aturan dan
akuntansi yang berlaku secara umum. Khusus untuk penghitungan PDB/PDRB,
aturan dan akuntansi yang perlu diperhatikan adalah bahwa :

 Total suplai (produk domestik/impor) dan penggunaan (domestik/ekspor)


harus sama untuk setiap komoditas atau produk
 Total output suatu industri harus sama dengan total input (input antara
plus input faktor)
 Total penerimaan yang tercipta dalam suatu perekonomian domestik harus
sama dengan input faktor yang digunakan dalam aktivitas produksi.

1
SNNI versi lama menggunakan SNA 1968 dan SNA 1993 sebagai dasar dalam menghitung PDB/PDRB
2 SNNI versi baru (SNNI 2010) menggunakan SNA 2008 sebagai dasar dalam menghitung statistik neraca
nasional (PDB/PDRB dan neraca-neraca lainnya seperti neraca produksi, neraca penggunaan pendapatan,
dan neraca modal)

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 3


Ketiga aturan akuntansi tersebut merupakan dasar dalam penghitungan PDB,
baik yang dilakukan melalui pendekatan produksi (production approach), pendekatan
pengeluaran (expenditure approach), maupun pendapatan (income approach).

Dari sisi yang lain, PDB menggambarkan seluruh output perekonomian suatu
negara/wilayah selama kurun waktu tertentu. PDB diukur berdasarkan nilai pasar
dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam batas-batas negara atau wilayah pada
kurun waktu satu tahun atau satu triwulan.

Data PDB dalam konteks di atas, akan berkorelasi positif dengan standar hidup
suatu masyarakat, sehingga sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan
masyarakat. Sunguhpun demikian, PDB merupakan ukuran kinerja atau aktivitas
ekonomi, sehingga bukan ukuran yang tepat untuk menggambarkan standar hidup
atau kesejahteraan masyarakat. PDB sebagai ukuran standar hidup banyak dikritisi
oleh berbagai pihak. Untuk itu banyak negara melakukan langkah-langkah alternatif
untuk meningkatkan kualitas data PDB, agar lebih akomodatif terhadap pengukuran
standar hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Series PDB/PDRB yang panjang dan konsisten, juga merupakan data yang
dibutuhkan oleh para pengguna data, khususnya para peneliti, statistisi, maupun para
perencana pembangunan. Untuk itu upaya mengkonsistenkan data PDB dengan tahun
dasar yang berbeda, maupun data PDB dengan tiga pendekatan yang berbeda, perlu
dilakukan. Proses konsistensi dan realibilitas series data PDB/PDRB tersebut
dilakukan melalui proses benchmarking dan rebasing. Agar tetap terjaga konsistensinya,
proses ini akan dilakukan oleh BPS secara berkesinambungan.

Proses benchmarking3 dan rebasing4 data PDB/PDRB di Indonesia termasuk salah


satu perubahan yang diadopsi di dalam sistem penghitungan yang baru (SNNI 2010).
Selama ini data PDB/PDRB didiseminasi dengan menggunakan tahun dasar dan
pendekatan yang berbeda, sehingga perlu terus diselaraskan dengan menggunakan
tahun dasar yang sama (tahun dasar 20105) di dalam suatu kerangka kerja yang baru
(kerangka kerja SNNI 2010).

3 Benchmarking merupakan proses penetapan level PDB/PDRB, dengan menggunakan Tabel SUT sebagai
benchmark (level dasar)
4 Rebasing merupakan proses merubah tahun dasar PDB/PDRB lama (tahun 2000) dengan tahun dasar baru
(tahun 2010)
5 Tahun dasar 2010 adalah tahun dasar baru, dan sistem penghitungan yang digunakan telah berbasis SNA
2008 (SNNI 2010)

4 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


1.2 PENGHITUNGAN PDB

Pendekatan penghitungan PDB

Seperti diuraikan di atas, PDB adalah ukuran kinerja atau aktivitas ekonomi di
suatu wilayah atau negara, yang direpresentasikan melalui indikator pertumbuhan
ekonomi. Penghitungan PDB dapat dilakukan melalui 3 (tiga) pendekatan yang
berbeda, yaitu : pendekatan pendapatan (PDB-I), pendekatan pengeluaran (PDB-E)
dan pendekatan produksi (PDB-P). Secara teoritis, ketiga pendekatan tersebut akan
menghasilkan nilai yang sama. Namun di dalam praktek, ketiga pendekatan tersebut
selalu menghasilkan nilai PDB yang berbeda. Hal ini dimungkinkan, karena ketiga
pendekatan tersebut menggunakan konsep, metode penghitungan, dan sumber data
yang berbeda, sehingga akan terjadi selisih atau diskrepansi6 statistik.

Selama ini, penghitungan PDB dilakukan dengan menggunakan pendekatan


produksi dan pendekatan pengeluaran. Sementara itu, penghitungan PDB dengan
pendekatan pendapatan, baru dilakukan sejalan dengan program perubahan tahun
dasar PDB dan implementasi SNA 2008, yang dimulai sejak tahun 2012. Melalui
kerangka kerja SNNI 2010 yang baru, maka PDB produksi dan PDB pendapatan
diperoleh melalui neraca produksi dan neraca generation of income7 seluruh produsen
barang dan jasa. Sedangkan PDB pengeluaran diperoleh melalui neraca penggunaan
pendapatan seluruh konsumen barang dan jasa akhir.

PDB pendapatan dapat dirumuskan sbb :

PDB (I) adh pasar = kompensasi tenaga kerja


+ taxes on production and import neto (minus subsidi)
+ surplus usaha dan mixedincome

Dari rumusan di atas, maka PDB-I merupakan total pendapatan yang diterima
oleh seluruh pelaku ekonomi yang terlibat di dalam proses produksi. Pendapatan
tersebut diterima sebagai balas jasa atas penggunaan faktor produksi yang dimiliki
para pelaku ekonomi. Pendapatan ini mencakup kompensasi tenaga kerja, surplus
usaha , pajak dan subsidi. Karena total pendapatan itu berasal dari seluruh aktivitas
produksi barang dan jasa, maka bisa diharapkan PDB-I di suatu negara/wilayah akan
sama dengan PDB-E maupun PDB-P.

PDB-P merupakan total nilai tambah yang ditimbulkan dari aktivitas produksi
yang dilakukan produsen barang dan jasa di dalam batas wilayah suatu region selama

6 Diskrepansi statistik merupakan selisih antara PDB (P) dengan PDB (E) dan menjadi bagian dari PDB (E),
sehingga PDB (E) + Diskrepansi Statistik = PDB (P)
7 Neraca Generation of Income merupakan salah satu neraca dari satu set neraca nasional dalam kerangka

SNNI 2010

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 5


kurun waktu tertentu. Aktivitas produksi tersebut dilakukan oleh produsen melalui
unit produksi baik dalam bentuk entreprise maupun establishment. Unit produksi ini,
sesuai dengan jenis aktivitas serta jenis barang dan jasa yang dihasilkan, selanjutnya
diklasifikasi menurut industri (KBLI).

PDB (P) dapat dirumuskan sbb :


PDB (P) adh pasar= nilai tambah bruto adh dasar (GVAat basic prices)+ tax on
product neto (minus subsidi)

Secara matematis dapat dirumuskan sbb :


Y = ∑ NTBi industri i = 1, 2, 3,……………n
Keterangan:
NTB = nilai tambah bruto (output minus biaya antara)

Dalam menghitung PDB yang tercipta dari aktivitas produksi di suatu industri,
digunakan pendekatan NTB, bukan pendekatan output. Pendekatan NTB digunakan
dengan maksud untuk menghindari penghitungan ganda (double counting). Jika
digunakan pendekatan output, maka akan terjadi double counting karena di dalam
output suatu industri mengandung output industri lain sebagai biaya antara dalam
proses produksi. Contoh, output tanaman pangan (padi), akan digunakan sebagai
bahan baku di dalam industri pengolahan beras. Sehingga jika pendekatan output
digunakan dalam mengukur aktivitas produksi, maka akan terlihat bahwa output padi
dihitung di industri pertanian tanaman pangan maupun di industri pengolahan beras
(huler) sebagai bahan baku (input antara).

PDB-E akan diperoleh melalui neraca penggunaan pendapatan dari seluruh


konsumen akhir barang dan jasa yang berada di dalam batas wilayah suatu region
selama kurun waktu tertentu.

PDB-E dapat dirumuskan sbb :


PDB (E) adh pasar = Pengeluaran konsumsi akhir (RT, NPISh, dan Pemerintah)
+ Pembentukan Modal Tetap Bruto
+ Perubahan inventori
+ Ekspor minus impor

Dari rumusan di atas, PDB-E merupakan total pengeluaran dari pengeluaran


konsumsi akhir rumah tangga (PK-RT), konsumsi akhir LNPRT (PK-LNPRT),
konsumsi akhir pemerintah (PK-P), investasi fisik (PMTB), serta ekspor neto (X - M).
Secara matematis PDB-E dapat dirumuskan sbb :

Y = PK-RT + PK-LNPRT + PK-P + PMTB + (X − M)

6 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Berikut penjelasan masing-masing komponen PDB-E :

 C (konsumsi akhir), mencakup seluruh konsumsi akhir oleh rumah tangga,


LNPRT dan pemerintah. Umumnya, PK-RT merupakan komponen PDB (E)
yang terbesar. Pengeluaran ini termasuk salah satu kategori : barang tahan lama,
barang tidak tahan lama, dan jasa. Contoh makanan, sewa, perhiasan, bensin,
dan biaya medis, namun tidak termasuk pembelian rumah.

 PMTB (investasi fisik) mencakup pengeluaran investasi fisik oleh seluruh sektor
ekonomi (rumah tangga, LNPRT, pemerintahan umum, perusahaan, maupun
luar negeri) dalam rangka melakukan aktivitas produksi. Investasi perusahaan
misalnya, mencakup pembelian aset peralatan, tidak termasuk pertukaran aset
yang ada (karena pertukaran aset antar sektor ekonomi di wilayah domestik
tidak menambah investasi domestik). Contoh, pembangunan areal tambang
baru, pembelian perangkat lunak, atau pembelian mesin dan peralatan pabrik.
Pengeluaran konsumsi rumah tangga (bukan LNPRT atau pemerintah) untuk
pembelian rumah baru termasuk dalam investasi.

Berbeda dengan pengertian sehari-hari, 'investasi' dalam PDB tidak termasuk


pembelian aset finansial (financial aset). Pengeluaran untuk membeli produk
keuangan digolongkan sebagai 'tabungan' sebagai lawan dari investasi. Hal ini
untuk menghindari penghitungan ganda : jika saham perusahaan dibeli oleh
rumah tangga, dan pihak perusahaan menggunakan uang itu untuk membeli
mesin, maka pengeluaran yang dihitung PDB adalah jika perusahaan itu
menghabiskan uang tersebut untuk membeli mesin. Jika mencakup uang yang
diserahkan pada perusahaan untuk membeli barang, maka akan terhitung dua
kali, dari jumlah uang yang hanya sesuai untuk membeli satu jenis produk.
Membeli obligasi atau saham adalah tindakan swapping, suatu transfer klaim
atas produksi di masa mendatang, yang tidak secara langsung merupakan
pengeluaran atas suatu produk.

 G (pengeluaran pemerintah) mencakup pengeluaran atas barang dan jasa akhir


oleh pemerintah. Pengeluaran pemerintah ini mencakup gaji pegawai negeri.
Setiap pengeluaran investasi oleh pemerintah (termasuk pembelian senjata
militer) merupakan komponen investasi (PMTB), bukan komponen konsumsi
akhir pemerintah. Pengeluaran pemerintah tidak termasuk pembayaran transfer
dalam bentuk apapun yang diberikan ke rumah tangga, seperti jaminan sosial
atau tunjangan pengangguran, serta belanja sosial lainnya.

 X (ekspor) merupakan ekspor bruto. PDB mencakup seluruh produksi/output


suatu negara, termasuk barang dan jasa yang diproduksi untuk konsumsi oleh
negara lain atau ekspor, oleh karena itu di dalam PDB-E, komponen ekspor
harus ditambahkan

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 7


 M (impor) merupakan impor bruto. Dalam PDB-E, komponen impor adalah
sebagai pengurang, karena barang impor akan masuk dalam persamaan G, I,
atau C; dan harus dikurangi untuk menghindari penghitungan pasokan asing di
dalam negeri agar konsisten dengan rumusan di atas.

PDB-E juga dapat dirumuskan sebagai penjumlahan dari pengeluaran konsumsi


akhir/final consumption expenditure (FCE) dari rumah tangga, LNPRt dan pemerintah
ditambah dengan pembentukan modal bruto/gross capital formation (GCF) dan ekspor
neto (X - M) sbb :

Y = FCE + GCF + (X − M)

Selanjutnya FCE dirinci menurut tiga sektor ekonomi yaitu: rumah tangga,
pemerintah dan LNPRt). Demikian pula dengan GCF, dirinci menjadi lima sektor
institusi yang melakukan-nya: perusahaan non-finansial, perusahaan finansial, rumah
tangga, pemerintahan umum, dan LNPRt.

Konsumsi akhir rumah tangga (C) dan konsumsi akhir pemerintah (G) adalah
pengeluaran atas barang dan jasa akhir, tidak termasuk pengeluaran atas barang
setengah jadi yang digunakan untuk usaha/proses produksi (bahan baku, barang
setengah jadi dan barang jadi yang tidak dikonsumsi, dan dikategorikan sebagai
inventori). Barang dan jasa antara (intermediate goods and services) digunakan oleh
perusahaan atau rumah tangga yang melakukan aktivitas memproduksi barang dan
jasa pada periode akuntansi.

Cara lain untuk mengukur PDB adalah dengan menggunakan ukuran total
pendapatan yang tercipta dari aktivitas produksi. Jika PDB dihitung dengan cara ini,
hasilnya disebut sebagai PDB (I). Nilai PDB-I harus sama dengan PDB-E seperti telah
dijelaskan di atas (PDB-I = PDB-E = PDB-P). Namun dalam praktek, ada kesalahan
dalam pengukuran (statistical descrepancy) yang membuat masing-masing pendekatan
akan menghasilkan nilai yang berbeda.

Di dalam PDB (I), pendapatan dibagi lagi menjadi beberapa kategori, yang
mengarah ke berbagai formula. PDB (I) merupakan penjumlahan dari kompensasi
tenaga kerja (buruh/karyawan/pegawai) ; surplus usaha bruto; pendapatan campuran
bruto (mixed income bruto) ; pajak kurang subsidi atas produksi dan impor. Secara
matematis, PDB-I dapat dirumuskan sbb;

PDB = COE + GOS + GMI + TP&M - SP&M

Keterangan :
 Kompensasi tenaga kerja/compensation of employment (COE) merupakan renumerasi
yang diberikan pada tenaga kerja, sebagai balas jasa atas pekerjaan yang dilakukan,

8 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


termasuk upah/gaji serta kontribusi pengusaha pada jaminan sosial dan program
sejenis, yang diberikan pada tenaga kerja.
 Surplus usaha bruto/gross operating surplus (GOS) merupakan surplus dari aktivitas
produksi, sebagai balas jasa atas kewirausahaan yang dilakukan produsen barang
dan jasa. Surplus usaha sering disebut sebagai keuntungan. Surplus usaha bruto
(GOS) dihitung sebagai selisih antara total output dengan total biaya antara.
 Pendapatan campuran bruto/gross mixed income (GMI) merupakan ukuran yang
sama dengan GOS, namun untuk aktivitas produksi yang dilakukan rumahtangga
melalui unit produksi rumah tangga.
 Pajak atas produksi dan impor (taxes on production and import/TP&M) merupakan
pajak yang dipungut pemerintah dari produsen berang dan jasa. Sedangkan
subsidi atas produksi dan impor (subsidies on production and import/SP&M) adalah
bentuk intervensi pemerintah pada produsen barang dan jasa untuk mengurangi
biaya produksi.

PDB yang dihitung dengan cara menjumlahkan COE, GOS dan GMI disebut
sebagai Pendapatan total faktor (TPF), yaitu pendapatan seluruh faktor produksi yang
digunakan dalam proses produksi di suatu perekonomian, yang dinilai atas dasar
harga dasar. Perbedaan antara harga dasar dan harga pembeli (PDB-E) adalah bahwa
pajak dan subsidi yang dikenakan pemerintah atas output yang dihasilkan melalui
aktivitas produksi, telah diperhitungkan. Dengan demikian, menambahkan pajak
kurang subsidi atas produksi dan impor akan mengubah PDB atas dasar biaya faktor
menjadi PDB adh pembeli (pasar) atau PDB (E). Pendapatan total faktor terkadang
dinyatakan sebagai : kompensasi tenaga kerja + pendapatan keuntungan /corporate
proprietor + pendapatan sewa dan bunga neto.

PDB (atau Pendapatan total faktor) dapat dirumuskan sbb :

PDB = R + I + P + SA + W

Di mana;

R : sewa, I : bunga, P : keuntungan, SA : penyesuaian statistik (pajak


penghasilan badan, dividen, keuntungan perusahaan yang tak dibagikan),
W : upah

Seluruh output pasar mencakup seluruh barang dan jasa yang termasuk ke
dalam batasan produksi. Output pasar didefinisikan sebagai barang dan jasa yang
dijual pada harga yang signifikan secara ekonomi (harga pasar). Tingkat harga ini
punya pengaruh yang signifikan pada jumlah produsen yang bersedia menyediakan,
serta pada jumlah pembeli yang ingin membeli pada tingkat harga pasar tersebut.
Pengecualian berlaku untuk barang/jasa ilegal, meskipun barang dan jasa ini dijual
dengan harga pasar.

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 9


Tidak seluruh output non-pasar termasuk dalam penghitungan PDB. Output
non-pasar yang tidak dihitung sebagai produksi (PDB) dan tidak termasuk dalam
batasan produksi (production boundaries) antara lain adalah "pertumbuhan/proses
alami” tanpa keterlibatan atau pengelolaan manusia (contoh : pohon yang tumbuh
secara alami di hutan). Juga, harus ada orang atau lembaga yang memiliki atau berhak
atas manfaat dari produk tersebut. Contoh dari apa yang harus masuk dan keluar
dalam kriteria ini (tertera dalam SNNI) antara lain adalah; pertumbuhan pohon di
hutan yang tidak digarap, tidak masuk dalam produksi, tetapi penebangan pohon dari
hutan termasuk dalam penghitungan PDB.

Batasan suatu aktivitas apakah termasuk dalam penghitungan PDB atau tidak,
lebih pada "pertimbangan fungsional”. SNNI 2010 terutama dibangun untuk
membantu pemerintah, badan, atau pengguna data lain dalam membuat kebijakan
yang berbasis pasar makro ekonomi, termasuk analisis pasar dan faktor yang
mempengaruhi kinerja pasar, seperti ; inflasi dan pengangguran. Akibatnya, produksi
yang "relatif independen dan terisolasi dari pasar" atau "sulit untuk dinilai secara
ekonomis dan signifikan" tidak masuk dalam batasan produksi, karena sulit di dalam
menentukan harga-nya. Kasus batas seperti ini antara lain adalah jasa yang diberikan
pada anggota keluarga mereka sendiri secara gratis seperti membesarkan anak,
mempersiapkan makan, membersihkan rumah, hiburan untuk anggota keluarga,
dukungan emosional, merawat lansia dsb.

Beberapa output non-pasar termasuk dalam penghitungan PDB, walaupun


secara definisi, output ini tidak punya harga pasar. Untuk barang/jasa semacam ini
harus dilakukan imputasi, melalui pendekatan biaya yang dikeluarkan untuk
menghasilkan output tersebut, atau dengan menggunakan pendekatan nilai barang
dan jasa sejenis yang dijual di pasar.

 Barang dan jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah dan
LNPRT secara gratis atau pada tingkat harga yang tidak signifikan secara
ekonomi. Nilai barang dan jasa ini diperkirakan setara dengan biaya
produksi, dengan mengabaikan surplus.
 Barang dan jasa yang dihasilkan untuk digunakan sendiri oleh produsennya
(rumah tangga, LNPRT, pemerintah maupun perusahaan) yang termasuk
dalam penghitungan PDB. Contoh, mesin yang dibuat oleh perusahaan
untuk digunakan sendiri.
 Perkiraan atau imputasi sewa rumah milik sendiri oleh rumah tangga.
Dalam hal ini rumah tangga seolah-olah berperan sebagai produsen jasa
persewaan rumah (real estate), yang outputnya digunakan atau dikonsumsi
sendiri.
 Renovasi dan pemeliharaan oleh individu atas rumah milik-nya sendiri.
Nilai pemeliharaan diperkirakan sebagai nilai yang dikeluarkan untuk biaya
pemeliharaan jika rumah tersebut tidak ditempati sendiri oleh pemiliknya.

10 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Jika diukur menggunakan harga historis atau nilai buku, misalnya untuk
real estate, maka hal ini tidak relevan karena nilai sewa di pasar real estate
mengalami kenaikan harga signifikan (dengan inflasi umum). Demikian
pula usia pakai rumah yang digunakan dalam penyusutan rumah,
umumnya pemilik atau pelaku usaha mempercepat waktu penyusutan
(rumah yang dibangun dengan baik bisa ditempati beberapa puluh tahun).
Hal ini akan mempengaruhi hasil penghitungan PDB yang terkait dengan
nilai perumahan, dan konsumsi atau pendapatan aktual konsumen.
 Hasil produk pertanian atau kebun yang dikonsumsi sendiri oleh rumah
tangga, yang masuk dalam penghitungan PDB.
 Jasa layanan (seperti jasa chequeing-rekening dan layanan debitur) yang
disediakan lembaga keuangan tanpa biaya atau dengan biaya yang tidak
mencerminkan harga sebenarnya, harga jasa ini harus diperhitungkan.
Umumnya bank atau lembaga keuangan tersebut memberikan layanan ini
dengan tingkat suku bunga lebih rendah dibandingkan tingkat suku bunga
tanpa ada jasa layanan ini. Perkiraan nilai layanan diperhitungkan dengan
melihat perbedaan antara tingkat bunga dengan layanan dengan tingkat
bunga dari account yang sama, yang tidak memiliki layanan.

PDB adh Dasar dan adh Pasar

PDB dapat dinilai atas dasar harga (adh) dasar (basic price) atau atas dasar harga
(adh) pasar (market price). Secara keseluruhan harga pasar dinilai pada harga
sesungguhnya yang dibayar oleh pembeli, yang berarti bahwa harga tersebut
mencakup seluruh pajak kurang subsidi atas produk, seperti :

 Pajak barang dan jasa (goods and service taxes/GST);


 pajak penjualan (Harmonized/HST);
 pajak bahan bakar;
 bea masuk;
 pajak cukai (tembakau, rokok dan minuman beralkohol);
 subsidi (atas produk pertanian, pupuk, dsb)
 subsidi (atas jasa transportasi dan energi/BBM, dsb).

PDB adh pasar, juga termasuk pajak kurang subsidi atas faktor produksi, seperti :
 pajak properti;
 pajak kapital;
 pajak upah dan gaji;
 subsidi untuk penciptaan lapangan kerja dan pelatihan dst.

Perkiraan harga dasar diperoleh dengan menghilangkan pajak kurang subsidi


atas produk, seperti tercantum di atas. Harga dasar adalah jumlah uang yang diterima
oleh produsen dari setiap pembelian barang dan jasa yang dihasilkan. Hal ini juga
mencakup pengurangan pajak yang dikenakan pada output dan menambahkan

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 11


subsidi pada output yang dihasilkan, yang diterima produsen, serta mengeluarkan
biaya transportasi yang tidak disediakan oleh produsen.

 Harga produsen adalah harga dasar ditambah pajak atas output (barang dan
jasa) yang dikenakan pada konsumen, kurang subsidi yang diberikan oleh
pemerintah pada produsen
 Harga pembeli adalah jumlah uang yang dibayarkan pembeli untuk setiap
barang dan jasa yang dihasilkan produsen kurang setiap pajak invoiced oleh
penjual namun deductible oleh pembeli. Atau sama dengan harga produsen
ditambah biaya transportasi dan marjin perdagangan atas barang dan jasa
yang tidak terpisah dari pembelian barang dan jasa (biaya transportasi yang
terpisah dari pembelian barang dan jasa diperlakukan sebagai pembelian
jasa transportasi)

Konsep penilaian PDB adh pasar dan adh dasar dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan analisis yang berbeda. Penilaian adh pasar digunakan untuk analisis
permintaan akhir, yang fokus pada harga yang benar-benar dibayar oleh pembeli.
Sedangkan penilaian adh dasar lebih tepat untuk analisis alokasi atau penggunaan
sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa yang berbeda. Hal ini merupakan
jumlah pendapatan faktor produksi yang diukur dengan biaya faktor tenaga kerja dan
modal, termasuk pajak neto atas faktor produksi yang digunakan di dalam proses
produksi. Dalam istilah ekonomi, konsep harga dasar dianggap konsep yang lebih
bermanfaat di dalam menganalisis produksi dan distribusi relatif sumber daya utama
antar industri.

Dalam SNNI, PDB dihitung adh pasar, yaitu harga yang diterima oleh pembeli.
Harga pasar termasuk intervensi pemerintah dalam pasar berupa pajak atau subsidi.
Terutama terkait dengan pengenaan pajak atas produksi barang dan jasa, pajak barang
dan jasa, subsidi pada produsen untuk mempengaruhi biaya produksi, termasuk
subsidi yang diberikan langsung untuk mempengaruhi harga (operasi pasar dsb).
Pajak atas produksi termasuk pajak bangunan (property tax atau PBB), pajak upah dan
pajak kapital, serta biaya untuk izin usaha. Pajak semacam ini tidak dipengaruhi oleh
jumlah produksi. Pajak atas produk termasuk pajak barang dan jasa serta pajak
penjualan yang dipungut pemerintah daerah, misalnya pajak tembakau, pajak
minuman keras dsb. Pajak ini muncul karena hasil penjualan atau produksi. Subsidi
adalah pembayaran yang diberikan pemerintah pada produsen untuk mempengaruhi
biaya produksi, atau harga barang/jasa, atau pendapatan dari aktivitas produksi.
Istilah subsidi (seperti subsidi untuk raskin yang diberikan ke rumah tangga) yang
tidak mempengaruhi tingkat harga, dianggap sebagai transfer. Subsidi atas produksi
termasuk pembayaran ke produsen untuk mempengaruhi faktor produksi yang
digunakan dalam operasi. Termasuk bantuan pelatihan dan pembayaran untuk
mengurangi biaya tenaga kerja, serta pembayaran kompensasi untuk pengusaha yang
terkait biaya kapital, properti, dan pajak lainnya. Subsidi atas barang, secara langsung

12 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


akan mempengaruhi tingkat harga atau pendapatan dari produksi dan penjualan.
Subsidi ini mencakup pembayaran untuk menurunkan harga, seperti tiket kereta api,
serta barang dan jasa lain (feri, listrik, gas). Termasuk pembayaran ke petani untuk
mengkompensasi hasil pertanian yang dijual dengan harga lebih rendah, sehingga
meningkatkan pendapatan petani atas harga produk pertanian-nya. Jika mungkin,
pajak dan subsidi diestimasi secara akrual sehingga output dapat digambarkan
dengan lebih baik. Secara skematis, penilaian produk barang dan jasa dapat dituliskan
sbb :

Tabel 1.2.1. Sistem Penilaian Produk Barang dan Jasa

Kaitan berbagai sistem


Keterangan
penilaian

Biaya faktor/Factor costs Faktor produksi:Tenaga kerja, Kapital,


Kewirausahaan, dan Lahan

plus Other taxes on production, net Pajak tak langsung (SNA 68) sebagai
taxes on product atau other taxes on
production (SNA 93)

= Harga dasar/Basic price Harga yg diterima produsen

plus Pajak atas produk neto/Taxes


on products, net (subsidies)

= Harga produsen/Producer
prices

plus Marjin perdagangan dan


transportasi/Trade and
transport margins

plus Pajak penjualan/Sales tax(non- Dikenakan bagi konsumen


deductible value added tax)

= Harga pembeli/Purchaser price

= Harga pasar/Market price

PDB pengeluaran, dirinci menurut komponen pengeluaran yaitu: konsumsi


rumah tangga, konsumsi lembaga nirlaba yang melayani rumah tangga, konsumsi
pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan inventori, dan ekspor neto
(ekspor kurang impor). Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup berbagai
pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga (residen) atas barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan individu maupun kelompok secara langsung. Pengertian
pengeluaran konsumsi rumah tangga dalam PDB adalah pengeluaran konsumsi akhir
rumah tangga (bukan pengeluaran konsumsi aktual). Pengeluaran rumah tangga di

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 13


sini mencakup pembelian makanan dan bukan makanan di dalam negeri maupun di
luar negeri. Termasuk pengeluaran lembaga non profit yang aktivitasnya bertujuan
untuk melayani kepentingan rumah tangga (konsumsi akhir LNPRt). Pengeluaran
konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran untuk belanja pegawai, penyusutan,
maupun belanja barang (termasuk biaya perjalanan dinas, biaya pemeliharaan, dan
pengeluaran rutin lainnya), baik yang dilakukan pemerintah pusat maupun daerah.
Pembentukan modal tetap bruto mencakup pengadaan, pembuatan, dan pembelian
barang modal. Barang modal adalah barang yang digunakan untuk proses produksi,
tahan lama, atau umur pemakaian lebih dari setahun, seperti bangunan, mesin, dan
alat angkut. Termasuk perbaikan besar (berat) yang memperpanjang umur atau
mengubah bentuk atau kapasitas barang modal tersebut. Ekspor barang dan jasa
merupakan transaksi perdagangan dari residen Indonesia ke non-residen Indonesia.
Impor barang dan jasa merupakan transaksi perdagangan dari non-residen ke residen
Indonesia. Ekspor atau impor barang berlangsung pada saat terjadi perubahan hak
kepemilikan barang antara residen dan non-residen Indonesia (baik dengan atau tanpa
perpindahan fisik barang tersebut).

PDB maupun agregat turunannya, disajikan dalam 2 (dua) versi penilaian, yaitu
adh “berlaku” dan adh “konstan”. Disebut harga berlaku karena agregat dinilai
dengan menggunakan harga di tahun berjalan. Sedangkan harga konstan penilaiannya
didasarkan pada harga di tahun dasar tertentu. Dalam publikasi ini digunakan harga
di tahun 2010 sebagai dasar penilaian harga konstan.

Laju pertumbuhan PDB diturunkan dari PDB adh konstan. Hal ini diperoleh
dengan cara mengurangkan PDB tahun ke-n dengan PDB tahun ke n-1 (tahun
sebelumnya), dibagi dengan PDB tahun ke n-1, kemudian dikalikan dengan 100
persen. Laju pertumbuhan ini menunjukkan perkembangan agregat dari satu waktu
tertentu terhadap waktu sebelumnya (perkembangan berantai).

Produk Nasional Bruto (PNB) adalah PDB ditambah pendapatan faktor neto
dari luar negeri. Pendapatan faktor neto adalah pendapatan faktor produksi yang
diterima kurang pendapatan yang dibayarkan dari/ke luar negeri oleh residen pada
non-residen. Pendapatan faktor produksi mencakup upah & gaji, deviden, bunga
modal, royalty, dan pendapatan kepemilikan lainnya

Produk Nasional Neto (PNN) adh biaya faktor adalah PNN adh pasar kurang
pajak tak-langsung kurang subsidi (neto). PNN lebih dikenal dengan Pendapatan
Nasional (NI), yang menggambarkan pendapatan yang benar-benar diterima oleh
residen Indonesia.

Pendapatan Nasional Per-kapita adalah pendapatan nasional atau NI adh biaya


faktor, dibagi dengan jumlah penduduk Indonesia di pertengahan tahun.

14 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Diagram 1.2.1. Hubungan antara PDB dan Pendapatan Nasional (NI)

net Income consumption


- payments to = GNI - of fixed =
the ROW capital
Statistical
= = GDI
discrepancy
consumption net Income
- of fixed = GDI - payments to = NI
capital the ROW

consumption
Statistical
- of fixed = NNP - =
discrepancy
net Income capital

GDP - payments to = GNP


GDI= Gross Domestic Income
the ROW
Statistical GDP= Gross domestic product
- = GNI - GNI= Gross national income
discrepancy
GNP= Gross national product
NDI= Net domestic income
NDP= Net domestic product
NNP= Net national product
NI= National income
Statistical
- = NDI
discrepancy Net payment to ROW = current
consumption payments to ROW (pendapatan
- = primer yang dibayarkan kepada
of fixed NDP
non residen karena investasi di
capital net Income domestik) minus current receipt
- payments to = NNP from ROW (pendapatan primer
the ROW yang diterima residen karena
investasi di ROW

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 15


Diagram 1.2.2. Hubungan antara PDB-E, PDB-I dan PDB-P

GDI
GDE The sum of GDP
The sum of final = income payments = Gross value
expenditures and cost incurred added
production

GROSS
OUTPUT

Less
intermediate
purchase

Personal Compensation of Equal: gross


consumption employees value added
expenditure

Gross private
domestic fixed
investment Taxes on
production and
import less
Change in subsidies
inventory
Net operating
surplus

Govt
consumption
expenditure and
gross investment

Net export

Consumption of
fixed capital

16 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


PDB adh Konstan

Pada dasarnya ada tiga metode yang dapat digunakan untuk menghitung PDB
adh konstan, yaitu metode revaluasi, deflasi, dan volume ekstrapolasi, sbb :

 Revaluasi8 : kuantitas output dan kuantitas konsumsi antara dinilai atas


harga produk/komoditas di tahun dasar (base-year). Untuk itu metode ini
membutuhkan data :
o Kuantitas dan harga produk/komoditas
o Produk/komoditas homogen (jenis produk diklasifikasi serinci mungkin)
o Cakupan kuantitas produk/komoditas yang diperjual-belikan
 Deflasi : nilai adh berlaku dibagi dengan indeks harga yang sesuai
 Volume ekstrapolasi: nilai adh di tahun tertentu (dasar) dikalikan dengan
indeks volume/kuantitas yang sesuai.

PDB sebagai Permintaan akhir neto

PDB sebagai permintaan akhir neto, sama dengan nilai penggunaan barang dan
jasa akhir (seluruh penggunaan, kecuali untuk konsumsi antara) dan diukur adh
“pembeli”, kurang nilai impor barang dan jasa. Penggunaan atau permintaan akhir
mencakup : permintaan akhir oleh (rumah tangga + LNPRT + pemerintahan umum) +
pembentukan modal tetap bruto + ekspor minus impor (fob). Jika permintaan akhir ini
dikurangi dengan impor, maka disebut sebagai permintaan akhir neto.

8
Metoda ini banyak diterapkan pada penghitungan PDB (P) khususnya untuk produk pertanian dan peternakan

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 17


1.3 KERANGKA KERJA PENYUSUNAN PDB/PDRB

Sistem Neraca Nasional Indonesia Tahun 2010 (SNNI 2010) merupakan sistem
terbaru yang digunakan oleh BPS di dalam menyusun statistik neraca nasional, baik
yang bersifat nasional maupun regional (Provinsi, Kab/Kota). Sistem ini mengikuti
rekomendasi standar internasional yang dikembangkan oleh UNSD/PBB melalui
System of National Accounts terbaru (SNA 2008), yang berlaku secara internasional.
Seluruh perubahan dalam SNA 2008 yang kemudian diimplementasi dalam SNNI
2010, diadopsi oleh BPS secara bertahap. Namun perubahan itu bersifat menyeluruh,
mencakup perubahan dalam hal sistem penghitungan; maupun perubahan dalam
konsep, definisi, cakupan, dan klasifikasi; metode penghitungan; serta sumber data
yang digunakan.

Penyusunan PDB dengan tahun dasar 2010 (2010=100), adalah bagian dari SNNI
2010. Di dalam sistem ini, kerangka kerja neraca nasional dalam bentuk Supply and Use
Table (SUT) dan Full Sequence Accounts (FSA), akan digunakan sebagai dasar untuk
menentukan level PDB Tahunan. Level ini, selanjutnya digunakan sebagai benchmark
dalam menghitung PDB untuk tahun dan triwulan berikutnya.

Dalam penyusunan PDRB Provinsi, PDB Tahunan nasional akan digunakan


sebagai benchmark PDRB Tahunan dari 33 Provinsi. Sedangkan masing-masing PDRB
Tahunan dari 33 Provinsi yang telah konsisten dengan PDB nasional, akan digunakan
sebagai benchmark PDRB Tahunan Kab/Kota di provinsi yang bersangkutan. Perlu
dicatat, bahwa konsistensi antara PDB dan PDRB Tahunan, juga dalam arti terjadi
konsistensi untuk masing-masing industri maupun masing masing komponen.

Gambar 1.3.1. Penyusunan PDB/PDRB dalam Kerangka kerja SNNI 2010

Dari sisi periode, PDB Tahunan juga harus konsisten dengan PDB Triwulanan,
dalam arti jumlah PDB Triwulan I s.d Triwulan IV harus sama dengan PDB Tahunan.

18 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Hal yang sama juga harus terjadi di tingkat daerah, bahwa PDRB Tahunan di masing-
masing Provinsi dan Kab/Kota, harus konsisten dengan PDRB Tahunan-nya.

Perubahan pada level PDB

Perubahan menyeluruh dalam penghitungan PDB/PDRB, tentu berdampak


pada hasil penghitungan. Berikut contoh perubahan (dalam hal cakupan misalnya)
yang diadopsi, dan akan berdampak pada level PDB/PDRB :

 Kapitalisasi pengeluaran untuk aktivitas eksplorasi mineral (mineral


exploration expenditure)
 Kapitalisasi pengeluaran untuk aktivitas riset dan pengembangan (research
and development)
 Kapitalisasi pengeluaran untuk pertahanan dan keamanan (weapon system)
 Kapitalisasi biaya alih kepemilikan barang modal (cost of ownership transfer)

SNA 2008 membedakan aktivitas eksplorasi sumber daya mineral (mineral


resources) yang diperlakukan sebagai produced asset, dan aktivitas eksplorasi sumber
daya alam yang merupakan non-produced assets. Perubahan biaya eksplorasi mineral
(sebelumnya diperlakukan sebagai biaya antara) menjadi pembentukan modal, akan
meningkatkan PDB dan nilai aset dalam neraca modal, sebagai intellectual property
product asset.

SNA 2008 merekomendasi untuk melakukan kapitalisasi biaya alih kepemilikan


aset dan melakukan penyusutan selama usia pakai. Perlakuan ini tidak berdampak
pada level PMTB, namun berdampak pada stok kapital dalam neraca modal. Sejak
SNA 1993, original software komputer diperlakukan sebagai pembentukan modal,
namun SNNI belum menerapkan perlakuan tersebut. Lisensi penggunaan software
diperlakukan sebagai pembentukan modal, jika penggunaan-nya lebih dari setahun.
SNNI 2010 memperlakukan pembelian software original sebagai pembentukan modal
dalam PDB tahun dasar 2010, meskipun tidak ada informasi tentang berapa lama
software itu akan digunakan (sebagai asumsi: software original itu akan digunakan lebih
dari satu tahun). SNA 2008 maupun SNA 1993 merekomendasi database untuk
dikapitalisasi. Dalam SNA 2008, masalah database diperjelas lagi sbb :

 Karena tidak ada alternatif yang lebih baik, maka penilaian database yang
dibuat sendiri diestimasi dari biaya yang dikeluarkan. Nilai komponen
database dalam bentuk software atau sistem manajemen database, dicatat
sebagai aset software. Seluruh biaya untuk meng-update database dicatat
sebagai pembentukan modal (bukan biaya perawatan). Namun biaya untuk
mengisi informasi pada data base tidak dikapitalisasi.
 Database yang dijual, dinilai adh pasar yang berlaku termasuk nilai dari
informasi yang ada dalam database. Jika nilai komponen software dapat
dipisahkan dari nilai database, maka dicatat sebagai penjualan software.

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 19


Perlakuan atas data-base di dalam SNNI 2010, konsisten dengan standar baru,
namun karena keterbatasan informasi, seluruh nilai databese dikapitalisasi tanpa
memisahkan komponen di dalam database. Lebih lanjut, BPS mengalami kesulitan
dalam memperoleh data tentang aktivitas updating database. Dalam SNNI 2010, database
dikapitalisasi sebagai pembentukan modal, dan termasuk dalam kategori machinery
and equipment (ISIC rev. 4) yang mencakup informasi, peralatan komputer dan
telekomunikasi (ICT)

Penilaian pada barang dan jasa yang diproduksi dan digunakan sendiri oleh
rumah tangga atau perusahaan harus ditambahkan dengan balas jasa kapital (return to
capital): yaitu bagian dari biaya yang dikeluarkan dalam menilai output barang/jasa
yang dihasilkan dan digunakan sendiri (SNA tidak eksplisit memasukkan the return to
capital dalam estimasi output barang/jasa yang dihasilkan dan digunakan sendiri oleh
rumah tangga atau perusahaan).

Pematangan lahan termasuk sebagai produced asset, yang juga mencakup biaya
alih kepemilikan dan diperlakukan sebagai pembentukan modal.

 SNA 2008 merekomendasi perlakuan atas pematangan lahan sebagai aset


tetap/fixed assets, berbeda dengan aset lahan sebelum ada pematangan yang
merupakan non-produced land asset
 Apabila nilai pematangan dan nilai lahan sebelum pematangan tersebut
tidak dapat dipisahkan, maka lahan tersebut harus dialokasikan pada
kategori yang mewakili nilai yang lebih besar.
 Seluruh biaya alih kepemilikan lahan termasuk sebagai biaya pematangan
lahan.

Perbedaan financial leasing dan operating leasing didasarkan pada kepemilikan


ekonomi. SNA 2008 menetapkan perbedaan the operating leasing dan financial leasing
berdasarkan apakah si penyewa (the lessee) dianggap sebagai pemilik ekonomi dari
aset yang disewa atau tidak. Aset dari hasil financial leasing merupakan bagian dari
PMTB.

20 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Gambar1.3.2. Tahapan dalam Penyusunan PDB

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 21


22 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran
BAB II
PENYUSUNAN PDB / PDRB
PENGELUARAN

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 23


24 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran
2.1 PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA

i. Pendahuluan

Unit institusi dalam suatu perekonomian dapat dikelompokan ke dalam lima


sektor yaitu, korporasi finansial, korporasi non-finansial, pemerintahan umum, rumah
tangga dan LNPRT. Sektor rumah tangga mempunyai peran yang cukup besar dalam
perekonomian. Hal ini tercermin dari besarnya sumbangan konsumsi rumah tangga
dalam pembentukan PDB pengeluaran. Di samping berperan sebagai konsumen akhir
barang dan jasa, rumahtangga juga berperan sebagai produsen dan penyedia faktor
produksi untuk aktivitas produksi yang dilakukan oleh sektor institusi lain.

ii. Konsep dan definisi

Pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT) adalah pengeluaran atas barang


dan jasa oleh rumah tangga untuk tujuan konsumsi. Dalam hal ini rumah tangga
berfungsi sebagai pengguna akhir (final demand) berbagai jenis barang dan jasa yang
tersedia di dalam perekonomian. Rumah tangga didefinisikan sebagai individu atau
kelompok individu yang tinggal bersama dalam suatu bangunan tempat tinggal.
Mereka mengumpulkan pendapatan, dapat memiliki harta dan kewajiban, serta
mengkonsumsi barang dan jasa secara bersama-sama, utamanya kelompok makanan
dan perumahan.

iii. Cakupan

PKRT mencakup seluruh pengeluaran atas barang dan jasa oleh residen suatu
wilayah, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar wilayah domestik suatu region.
Barang dan jasa yang dikonsumsi, dalam bentuk:

 makanan dan minuman baik bahan maupun makanan jadi, termasuk


minuman beralkohol, rokok, dan tembakau;
 perumahan dan fasilitasnya, seperti biaya sewa/kontrak rumah, bahan
bakar, rekening telepon, listrik, air, biaya pemeliharaan dan perbaikan
rumah, termasuk imputasi jasa persewaan rumah milik sendiri (owner
occupied dwellings);
 bahan pakaian, pakaian jadi, alas kaki, dan penutup kepala;
 barang tahan lama seperti mobil, meubeler, perabot dapur, TV, perhiasan,
alat olah raga, binatang peliharaan, dan tanaman hias;
 barang lain, seperti bahan kebersihan (sabun mandi, sampo, dsj.), bahan
kecantikan (kosmetik, bedak, lipstik, dsj.), obat-obatan, vitamin, buku, alat
tulis, surat kabar;

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 25


 jasa-jasa, seperti kesehatan (biaya rumah sakit, dokter, imunisasi, dsj.),
pendidikan (biaya sekolah, kursus, dsj.), ongkos transportasi, perbaikan
kendaraan, biaya hotel, dan ongkos pembantu rumah tangga;
 barang yang diproduksi dan digunakan sendiri;
 pemberian/hadiah dalam bentuk barang yang diterima dari pihak lain;
 barang dan jasa yang dibeli langsung (direct purchase) oleh residen luar
wilayah atau luar negeri termasuk dalam konsumsi rumah tangga dan
diperlakukan sebagai impor. Sedangkan pembelian langsung oleh non-
residen diperlakukan sebagai ekspor dari wilayah tersebut (UN, 1993).

Pembelian barang yang tidak diduplikasi (tidak diproduksi kembali), seperti


barang antik, lukisan, dan hasil karya seni lainnya diperlakukan sebagai investasi atas
barang berharga, bukan konsumsi rumah tangga.

Nilai perkiraan sewa rumah milik sendiri harus diperhitungkan karena rumah
tangga pemilik, dianggap menghasilkan jasa persewaan rumah bagi dirinya sendiri.
Imputasi sewa rumah diperkirakan atas dasar harga pasar, meskipun status rumah
tersebut milik sendiri. Apabila rumah tangga benar-benar menyewa, maka yang
dihitung adalah biaya sewa yang dibayar, baik dibayar penuh maupun tidak penuh
karena mendapat keringanan biaya (subsidi atau transfer).

Pengeluaran rumah tangga untuk keperluan biaya antara dan pembentukan


modal di dalam aktivitas usaha rumah tangga, tidak termasuk dalam pengeluaran
konsumsi rumah tangga. Contoh, pembelian barang dan jasa untuk keperluan usaha,
perbaikan besar rumah, dan pembelian rumah. Demikian halnya pengeluaran untuk
keperluan transfer baik dalam bentuk uang atau barang, tidak termasuk sebagai
pengeluaran konsumsi rumah tangga. Berbagai jenis barang dan jasa yang dikonsumsi
rumah tangga dapat diklasifikasi ke dalam 12 (dua belas) COICOP (Classifications of
Individual Consumption by Purpose), yaitu:

1. Makanan dan minuman tidak beralkohol


2. Minuman beralkohol, tembakau dan narkotik
3. Pakaian dan alat kaki
4. Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar lainnya
5. Furniture, perlengkapan rumahtangga dan pemeliharaan rutin
6. Kesehatan
7. Angkutan
8. Komunikasi
9. Rekreasi/hiburan dan kebudayaan
10. Pendidikan
11. Penyediaan makan minum dan penginapan/hotel
12. Barang dan jasa lainnya

26 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


iv. Penghitungan PKRT Tahunan

1. Sumber data

Sumber data yang digunakan untuk mengestimasi PKRT adalah :


 Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS, dalam bentuk pengeluaran
konsumsi per-kapita seminggu untuk makanan, dan pengeluaran per-
kapita sebulan untuk kelompok bukan makanan,
 Banyaknya penduduk tahunan,
 Data Sekunder (dari BPS maupun dari luar BPS), dalam bentuk data atau
indikator suplai komoditas dan jenis pengeluaran tertentu,
 Indeks Harga Konsumen (IHK).

2. Metode penghitungan

Selama ini, penghitungan PKRT didasarkan pada hasil Susenas. Akan tetapi,
karena hasil estimasi data pengeluaran rumah tangga yang berasal dari Susenas
cenderung underestimate (terutama untuk kelompok bukan makanan dan kelompok
makanan jadi), maka perlu dilakukan penyesuaian (adjustment). Dalam melakukan
adjustment, digunakan data sekunder dalam bentuk data atau indikator suplay dari
berbagai sumber data di luar Susenas. Setelah diperoleh hasil adjustment, maka yang
dilakukan adalah mengganti (me-replace) hasil Susenas dengan hasil penghitungan
yang didasarkan pada data sekunder. Replacement dilakukan pada level komoditas,
kelompok komoditas, atau jenis pengeluaran tertentu. Asumsinya, bahwa hasil
penghitungan dari data sekunder lebih mencerminkan PKRT yang sebenarnya.

Langkah penghitungan di atas menghasilkan besarnya PKRT adh berlaku.


Untuk memperoleh PKRT adh konstan 2010, maka PKRT adh berlaku terlebih dahulu
dikelompokan menjadi 12 kategori COICOP. PKRT adh Konstan diperoleh dengan
cara deflate PKRT adh Berlaku dengan IHK 12 katagori COICOP. Gambaran lebih jelas
dapat dilihat pada contoh penghitungan PKRT sbb:

 Data Susenas 2010 (Susenas panel-Maret), makanan dan bukan makanan;


 Data poin ke 1 dikalikan dengan jumlah penduduk, kemudian kali 12,
sehingga diperoleh PKRT hasil Susenas;
 Data poin ke 2 dikelompokan menjadi 12 kelompok, dengan beberapa
komoditas yang mungkin dikontrol secara tersendiri;
 Terhadap data poin ke 3 dilakukan koreksi dengan menggunakan data
sekunder atau data control supply;
 Diperoleh nilai PKRT tahun 2010 yang telah di-adjust;
 Susun Indeks Implisit berdasarkan IHK Kota (Provinsi/Kota terdekat);
 PKRT harga konstan 2010 diperoleh dengan membagi hasil poin ke 5
dengan hasil poin ke 6.

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 27


3. Contoh Penghitungan

A. Data dasar dari Susenas panel Maret 2010

No. Komoditi Rata-rata PKRT


per-kapita SSn 2010
A. Padi-padian 10.267,63 120.471.644,0
1. Beras 9.837,23
2. Beras ketan 29,23
.
.
.
.
.
.
.
F. Keperluan pesta dan upacara
4 Ongkos naik haji 1.687,39 4.741.853,6
3 Upacara keagamaan 453,40 1.274.128,4

B. Disagregasi PKRT Susenas 2010 menjadi 12 katagori (COICOP)

No. Komoditi 2010

I. Makanan dan minuman tak-beralkohol 470.811.051,0


1. Beras 120.471.644,0
2. Bahan makanan lainnya
.
.
.
.
.
.
.
XII. Barang dan jasa lainnya 60.190.735,5
1. Barang pribadi 7.357.344,6
2. Jasa keuangan 931.146,8
...

28 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


C. PKRT Susenas 2010 terkoreksi indikator suplai (PKRT adh Berlaku 2010)

No. Komoditi PKRT Indikator Gap PKRT adh


SSn 2010 suplai SSn- Berlaku 2010
SBH
I. Makanan dan 651.114.761,4 1.578.586.129,1
Minuman tak
beralkohol
1.1 Bahan makanan 470.811.051,0
dan minuman 897.302.347,3
Beras 120.471.644,0 215.996.440,0
215.996.440,0
Bahan makanan 292.696.181,0
lainnya 584.485.003,8 584.485.003,81
.
.
.
XII. Barang dan jasa 60.190.735,5 99.314.713,6
lainnya
1. Barang pribadi 7.357.344,6
1,65 12.139.618,52
2. Jasa keuangan 931.146,8
1,65 1.536.392,24
....

D. PKRT adh Berlaku dan adh Konstan 2010

No. Katagori PKRT adh Indeks PKRT adh


COICOP Berlaku 2010 Implisit Konstan 2010
1. Makanan dan minuman 1.578.586.129,1 100 1.578.586.129,1
tak-beralkohol
1.1. Bahan makanan 897.302.347,3 100 897.302.347,3
dan minuman
.
.

12. Barang pribadi, Jasa 99.314.713,6 100 99.314.713,6


Keuangan dan Jasa
perorangan
1. Barang pribadi dan 97.778.321,3 100 97.778.321,3
sandang lainnya
2. Jasa keuangan 1.536.392,2 100 1.536.392,2
(catatan: dalam
Susenas premi)
Total 3.676.341.117,4 3.676.341.117,4

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 29


30 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran
2.2 PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT

i Pendahuluan

Sektor lembaga non-profit yang melayani rumahtangga (LNPRT) merupakan


pelengkap seluruh sektor institusi yang ada dalam suatu perekonomian. Munculnya
sektor ini sebagai sektor tersendiri memberi gambaran atas seluruh proses ekonomi
dan peranan yang dilakukan sektor institusi dalam perekonomian. Sektor institusi
dalam total ekonomi dibedakan atas lima sektor, yaitu sektor korporasi finansial,
korporasi non-finansial, pemerintahan umum, rumahtangga dan LNPRT. Sektor
LNPRT menyediakan barang dan jasa bagi anggota maupun bagi rumahtangga secara
gratis atau pada tingkat harga yang tidak berarti secara ekonomi.

ii Konsep dan definisi

1. LNPRT (Lembaga non Profit yang melayani Rumah Tangga)

LNPRT merupakan bagian dari keseluruhan lembaga non profit (LNP). Sesuai
dengan masing-masing fungsinya, LNP dibedakan atas LNP yang melayani rumah
tangga dan LNP yang melayani bukan rumahtangga. LNPRT merupakan lembaga
yang menyediakan barang dan jasa secara gratis atau pada tingkat harga yang tidak
berarti secara ekonomi bagi anggota atau rumahtangga, serta tidak dikontrol oleh
pemerintah9. Harga yang tak berarti secara ekonomi adalah harga yang tidak punya
pengaruh signifikan pada jumlah produsen yang ingin menyediakan barang dan jasa,
serta pada jumlah barang dan jasa yang ingin dibeli oleh konsumen.

Pedoman untuk mengidentifikasi apakah suatu harga berarti secara ekonomi


atau tidak, adalah jika harga itu menutup setengah biaya produksi. Jika tidak, harga
ini tidak berarti secara ekonomi (berbasis non-pasar). Karakteristik unit LNP adalah
sbb :
 LNP umumnya adalah lembaga formal, tetapi terkadang merupakan
lembaga informal yang keberadaannya diakui oleh masyarakat;
 pengawasan terhadap jalannya organisasi dilakukan oleh anggota terpilih
yang punya hak sama, termasuk hak bicara atas keputusan lembaga;
 setiap anggota mempunyai tanggung jawab tertentu dalam organisasi, dan
tidak berhak menguasai profit atau surplus, karena profit yang diperoleh
dari kegiatan usaha produktif dikuasai oleh lembaga;
 kebijaksanaan lembaga diputuskan secara kolektif oleh anggota terpilih,
dan kelompok ini berfungsi sebagai pelaksana dari dewan pengurus; dan
 istilah nonprofit tidak berarti bahwa lembaga ini tidak dapat menciptakan
surplus melalui kegiatan produktifnya, namun surplus yang diperoleh

9
SNA 2008: 4.93

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 31


biasanya diinvestasikan kembali pada aktivitas sejenis.

Tabel 2.2.1. Klasifikasi Jenis LNP menurut Sektor Institusi

Jenis LNP Sektor


Kelembagaan
1. LNP yang menyediakan jasa ke korporasi
(biasanya beranggotakan perusahaan) Korporasi

2. LNP yang dikontrol pemerintah dan menyediakan


jasa (individu atau kolektif) berbasis non-pasar Pemerintahan
3. LNP yang menyediakan barang dan jasa ke
rumahtangga dengan harga yang signifikan secara Korporasi
ekonomi
4. LNP yang menyediakan jasa ke rumahtangga secara
gratis atau dengan harga yang tak-berarti secara Lembaga Non-
ekonomi Profit
Rumahtangga
(LNPRT)
5. LNP yang menyediakan jasa kolektif secara gratis
atau dengan harga yang tidak berarti secara ekonomi Lembaga Non-
Profit
Rumahtangga
(LNPRT)

a. LNP yang menyediakan jasa bagi korporasi

LNP kelompok ini mencakup LNP yang menyediakan jasa bagi korporasi
dengan memungut biaya atau iuran untuk biaya penyediaan jasa-nya. Tingkat biaya
atau harga ini termasuk dalam kriteria harga yang berarti secara ekonomi (economically
significant price). Jasa layanan ini dijual pada anggota (korporasi), dan diperlakukan
sebagai konsumsi antara di korporasi tersebut. LNP semacam ini umumnya berbentuk
asosiasi yang menyediakan jasa khusus bagi anggota. Sebagian besar LNP didirikan
oleh korporasi, dan dirancang untuk kepentingan promosi. Contoh: kamar dagang,
asosiasi produsen pertanian, manufaktur, atau perdagangan, organisasi pengusaha
penelitian dan pengujian laboratorium, atau lembaga lain yang terlibat dalam aktivitas
untuk kepentingan umum atau kelompok yang mengontrol keuangannya.

b. LNP yang dikontrol oleh pemerintah

LNP kelompok ini mencakup LNP yang dikontrol oleh pemerintah, dan menjual
jasanya pada tingkat harga yang berbasis non-market, yaitu tingkat harga yang tidak
didasarkan atas biaya produksi, bahkan diberikan secara cuma-cuma atau gratis.
Kontrol atas LNP didefinisikan sebagai kewenagan dalam menentukan kebijakan dan
program lembaga.

32 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Dalam menentukan apakah suatu LNP dikontrol pemerintah, ada lima indikator
yang perlu dipertimbangkan yakni :

1. Penunjukan petugas, dalam hal ini pemerintah berhak menunjuk petugas


pengelola lembaga, berdasarkan konstitusi, anggaran dasar, atau instrumen
lain-nya;
2. Instrumen lain, instrumen yang berisi ketentuan lain di luar penunjukkan
petugas, yang memungkinkan pemerintah menentukan aspek penting
dalam kebijakan umum atau program lembaga;
3. Kontrak perjanjian, keberadaan perjanjian antara pemerintah dan lembaga
memungkinkan pemerintah menentukan aspek kunci dalam kebijakan
umum atau program lembaga;
4. Tingkat pembiayaan, lembaga yang utamanya dibiayai pemerintah dapat
dikontrol oleh pemerintah. Secara umum, jika LNP dapat menentukan
kebijakan atau program sepanjang garis yang tersebut pada indikator
sebelumnya, dianggap tidak dikontrol oleh pemerintah;
5. Eksposur risiko, jika pemerintah secara terbuka dimungkinkan akan
terkena seluruh atau sebagian risiko finansial yang terkait dengan aktivitas
lembaga, maka pengaturan itu merupakan bentuk kontrol.

c. LNP yang menyediakan jasa bagi rumahtangga

Kelompok LNP ini dibedakan atas :


 LNP yang menyediakan barang dan jasa bagi rumahtangga, dengan tingkat
harga yang berarti secara ekonomi. Output lembaga semacam ini sebesar
biaya yang dikeluarkan oleh rumahtangga.
 LNP yang menyediakan jasa bagi rumahtangga secara gratis atau dengan
tingkat harga yang tidak berarti secara ekonomi (non-komersial). Output
lembaga ini sebesar biaya yang dikeluarkan oleh LNPRT dan dikeluarkan
(aktual) oleh rumahtangga.
 LNP yang menyediakan jasa kolektif secara gratis atau dengan harga yang
tidak berarti secara ekonomi. Output lembaga ini sebesar biaya yang
dikeluarkan (aktual) oleh LNPRT. Jasa kolektif umumnya dikonsumsi
seluruh masyarakat, seperti hasil penelitian yang dapat diakses setiap
orang, administrasi publik nasional dan daerah, dsb. Dalam teori ekonomi,
jasa kolektif disebut sebagai barang publik (public goods).

2. Pengeluaran konsumsi akhir LNPRT (PK-LNPRT)

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 33


Nilai PK-LNPRT sama dengan nilai output non-pasar yang dihasilkan LNPRT.
Nilai output ini dihitung dari seluruh pengeluaran LNPRT untuk melakukan aktivitas
operasional-nya. Pengeluaran yang dimaksud terdiri dari :

a. Konsumsi antara, contoh : pembelian alat tulis, barang cetakan, pembayaran


listrik, air, telepon, teleks, faksimili, biaya rapat, seminar, perjamuan,
transportasi, bahan bakar, perjalanan dinas, belanja barang dan jasa lain,
sewa gedung, sewa perlengkapan kantor dll.
b. Kompensasi tenaga kerja, contoh : upah, gaji, lembur, honor, bonus dan
tunjangan lainnya
c. Penyusutan
d. Pajak lainnya atas produksi (dikurangi subsidi), contoh: PBB, STNK, BBN dll.

iii Cakupan

LNPRT mencakup LNP yang termasuk kelompok LNP yang melayani rumah
tangga. LNPRT ini dibedakan atas 7 jenis lembaga, yaitu: Organisasi kemasyarakatan,
Organisasi sosial, Organisasi profesi, Perkumpulan sosial/ kebudayaan/olahraga/
hobi, Lembaga swadaya masyarakat, Lembaga keagamaan, dan Organisasi bantuan
kemanusiaan/beasiswa.

a. Organisasi Kemasyarakatan (Ormas)


Organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat secara sukarela atas dasar
kesamaan fungsi, dan terdiri dari:
 ormas keagamaan, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, ICMI,
 ormas kepemudaan, seperti KNPI, HMI, Pemuda Pancasila,
 ormas wanita, seperti Fatayat, Kalyana Mitra Wanita, dan
 ormas lain seperti Kosgoro, Partai Politik, dan Pepabri
b. Organisasi Sosial (Orsos)
Organisasi atau perkumpulan sosial yang dibentuk oleh anggota masyarakat
baik yang mempunyai badan hukum maupun tidak, sebagai sarana partisipasi
masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial, dan terdiri dari panti asuhan,
panti wreda, panti lainnya, seperti yayasan pendidikan anak cacat (YPAC),
panti tuna netra, dan sejenisnya.
c. Organisasi Profesi (Orprof)
Organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat dari disiplin ilmu yang
sama atau sejenis, sebagai sarana meningkatkan pengetahuan, keterampilan,
serta sebagai wahana pengabdian masyarakat, dan terdiri dari:
 Organisasi profesi dalam bidang Ilmu Sosial, seperti: ISEI, IAI, dsj.
 Organisasi profesi dalam bidang Ilmu Pasti, seperti: PII, IDI, dsj.
d. Perkumpulan Sosial/Kebudayaan/Olahraga/Hobi

34 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat yang berminat untuk
mengembangkan apresiasi budaya, olahraga, hobi, kegiatan yang bersifat
sosial, dan terdiri dari :
 Perkumpulan sosial seperti Perkumpulan Rotari Indonesia, WIC;
 Organisasi Kebudayaan seperti Padepokan Seni dan Budaya, Himpunan
Penghayat Kepercayaan;
 Organisasi Olahraga seperti PSSI, PBSI, Ikatan Motor Indonesia; dan
 Organisasi Hobi seperti Ikatan Penggemar Anggrek, ORARI, dan Wanadri.
e. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat sebagai wujud kesadaran
dan partisipasinya dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat atas dasar kemandirian atau swadaya, dan terdiri dari:
 LSM Penyebar Informasi seperti PKBI, YLKI, Walhi;
 LSM Pendidikan dan Pelatihan seperti LP3ES, Yayasan Bina Swadaya;
 LSM Konsultasi dan Advokasi seperti YLBHI;
 LSM Penelitian dan Studi Kebijakan seperti Lembaga Studi Pembangunan,
Lembaga Pengkajian Strategis Indonesia.

f. Lembaga Keagamaan
Lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat dengan tujuan membina,
mengembangkan, mensyiarkan agama, dan terdiri dari:
 Organisasi Islam, seperti Lembaga Dakwah, Remaja Masjid, Majelis Taklim;
 Organisasi Kristen/Protestan, seperti PGI, KWI, HKBP;
 Organisasi Hindu/Budha seperti Walubi, Parisadha Hindu Dharma;
 Perkumpulan Jamaah Masjid;
 Perkumpulan Jemaat Gereja/tempat ibadah lain;
 Pondok pesantren tradisional, seminari, dan sejenisnya.

g. Organisasi Bantuan Kemanusiaan/Beasiswa


Organisasi yang dibentuk oleh masyarakat dengan tujuan memberi bantuan
pada korban bencana atau penerima beasiswa atas dasar kemanusiaan, cinta
sesama, solidaritas, dan terdiri dari:
 Lembaga Bantuan Kemanusiaan, seperti Yayasan Kesejahteraan Gotong
Royong, Yayasan Kanker Indonesia, Yayasan Jantung Sehat;
 Lembaga Bantuan Pendidikan seperti GNOTA, Yayasan Supersemar;
 Lembaga Bantuan Lainnya.

iv. Penghitungan PDRB Tahunan


1. Sumber data

a. PK-LNPRT Tahunan adh Berlaku

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 35


 Rata-rata pengeluaran menurut jenis lembaga dan jenis input.
Data berasal dari hasil pengolahan Survei Khusus Lembaga Non-profit,
dengan unit sampling LNPRT dan lag satu tahun (SKLNP 2011 berisi data
2010). Survei ini dilaksanakan setiap tahun di beberapa provinsi. Provinsi
yang terkena sampel dapat menggunakan data ini untuk penghitungan.
Sedangkan provinsi yang tidak terkena sampel, dapat menggunakan hasil
SKLNP provinsi lain yang karakteristik LNPRT- nya mirip.
 Populasi LNPRT menurut jenis lembaga.
Populasi LNPRT menurut jenis lembaga diperoleh dari Kesbanglinmas
setempat, Dinas Pemuda dan Olahraga, Departemen agama dan kantor
lain yang punya informasi tentang jumlah organisasi di wilayahnya.
Untuk provinsi yang terkena sampel SKLNP dapat menggunakan data
hasil up-dating direktori LNPRT.

b. PK-LNPRT Tahunan adh Konstan

Data yang diperlukan untuk menghitung PK-LNPRT Tahunan adalah data


PK-LNPRT Triwulanan adh Konstan.

2. Metode penghitungan

a. PK-LNPRT Tahunan adh Berlaku

Dengan asumsi bahwa lembaga ini tidak melakukan kegiatan ekonomis


produktif, maka nilai PK-LNPRT sama dengan output atau biaya produksi
yang dikeluarkan dalam rangka melakukan aktivitas pelayanan pada
masyarakat, anggota organisasi, atau kelompok masyarakat tertentu. Biaya
produksi LNPRT10 sama dengan nilai konsumsi (antara) ditambah biaya
primer (kompensasi pegawai, penyusutan, dan pajak atas produksi lainnya).
Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan lembaga atas penggunaan
barang dan jasa (antara) dan faktor produksi, ditambah nilai barang dan jasa
yang berasal dari produksi sendiri atau pemberian pihak lain (transfer). Jika
menggunakan input yang diperoleh secara cuma-cuma, nilainya diperkirakan
sesuai harga pasar yang berlaku.

PK-LNPRT diestimasi dengan menggunakan metode langsung, dengan


menggunakan hasil survei khusus lembaga non-profit (SKLNP). Tahapan estimasi
PK-LNPRT adalah sbb :

 Menghitung rata-rata pengeluaran menurut jenis lembaga dan input. Rata-


rata pengeluaran diperoleh dari hasil SKLNP yang dilaksanakan setiap
tahun. Sampel tidak meliputi seluruh provinsi, sehingga untuk provinsi
yang tidak terpilih sampel, dapat menggunakan hasil SKLNP provinsi lain

10 Biaya produksi LNPRT sama dengan konsumsi akhir LNPRT

36 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


yang karakteristik LNPRT-nya mirip. Rumusan rata-rata pengeluaran
lembaga menurut jenis-nya adalah sbb :

x ij
x ij 
ni

x ij : Rata-rata pengeluaran menurut jenis lembaga dan input


x ij : PK-LNPRT hasil survei menurut jenis lembaga dan input

n i : Jumlah sampel LNPRT menurut jenis lembaga


i : Jenis lembaga LNPRT, i = 1, 2, 3, …, 7
j : Input LNPRT, j = 1, 2, 3, …, 19

 Estimasi PK-LNPRT, setelah nilai rata-rata pengeluaran menurut jenis


lembaga, dan populasi LNPRT di masing-masing provinsi diperoleh,
maka estimasi PK-LNPRT menggunakan rumusan :

7 19

X   x ij  N i
i 1 j 1

X : PK-LNPRT adh Berlaku


N i : Populasi LNPRT menurut jenis lembaga

b. PK-LNPRT Tahunan adh Konstan

PK-LNPRT Tahunan adh Konstan dihitung dengan menjumlahkan PK-LNPRT


Triwulanan adh Konstan, sbb :

Y  YQ 1  YQ 2  YQ 3  YQ 4

Y : PK-LNPRT adh Konstan Tahunan


YQ 1 : PK-LNPRT adh Konstan Triwulan I

YQ 2 : PK-LNPRT adh Konstan Triwulan II


YQ 3 : PK-LNPRT adh Konstan Triwulan III
YQ 4 : PKLNPRT adh Konstan Triwulan IV

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 37


3. Contoh penghitungan

a. PK-LNPRT adh Berlaku


Tabel 2.2.2. Populasi LNPRT menurut Jenis Lembaga

No. Jenis Lembaga 2010


(1) (2) (3)
1. Ormas 10
2. Orsos 20
3. Orprof 30
4. Perkumpulan 40
5. LSM 50
6. Lembaga Keagamaan 60
7. OBK 70
LNPRT 280

a. PK-LNPRT Tahunan adh Konstan


Tabel 2.2.5. PKLNPRT Tahunan adh Konstan (Juta Rp)

No. NTB 2010


I II III IV Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (6)
1. PKLNPRT 343,61 409,40 417,61 444,38 1.615,00
adhk

a. PK-LNPRT Tahunan adh Konstan


Tabel 2.2.5. PKLNPRT Tahunan adh Konstan (Juta Rp)

No. NTB 2010


I II III IV Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (6)
1. PKLNPRT 343,61 409,40 417,61 444,38 1.615,00
adhk

38 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 39
Tabel 2.2.3. Rata-rata Pengeluaran LNPRT menurut jenis Input dan jenis Lembaga Tahun 2010 (Ribu Rp)
No Input Ormas Orsos Orprof Perk.Sos/Bud/ LSM Lembaga OBK
OR/Hobi Keaga-
maan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1. Alat tulis, biaya fotocopy 10 20 15 25 35 45 30
2. Rekening listrik, air, telp. 20 40 30 50 70 90 60
3. Biaya rapat, seminar 30 60 45 75 105 135 90
4. Jasa bank 40 80 60 100 140 180 120
5. Biaya transportasi dan bahan bakar 50 100 75 125 175 225 150
6. Bahan makanan, makanan, dan minuman 60 120 90 150 210 270 180
jadi
7. Jasa kesehatan dan obat-obatan 70 140 105 175 245 315 210
8. Pakaian, alas kaki, tekstil lainnya 80 160 120 200 280 360 240
9. Jasa pendidikan, rekreasi, jasa lainnya 90 180 135 225 315 405 270
10. Barang dan jasa lainnya 100 200 150 250 350 450 300
11. Sewa gedung 110 220 165 275 385 495 330
12. Sewa lahan bangunan 120 240 180 300 420 540 360
13. Sewa perlengkapan kantor 130 260 195 325 455 585 390
14. Sewa alat transportasi, komunikasi 140 280 210 350 490 630 420
15. Sewa perlengkapan dan peralatan lainnya 150 300 225 375 525 675 450
16. Upah, gaji, lembur, honor, bonus, dan 160 320 240 400 560 720 480
tunjangan lain
17. Biaya perjalanan dinas 170 340 255 425 595 765 510
18. Penyusutan 180 360 270 450 630 810 540
19. Pajak tak langsung 190 380 285 475 665 855 570

40 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Tabel 2.2.4. PK-LNPRT menurut jenis Input dan jenis Lembaga (Juta Rp)
No. Input Ormas Orsos Orprof Perk.Sos/ LSM Lembaga OBK LNPRT
Bud/OR/ Keagamaan
Hobi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1. Alat tulis, biaya 61.817,78 1.997,15 34,23 560,60 199,16 21.217,65 237,51 86.064,08
fotocopy
2. Rekening listrik, air, 55.074,79 1.573,89 34,00 287,29 58,53 63.374,29 327,24 120.730,03
telp.
3. Biaya rapat, seminar 138.632,06 633,45 95,79 1.634,90 127,35 28.183,25 2,42 169.309,23
4. Jasa bank 1.688,69 53,11 2,48 5,61 5,55 600,85 0,00 2.356,28
5. Biaya transportasi dan 34.702,72 2.641,30 47,35 1.179,48 129,44 19.349,60 57,76 58.107,65
bahan bakar
6. Bahan makanan, 66.887,64 32.638,64 20,88 1.831,80 47,72 217.492,59 3,31 318.922,57
makanan, dan minuman
jadi
7. Jasa kesehatan dan obat- 1.149,03 859,91 5,04 135,84 1,37 3.791,75 174,00 6.116,93
obatan
8. Pakaian, alas kaki, tekstil 6.319,64 4.593,44 8,72 723,04 3,91 11.913,50 69,60 23.631,85
lainnya
9. Jasa pendidikan, 4.344,75 6.420,99 34,91 1.690,42 140,46 11.292,24 20,88 23.944,65
rekreasi, jasa lainnya
10. Barang dan jasa lainnya 1.436,28 499,76 0,00 324,44 0,00 16.065,81 0,00 18.326,29
11. Sewa gedung 86.042,61 1.522,00 50,11 1.036,57 108,12 71.913,74 343,30 161.016,44
12. Sewa lahan bangunan 0,00 0,00 0,20 142,88 5,40 0,00 0,00 148,49
13. Sewa perlengkapan 38.441,36 92,29 29,90 326,24 36,81 11.674,55 9,90 50.611,05
kantor
14. Sewa alat transportasi, 10.377,85 119,46 2,00 134,04 8,90 4.128,30 0,00 14.770,54
komunikasi
15. Sewa perlengkapan dan 9.998,17 265,39 2,82 149,17 34,76 10.115,67 12,18 20.578,17
peralatan lainnya

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 41


16. Upah, gaji, lembur, 129.159,06 17.577,01 117,89 3.401,92 2.835,56 379.518,81 2.160,05 534.770,32
honor, bonus, dan
tunjangan lain
No. Input Ormas Orsos Orprof Perk.Sos/ LSM Lembaga OBK LNPRT
Bud/OR/ Keagamaan
Hobi
17. Biaya perjalanan dinas 132.424,52 620,16 47,70 1.108,28 50,08 13.752,16 231,77 148.234,68
18. Penyusutan 17.894,63 776,44 12,33 312,33 18,74 23.583,34 12,84 42.610,66
19. Pajak tak langsung 5.723,58 61,64 0,44 153,09 0,24 662,77 0,00 6.601,77
PKLNPRT 802.115,17 72.946,01 546,81 15.137,95 3.812,10 908.630,88 3.662,76 1.806.851,68

42 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 43
44 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran
2.3 PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH

i. Pendahuluan

Dalam suatu perekonomian, unit pemerintah berperan baik sebagai konsumen,


produsen, dan sebagai regulator yang menetapkan berbagai kebijakan di bidang fiskal
maupun moneter. Dalam System of National Accounts (SNA) 2008, disebutkan bahwa
unit pemerintah merupakan unit institusi yang dibentuk melalui proses politik, serta
mempunyai kekuasaan di bidang lembaga legislatif, yudikatif maupun eksekutif atas
unit institusi lain yang berada di dalam batas-batas wilayah suatu negara/wilayah. Di
peran di atas, pemerintah juga mempunyai berbagai peran dan fungsi lainnya, seperti
sebagai penyedia barang dan jasa bagi kelompok atau individu rumah tangga, sebagai
pemungut dan pengelola pajak atau pendapatan lain-nya, berfungsi mendistribusikan
pendapatan atau kesejahteraan melalui aktivitas transfer, serta terlibat di dalam
produksi non-pasar.

Di dalam SNNI, sektor pemerintahan terdiri dari pemerintah pusat dan


pemerintah daerah. Dalam melakukan aktivitasnya, unit pemerintah pusat akan
mengacu pada dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
sedangkan unit pemerintah daerah (baik Provinsi, Kabupaten/Kota, maupun Desa)
mengacu pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Daerah (APBD).
Sebagaimana diketahui bahwa APBN/APBD berisi uraian tentang seluruh
pendapatan dan belanja pemerintah, serta transfer pemerintah baik ke pemerintah
yang lebih rendah, ke rumah tangga, maupun ke perusahaan dalam bentuk dana
perimbangan, transfer sosial, maupun subsidi.

ii. Konsep dan Definisi

Sebagai konsumen, pemerintah akan melakukan aktivitas konsumsi atas barang


dan jasa akhir. Sedangkan sebagai produsen, pemerintah akan melakukan aktivitas
produksi maupun aktivitas investasi. Untuk sektor pemerintah, besarnya nilai
pengeluaran konsumsi akhir pemerintah (PK-P) sama dengan output pemerintah.
Untuk itu PK-P mencakup pembelian barang dan jasa yang bersifat rutin, pembayaran
upah dan gaji pegawai, serta perkiraan penyusutan barang modal, dikurangi nilai
penjualan barang dan jasa yang dihasilkan unit produksi yang tak dapat dipisahkan
dari aktivitas pemerintahan. Definisi ini sejalan dengan definisi dalam SNA 1968, yang
menyebutkan bahwa pengeluaran konsumsi akhir pemerintah equivalen dengan nilai
barang dan jasa yang diproduksi oleh pemerintah untuk dikonsumsi sendiri.

Aktivitas unit produksi pemerintah yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas
pemerintahan secara umum, mencakup aktivitas :
1. memproduksi barang yang sama atau sejenis dengan barang yang diproduksi
oleh perusahaan. Contoh, aktivitas pencetakan publikasi, kartu pos, reproduksi

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 45


karya seni, pembibitan tanaman di kebun percobaan dsb. Aktivitas menjual
barang-barang semacam itu bersifat insidentil dari fungsi pokok unit
pemerintah.
2. memproduksi jasa Contoh, aktivitas penyelenggaraan rumah sakit, sekolah,
perguruan tinggi, museum, perpustakaan, tempat rekreasi dan penyimpanan
hasil karya seni yang dibiayai oleh pemerintah. Dala hal ini pemerintah
memungut biaya yang umumnya tidak lebih dari seluruh biaya yang
dikeluarkan. Pendapatan yang diterima dari aktivitas semacam ini disebut
sebagai penerimaan non-komoditi (pendapatan jasa).

Seluruh pengeluaran konsumsi pemerintah dapat diklasifikasikan menurut


beberapa cara, yaitu :
a. Berdasarkan apakah barang atau jasa diproduksi oleh produsen pasar atau
non-pasar.
b. Berdasarkan apakah pengeluaran tersebut merupakan pengeluaran kolektif
atau individu.
c. Berdasarkan fungsi (COFOG /Classification of the Functions of Government).
d. Berdasarkan jenis barang dan jasa (CPC/Central Product Classification).

Berdasarkan konsep dan definisi di atas, maka aktivitas ekonomi yang


dilakukan pemerintah dapat dihitung melalui sisi pengeluaran maupun sisi produksi.
Dari sisi produksi, yang dihitung adalah nilai tambah bruto (NTB)-nya. NTB sektor
pemerintahan dihitung dengan menjumlahkan nilai balas jasa pegawai (belanja
pegawai) dan penyusutan barang modal yang digunakan di dalam aktivitas produksi-
nya.

Konsep dan definisi yang terkait dengan aktivitas ekonomi yang dilakukan
pemerintah dari sisi produksi adalah sbb :
- Neraca produksi pemerintah, merupakan suatu tabel yang memuat berbagai
transaksi yang terkait dengan aktivitas produksi yang dilakukan pemerintah.
Neraca produksi terbagi menjadi dua sisi, sisi sumber dan sisi penggunaan.
Sisi sumber menjelaskan output yang dihasilkan oleh pemerintah. Sedangkan
sisi penggunaan menjelaskan biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk
melakukan aktivitas produksi-nya. NTB merupakan item penyeimbang dalam
neraca produksi pemerintah.

- Output pemerintah, output pemeintah merupakan output non- pasar. Output


non-pasar adalah output dalam bentuk barang dan jasa, yang dihasilkan oleh
institusi yang tidak berorientasi pada keuntungan, seperti LNPRT dan
pemerintah. Ke dua institusi ini menyediakan barang dan jasa secara gratis
atau pada harga yang tidak signifikan secara ekonomi. Output non-pasar

46 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


dibagi menjadi output non-pasar untuk dikonsumsi sendiri dan untuk dijual.
Output non-pasar untuk dijual mencakup nilai penjualan barang dan jasa
yang dihasilkan pemerintah, yang disediakan secara gratis atau pada harga
yang tidak signifikan secara ekonomi pada institusi lain. Sedangkan output
non-pasar yang dikonsumsi sendiri mencakup output yang dihasilkan
pemerintah, yang digunakan sendiri oleh pemerintah (konsumsi pemerintah).

- Biaya antara merupakan nilai pemakaian barang tak-tahan lama serta jasa
yang digunakan sebagai input dalam menghasilkan output pemerintahan.
Biaya antara pemerintah terdiri dari : (1) belanja barang (belanja barang, biaya
pemeliharaan, dan perjalanan dinas); (2) belanja bantuan sosial; serta (3)
belanja lain-lain.

- NTB sektor pemerintah terdiri dari:


 Belanja pegawai;
 Surplus Usaha = 0;
 Pajak Tak Langsung Neto = 0;
 Penyusutan.

iii. Cakupan

Pengeluaran konsumsi akhir pemerintah (PK-P) Kab/Kota mencakup : a. PK-


Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan; b. PK-Pemerintah Provinsi yang
merupakan bagian dari pemerintah Kab/Kota; c. PK-Pemerintah Pusat yang
merupakan bagian dari pemerintah Kab/Kota; d. PK-Pemerintah
Desa/Kelurahan/Nagari yang ada di wilayah Kab/Kota bersangkutan.

iv. Penghitungan PDRB Tahunan

1. Sumber Data

Data dasar yang digunakan untuk menghitung PK-P Kab/Kota Tahunan


adalah data realisasi APBN Tahunan, APBD Provinsi Tahunan, APBD
Kabupaten/Kota Tahunan yang berasal dari Kementrian Keuangan serta Data
Keuangan Pemerintah Desa/Kelurahan/Nagari. Sebagai pendukung,
digunakan data tentang upah dan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) serta Indeks
Harga dari BPS.

2. Metode Penghitungan

a. PK-P Kab/Kota adh Berlaku

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 47


Secara umum, di dalam menghitung PK-P Kab/Kota adh Berlaku
digunakan rumusan berikut :

PK-P Kab/Kota adh Berlaku =


Output non pasar – Penjualan barang dan jasa + Social
Transfer in-kind + Output Bank Indonesia

Output non-pasar dihitung dengan pendekatan biaya yg dikeluarkan,


seperti belanja pegawai, belanja barang, belanja bantuan sosial, dan belanja
lain-lain.

Untuk PK-P Kab/Kota adh Berlaku, dihitung dengan cara


menjumlahkan pengeluaran akhir konsumsi pemerintah (Kab/Kota itu
sendiri) dengan (seluruh desa/kelurahan/nagari yang ada di wilayah
Kab/Kota) ditambah (pemerintah Provinsi yang menjadi bagian dari
Kab/Kota yang bersangkutan) dan (pemerintah Pusat yang menjadi bagian
dari Kab/Kota yang bersangkutan).
Untuk memudahkan dalam penghitungan PK-P Kab/Kota adh
Berlaku, perlu disusun neraca produksi dari pemerintah Kab/Kota sbb :

Tabel 2.3.1. Neraca Produksi Pemerintah Kab/Kota X


Penggunaan Sumber
2. Output non-pasar
1. Biaya antara
2.1 Output non-pasar
2. Nilai tambah bruto
yang dijual
1.1 Belanja pegawai
2.2 Output non-pasar
1.2 Penyusutan
yang dikonsumsi
sendiri
Total Total

Penjelasan dan langkah penghitungan PK-P Kab/Kota X


berdasarkan tabel di atas adalah :

1. Biaya antara adalah penjumlahan belanja barang dan jasa dengan


belanja bantuan sosial. Biaya antara pemerintah Kab/Kota X pada
poin 1 adalah penjumlahan biaya antara pemerintah Kab/Kota X itu
sendiri ditambah biaya antara seluruh pemerintah
Desa/Kelurahan/Nagari yang ada di wilayah Kab/Kota X ditambah
dengan biaya antara pemerintah Pusat yang menjadi bagian wilayah

48 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Kab/Kota X ditambah dengan biaya antara pemerintah Provinsi
yang menjadi bagian wilayah Kab/Kota X.
2. Nilai Tambah Bruto (NTB) adalah penjumlahan belanja pegawai dan
penyusutan. Belanja pegawai dalam tabel di atas mencakup belanja
pegawai pemerintah Kab/Kota X, ditambah belanja pegawai
pemerintah Desa/Kelurahan/Nagari di wilayah Kab/Kota X
ditambah dengan belanja pegawai pemerintah Pusat yang menjadi
bagian dari Kab/Kota X ditambah dengan belanja pegawai
pemerintah Provinsi yang menjadi bagian dari Kab/Kota X.
3. Penyusutan pemerintah Kab/kota X digunakan formula pendekatan
20 % dari belanja modal.
4. Penjumlahan biaya antara dengan NTB menghasilkan total
penggunaan pemerintah Kab/Kota X.
5. Total Sumber = Total Penggunaan, maka penjumlahan biaya antara
dengan NTB = Total Sumber. Hal ini sesuai dengan prinsip tentang
keseimbangan di dalam neraca, bahwa total sumber = total
penggunaan.
6. Karena dalam kolom sumber hanya ada satu item yakni output non-
pasar, maka nilai output non-pasar = total sumber.
7. Output non-pasar yang dijual merupakan penjumlahan dari item
retribusi daerah ditambah pendapatan dari fasilitas sosial dan
fasilitas umum ditambah pendapatan dari penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan pada lain-lain pendapatan asli daerah
(PAD) yang sah (Kab/Kota X) ditambah penerimaan dari barang dan
jasa Pusat yang menjadi bagian dari penerimaan barang dan jasa
Kab/Kota X ditambah penerimaan dari barang dan jasa Provinsi
yang menjadi bagian dari penerimaan barang dan jasa Kab/Kota X.
Dalam hal ini penerimaan dari barang dan jasa pemerintah
Desa/Kelurahan/Nagari diasumsikan tidak ada.
8. Output non-pasar dikurangi output non-pasar untuk dijual = output
non-pasar untuk dikonsumsi sendiri.
9. Output non-pasar yang dikonsumsi sendiri ditambah social
transfer in-kind ditambah output Bank Indonesia, selanjutnya
disebut sebagai PK-P Kab/Kota X adh Berlaku.

b. PK-P Kab/Kota adh Konstan

Pengeluaran konsumsi pemerintah Kab/Kota adh Konstan dihitung


dengan menggunakan metode deflasi. Penghitungan pengeluaran
konsumsi pemerintah atas dasar harga konstan dapat dilihat pada lembar
kerja (LK) di bagian appendix.

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 49


3. Contoh Penghitungan
Tabel 2.3.2. Realisasi APBD Pemerintah Kab/Kota X
Tahun 2010 (Jutaan Rp)

Uraian Nilai
1. Pendapatan Daerah 2 069 834
1.1 Pendapatan asli daerah 588 941
1.1.1 Pajak daerah 308 123
1.1.2 Retribusi daerah 212 158
1.1.3 Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang 9 527
dipisahkan
1.1.4 Lain-lain PAD yang sah 59 133
Hasil Penjualan Aset Daerah yang Tidak Dipisahkan 1 712
Penerimaan Jasa Giro 513
Pendapatan Bunga Deposito 112
Tuntutan Ganti Kerugian Daerah 516
Komisi, Potongan dan Selisih Nilai Tukar Rupiah 50
Pendapatan Denda atas Keterlambatan Pelaksanaan 2 134
Pekerjaan
Pendapatan Denda Pajak 213
Pendapatan Denda Retribusi 12
Pendapatan Hasil Eksekusi atas Jaminan 8 873
Pendapatan dari Pengembalian 6 037
Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum 19 133
Pendapatan dari Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan 10 103
Pendapatan dari Angsuran/Cicilan Penjualan 252
Lain-lain 9 473
1.2 Dana perimbangan 1 287 769
1.2.1 Dana bagi hasil pajak/ bukan pajak 374 027
1.2.2 Dana alokasi umum 846 541
1.2.3 Dana alokasi khusus 67 201
1.2.4 Lain-lain 0
1.3 Lain-lain pendapatan daerah yang syah 193 123
1.3.1 Hibah -
1.3.2 Dana darurat -
1.3.3 Dana bagi hasil pajak Provinsi dan Pemda lainnya 160 851
1.3.4 Dana penyesuaian dan otonomi khusus 450
1.3.5 Bantuan keuangan Provinsi atau Pemda lainnya 31 822
1.3.6 Lain-lain pendapatan daerah yg syah -
2. Belanja Daerah 2 235 196
2.1 Belanja tidak langsung 1 140 032
2.1.1 Belanja pegawai 1 019 149
2.1.2 Belanja bunga 2 427
2.1.3 Belanja subsidi -
50 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran
2.1.4 Belanja hibah 84 605
2.1.5 Belanja bantuan social 32 501
2.1.6 Belanja bagi hasil pd Prov/Kab/Kota dan Desa -
2.1.7 Belanja bantuan keuangan pd Prov/ Kab/Kota -
dan Desa
2.1.8 Belanja tidak terduga 1 350
2.1.9 Lain-lain 0
2.2 Belanja Langsung 1 095 163
2.2.1 Belanja pegawai 202 664
2.2.2 Belanja barang dan jasa 469 056
2.2.3 Belanja modal 423 443
3. Pembiayaan Daerah 554 830
3.1 Penerimaan pembiayaan 564 673
3.2 Pengeluaran pembiayaan 9 844

Tabel 2.3.3. Realisasi APBD Seluruh Desa/ Kelurahan/ Nagari


di Kab/ Kota X, Tahun 2010 (Jutaan Rp)

Uraian Nilai
Belanja Pegawai 3 112
Belanja Barang 2 024
Belanja Modal 5 280
Bantuan Sosial 1 100
Penerimaan dari barang dan jasa -

Tabel 2.3.4. Rincian Alokasi Anggaran Belanja Pemerintah Provinsi


di Kab/ Kota X, Tahun 2010 (Jutaan Rp)

Uraian Nilai
Belanja Pegawai 163 871
Belanja Barang 101 657
Belanja Modal 98 442
Bantuan Sosial 107 388
Penerimaan dari barang dan jasa 67 204

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 51


Tabel 2.3.5. Rincian Alokasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat
di Kab/ Kota X, Tahun 2010 (Jutaan Rp)

Uraian Nilai
Belanja Pegawai 579 214
Belanja Barang 203 932
Belanja Modal 197 524
Bantuan Sosial 223 387
Penerimaan dari barang dan jasa 172 843
Social transfer in-kind – purchased market production 50 940
Output Bank Indonesia 20 113

Dari ketiga tabel di atas dapat dihitung PK-P Provinsi X adh Berlaku
Tahun 2010 sbb :
- Biaya Antara = (belanja barang dan jasa + belanja bantuan sosial) kab/kot X
+ ((belanja barang dan jasa + belanja bantuan sosial) desa sekab/kot X +
(belanja barang dan jasa + belanja bantuan sosial)prov bag dr kab/kot X (belanja
barang dan jasa + belanja bantuan sosial)pem pus bag dr kab/kot X= (469 056 +
32 501)kab/kot X + (2 024 + 1 100) desa sekab/kot X + (203 932 + 223 387) pem pus bag
dr kab/kot X + (101 657 + 107 388) prov bag dr kab/kot X = 1 141 045

- Belanja pegawai = (belanja pegawai langsung + belanja pegawai tak


langsung)kab/kot X + (belanja pegawai langsung + belanja pegawai tak
langsung)desa sekab/kot X + (belanja pegawai) pem pus bag dr kab/kot X + (belanja
pegawai) prov bag dr kab/kot X = (202 664 + 1 019 149) kab/kot X + (3 112)desa
sekab/kot X + (579 214) pem pus bag dr kab/kot X + (163 871) prov bag dr kab/kot X = 1 968

010
- Penyusutan = 20% x (belanja modal pemerintah Kab/Kot X + belanja
modal desa seluruh Kab/Kota X + belanja modal pemerintah Pusat yang
merupakan bagian dari Kab/Kot X + belanja modal Provinsi yang
merupakan bagian dari Kab/Kot X) = 20% x (423 443 + 5 280 + 197 524 +
98 442) = 144 938
- NTB = belanja pegawai + penyusutan = 1 968 010 + 144 938 = 2 112 948
- Total penggunaan = Biaya Antara + NTB = 1 141 045 + 2 112 948 = 3 253
992
- Total Sumber = Output non-pasar = Total penggunaan = 3 253 992
- Output non-pasar yang dijual = (retribusi daerah + fasilitas social dan
fasilitas umum + pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan) kab/kot X + Penerimaan dari barang dan jasa Pusat yang
menjadi bagian penerimaan dari barang dan jasa Provinsi X +
Penerimaan dari barang dan jasa Provinsi yang menjadi bagian

52 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


penerimaan dari barang dan jasa Kab/Kot X = 241 394 + 172 843 + 67 204
= 481 441
- Output non-pasar yang dikonsumsi sendiri = output non-pasar – output
non-pasar yang dijual = 3 253 992 – 481 441 = 2 772 551
- Dengan demikian PK-P Kab/Kota X adh Berlaku Tahun 2010 = 2 772
551 + 50 940 + 20 113 = 2 843 604 juta rupiah
- PK-P Kab/Kota X adh Konstan Tahun 2010 = 2 843 604 juta rupiah
(penghitungan lihat di appendix).

ii. Appendix

1. Data yang digunakan masih cash basis, belum accrual basis.


2. Data yang dihitung tidak termasuk data Bada Usaha Milik Negara (BUMN)
dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
3. Jika data realisasi APBD tidak tersedia, maka dicari informasi daya serap
per jenis belanja sebagai indikator.
4. Data APBN untuk Kab/Kot dialokasikan dari Pusat.
5. Usahakan mencari data realisasi APBD yang lebih rinci.
6. Selain menyediakan data PK-P juga menyusun NTB Pemerintah untuk
PDRB menurut Industri.

Tabel 2.3.8. LK Penghitungan PK-P Kab/Kota X Tahun 2010

No Rincian Nilai Jenis/ Nilai Metode Nilai


ADHB Nama indeks yang ADHK
Indeks (2010=100) digunakan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Biaya Antara 1 141 045 IHPB 100,00 Deflasi 1 141 045
Umum
Tanpa
Ekspor
2. NTB 2 112 348 2 112 348
Belanja Pegawai 1 968 010 Indeks 100,00 Deflasi 1 968 010
Upah
Penyusutan 144 938 Indeks 100,00 Deflasi 144 938
Implisit
PMTB
3. Output (R1 +R2) 3 253 992 3 253 992
4. Output non 481 441 IHK 100,00 Deflasi 481 441
pasar barang dan Umum
jasa yang dijual
5. Output non 2 772 551 2 772 551
pasar yang
dikonsumsi
sendiri (R3-R4)

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 53


6. Social transfer in 50 940 IHK 100,00 Deflasi 50 940
kind – purchased Umum
market
production
7. Output Bank 20 113 100,00 20 113 20 113
Indonesia
8. Konsumsi 2 843 604 2 843 604
Pemerintah
(R5+R6+R7)

Untuk menghitung PK-P adh Konstan 2010, baik Tahunan maupun Triwulanan,
langkah yang dilakukan adalah sbb :

- Biaya antara adh Konstan 2010 dihitung dengan metode deflasi, yakni
membagi biaya antara adh Berlaku (t) dengan IHPB umum tanpa ekspor (t)
(2010=100) dikalikan 100. Data IHPB umum tanpa ekspor didapatkan dari
Subdit Harga Perdagangan Besar, BPS RI. Data dasar IHPB umum tanpa
ekspor dengan tahun dasar 2007 direferencing untuk mendapatkan IHPB
umum tanpa ekspor tahun dasar 2010.
- NTB adh Konstan dihitung dengan metode deflasi. Untuk Belanja Pegawai
menggunakan indeks upah sedangkan penyusutan menggunakan indeks
implisit PMTB.
- Output adh Konstan = Biaya antara adh Konstan + NTB adh Konstan.
- Output non-pasar barang dan jasa yang dijual adh Konstan dihitung dengan
metode deflasi. Output non-pasar barang dan jasa yang dijual adh Konstan
(2010=100) = (Output non-pasar barang dan jasa yang dijual adh Berlaku
(t)/ihk umum) x 100.
- PK-P adh Konstan = output adh Konstan – output non-pasar barang dan jasa
yang dijual adh Konstan + social transfer in kind – purchased market
production + output Bank Indonesia.

54 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


2.4 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

i Pendahuluan
Kegiatan investasi merupakan salah satu faktor utama dalam mempengaruhi
perkembangan ekonomi suatu wilayah melalui peningkatan kapasitas produksi.
Di dalam PDB/PDRB, investasi tercermin dalam bentuk investasi fisik yakni
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dan perubahan inventori.

PMTB erat hubungannya dengan keberadaan aset tetap (fixed asset) yang dimiliki
oleh suatu unit produksi. Secara garis besar aset tetap dapat diklasifikasikan
menurut jenis barang modal seperti: bangunan dan konstruksi, mesin, kendaraan,
ternak, tumbuhan, dan barang modal lainnya.

ii Konsep dan definisi


PMTB didefinisikan sebagai penambahan dan pengurangan aset tetap pada suatu
unit produksi. Penambahan barang modal meliputi pengadaan, pembuatan,
pembelian barang modal baru dari dalam negeri dan barang modal baru maupun
bekas dari luar negeri (termasuk perbaikan besar, transfer atau barter barang
modal). Pengurangan barang modal meliputi penjualan,transfer atau barter barang
modal bekas kepada pihak lain.

PMTB menggambarkan penambahan dan pengurangan barang modal pada


periode tertentu. Barang modal mempunyai usia pakai lebih dari satu tahun serta
akan mengalami penyusutan sepanjang usia pakainya. Istilah
”bruto”mengindikasikan bahwa di dalamnya masih mengandung unsur
penyusutan. Penyusutan atau konsumsi barang modal (Consumption of Fixed
Capital) menggambarkan penurunan nilai barang modal yang digunakan pada
proses produksi secara normal selama satu periode. Secara umum barang modal
diklasifikasikan menurut 4 golongan, yaitu: menurut jenis barang, menurut
lapangan usaha, menurut institusi, dan menurut wilayah asal. Dalam penyusunan
PDB/PDRB, PMTB dirinci menurut jenis barang modal.

iii Cakupan
PMTB terdiri dari:
1. Penambahan dikurangi pengurangan aset (harta) berwujud baik baru
maupun bekas seperti bangunan tempat tinggal, bangunan bukan tempat
tinggal, bangunan lainnya, mesin & peralatannya, aset yang dibudidayakan
(cultivated asset), produk kekayaan intelektual (intellectual property products),
alat transportasi dan lainnya;
2. Biaya pemindahan kepemilikan atas aset nonfinansial yang tidak diproduksi,
seperti tanah dan aset yang dipatenkan;
Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 55
3. Perbaikan besar aset yang bertujuan meningkatkan kapasitas produksi dan
usia pakai aset (antara lain reklamasi pantai, pembukaan hutan, pengeringan
dan pengairan hutan, dan pencegahan banjir dan erosi);
4. Penambahan dapat terjadi karena pembelian, produksi, barter, transfer, sewa
beli (financial leasing), pertumbuhan aset yang dibudidayakan, dan perbaikan
besar aset;
5. Pengurangan dapat terjadi karena penjualan, barter, transfer atau sewa beli
(financial leasing). Pengecualian kehilangan yang disebabkan oleh bencana
alam tidak dicatat sebagai pengurangan.

iv Penghitungan PDRB Tahunan


 Sumber data

Nasional
a. Output sektor bangunan dari PDRB Sektoral, BPS.
b. Nilai impor menurut 2 dan 10 digit HS yang merupakan komoditas barang
modal dari KPPBC (Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai) setempat.
c. Indeks Produksi Industri Besar Sedang.
d. Laporan keuangan perusahaan.
e. Publikasi Statistik Industri Besar dan Sedang.
f. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dari Stat. Perdagangan Besar.
g. Publikasi Statistik Pertambangan & Penggalian (Migas & Non Migas ).
h. Publikasi Statistik Listrik, Gas & Air Minum.
i. Publikasi Statistik Konstruksi.
j. Data Eksplorasi Mineral dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM).
k. Statistik Perkebunan, Ditjen Perkebunan dan Kehutanan.
l. Statistik Hortikultura, Ditjen Pertanian dan Tanaman Pangan.
m. Statistik Peternakan, Ditjen Peternakan.
n. Realisasi APBN Belanja Modal Pemerintah

Regional
a. Output sektor bangunan dari PDRB Sektoral Kab/Kota, BPS.
b. Nilai impor menurut 2 digit HS yang merupakan komoditas barang modal
dari KPPBC (Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai) setempat.
c. Laporan keuangan perusahaan di wilayah setempat.
d. Indeks Produksi Industri Besar Sedang.
e. Publikasi Statistik Industri Besar dan Sedang regional.
f. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dari Stat. Perdagangan Besar.
g. Publikasi Statistik Pertambangan & Penggalian (Migas & Non Migas ).
h. Publikasi Statistik Listrik, Gas & Air Minum .

56 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


i. Publikasi Statistik Konstruksi.
j. Data Eksplorasi Mineral dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM).
k. Statistik Perkebunan, Dinas Perkebunan dan Kehutanan.
l. Statistik Hortikultura, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan.
m. Statistik Peternakan, Dinas Peternakan.
n. Hasil survei matriks PMTB.
o. Hasil Survei (raw data) Industri Besar Sedang (IBS) dan Survei Kgusus
Tabungan dan Investasi Rumah Tangga SKTIR.
p. Catatan: Bilamana ketersediaan data hanya sampai tingkat provinsi, maka perlu upaya
disagregasi menggunakan alokator tertentu agar dapat menjadi data kab/kota tertentu.

 Metode penghitungan
Estimasi nilai PMTB dapat dilakukan melalui metode langsung maupun tidak
langsung, dimana sangat tergantung pada ketersediaan data yang mungkin
diperoleh di wilayah masing-masing. Pendekatan “langsung” adalah dengan cara
menghitung pembentukan modal (harta tetap) yang dilakukan oleh berbagai
sektor ekonomi produksi (produsen) secara langsung. Sedangkan pendekatan
“tidak langsung” adalah dengan menghitung berdasarkan alokasi dari total
penyediaan produk (barang dan jasa) yang menjadi barang modal pada berbagai
sektor produksi, atau disebut juga sebagai pendekatan “arus komoditas”.
Penyediaan atau “supply” barang modal tersebut bisa berasal dari produk dalam
negeri maupun produk luar negeri (impor).

Pendekatan secara Langsung


Penghitungan PMTB secara langsung dilakukan dengan cara menjumlahkan
seluruh nilai PMTB yang terjadi pada setiap sektor kegiatan ekonomi (lapangan
usaha). Barang modal tersebut dinilai atas dasar harga pembelian, yang di
dalamnya sudah termasuk biaya-biaya yang dikeluarkan, seperti biaya untuk
transportasi, biaya instalasi, pajak-pajak serta biaya-biaya lain yang berkaitan
dengan pengadaan barang modal tersebut. Bagi barang modal yang berasal dari
impor di dalamnya termasuk bea masuk dan pajak-pajak yang berkaitan dengan
pengadaan barang modal tersebut.

Dari laporan keuangan perusahaan dapat diperoleh informasi/data setiap sektor


tentang perubahan atas aset tetap (PMTB) yang dinilai atas dasar harga berlaku
dan harga pembelian (perolehan). Untuk memperoleh nilai PMTB atas dasar harga
konstan, maka PMTB atas harga berlaku tersebut di “deflate” (dibagi) dengan
indeks harga perdagangan besar yang sesuai dengan masing-masing kelompok
jenis barang modalnya.

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 57


Pendekatan secara Tidak Langsung
Penghitungan pembentukan modal dengan cara tidak langsung disebut juga
sebagai pendekatan melalui arus komoditas (commodity flow approach). Pendekatan
ini dilakukan dengan cara menghitung nilai produk barang yang dihasilkan oleh
berbagai sektor ekonomi (supply), dan sebagian dialokasikan menjadi barang
modal. Estimasi penghitungan PMTB berupa bangunan dilakukan dengan
menggunakan rasio tertentu dari nilai output sektor konstruksi, baik atas dasar
harga berlaku maupun konstan.

Estimasi PMTB berupa mesin, angkutan dan barang modal lainnya dibedakan atas
barang modal yang berasal dari produksi domestik dan yang berasal dari impor.
Bagi barang modal yang berasal dari dalam negeri diperoleh dengan dua cara,
yaitu pertama dengan mengalokasikan output mesin, angkutan serta barang
modal lainnya yang menjadi pembentukan modal. Nilai tersebut masih harus
ditambah dengan biaya angkut dan margin perdagangan sehingga diperoleh nilai
PMTB atas dasar harga pembelian (ADHB). Untuk memperoleh nilai atas dasar
harga konstan adalah dengan men-deflate PMTB (ADHB) dengan IHPB yang sesuai
dengan masing-masing jenis barang modal.

Pendekatan kedua yang dapat dilakukan apabila data output tidak tersedia adalah
dengan cara “ekstrapolasi” atau mengalikan nilai harga konstan dengan indeks
produksi barang modal yang relevan. Untuk itu estimasi PMTB diawali dengan
menghitung nilai harga konstan terlebih dahulu. Selanjutnya untuk memperoleh
nilai berlakunya, nilai (ADHK) tersebut di “reflate”(dikalikan) dengan
menggunakan indeks harga masing-masing kelompok jenis barang modal sebagai
inflatornya. Ini mensyaratkan bahwa nilai harga konstan pada tahun-tahun
sebelumnya harus sudah tersedia secara lengkap.

Penghitungan nilai PMTB yang berupa mesin-mesin, alat angkutan dan barang
modal lainnya yang berasal dari impor diperoleh melalui 2 (dua) cara.

Pertama nilai PMTB atas dasar harga berlaku diperoleh dari nilai total barang
impor. Lalu barang modal tersebut dirinci menurut kelompok utamanya seperti
mesin-mesin, moda angkutan dan barang modal lainnya. Apabila rician tersebut
tidak tersedia dapat digunakan rasio tertentu sebagai alokatornya (barang modal
impor menurut kode HS 2 digit). Kedua untuk memperoleh nilai PMTB (ADHK)
tersebut adalah dengan cara men“deflate” estimasi PMTB (ADHB) dengan
menggunakan deflator dari indeks harga yang sesuai.

Penghitungan barang modal tidak berwujud seperti eksplorasi mineral ADHB


dihitung dengan cara mengumpulkan data dari laporan keuangan perusahaan
terbuka yang bergerak pada sector pertambangan. Dengan menggunakan data
panel, pertumbuhan atas harga belaku dari kegiatan pertambangan tersebut
menjadi pengali dari dari nilai eksplorasi mineral pada periode sebelumnya.

58 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Sedangkan untuk mendapat ADHKnya dengan mendeflate nilai ADHB dengan
indeks implisit sektor pertambangan. Selain itu data dari ESDM dan BP Migas
diharapkan menjadi dasar atau control data tahunan.

Data Perangkat lunak ADHB diperoleh dari data laporan keuangan perusahaan
terbuka yang bergerak di kegiatan memproduksi dan menjual software.
sedangkan untuk mendapat ADHKnya dengan mendeflate nilai ADHB dengan
indeks implisit sektor jasa perusahaan.

Penghitungan PMTB hiburan, kesusasteraan, dan kesenian asli (entertainment,


literary, or artistic original products), data yang dapat di kumpulkan adalah nilai
sinetron dan program acara televisi yang dapat dibuat. Sedangkan data Impor
film dapat diperoleh dari nilai impor film. Untuk mendapatkan PMTB ADHKnya
dengan cara mendeflate nilai ADHB dengan yaitu indeks implisit sektor jasa
hiburan dan indeks harga barang impor.

Sementara apabila melakukan penghitungan melalui pendekatan tidak langsung


(Arus komoditas), akan ditemui beberapa permasalahan seperti:

a. Rasio penggunaan output sektor yang menjadi barang modal cenderung statis.
Untuk memperbaikinya diperlukan survei dalam skala besar.
b. Nilai Perdagangan dan Angkutan (Trade and Transport Margin) sulit diperoleh.
c. Selang (Lag) waktu antara data tahun pengukuran (referensi) dengan data
publikasi dari sumber data terlalu lama.

 Contoh penghitungan Nasional

A. Lembar Kerja Nasional:

1. PMTB jenis Bangunan


Nilai Output Rasio*)
No Jenis Bangunan PMTB (Rp)
(Rp) PMTB/Output
(1) (2) (3) (4) (5)

1. Konstruksi Gedung

2. Konstruksi Khusus

3. Konstruksi Bangunan Sipil

4. Prasarana Pertanian

5 Jalan, Jembatan & Pelabuhan

Total
*) Rasio dapat menggunakan data APBD atau 92,15

Jika data PMTB bangunan tidak dapat dirinci menurut jenis bangunan maka
dapat menggunakan data total bangunan.

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 59


2. Mesin, Alat Transportasi dan Perlengkapan Lainnya yang berasal dari Industri
Domestik

Kode Nilai Output Rasio PMTB


No Jenis Barang
Industri (Rp) PMTB/Output (Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. 17 Tekstil
2. 20 Barang dari kayu
Penerbitan, Percetakan &
3. 22
reproduksi media rekaman
Barang-barang dari bahan galian
4. 26
bukan logam
Barang-barang dari logam selain
5. 28
mesin
6 29 Mesin dan perlengkapannya
Mesin listrik lainnya &
7. 31
perlengkapannya
Radio, televisi, & peralatan
8. 32 komunikasi, serta
perlengkapannya
Peralatan kedokteran, alat ukur &
9. 33
peralatan navigasi
10. 34 Kendaraan bermotor
Alat angkutan, selain kendaraan
11. 35
bermotor roda empat atau lebih
12. 36 Furnitur & pengolahan lainnya

3. Mesin, Alat Transportasi, Perlengkapan lainnya, Ternak, dan Master Film


yang Berasal dari Impor

Kode Nilai Impor Rasio


No Jenis Barang PMTB (Rp)
HS (Rp) PMTB/Output
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. 01 Binatang Hidup
2. 37 Film Sinematografi
3. 44 Kayu & barang dari kayu
4. 57 Permadani
5 82 Perkakas & perangkat potong
6. 84 Mesin-mesin
7. 85 Mesin/peralatan listrik
8. 86 Lokomotif & peralatan KA
9. 87 Kendaraan dan bagian-
bagiannya
10. 88 Kapal terbang
11. 89 Kapal Laut
12. 90 Perangkat optic
13. 92 Perangkat music
14. 94 Perabot dan alat penerangan
rumah
15. 95 Mainan/dan peralatan sport

60 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


4. Eksplorasi Mineral, Software & database, Hewan dan Tumbuhan
Menghasilkan.

No Jenis Barang Nilai Output (Rp)


(1) (2) (3)
1. Eksplorasi Mineral
2. Software & Database
3. Ternak
4. Tumbuhan

 Contoh penghitungan Regional

A. Sumber Data Matriks PMTB :


1. PMTB Bangunan
2. PMTB Non-Bangunan
Berdasarkan pengumpulan data kuesioner dinas Matriks PMTB 2014, diperoleh
data tahunan 2008-2013. Selain itu, berdasarkan kuesioner dinas tersebut dapat
disusun PMTB non-pemerintah dan PMTB-pemerintah yang bersifat saling
melengkapi dalam penghitungan PMTB non-bangunan di Kabupaten/Kota
setempat. Cakupan PMTB Kabupaten/Kota meliputi seluruh PMTB yang
digunakan baik oleh pemerintah maupun pelaku usaha setempat. Namun, perlu
diperhatikan sifat dari cakupan data kuesioner dinas sehingga dalam proses
penghitungan tidak terjadi double counting.

Jenis PMTB Sumber Data Cakupan


Mesin dan Perlengkapan MI-07A dan MI-07B PMTB mesin dan perlengkapan
Pemerintah
Kendaraan MI-05A, MI-05B, MI-06A dan PMTB Kendaraan Total
MI-06B
Peralatan lainnya MI-07A dan MI-07B PMTB peralatan lainnya
Pemerintah
CBR MI-01, MI-02 dan MI-03 PMTB CBR Total
Produk Kekayaan Intelektual MI-04 dan MI-08 PMTB Produk Kekayaaan
Intelektual Total

i. Mesin dan Perlengkapan


Sumber data berasal dari belanja modal pemerintah daerah untuk mesin dan
perlengkapan yang berasal dari kuesioner MI07A dan MI07B serta PMTB
mesin dan perlengkapan non-pemerintah yang dapat diperoleh dari sumber
lainnya (MIP-01 atau MIP-02, dll11).

11
Data lain dapat dilihat pada penjelesan sebelumnya tentang sumber data regional.
Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 61
ii. Kendaraan
Sumber data diperoleh dari pengumpulan data sekunder di SAMSAT.
Sedangkan data kendaraan yang diperoleh dari dinas perhubungan digunakan
untuk melengkapi data SAMSAT. Selain itu, penghitungan PMTB kendaraan
diperoleh dari pengumpulan data sekunder kapal yang berasal dari dinas
kelautan dan perikanan dan dinas perhubungan. Kedua data tersebut bersifat
saling melengkapi maka gunakanlah data yang paling lengkap sebagai dasar
penghitungan.

iii. Peralatan Lainnya


Sumber data berasal dari belanja modal pemerintah daerah untuk perlatan
lainnya yang berasal dari kuesioner MI07A dan MI07B serta PMTB peralatan
lainnya non-pemerintah yang dapat diperoleh dari sumber lainnya (MIP-01
atau MIP-02, dll12).

iv. Cultivated Biological Resources (CBR)


Sumber data berasal dari pengumpulan data sekunder dinas perkebunan,
dinas hortikultura dan tanaman pangan, serta dinas peternakan (Kuesioner
dinas matriks PMTB MI-01, MI-02, dan MI-03). Data yang diperoleh meliputi
seluruh wilayah Kabupaten/Kota termasuk PMTB CBR pemerintah, sehingga
untuk data PMTB CBR hanya berasal dari data dinas setempat tanpa
ditambahkan dari rincian belanja modal CBR dari APBD/APBN. Belanja
modal CBR pada APBD dijadikan sebagai data pembanding.

v. Produk Kekayaan Intelektual


Sumber data berasal dari pengumpulan data sekunder tentang kegiatan
eksplorasi dan evaluasi mineral, ijin penggalian hasil tambang dan bahan
galian serta pendaftaran hak kekayaan intelektual (Kuesioner dinas MI-04 dan
MI-08). Data yang diperoleh meliputi seluruh wilayah Kabupaten/Kota
termasuk PMTB produk kekayaan intelektual pemerintah, sehingga untuk
data PMTB produk kekayaan intelektual hanya berasal dari data dinas
setempat tanpa ditambahkan dari rincian belanja modal produk kekayaan
intelektual dari APBD/APBN. Belanja modal produk kekayaan intelektual
pada APBD/APBN dijadikan sebagai data pembanding.

12
Ibid
62 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran
B. Lembar Kerja Regional:

1. Bangunan
Metode penghitungannya sama dengan metode penghitungan PMTB bangunan
dalam lembar kerja Nasional.
2. Non Bangunan
a. Mesin dan Perlengkapan

MI-07B: Kuesioner Realisasi APBD Belanja Modal dan Belanja Non Modal yang
digunakan untuk Belanja Modal (PMTB Mesin dan Perlengkapan Pemerintah)

Sumber Pembiayaan APBD Penggunaan


(Juta Rp) (Juta Rp)
Rincian Barang Selain
Belanja Digunakan Transfer ke
Belanja
Modal Sendiri Pihak Lain
Modal
PMTB
(1) (2) (3) (4) (5)

6. Alat-alat Berat
Alat-alat pengolahan
13.
pertanian & Peternakan
16. Komputer
19. Barang2 elektronik
20. Alat-alat studio
21. Alat Komunikasi
23. Alat Laboratorium
Pengadaan Sarana
Pertanian/Pengadaan Alat-
26.
alat dan Mesin Pertanian
Kecil
Belanja Modal Peralatan
35.
dan Mesin (BLUD)
40. alat ukur

Setelah diperoleh PMTB mesin dan perlengkapan yang dilakukan pemerintah maka
kita harus menambah nilai PMTB tersebut dengan melakukan estimasi nilai PMTB
mesin dan perlengkapan yang dilakukan oleh pelaku usaha lain selain pemerintah.
Sumber data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber termasuk dari kuesioner MIP-
01 dan MIP-02.

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 63


b. Kendaraan

MI-04: Kuesioner Kendaraan dari SAMSAT Tahun 2013

Mutasi Kendaraan
Harga
Rincian Jenis Biaya Kendaraan
Jumlah Jumlah PMTB
Kendaraan Pemindahan /unit (Juta
Kendaraan Kendaraan
Kepemilikan Rp)
Baru (unit) Bekas (unit)
(Juta Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)=(2)x(5)+(4)
Kendaraan
1.
Bermotor Roda 2
Kendaraan
2.
Bermotor Roda 3
Mobil Penumpang
3. (Sedan, SUV,
MPV)
4. Mobil Pick Up
Ambulan
(dengan/tanpa
5. perlengkapan
tindakan
rumahsakit)
Kendaraan
6. Pemadam
Kebakaran
7. LIGHT TRUCK

8. TRUCK

9. DUMP TRUCK

10. TRUCK TANGKI

11. BOX

MI-06A: Kuesioner Kapal dari Dinas Perhubungan Tahun 2013

Penambahan
Jumlah Kapal Harga Kapal
Kapal selama
Jenis Kapal pada 1 Januari (Juta PMTB
2013
2013 (unit) Rp/unit)
(unit)
(1) (2) (3) (4) (5)=(3)x(4)

1. Kapal Kargo (Container Ship)

2. Kapal Penumpang (ferry)

3. Kapal Tunda (Tugboat)

4. Tanker
Kapal Nelayan/Perahu
5.
Penangkap Ikan
6. Speed boat/seat truck

64 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


c. Peralatan lainnya

MI-07B: Kuesioner Realisasi APBD Belanja Modal dan Belanja Non Modal yang
digunakan untuk Belanja Modal (PMTB Peralatan Lainnya Pemerintah)

Sumber Pembiayaan APBD Penggunaan


(Juta Rp) (Juta Rp)
Rincian Barang Selain
Belanja Digunakan Transfer ke
Belanja
Modal Sendiri Pihak Lain
Modal
PMTB
(1) (2) (3) (4) (5)

12. Alat-alat Berat


Alat-alat pengolahan
14.
pertanian & Peternakan
15. Komputer
17. Barang2 elektronik
18. Alat-alat studio
22. Alat Komunikasi
25. Alat Laboratorium
Pengadaan Sarana
Pertanian/Pengadaan Alat-
32.
alat dan Mesin Pertanian
Kecil
Penerangan Jalan, Taman
33.
dan Hutan Kota
Pengadaan
34.
Perlengkapan/praktek
39. Alat Konstruksi Pertukangan
Belanja Modal Pengadaan
43.
Peralatan Kebencanaan
Belanja Modal Pengadaan
44. Saraba Pengembangan
Perikanan
Belanja Modal Peralatan
46.
Rumah Tangga

Setelah diperoleh PMTB peralatan lainnya yang dilakukan pemerintah maka kita
harus menambah nilai PMTB tersebut dengan melakukan estimasi nilai PMTB
peralatan lainnya yang dilakukan oleh pelaku usaha lain selain pemerintah. Sumber
data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber termasuk dari kuesioner MIP-02.

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 65


d. Cultivated Biological Resources (CBR)

MI-01: Kuesioner Tanaman Perkebunan belum Menghasilkan dari Dinas Perkebunan


Tahun 2013

Luas Tanaman Belum Biaya Perawatan/tahun


Menghasilkan (Ha) (Juta Rp/Ha)
Rincian Barang PMTB
Usia ≤ 1 Usia > 1 Usia ≤ 1 Usia > 1
Tahun Tahun Tahun Tahun
(1) (2) (3) (4) (5) (6)=(2) x(4)+ (3)x(5)

1. Karet
2. Kelapa
3. Kelapa Sawit
4. Kopi
5. Kakao
6. Cengkeh
7. Lada
8. Casia Vera
9. Pinang

MI-02: Kuesioner Tanaman Hortikultura belum Menghasilkan dari Dinas Peternakan


Tahun 2013

Biaya
Luas Tanaman Belum
Perawatan/tahun
Menghasilkan (Satuan)
Rincian Barang Satuan (Juta Rp/Satuan) PMTB
Usia ≤ 1 Usia > 1 Usia ≤ 1 Usia > 1
Tahun Tahun Tahun Tahun
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)=(3) x(5)+ (4)x(5)

1. Duku Pohon
2. Durian Pohon
3. Jambu Keprok Pohon

MI-03: Kuesioner Hewan belum Menghasilkan dari Dinas Hortikultura dan Tanaman
Pangan Tahun 2013

Luas Hewan Belum Biaya


Menghasilkan Perawatan/tahun
Rincian Barang Satuan (Satuan) (Juta Rp/Satuan) PMTB
Usia ≤ 1 Usia > 1 Usia ≤ 1 Usia > 1
Tahun Tahun Tahun Tahun
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)=(3) x(5)+ (4)x(5)
1. Sapi Induk Ekor
2. Kerbau Induk Ekor

66 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


e. Produk Kekayaan Intelektual

MI-04: Kuesioner Eksplorasi dan Evaluasi Mineral dari Dinas Pertambangan Energi
dan Sumber Daya Mineral Tahun 2013

Kegiatan Eksplorasi dan Evaluasi Ijin Penggalian Hasil Tambang dan


Mineral Bahan Galian
Jumlah
Rincian Jenis Jumlah
Luas Lahan Luas Lahan biaya yang
Mineral Jumlah Biaya yang Jumlah
Eksplorasi Penggalian diterima
Proyek dikeluarkan Proyek
(Ha) (Ha) Dinas
(Juta Rp)
(Juta Rp)
PMTB PMTB
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. Bijih Emas
Bijih & Pasir
2.
Besi
Barang
Tambang
3.
Mineral Non
Logam

MI-08: Kuesioner Hak Kekayaan Intelektual Tahun 2013

Jumlah Jumlah Biaya yang Faktor


Rincian Komoditas Permohonan Diterima Dinas Pengali**) PMTB
yang Disetujui (Juta Rp)
(1) (2) (3) (4) (5)=(3)x(4)

1. Hak Cipta

2. Paten

3. Lisensi

4. Merek

5. Desain Industri
Desain Tata Letak
6.
Sirkuit Terpadu
7. Rahasia Dagang

8. Indikasi Geografis
**) Faktor Pengali digunakan untuk memperoleh estimasi biaya riset dan pengembangan yang akan menjadi
PMTB. Nilai ini dapat diperoleh dari kuesioner MIP-02 Blok VIII.

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 67


68 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran
2.5 PERUBAHAN INVENTORI
i. Pendahuluan

Dalam aktivitas ekonomi, inventori berfungsi sebagai salah satu komponen yang
dibutuhkan untuk keberlangsungan proses produksi selain tenaga kerja dan
barang modal.

Dalam PDB/PDRB, Perubahan Inventori merupakan bagian dari Pembentukan


Modal Bruto atau yang lebih dikenal sebagai investasi fisik yang terjadi pada
kurun waktu tertentu di dalam wilayah suatu region. Perubahan inventori
menggambarkan bagian dari investasi yang direalisasikan dalam bentuk barang
jadi, barang setengah jadi, serta bahan baku dan bahan penolong pada satu
periode tertentu. Sehingga ketersediaan data perubahan inventori menjadi penting
untuk kebutuhan analisis tentang aktivitas investasi.

ii. Konsep dan Definisi

Pengertian sederhana inventori atau yang lazimnya dikenal sebagai „‟persediaan‟‟


adalah barang yang dikuasai oleh produsen untuk tujuan diolah lebih lanjut
(intermediate consumption) menjadi barang dalam bentuk lain, yang mempunyai
nilai ekonomi maupun nilai guna yang lebih tinggi. Termasuk dalam pengertian
ini adalah barang yang masih dalam proses pengerjaan serta barang jadi yang
belum dipasarkan dan masih dikuasai oleh pihak produsen.

Dalam kerangka PDB ataupun Tabel SUT, inventori disajikan sebagai bagian dari
konsumsi akhir (final demand), tepatnya terletak pada kuadran II di dalam tabel
Use. Selama ini pada kedua kerangka data tersebut, inventori diperlukan sebagai
komponen residual yang di dalamnya termasuk pula perbedaan statistik (statistical
discrepancy). Kondisi ini menyebabkan informasi tentang inventori sulit untuk
dipahami dan dianalisis lebih jauh. Secara konsep, inventori dalam bentuk
persediaan barang menggambarkan bagian dari output domestik dan impor yang
belum digunakan, baik untuk diproses lebih lanjut, dikonsumsi ataupun untuk
tujuan dijual tanpa diproses lebih lanjut. Inventori yang dimaksud dapat
berbentuk bahan baku (raw material), barang setengah jadi (work in progress)
ataupun barang jadi (finished goods).

Komponen perubahan inventori mulai diperkenalkan bersamaan dengan


terjadinya perubahan tahun dasar di tingkat nasional dari tahun dasar 1993 ke
tahun 2000, tepatnya pada triwulan I tahun 2004. Terkait dengan perubahan tahun
dasar 2000 ke tahun 2010 maka komponen perubahan inventori perlu dihitung
tersendiri, terpisah dari statistical discrepancy. Dengan demikian, perubahan

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 69


inventori atau perubahan stok tidak diperlakukan sebagai komponen
penyeimbang (balancing item) pada PDB menurut penggunaan.

Inventori merupakan persediaan barang pada unit institusi, yang belum atau tidak
digunakan dalam proses produksi atau belum selesai diproses, atau belum terjual.
Sedangkan perubahan inventori adalah selisih antara nilai inventori pada akhir
periode akuntansi dengan nilai inventori pada awal periode akuntansi. Perubahan
inventori menjelaskan tentang perubahan posisi barang inventori, yang dapat
bermakna pertambahan (tanda positif) atau pengurangan (tanda negatif).

Dalam konteks mikro (atau perusahaan), inventori menjelaskan informasi tentang


posisi cadangan atau persediaan barang jadi atau barang dalam pengerjaan
(setengah jadi) yang dikuasai perusahaan pada satu saat, yang tercatat dalam
laporan neraca akhir tahun. Selain hal tersebut, di dalamnya termasuk barang
dagangan dan atau barang dalam perjalanan. Dalam laporan keuangan, inventori
dicatat sebagai bagian dari harta lancar (current asset) pada sisi kiri neraca, yang
menggambarkan bagian dari aset atau kekayaan perusahan. Umumnya data
tersebut disajikan secara agregat (tidak dirinci menurut jenis inventori) bersama
dengan komponen harta lancar lain, termasuk nilai penyisihan atas inventori yang
rusak atau usang. Selain para produsen (inventory holder), penguasa inventori
adalah pelaku industri perdagangan, pemerintah, dan rumah tangga. Masing-
masing pelaku ekonomi tersebut mempunyai kepentingan dan tujuan yang
berbeda dalam melakukan penimbunan barang inventori.

Bagi produsen, keberadaan inventori diperlukan untuk menjaga kelangsungan


proses produksi, sehingga perlu pencadangan baik dalam bentuk bahan baku atau
bahan penolong. Ketidakpastian yang disebabkan pengaruh eksternal juga
menjadi faktor pertimbangan bagi pengusaha untuk melakukan pencadangan
(khususnya bahan baku). Bagi pedagang, pengadaan inventori lebih dipengaruhi
oleh unsur spekulatif dengan harapan untuk memperoleh keuntungan yang lebih
besar. Sedangkan bagi pemerintah, kebijakan pencadangan khususnya komoditas
strategis utamanya ditujukan untuk menjaga stabilitas ekonomi, politik dan sosial.
Karena menyangkut kepentingan masyarakat luas (publik); maka perlu ada
pencadangan untuk beberapa komoditas bahan pokok, seperti: beras, terigu,
minyak goreng dan gula pasir. Bagi rumah tangga, pengadaan inventori lebih
ditujukan untuk kemudahan dalam mengatur perilaku konsumsinya saja.

Dalam statistik neraca nasional, inventori diperlakukan sebagai bagian dari


pembentukan modal atau dikenal sebagai inventasi fisik. Tepatnya, inventori
menjelaskan tentang porsi dari investasi yang telah terealisasi dalam bentuk
barang jadi maupun setengah jadi di dalam berbagai aktivitas produksi. Dalam
kenyataannya sebagian dari investasi tersebut direalisasikan untuk pengadaan
berbagai keperluan bahan baku maupun bahan penolong. Dengan demikian maka

70 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


tersedianya data tentang inventori akan menjadi informasi yang cukup penting
untuk analisis investasi khususnya analisis komponen pembentukan modal,
meskipun kontribusinya di dalam perekonomian tidaklah terlalu besar.

iii. Cakupan

Pada prinsipnya inventori merupakan persediaan bahan baku barang setengah


jadi maupun barang jadi yang dikuasai oleh berbagai pelaku ekonomi baik untuk
keperluan produksi maupun konsumsi. Barang-barang inventori ini akan
digunakan lebih lanjut dalam proses produksi baik sebagai input antara atau
konsumsi akhir. Data tentang jenis inventori yang dikuasai oleh perusahaan
dicatat secara terpisah pada bagian yang berbeda. Klasifikasi inventori menurut
jenis barang adalah sebagai berikut:

d. Inventori menurut industri, seperti produk atau hasil perkebunan,


kehutanan, perikanan, pertambangan, industri pengolahan, gas kota, air
bersih, serta konstruksi;

e. Berbagai jenis bahan baku & penolong (material & supplies), yaitu semua
bahan, komponen atau persediaan untuk diproses lebih lanjut menjadi
barang jadi;

f. Barang jadi, yaitu barang yang telah diproses tapi belum terjual atau belum
digunakan, termasuk barang yang dijual dalam bentuk yang sama seperti
pada waktu dibeli;

g. Barang setengah jadi, yaitu barang-barang yang sebagian telah diolah atau
belum selesai (tidak termasuk konstruksi yang belum selesai).

h. Barang dagangan yang masih dikuasai oleh pedagang besar maupun


pedagang eceran untuk tujuan dijual;

i. Ternak untuk tujuan dipotong;

j. Pengadaan barang oleh pedagang untuk tujuan dijual atau dipakai sebagai
bahan bakar atau persediaan; dan

k. Persediaan pada pemerintah, yang mencakup barang-barang strategis seperti


beras, kedelai, gula pasir, dan gandum.

iv. Penghitungan PDRB Tahunan

1. Sumber data

Sumber data yang digunakan untuk penghitungan komponen perubahan


inventori adalah:

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 71


 Laporan keuangan perusahaan-perusahaan terkait dari survei atau dari
mengunduh website Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id).

 Laporan keuangan perusahaan BUMN/BUMD.

 Survei Tahunan Perusahaan Pertambangan Migas dan Panas Bumi serta


Survei Tahunan Perusahaan Pertambangan Non Migas. Data inventori dapat
diperoleh dari hasil kuesioner survei tersebut Blok IV (Stok, Produksi,
Pemakaian, dan Penjualan)

 Survei Tahunan Industri Besar Sedang. Data inventori dapat diperoleh dari
hasil kuesioner Survei Tahunan IBS Bagian IV (Pendapatan/Penerimaan Lain
Yang Diterima) rincian 19 tentang data stok bahan baku dan bahan penolong,
barang setengah jadi, serta barang jadi.

 Survei Perusahaan Pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu


pada Hutan Alam (IUPHHK). Data inventori dapat diperoleh dari hasil
kuesioner Survei IUPHHK Blok IV (Mutasi dan Penggunaan Produksi Kayu
Bulat).

 Survei Perusahaan Pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu


pada Hutan Tanaman (IUPHHK). Data ini dapat diperoleh dari hasil
kuesioner Survei IUPHHK Blok VIII (Pengadaan dan Penggunaan Produksi
Kayu Kehutanan dan Nilai).

 Survei Khusus Studi Penyusunan Perubahan Inventori (SKSPPI). Data


inventori dapat diperoleh dari hasil kuesioner SKSPPI Blok IVA, IVB, dan V
yang mencatat tentang nilai persediaan menurut kode komoditas KBLI 2009
dan kode inventori (bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi).

 Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumah Tangga (SKTIR). Blok XII
yang mencatat tentang total nilai stok awal dan stok akhir menurut kode
lapangan usaha pada unit usaha rumah tangga.

 Data komoditas perkebunan.

 Indeks harga implisit PDB sektoral terpilih.

 Indeks harga perdagangan besar (IHPB) terpilih.

 Data eksternal lainnya seperti data persediaan beras dari Bulog, data semen
dari Asosiasi Semen Indonesia (ASI), gula dari Dewan Gula Indonesia (DGI),
ternak dari Ditjennak Deptan, dan sebagainya.

72 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


2. Metode penghitungan

Metodologi yang digunakan dalam penghitungan komponen perubahan inventori


adalah pendekatan dari sisi “korporasi” sebagai pendekatan “langsung” dan dari
sisi “komoditas” sebagai pendekatan tidak langsung. Dilihat dari sisi manfaatnya,
pendekatan secara langsung menghasilkan data yang relatif lebih baik dibanding
dengan pendekatan tidak langsung. Pendekatan komoditas hanya dapat
dilakukan jika data tentang posisi inventori tersedia secara rinci dan
berkesinambungan.

Pendekatan Langsung

Dengan menggunakan pendekatan langsung, akan diperoleh nilai posisi inventori


di saat tertentu (umumnya di akhir tahun). Sumber data utama adalah laporan
neraca akhir tahun (balance sheet) perusahaan. Untuk memperoleh nilai perubahan
inventori atas dasar harga berlaku, diperlukan data inventori di tahun yang
berurutan. Langkah penghitungan perubahan inventori dari laporan keuangan,
adalah sebagai berikut:

 menghitung posisi inventori atas dasar harga konstan dengan mendeflate stok
awal dan akhir persediaan dengan IHPB akhir tahun;
 menghitung perubahan inventori atas dasar harga konstan dengan
mengurangkan posisi inventori di tahun berjalan dengan tahun sebelumnya;
dan
 menghitung perubahan inventori atas dasar harga berlaku dengan menginflate
perubahan inventori atas dasar harga konstan dengan data IHPB rata-rata
tahunan.

Pendekatan Tidak Langsung

Pendekatan tidak langsung atau sering kali disebut juga dengan pendekatan arus
komoditas (commodity flow). Data utama yang digunakan adalah data volume dan
harga masing-masing barang inventori.

Nilai perubahan barang inventori atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara
menghitung perubahan volume stok akhir dan stok awal barang inventori
dikalikan rata-rata harga pembelian, atau harga penjualan bila data harga
pembelian tidak tersedia. Perubahan inventori atas dasar harga konstan dihitung
dengan mendeflate nilai perubahan inventori atas dasar harga berlaku dengan
indeks harga yang sesuai, atau mengalikan perubahan volume stok akhir dan stok
awal dikalikan dengan harga barang di tahun dasar.

Keterbatasan dan masalah dalam penghitungan Perubahan Inventori adalah:

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 73


 Data inventori yang dibutuhkan adalah yang dalam bentuk posisi pada satu
saat untuk periode waktu yang berurutan;
 Tidak seluruh komoditas inventori tersedia data volume dan harga;
 Data perubahan inventori yang tersedia dalam bentuk volume umumnya
tidak disertai dengan data harganya. Jika data harga inventori tidak tersedia
maka dapat diasumsikan indeks harga komoditas inventori mengikuti indeks
implisit PDB yang sesuai;
 Diperlukan adjustment dengan cara memark-up untuk melengkapi estimasi
bagi industri yang datanya tidak tersedia; dan
 Untuk tingkat kabupaten/kota disarankan menggunakan pendekatan
langsung.

3. Contoh penghitungan

A. Metode revaluasi

Tahap 1. Jumlah Inventori Ternak (Qt) Akhir Tahun 2010-2013 (000 ekor)
No. Jenis ternak 2010 2011 2012 2013
1 Sapi potong 6.460 7.051 9.846 10.198
2 Kerbau 951 621 846 911
3 Kambing 7.905 8.061 10.969 11.407
4 Ayam 1.132.077 1.302.835 1.363.710 1.480.905
5 Itik 37.161 36.157 40.553 42.065

Sumber: Ditjen Bina Produksi Peternakan, Kementerian Pertanian

Tahap 2. Perubahan Inventori Ternak (Qt - Qt-1) Tahun 2010-2013 (000 ekor)
No. Jenis ternak 2010 2011 2012 2013
1 Sapi potong 1.196 591 2.795 352
2 Kerbau 32 -330 226 65
3 Kambing 383 155 2.908 438
4 Ayam -25.298 170.758 60.875 117.195
5 Itik 3.234 -1.004 4.396 1.512

Sumber: Ditjen Bina Produksi Peternakan, Kementerian Pertanian

74 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Tahap 3. Harga Rata-rata TahunTernak (Pt) Tahun 2010-2013 (Rp/ekor)
No. Jenis ternak 2010 2011 2012 2013
1 Sapi potong 8.828.676 9.042.661 9.705.706 11.012.792
2 Kerbau 5.891.831 6.301.209 6.627.550 7.443.492
3 Kambing 727.393 770.727 863.848 1.029.230
4 Ayam 35.827 39.604 46.089 54.286
5 Itik 26.307 27.528 29.939 33.604

Sumber: Ditjen Bina Produksi Peternakan, Kementerian Pertanian

Tahap 4. Perubahan Inventori Ternak ADHB ((Qt - Qt-1) x Pt) Tahun 2010-2013
(Juta Rp)
No. Jenis ternak 2010 2011 2012 2013
1 Sapi potong 10.559.723 5.345.557 27.125.342 3.871.342
2 Kerbau 186.862 -2.081.646 1.494.538 483.767
3 Kambing 278.273 119.728 2.512.031 451.250
4 Ayam -906.356 6.762.613 2.805.645 6.362.014
5 Itik 85.089 -27.626 131.608 50.817

Sumber: Ditjen Bina Produksi Peternakan, Kementerian Pertanian

Tahap 5. Perubahan Inventori Ternak ADHK 2010 ((Qt - Qt-1)xP 2010) (Juta Rp)
No. Jenis ternak 2010 2011 2012 2013
1 Sapi potong 10.559.723 5.219.060 24.674.232 3.103.556
2 Kerbau 186.862 -1.946.405 1.328.631 382.921
3 Kambing 278.273 112.996 2.115.224 318.914
4 Ayam (906.356) 6.117.750 2.180.975 4.198.742
5 Itik 85.089 -26.400 115.642 39.783

Sumber: Ditjen Bina Produksi Peternakan, Kementerian Pertanian

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 75


B. Metode deflasi

Perubahan Inventori Barang Jadi & Barang Setengah Jadi Sektor IBS
Menurut Klasifikasi Komoditi SUT (246) Tahun 2010 (Ribu Rupiah)

Stok awal Stok akhir IHPB Stok awal Stok awal Perubahan Stok
Kode barang jadi & barang jadi & barang jadi & barang jadi & barang jadi &
Keterangan
SUT setengah jadi setengah jadi Desember Desember setengah jadi setengah jadi setengah jadi
ADHB ADHB 2009 2010 ADHK ADHK ADHK=ADHB
77 Jangat, kulit dan kulit berbulu, mentah 389 387 101,01 103,75 385 373 (13)
78 Daging mamalia, segar atau dingin 273.484 272.563 99,95 99,94 273.622 272.733 (1.005)
79 Lemak hewan dan Unggas, belum dicairkan 3.269 3.258 97,94 100,32 3.338 3.248 (102)
80 Daging unggas, segar atau dingin 1.892.483 2.336.618 95,58 106,27 1.979.974 2.198.672 247.215
81 Daging mamalia, beku 53.132.292 65.287.807 97,94 100,32 54.251.043 65.076.695 12.237.257
82 Daging unggas, beku 12.601.890 15.484.929 95,58 106,27 13.184.487 14.570.754 1.567.029
Sisaan yang dapat dimakan dari hewan segar,
dingin atau beku dan pengolahan daging
83 3.065.325 3.766.604 97,72 101,39 3.136.832 3.714.856 653.395
sisaan lainnya kecuali Ekstrak dan jus serta
tepung kasar dare daging
Produk penggaraman/pengiriman ikan dan
84 35.426.224 50.752.046 97,06 104,02 36.499.095 48.788.928 13.892.359
biota air lainnya
Ikan dan biota air yang diolah dan
85 2.992.505.614 3.061.834.452 97,06 104,02 3.083.132.657 2.943.400.968 (157.951.932)
diawetkan lainnya
Pengolahan dan pengawetan sayur-sayuran,
86 kacang-kacangan dan kentang-kentangan 203.612.790 231.419.625 99,10 100,83 205.460.110 229.504.571 27.179.726
belum siap saji
Buah dan kacang-kacangan yang diolah dan
87 280.725.177 310.348.144 99,10 100,83 283.272.116 307.779.938 27.703.508
diawetkan
88 Minyak nabati 14.132.356.006 12.905.122.521 94,37 107,72 14.975.031.675 11.980.073.831 (3.385.483.866)
89 Margarine dan olahan yang sejenis 29.800.960 15.116.681 98,95 100,98 30.117.571 14.970.059 (17.122.664)
91 Kopra 470.676 452.042 90,39 111,05 520.715 407.062 (128.472)
Minyak, lemak dan residunya dari hewani
92 74.740.579 91.287.876 94,37 107,72 79.197.166 84.744.294 6.270.443
dan nabati lainnya, dimurnikan, ytdl
93 Susu dan kepala susu cair yang diolah 132.158.452 108.890.128 97,55 101,15 135.474.360 107.650.747 (31.451.659)
94 Produk susu lainnya 679.120.620 772.999.179 97,55 101,15 696.160.025 764.200.948 76.913.085
Padi-padian dan biji-bijian hasil
95 774.464.142 940.171.079 90,59 107,04 854.885.312 878.311.998 26.481.397
penggilingan, pengolahan dan pembersihan
96 Tepung gandum dan tepung meslin 177.318.051 164.839.394 100,48 100,76 176.475.515 163.593.066 (14.562.250)
Produk padi-padian giling kecuali tepung
97 13.381.644 13.610.113 90,59 107,04 14.771.208 12.714.628 (2.324.747)
gandum dan tepung beras
98 Pati dan produk pati 143.239.354 166.666.892 100,48 100,76 142.558.744 165.406.746 25.827.255
99 Beras, setengah atau seluruhnya digiling 84.052.432 103.691.195 89,83 107,53 93.571.863 96.433.567 3.234.854
100 Tepung Lainnya 141.751.121 147.150.233 100,48 100,76 141.077.583 146.037.650 5.606.833
101 Roti, Biskuit dan Sejenisnya 269.825.972 277.091.929 98,51 100,91 273.920.902 274.589.539 755.824
102 Gula 1.224.792.817 1.587.798.071 93,56 103,81 1.309.168.270 1.529.474.444 249.032.888
103 Kakao, coklat dan kembang gula 647.377.747 593.785.697 99,64 100,65 649.699.131 589.927.095 (67.565.980)
104 Mie, Makaroni dan Sejenisnya 210.093.338 224.619.541 97,96 102,21 214.464.777 219.762.378 5.988.379
105 Makanan dan Masakan Olahan 156.826.906 178.820.753 98,02 101,32 159.999.237 176.483.726 18.633.975
106 Kopi Olahan 253.203.129 315.573.406 97,69 100,38 259.191.860 314.389.719 62.395.356
107 Teh Olahan 1.009.534.895 1.258.208.642 97,35 100,48 1.037.066.040 1.252.194.660 243.180.208
108 Kecap 243.553.086 289.378.117 98,25 101,95 247.894.741 283.853.760 40.647.878
Rempah-rempah dan tanaman aromatik,
109 208.595.178 248.172.607 98,02 101,32 212.814.690 244.929.214 36.302.081
diolah
110 Produk Masak Lainnya 5.582.942 6.029.558 98,02 101,32 5.695.875 5.950.757 288.117
111 Produk Makanan Lainnya 194.531.154 209.795.010 98,02 101,32 198.466.176 207.053.178 9.706.699
112 Makanan hewan yang diolah 941.055.000 1.206.963.993 98,99 101,28 950.613.896 1.191.706.690 272.529.968

76 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Perubahan Inventori Bahan Baku Sektor IBS
Menurut Klasifikasi Komoditi SUT (246) Tahun 2010 (Ribu Rupiah)

Stok awal Stok akhir IHPB Stok awal Stok akhir Perubahan stok
Kode
Keterangan bahan baku bahan baku Desember Desember bahan baku bahan baku bahan baku
SUT
ADHB ADHB 2009 2010 ADHK ADHK ADHK=ADHB
1 Padi 1.602.532.059 2.338.763.124 92,13 106,81 1.739.375.559 2.189.733.954 450.358.396
2 Jagung 904.096.535 1.318.446.986 95,36 106,01 948.120.684 1.243.715.964 295.595.280
3 Ubi jalar 154.625.628 225.652.210 93,17 104,28 165.958.867 216.390.078 50.431.211
4 Ubi kayu 113.681.338 165.900.346 97,11 101,83 117.066.607 162.916.774 45.850.168
5 Umbi-umbian Lainnya 192.746 281.283 100,53 105,19 191.732 267.403 75.671
6 Kacang tanah 88.660.045 129.382.225 94,98 106,56 93.350.322 121.416.886 28.066.564
7 Kacang kedelai 392.765.027 573.178.991 101,02 103,03 388.790.045 556.344.962 167.554.917
9 Gandum dan tanaman serelia lainnya 441.751.154 644.561.888 94,22 105,35 468.850.780 611.815.543 142.964.763

10 Sayuran daun 1.371.846 1.998.246 85,61 105,49 1.602.471 1.894.267 291.796


11 Sayuran buah 2.337.742 3.372.738 86,61 105,49 2.699.216 3.197.237 498.021
12 Sayuran umbi 31.126.887 45.416.928 87,61 105,49 35.529.658 43.053.655 7.523.996
13 Sayuran semusim lainnya 29.101.644 41.922.688 88,61 105,49 32.843.067 39.741.238 6.898.170
14 Buah-buahan semusim 44.007 64.221 98,51 104,07 44.674 61.709 17.035
15 Bunga dan bibit bunga 760.402.445 879.580.244 94,28 105,45 806.576.681 834.129.722 27.553.041
16 Tebu 1.245.099.747 1.816.923.231 98,22 101,47 1.267.640.017 1.790.603.693 522.963.676
17 Tembakau 2.175.875.134 1.686.447.370 94,56 105,11 2.301.012.337 1.604.408.712 (696.603.625)
18 Tanaman serat 544.269.238 612.424.119 93,28 105,45 583.508.539 580.778.346 (2.730.192)
Tanaman perkebunanan semusim
19 48.426.593 65.509.244 94,28 105,45 51.367.222 62.124.187 10.756.965
lainnya
20 Buah-buahan tropis 261.563.628 379.344.391 98,51 104,07 265.531.225 364.505.972 98.974.747
21 jeruk 633.326 901.181 98,51 104,07 642.933 865.931 222.998
22 Buah-buahan tahunan lainnya 30.707.474 33.192.428 98,51 104,07 31.173.269 31.894.075 720.806
23 cabe dan sayuran tahunan lainnya 8.653.401 12.359.961 88,61 105,49 9.765.916 11.716.810 1.950.893
24 Tanaman biofarmaka 17.748.465 25.801.851 94,28 105,45 18.826.212 24.468.593 5.642.380
Tanaman hias selain bunga dan
25 475.657.182 358.233.149 94,28 105,45 504.540.713 339.722.179 (164.818.534)
tanaman hidup lainnya
26 Karet 2.255.824.398 2.581.319.858 90,98 107,87 2.479.589.539 2.393.003.207 (86.586.332)
27 Kelapa 424.267.601 615.385.665 93,07 102,98 455.842.823 597.603.581 141.760.758
28 Kelapa sawit 9.215.497.718 13.445.356.492 92,71 106,79 9.940.299.322 12.590.462.185 2.650.162.862
29 Kopi 247.641.171 323.531.202 104,71 99,61 236.505.469 324.798.043 88.292.573
30 Teh 1.562.388.626 1.308.288.860 97,35 101,04 1.604.996.711 1.294.870.815 (310.125.896)
31 Kakao 138.971.904 202.353.853 105,35 98,55 131.916.621 205.328.346 73.411.725
32 Cengkeh 4.200.615.858 3.254.077.048 100,93 102,08 4.162.073.032 3.187.845.118 (974.227.913)
33 Jambu mete 2.274.048 3.318.622 99,69 104,66 2.281.135 3.170.848 889.712
Tanaman perkebunanan tahunan
34 177.486.881 249.030.280 94,28 105,45 188.264.491 236.162.146 47.897.655
lainnya
35 Ternak besar 4.179.005 4.191.082 98,79 103,47 4.230.238 4.050.422 (179.816)
36 Ternak kecil 7.693.972 10.106.707 97,64 103,44 7.880.244 9.770.650 1.890.406
37 Susu segar 107.503.353 156.884.531 100,06 99,99 107.435.471 156.900.521 49.465.050
38 Unggas dan hasil-hasilnya 141.918.125 206.870.152 95,63 103,44 148.395.892 199.997.708 51.601.816
39 Aneka ternak lainnya 49.650.278 71.041.309 95,78 103,10 51.837.074 68.903.207 17.066.133
41 Kayu 1.142.970.619 1.057.978.646 95,13 98,12 1.201.539.973 1.078.216.690 (123.323.283)
42 Hasil hutan bukan kayu 800.407.977 899.805.372 95,97 103,37 833.998.194 870.465.468 36.467.274
44 Ikan 410.639.732 599.089.277 97,31 104,22 422.004.782 574.857.395 152.852.614
45 Udang dan crustacea lainnya 510.929.883 744.568.470 95,10 104,62 537.243.510 711.716.360 174.472.850
46 Biota air lainnya 211.282.249 239.370.393 97,06 104,02 217.680.862 230.111.411 12.430.549
47 Rumput laut dan sejenisnya 13.439.932 18.061.590 97,06 104,02 13.846.956 17.362.958 3.516.002
49 Batubara dan Lignit 546.229.726 590.678.020 100,33 99,70 544.424.434 592.442.076 48.017.642
50 Minyak mentah dan kondensat 2.146.719 1.356.066 99,95 112,32 2.147.717 1.207.363 (940.354)

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 77


V. Penghitungan PDRB Triwulanan
1. Sumber data
Sumber data untuk penghitungan perubahan inventori triwulanan antara lain:
 Laporan keuangan Perusahaan Terbuka,
 Data Tahunan Posisi inventori
 Indeks Industri Besar Sedang

2. Metode penghitungan
Penghitungan Perubahan Inventori triwulanan menggunakan metode
langsung dan metode tidak langsung. Penghitungan dengan metode langsung
menggunakan data laporan keuangan perusahaan. Untuk daerah yang
wilayahnya terdapat perusahaan terbuka, dapat menggunakan data
perusahaan tersebut. Proses penghitungan sama dengan proses penghitungan
tahunan dengan beberapa komponen terkait disesuaikan. Misal IHPB pada
penghitungan tahunan menggunakan IHPB bulan Desember dan pertengahan
tahun, maka pada data triwulanan menggunakan IHPB bulan terakhir periode
tersebut dan IHPB rata-rata triwulanan yang bersangkutan.

78 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 79
80 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran
2.6. EKSPOR IMPOR

i Pendahuluan

Aktivitas ekspor-impor di wilayah babupaten/kota diyakini telah terjadi sejak


sangat lama, bahkan sebelum suatu wilayah ditetapkan sebagai wilayah pemerintah
kabupaten/kota. Ragam barang dan jasa yang diproduksi, sebaran produksi yang
tidak merata, serta disparitas harga, menjadi faktor utama munculnya aktivitas ekspor
impor. Daerah yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri berusaha
mendatangkan dari daerah atau bahkan negara lain. Di sisi lain, daerah yang
memproduksi barang dan jasa lebih dari kebutuhan domestik, juga terdorong
memperluas pasar ke luar daerah atau bahkan ke luar negeri.

Seiring perkembangan zaman, jumlah penduduk yang semakin banyak diiringi


oleh aktivitas produksi dan permintaan masyarakat atas barang dan jasa yang
semakin meningkat dan beragam. Kemajuan bidang transportasi dan komunikasi juga
ikut memperlancar distribusi barang dan jasa. Kondisi tersebut mendorong aktivitas
ekspor-impor di Kabupaten/kota semakin berkembang.

Secara umum, aktivitas ekspor-impor antar kabupaten/kota lebih mudah


dilakukan dibanding dengan aktivitas ekspor-impor nasional ke luar negeri. Hal ini
terjadi antara lain karena :
 transaksi ekspor dan impor antar kabupaten/kota tidak memerlukan izin
dan tidak dikenai tarif impor ataupun pajak ekspor;
 jarak antar daerah relatif lebih dekat; dan
 faktor selera masyarakat relatif sama.

Dilihat dari sisi partner transaksi, ekspor-impor kabupaten/kota dapat


dilakukan dengan kabupaten/kota lain (ekspor-impor antar kabupaten/kota) atau
negara lain (ekspor-impor luar negeri). Kondisi ini membuat transaksi ekspor-impor
kabupaten/kota berperan besar dalam pembentukan PDRB. Peran ekspor-impor
kabupaten/kota terhadap PDRB diyakini melebihi peran ekspor-impor nasional
terhadap PDB. Peranan ekspor-impor kabupaten/kota juga diyakini relatif besar
dibandingkan peran komponan lain dalam membentuk PDRB kabupaten/kota.

ii Konsep dan definisi

Ekspor-impor kabupaten/kota didefiniskan sebagai alih kepemilikan ekonomi


(baik penjualan/pembelian, barter, hadiah ataupun hibah) atas barang dan jasa antara
residen kabupaten/kota dengan non-residen yang berada di luar kabupaten/kota baik
Indonesia maupun luar negeri (United Nations, 2009: 56).

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 81


iii Cakupan

Cakupan transaksi ekspor-impor kabupaten/kota sama dengan cakupan


transaksi ekspor-impor nasional ke luar negeri, yang membedakan hanya mitra
transaksinya. Dalam ekspor-impor nasional ke luar negeri, yang menjadi mitra adalah
residen luar negeri, sedangkan ekspor-impor kabupaten/kota yang menjadi mitra
adalah residen kabupaten/kota lain di Indonesia dan residen luar negeri.

iv Penghitungan PDRB Tahunan

1. Sumber data

Berbeda dengan penghitungan ekspor-impor nasional, penghitungan ekspor-


impor kabupaten/kota belum tersedia data dasar yang sesuai dengan konsep SNA.
Data yang tersedia hanya menunjukkan adanya transaksi, namun tidak diketahui
berapa nilai-nya. Kondisi data ini menyebabkan penghitungan ekspor-impor
kabupaten/kota sulit dilakukan secara langsung. Pada series data PDB/PDRB series
2000=100, sumber data yang tersedia dan digunakan untuk penyusunan ekspor-impor
antar wilayah di tingkat provinsi adalah:
 Laporan Simopel, yaitu laporan (bulanan) bongkar muat barang di
pelabuhan;
 Informasi lalu-lintas barang yang keluar-masuk provinsi di jembatan
timbang; dan
 Informasi lalu-lintas barang yang keluar-masuk provinsi dari hasil survei.

Dalam menghitung ekspor-impor kabupaten/kota, data yang tersedia tersebut


digunakan sebagai pendukung hasil penghitungan dengan metode tak-langsung,
ditambah dengan informasi dari hasil survei matriks arus komoditas (SMAK) yang
menggali informasi tentang ekspor-impor antar kabupaten/kota tahun 2010-2012
secara sampel. Data yang digunakan dalam metode tak-langsung adalah:
 Struktur input;
 Struktur permintaan akhir menurut komoditas;
 Nilai tambah bruto adh Berlaku;
 Koefisien heterogenitas; dan
 IHPB barang dan IHK jasa-jasa (kesehatan; pendidikan, rekreasi dan olah
raga; transpor dan komunikasi, serta jasa keuangan).

2. Metode Penghitungan

Metode penghitungan ekspor-impor kabupaten/kota terdiri dari penghitungan


untuk data tahunan adh Berlaku dan adh Konstan.

Penghitungan Ekspor/Impor adh Berlaku

Penghitungan ekspor-impor kabupaten/kota dengan metode tak-langsung


menggunakan metode cross hauling. Metode ini akan menghasilkan nilai ekspor-impor

82 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


barang dan jasa di suatu kabupaten/kota. Metode ini bekerja dengan memanfaatkan
sifat keseimbangan permintaan (demand) dan penyediaan (supply) setiap
industri/komoditas di suatu perekonomian.

Penghitung ekspor impor dengan metode cross-hauling diawali dengan metode


commodity balance. Metode commodity balance adalah metode penghitungan ekspor-
impor dengan memanfaatkan Tabel Input-Output “bayangan”. Dalam metode ini,
transksi ekspor-impor dipandang sebagai item penyeimbang (balancing item) untuk
menuju kondisi demand dan supply yang seimbang di suatu perekonomian. Jika supply
domestik suatu industri/komoditas di suatu kabupaten/kota melebihi kebutuhan
(permintaan antara dan permintaan akhir), maka kabupaten/kota tersebut mengalami
surplus dan akan melakukan ekspor. Sebaliknya, jika supply domestik komiditas di
suatu kabupaten/kota tidak ada atau kurang, maka kabupaten/kota tersebut akan
mengimpor (Kronenberg, 2008).

Asumsi yang digunakan dalam metode commodity balance adalah kelebihan dan
kekurangan supply domestik atas demand, sepenuhnya diselesaikan dengan ekspor dan
impor. Jika kelebihan supply domestik, maka akan melakukan ekspor, sedangkan jika
kekurangan supply domestik, maka akan mengimpor. Hal ini membuat penghitungan
ekspor-impor tersebut belum menangkap aspek lain di dalam transaki ekspor-impor,
karena dalam kenyataannya, baik dalam kondisi kelebihan atau kekurangan supply
domestik, suatu kabupaten/kota dapat melakukan transaksi ekspor/impor secara
bersama. Untuk mengatasi kelemahan ini, penghitungan ekspor-impor
kabupaten/kota perlu untuk disempurnakan dengan menerapkan metode cross
hauling.

Metode cross hauling berusaha mengatasi kelemahan metode commodity balance,


dengan mengakomodir kemungkinan suatu kabupaten/kota melakukan ekspor-impor
komoditas secara bersamaan. Contoh, suatu kabupaten/kota, selain mengekspor
komoditas pertanian ke luar daerah/luar negeri, juga melakukan impor komoditas
pertanian yang merupakan output dari luar daerah/luar negeri.

Penghitungan ekspor-impor kabupaten/kota menggunakan metode commodity


balance dilakukan dengan cara sbb:

1. menyusun struktur input masing-masing industri dengan bantuan Tabel I-O


yang tersedia;
2. mengalikan NTB menurut industri dengan rasio total input/output terhadap
NTB;
3. mengalikan struktur input pada dari poin (1) dengan output daripoin (2). Dari
proses ini dihasilkan biaya antara, NTB, dan total input/output dalam Tabel I-O
bayangan;
4. menyusun struktur komponen permintaan akhir dengan bantuan Tabel I-O
yanga ada;

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 83


5. mengalikan masing-masing komponen permintaan akhir dengan struktur dari
poin (4);
6. menghitung nilai ekspor neto (trade balance), yang merupakan selisih output
(supply domestik) dengan permintaan domestik (antara dan akhir domestik);
7. jika net ekspor bernilai positif, diasumsikan terjadi ekspor, dan jika bernilai
negatif diasumsikan terjadi impor;
8. menjumlahkan nilai ekspor dan impor komoditas dari poin (7) untuk mendapat
nilai ekspor dan impor.

Selanjutnya, untuk menghitung ekspor-impor kabupaten/kota dengan metode


cross hauling, dilakukan langkah seperti langkah yang dilakukan dalam metode
commodity balance di atas, namum hanya sampai langkah ke (6). Penyesuaian dilakukan
untuk langkah ke (7), sehingga urutannya menjadi:

1. melakukan langkah (1) s.d (6) seperti pada metode commodity balance;
2. menghitung koefisien heterogenitas13 berdasarkan Tabel I-O data yang tersedia,
yaitu trade volume dikurangi nilai absolut trade balance. Hasilnya dibagi dengan
jumlah output, permintaan antara, dan permintaan akhir domestik;
3. menghitung besarnya volume perdagangan (trade volume), yaitu menjumlahkan
nilai absolut trade balance dengan hasil perkalian antara koefisien heterogenitas
dan jumlah output, permintaan antara, dan permintaan akhir domestik;
4. nilai impor setiap komoditas diperoleh dengan mengurangkan trade volume
dengantrade balance, hasilnya dibagi dua;
5. nilai ekspor setiap komoditas diperoleh dengan menjumlahkan trade balance dan
impor;
6. menjumlahkan nilai ekspor dan impor per komoditas pada langkah (5) untuk
mendapat nilai ekspor dan impor.

Sebagai ilustrasi, maka langkah penghitungan ekspor-impor untuk wilayah provinsi


adalah sbb :

13
Semakin heterogen komoditas di suatu sektor mengakibatkan nilai koefisien heterogenitasnya tinggi
dan membuat aktivitas ekspor-impor komoditas secara bersamaan menjadi semakin besar. Contoh
penghitungan koefisien heterogenitas dapat dilihat pada Tabel 2.7.1.

84 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Tabel 2.6.1. Struktur Input Industri PDRB Menurut Industri
Berdasarkan Tabel I-O yang Tersedia
No Industri 01 02 03 ... 33
01 Tanaman bahan makanan a1 1 a1 2 a1 3 ... a1 33
02 Tanaman perkebunan a2 1 a2 2 a2 3 ... a2 33
03 peternakan dan hasil-hasilnya a3 1 a3 2 a3 3 ... a3 33
. . . . . … .
. . . . . aij .
. . . . . … .
32 Sosial kemasyarakatan a32 1 a32 2 a32 3 ... a32 33
Perorangan, rumah tangga &
33 a33 1 a33 2 a33 3 ... a33 33
lainnya
Nilai Tambah Bruto rntb1 rntb2 rntb3 ... rntb33
Output 1,00 1,00 1,00 ... 1,00

Keterangan:
Pada baris output, seluruh isian harus sama dengan satu.
aij : rasio input antara dari baris ke-i dan kolom ke-j terhadap output sektor ke-j
rntbj : rasio nilai tambah bruto sektor ke-j terhadap output sektor ke-j

Tabel 2.6.2. Input Industri PDRB Kabupaten/Kota

No Industri 01 02 03 ... 33 Permintaan


antara
01 Tanaman bhn makanan i1 1 i1 2 i1 3 ... i1 33 i1
02 Tanaman perkebunan i2 1 i2 2 i2 3 ... i2 33 i2
03 Peternakan dan hasil- i3 1 i3 2 i1 3 ... i3 33 i3
. .hasilnya . . . … . .
. . . . . iij . .
. . . . . … . .
32
. Sosial kemasyarakatan i32 1 i32 2 i32 3 ... i32 33 i32
.
33 Perorangan, rumah tangga i33 1 i33 2 i33 3 ... i33 33 i33
& lainnya

Nilai Tambah Bruto ntb1 nbb2 ntb3 ... ntb33 i


Output o1 o2 o3 ... o33

Keterangan:
iij : output sektor ke-i yang menjadi input antara sektor ke-j, iij = oj x aij
ii : jumlah output sektor ke-i yang menjadi input antara di seluruh sector, ii = Σj iij
i : jumlah input antara seluruh sektor, i = Σi ii
oj : output sektor ke-j, oj = ntbj/rntbj

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 85


Tabel 2.6.3. Struktur Permintaan Akhir Domestik
Berdasarkan Tabel I-O yang Tersedia

No Industri 301 302 303 304


01 Tanaman Bahan Makanan rf1 1 rf1 2 rf1 3 rf1 4
02 Tanaman Perkebunan rf2 1 rf2 2 rf2 3 rf2 4
03 Peternakan dan Hasil-hasilnya rf3 1 rf3 2 rf3 3 rf3 4
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
32 Sosial Kemasyarakatan rf32 1 rf32 2 rf32 3 rf32 4
33 Perorangan, Rumah tangga & rf33 1 rf33 2 rf33 3 rf33 4
Lainnya

Total 1,00 1,00 1,00 1,00

Keterangan:
rfih : rasio permintaan akhir baris ke-i dan kolom ke-h, dimana h terdiri dari 301 (konsumsi
rumah tangga dan LNPRT), 203 (konsumsi pemerintah), 303 (PMTB), 304 (perubahan
inventori)
Total struktur permintaan akhir harus sama dengan satu

Tabel 2.6.4. Permintaan Akhir Menurut Komoditas Kabupaten/Kota


No Industri 301 302 303 304 Permintaan
akhir
01 Tanaman Bahan Makanan f1 1 f1 2 f1 3 f1 4 domestik
f1
02 Tanaman Perkebunan f2 1 f2 2 f2 3 f2 4 f2
03 Peternakan dan Hasil-hasilnya f3 1 f3 2 f3 3 f3 4 f3
. . . . . . .
. . . . . . .
. . . . . . .
32 Sosial Kemasyarakatan f32 1 f32 2 f32 3 f32 4 f32
33 Perorangan, Rumah tangga & f33 1 f33 2 f33 3 f33 4 f33
Lainnya

Total f. 1 f. 2 f. 3 f. 4 f

Keterangan:
fih = permintaan akhir baris ke-i dan kolom ke-h, dimana h terdiri dari 301 (konsumsi rumah
tangga dan LNPRT), 203 (konsumsi pemerintah), 303 (PMTB), 304 (perubahan
inventori), fih = fi x rfih
f.h = total permintaan akhir

86 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Tabel 2.6.5. Net Ekspor (Trade Balance) Kabupaten/Kota
No Industri Output Permintaan Permintaan Trade
Antara Akhir Dom Balance
01 Tanaman Bahan Makanan o1 i1 f1 tb1
02 Tanaman Perkebunan o2 i2 f2 tb2
03 Peternakan dan Hasil-hasilnya o3 i3 f3 tb3
. . . . .
. . . . .
32 Sosial Kemasyarakatan o32 i32 f32 tb32
33 Perorangan & Rumah tangga & o33 i33 f33 tb33
Lainnya
Total o i f tb

Keterangan:
tbi : trade balance, tbi = oi – (ii + fi)

Tabel 2.6.6. Nilai Ekspor-Impor Kabupaten/Kota


Dengan Metode Commodity Balance

No Industri Trade Eskpor Impor


Balance
01 Tanaman Bahan Makanan tb1 xcb1 mcb1
02 Tanaman Perkebunan tb2 xcb2 mcb2
03 Peternakan dan Hasil-hasilnya tb3 xcb3 mcb3
. . . . .
. . . . .
. . . . .
32 Sosial Kemasyarakatan tb32 xcb32 mcb32
33 Perorangan & RT&Lainnya tb33 xcb33 mcb33
Total tb xcb Mcb
Keterangan:
Bila tbi bernilai positif maka nilai tbi dipindahkan ke dalam kolom ekspor,
sedangkan bila bernilai negatif maka dipindahkan ke kolom impor (setelah
nilainya dimutlakkan).

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 87


Tabel 2.6.7.Nilai Koefisien Heterogenitas
Berdasarkan Tabel I-O yang Tersedia

No Industri Out Per Perm. Eks Impor Trade Trade Koef.


put m. Akhir por Balan Volu Heter.
Ant Dom ce me
ara
01 Tanaman Bahan O1 I1 F1 X1 M1 TB1 TV1 h1
Makanan
02 Tanaman O2 I2 F2 X2 M2 TB2 TV2 h2
Perkebunan
03 Peternakan dan O3 I3 F3 X3 M3 TB3 TV3 h3
Hasil-hasilnya
. . . . . . . . . .
. . . . . . . . . .
32 Sosial O32 I32 F32 X32 M32 TB32 TV32 h32
Kemasyarakatan
33 Perorangan, O33 I33 F33 X33 M33 TB33 TV33 h33
Rumah tangga &
Lainnya

Keterangan:
TVi = Xi + Mi
TBi = Xi - Mi
hi = (TVi – |TBi|)/ (Oi + Ii + Fi)

88 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Tabel 2.6.8.Nilai Ekspor-Impor Kabupaten/Kota
Dengan Metode Cross Hauling
No Industri Outpu Perm. Perm. Koef. Trade Trade Trade Ekspor Impor
t Antara Akhir Heter. Balance Volume Volume
Dom 1 2
01 Tanaman o1 i1 f1 h1 tb1 tv1 1 tv1 2 xch1 mch1
bahan makanan
02 Tanaman o2 i2 f2 h2 tb2 tv2 1 tv2 2 xch2 mch2
perkebunan
03 peternakan o3 i3 f3 h3 tb3 tv3 1 tv3 2 xch3 mch3
dan hasil-hasil
. . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . .
32 Sosial o32 i32 f32 h32 tb32 tv32 1 tv32 2 xch32 mch32
kemasyarakatan
33 Perorangan, o33 i33 f33 h33 tb33 tv33 1 tv33 2 xch33 mch33
rumah tangga &
lainnya
Total o i f tb xch mch

Keterangan:
tvi1 = |tbi | + hi.(oi + ii + fi)
Jika tvi1 > tbi, maka nilai tvi 1 bisa langsung digunakan, dan
Jika tvi1 < tbi, maka tvi 1 diganti dengan tvi2 yang merupakan nilai absolut dari
tbi (tvi 2 = |tbi 1|) ;
xchi = tbi + mi;
mchi = (tvi – tbi)/2 ;

Tabel 2.6.9. Nilai Ekspor-Impor Kabupaten/Kota


dengan Kombinasi Metode Commodity Balance dan Cross Hauling
No Industri Output Ekspor Impor
01 Tanaman bahan makanan o1 x1 m1
02 Tanaman perkebunan o2 x2 m2
03 Peternakan dan hasil-hasilnya o3 x3 m3
. . . . .
. . . . .
. . . . .
32 Sosial kemasyarakatan o32 x32 m32
33 Perorangan, rumah tangga & lainnya o33 x33 m33
Total O x m

Keterangan:
Jika oi = 0 maka xi = 0 dan mi = mcbi,
Jika oi ≠ 0, maka xi = xchi dan mi = mchi.

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 89


Metode cross hauling mengandalkan stuktur input dan permintaan akhir, nilai
tambah per industri, serta permintaan akhir domestik per komponen, dan koefisien
heterogenitas per komoditas yang didasarkan pada data yang tersedia dan hasil
penghitungan sebelumnya. Penghitungan dengan metode commodty balance ini akan
menghasilkan nilai ekspor-impor provinsi yang lebih rendah dibandingkan dengan
metode cross hauling. Akurasi hasil penghitungan setiap item akan menentukan
akurasi nilai ekspor-impor provinsi. Oleh karena itu diperlukan upaya agar hasil
penghitungan ekspor-impor kabupaten/kota ini berkualitas, dengan menyesuaikan
struktur input dan permintaan akhir serta koefisien heterogenitas yang lebih sesuai
dengan kondisi di Kabupaten/Kota untuk referensi penghitungan, dan melakukan
pemeriksaan hasil penghitungan dengan membandingkan dengan berbagai data
sekunder ekspor-impor yang relevan.

Penghitungan adh Konstan

Penghitungan ekspor-impor antar kabupaten/kota adh konstan dilakukan


dengan metode deflasi, dengan IHPB dan IHK sebagai deflator-nya. Rincian deflator
yang digunakan adalah sbb :

Tabel 2.6.10. Deflator untuk komponen Ekspor Impor

Rincian Deflator
1. Ekspor barang IHPB menurut jenis barang
2. Ekspor jasa IHK jasa
3. Impor barang IHPB menurut jenis barang nasional/provinsi mitra
utama
4. Impor jasa IHK jasa nasional/ provinsi mitra utama

Karena indeks harga sebagai deflator tidak menggunakan tahun dasar 2010,
maka sebelum digunakan, tahun dasar indeks harga tersebut harus digeser terlebih
dahulu menjadi tahun 2010.Metode yang digunakan adalah yang dikenal dengan
istilah referencing, yaitu nilai indeks pada tahun 2010 digeser menjadi 100,00;
sedangkan periode lain digerakkan dengan perubahan indeks yang ada.

90 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Tabel 2.6.11. Nilai Ekspor-Impor Kabupaten/kota adh Konstan

No Industri Ekspor Deflator Ekspor Impor Deflator Impor


ADHK ADHK
01
Tanaman bahan x1 IHPB1 xk1 m1 IHPB1 mk1
Makanan
02 Tanaman perkebunan x2 IHPB2 xk2 m2 IHPB2 mk2
03 Peternakan dan Hasil- x3 IHPB3 xk3 m3 IHPB3 mk3
hasilnya
. . . .
. . . .
. . . .
32 Sosial Kemasyarakatan x32 IHK xk32 m32 IHK32 mk32
33 Perorangan & Rumah x33 IHK xk33 m33 IHK33 mk33
tangga & Lainnya
Total x xk m mk

xki = xi /Deflator ekspori


mki = mi /Deflator impori

Deflator untuk barang adalah IHPB, sedangkan jasa adalah IHK.

3. Contoh Penghitungan14

Untuk memudahkan, maka dalam contoh penghitungan ini hanya mengunakan


data dengan ukuran empat sektor. Contoh penghitungan untuk penghitungan tahun
2010.Misalkan tabel input-output yang ada adalah seperti tersaji pada Tabel 12.

Tabel 2.6.12. Tabel Input-Output yang ada (Ilustrasi)

Sek1 Sek2 Sek3 Sek4 180 301 302 303 304 305 409 600
Sek1 15 16 8 4 43 208 80 40 -5 160 91 435
Sek2 20 14 10 8 52 180 120 142 30 40 69 495
Sek3 12 9 12 14 47 214 60 40 -25 260 42 554
Sek4 8 6 14 12 40 252 42 10 40 200 31 553
190 55 45 44 38 182 854 302 232 40 660 233 2.037
201 120 140 165 175 600
202 210 240 270 260 980
203 60 45 50 60 215
204 40 30 35 40 145
205 -50 -5 -10 -20 -85
209 380 450 510 515 1.855
210 435 495 554 553 2.037

14
Contoh penghitungan dalam format MS Excel juga tersedia dan didistribusikan bersama
dengan materi pembinaan.

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 91


Struktur input dan struktur permintaan akhir yang dihasilkan dari tebel input-
output tersebut adalah seperti tersaji pada Tabel 13.

Tabel 2.6.13. Struktur Input dan Permintaan Ahkhir (Ilustrasi)

Sek1 Sek2 Sek3 Sek4 180 301 302 303 304 305 409
-
Sek1 0,034 0,032 0,014 0,007 0,244 0,265 0,172 0,242 0,391
0,125
Sek2 0,046 0,028 0,018 0,014 0,211 0,397 0,612 0,750 0,061 0,296
-
Sek3 0,028 0,018 0,022 0,025 0,251 0,199 0,172 0,394 0,180
0,625
Sek4 0,018 0,012 0,025 0,022 0,295 0,139 0,043 1,000 0,303 0,133
190 0,126 0,091 0,079 0,069 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
201 0,276 0,283 0,298 0,316
202 0,483 0,485 0,487 0,470
203 0,138 0,091 0,090 0,108
204 0,092 0,061 0,063 0,072
205 -0,115 -0,010 -0,018 -0,036
209 0,874 0,909 0,921 0,931
210 1,000 1,000 1,000 1,000

Berdasarkan Tabel I-O tersebut diperoleh koefisien heterogenitas masing-masing


sektor, seperti terliaht pada Tabel 14.

Tabel 2.6.14. Penghitungan Koefisien Heterogenitas


Output Perm. Perm. Ekspor Impor Trade Trade Koef.
(Oi) Antara Akhir Balance Volume Heter.
(Ii) Dom (Fi) (TBi) (TVi) (hi)
Sek1 435 43 323 160 91 69 251 0,227
Sek2 495 52 472 40 69 -29 109 0,079
Sek3 554 47 289 260 42 218 302 0,094
Sek4 553 40 344 200 31 169 231 0,066
hi = (TVi – |TBi|)/ (Oi + Ii + Fi)

92 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran


Misalkan NTB Provinsi untuk sektor 1 (sek 1) s.d sektor 4 (sek 4) adalah: 40, 46,
54 dan 60, maka estimasi input dan permintaan akhirnya menjadi seperti terlihat pada
Tabel 15.

Tabel 2.6.15. Estimasi Input dan Permintaan Akhir Kabupaten/Kota (Ilustrasi)

Sek1 Sek2 Sek3 Sek4 180 301 302 303 304


Sek1 1,6 1,6 0,8 0,5 4,5 19,5 9,0 4,1 -0,8
Sek2 2,1 1,4 1,1 0,9 5,5 16,9 13,5 14,7 4,5
Sek3 1,3 0,9 1,3 1,6 5,1 20,0 6,8 4,1 -3,8
Sek4 0,8 0,6 1,5 1,4 4,3 23,6 4,7 1,0 6,0
190 5,8 4,6 4,7 4,4 19,5 80,0 34,0 24,0 6,0
201 12,6 14,3 17,5 20,4 64,8
202 22,1 24,5 28,6 30,3 105,5
203 6,3 4,6 5,3 7,0 23,2
204 4,2 3,1 3,7 4,7 15,6
205 -5,3 -0,5 -1,1 -2,3 -9,2
209 40,0 46,0 54,0 60,0 200,0
210 45,8 50,6 58,7 64,4 219,5

Selanjutnya, estimasi net-ekspor dan ekspor-impor kabupaten/kota berdasarkan


data pada Tabel 15 adalah menjadi seperti pada Tabel 16.

Tabel 2.6.16.Estimasi Net-Ekspor (Trade Balance) Provinsi dan Ekspor-Impor


Kabupaten/Kota dengan Metode Commodity Balance

Output Permintaan Permintaan Net Ekspor Impor


(210) Antara Akhir Ekspor
(180) Domestik
Sek1 45,8 4,5 31.9 9,4 9,4 -
Sek2 50,6 5,5 49.6 -4,5 - 4,5
Sek3 58,7 5,1 27.2 26,4 26,4 -
Sek4 64,4 4,3 35.4 24,7 24,7 -
Jumlah 45,8 19,5 144,0 56,0 60,5 4,5

Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran 93


Apabila hasil metodecommodity flow seperti pada Tebel 16 disempurnakan
dengan metode cross hauling, maka akan diperoleh hasil seperti pada Tabel 2.6.17.

Tabel 2.6.17. Estimasi Ekspor-Impor adh Berlaku Kabupaten/Kota


dengan Metode Cross Hauling
Output Perm. Perm. Koef. Trade Trade Trade Impor Ekspor
Antara Akhir Heter Balance Volume1 Volume2
Dom
Sek1 45,8 4,5 31.9 0,227 9,4 28,1 28,1 9,3 18,7
Sek2 50,6 5,5 49.6 0,079 -4,5 12,8 12,8 8,6 4,1
Sek3 58,7 5,1 27.2 0,094 26,4 35,0 35,0 4,3 30,7
Sek4 64,4 4,3 35.4 0,066 24,7 31,6 31,6 3,4 28,2
Jumlah 45,8 19,5 144,0 56,0 107,4 107,4 25,7 81,7

Karena data yang dihitung adalah kondisi tahun 2010, maka indeks harga
(IHPB dan IHK) bernilai 100 untuk setiap komoditas, sehingga nilai ekspor-impor
antar kabupaten/kota adh Konstan sama dengan adh Berlaku seperti terlihat pada
Tabel 18.

Tabel 2.6.18. Estimasi Ekspor-Impor Kabupaten/Kota adh Konstan

Ekspor Deflator Ekspor Impor Deflator Impor


ADHB ADHK ADHB ADHK
Sek1 18,7 100,00 18,7 9,3 100,00 9,3
Sek2 4,1 100,00 4,1 8,6 100,00 8,6
Sek3 30,7 100,00 30,7 4,3 100,00 4,3
Sek4 28,2 100,00 28,2 3,4 100,00 3,4
Jumlah 81,7 81,7 25,7 25,7

94 Pedoman Penyusunan PDRB Kab/Kota Tahun Dasar 2010 menurut Pengeluaran

Anda mungkin juga menyukai