Anda di halaman 1dari 34

PERCOBAAN I

AMPLITUDE MODULATION (AM)

1.1 Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan modulasi amplitudo adalah sebagai berikut:
1. Dapat menvisualisasikan output sinyal modulasi AM.
2. Dapat mengukur modulation depth (m)yang berbeda-beda pada sinyal AM.
Akan ditentukan efek dari nilai dari m yang berbeda (> 1, <1).
3. Mengetahui sinyal modulasi direkonstruksi dari sinyal modulasi amplitudo.
4. Mengetahui karakteristik dari sinyal Carrier dan sinyal informasi.

1.2 Peralatan
1. Personal Computer
2. UniTrain Board
3. Modul AM Modulator dan Demodulator
4. Power Supply
5. Kabel

1.3 Dasar Teori


1.3.1 Modulasi
Modulasi adalah proses pencampuran dua sinyal menjadi satu sinyal.
Biasanya sinyal yang dicampur adalah sinyal berfrekuensi tinggi dan sinyal
berfrekuensi rendah. Modulasi dapat digunakan untuk mentransmisikan sinyal
informasi pada daerah yang luas atau jauh karena modulasi memanfaatkan
karakteristik masing-masing sinyal. Sebagai contoh sinyal informasi (data, gambar,
suara), agar dapat dikirim, sinyal harus ditumpangkan pada sinyal lain. Dalam
konteks radio siaran, sinyal yang menumpang adalah sinyal suara, sedangkan yang
ditumpangi adalah sinyal radio yang disebut sinyal pembawa (Carrier). Jenis dan
cara penumpangan sangat beragam. Yaitu untuk jenis penumpangan sinyal analog
akan berbeda dengan sinyal digital. Penumpangan sinyal suara juga akan berbeda
dengan penumpangan sinyal gambar, sinyal film, atau sinyal lain.
Dibandingkan dengan FM (Modulasi Frekuensi) AM mempunyai kelebihan
diantaranya adalah jarak transmisi AM lebih jauh dibandingkan FM. Namun AM
lebih rentan terkena Noise dibandingkan dengan FM. Oleh karena itu satsiun radio
yang sering kita dengar kebanyakan menggunakan FM karena suara yang
dihasilkan melalui transmisi menggunakan FM lebih jernih.
Seperti telah dijelaskan di atas, pada modulasi amplitudo besarnya
amplitudo sinyal pembawa akan diubah-ubah oleh sinyal pemodulasi sehingga
besarnya sebanding dengan amplitudo sinyal pemodulasi tersebut. Frekuensi sinyal
pembawa biasanya jauh lebih tinggi daripada frekuensi sinyal pemodulasi.
Frekuensi sinyal pemodulasi biasanya merupakan sinyal pada rentang frekuensi
audio (AF, Audio Frequency) yaitu antara 20 Hz sampai denan 20 kHz. Sedangkan
frekuensi sinyal pembawa biasanya berupa sinyal radio (RF, Radio Frequency)
pada rentang frekuensi tengah (MF, Mid-Frequency) yaitu antara 300 kHz sampai
dengan 3 Mhz. Untuk mempermudah pembahasan, hanya akan didiskusikan
modulasi dengan sinyal sinus.
Tujuan utama modulasi adalah untuk mengatasi ketidaksesuaian karakter
sinyal dengan media (kanal) yang digunakan. Tanpa proses modulasi, informasi
tidak praktis dikirimkan melalui media udara dan pada sinyal informasi harus
dimodulasi sebelum ditransmisikan untuk menghindari Interferensi Sinyal-sinyal
suara (frekuensinya sama) jika ditransmisikan secara bersamaan interferensi,
dimana sinyal saling tumpang tindih dan mengganggu satu sama lain.

1.3.2 Fungsi Modulasi


Modulasi diperlukan karena Sinyal informasi biasanya memiliki spektrum
yang rendah dan rentan untuk tergangu oleh noise. Sedangakan pada transmisi
dibutuhkan sinyal yang memiliki spektrum tinggi dan dibutuhkan modulasi untuk
memindahkan posisi spektrum dari sinyal data, dari pita spektrum yang rendah ke
spektrum yang jauh lebih tinggi. Hal ini dilakukan pada transmisi data tanpa kabel
(dengan antena), dengan membesarnya data frekuensi yang dikirim maka dimensi
antenna yang digunakan akan mengecil.
1.3.3 Amplitudo Modulation (AM)
Modulasi amplitudo (AM) adalah proses memodulasi isyarat frekuensi
rendah pada gelombang frekuensi tinggi dengan mengubah-ubah amplitudo
gelombang frekuensi tinggi tanpa mengubah frekuensinya. Frekuensi rendah ini
disebut isyarat pemodulasi dan frekuensi tinggi adalah pembawa. Metode ini
dipakai dalam transmisi radio AM untuk memungkinkan frekuensi audio
dipancarkan ke jarak yang jauh, dengan cara superimposisi frekuensi audio pada
pembawa frekuensi radio yang dapat dipancarkan melalui antena. Frekuensi radio
adalah frekuensi yang dipakai untuk radiasi energi elektromagnetik koheren yang
berguna untuk maksud-maksud komunikasi.

Gambar 1.1 Bentuk Sinyal Modulasi Amplitudo (AM)

Sinyal pembawa berupa gelombang sinus dengan persamaan matematisnya:

𝑒𝑐 = 𝐸𝑐 𝑠𝑖𝑛𝜔𝑐 𝑡………..………………….……..(1.1)

Sinyal pemodulasi, untuk memudahkan analisa, diasumsikan sebagai gelombang


sinusoidal juga, dengan persamaan matematisnya:

𝑒𝑚 = 𝐸𝑚 𝑠𝑖𝑛𝜔𝑚 𝑡…….…………..…………..….(1.2)

Sinyal AM, yakni sinyal hasil proses modulasi amplitudo, diturunkan dari :

𝑒𝑠 = (𝐸𝑐 + 𝑒𝑚 )𝑠𝑖𝑛𝜔𝑐 𝑡…………………….………(1.3)


Sehingga indeks modulasi (m)
𝐸𝑚 𝐸 −𝐸
𝑚= = 𝐸𝑀𝐴𝑋 +𝐸𝑀𝐼𝑁 ……..………………..……….(1.4)
𝐸𝑐 𝑀𝐴𝑋 𝑀𝐼𝑁

Indeks modulasi (m) merupakan ukuran seberapa dalam sinyal informasi


memodulasi sinyal pembawa. Apabila indeks modulasi terlalu besar (m>1) maka
hasil sinyal termodulasi AM akan cacat dan apabila indeks modulasi terlalu rendah
(m<1) maka daya sinyal termodulasi tidak maksimal.

Gambar 1.2 Pengaruh Indeks Modulasi Pada Sinyal Pembawa

Kondisi indeks modulasi m = 1 adalah kondisi ideal, dimana proses modulasi


amplituda menghasilkan output terbesar di penerima tanpa distorsi.

1.3.4 Prinsip Operasi Modulasi Amplitudo


Modulasi amplitudo terjadi dimana amplitudo sinyal Carrier berfrekuensi
tinggi ditumpangkan oleh sinyal berfrekuensi rendah yang bertindak sebagai curve
envelope untuk sinyal Carrier yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.3 Modulasi Amplitude


Modulasi amplitudo menggunakan dua frekuensi diskrit untuk
menghasilkan spektrum frekuensi dengan frekuensi sisi atas dan bawah masing-
masing terletak di atas dan di bawah frekuensi pembawa pada interval yang sesuai
dengan frekuensi modulasi.

1.3.5 Deskripsi Matematis Modulasi Amplitudo


Secara matematis, modulasi amplitudo adalah operasi perkalian yang
melibatkan gelombang pembawa (sinyal carrier) (Ω) frekuensi sinyal modulasi
(sinyal informasi) (ω). 𝜔𝑚 adalah sinyal modulasi frekuensi rendah sedangkan
𝜔𝑐 adalah sinyal carrier. Modulasi terdiri dari tiga frekuensi yang semua nya adalah
RF, yaitu 𝑓𝑐 pembawa. 𝑓𝑐 + 𝑓𝑚 adalah frekuensi sampling atas. 𝑓𝑐 − 𝑓𝑚 adalah
frekuensi sampling bawah. Jika pembawa digambarkan oleh 𝑒𝑐 = 𝐴 sin 𝜔𝑐 𝑡 disini
𝜔𝑐 = 2 𝜋 𝑓𝑐 dan isnyarat pemodulasi oleh 𝑒𝑚 = 𝐴 sin 𝜔𝑚 𝑡 disini 𝜔𝑐 = 2 𝜋 𝑓𝑚 .
Maka amplitude termodulasi dapat dinyatakan sebagai berikut

( 𝐴 + 𝐵 sin 𝜔𝑚 𝑡) sin 𝜔𝑐 𝑡 …..…..……….….……(1.5)

Transformasi persamaan ini dengan bantuan hasil trigonometri dalam rumus


berikut, dengan asumsi bahwa modulasi dan pembawa sinyal memiliki amplitudo
yang sama, dimana 𝑐(𝑡) = 𝐴 . sin(2 𝜋 𝑓𝑐 𝑡) dan 𝑚(𝑡) = 𝑀 . cos(2 𝜋 𝑓𝑚 𝑡 + 𝜙) jadi
dapat ditentukan sebagai berikut :

𝑦(𝑡) = [1 + 𝑀 . cos(2 𝜋 𝑓𝑚 𝑡 + 𝜙)] . 𝐴 . sin(2 𝜋 𝑓𝑐 𝑡) ...…….(1.6)

Frekuensi atas sideband lebih tinggi dari frekuensi pembawa dengan jumlah
yang sama dengan frekuensi sinyal yang berguna, sementara frekuensi rendah
sideband yang lebih rendah dengan jumlah yang sama. Hubungan ini digambarkan
di bawah ini menggunakan modulasi sinyal terbatas dengan frekuensi 200 Hz
sampai 3 kHz sebagai contoh :
Gambar 1.4 Contoh Modulasi Sinyal dengan Frekuensi 200 Hz - 3 KHz

Diilustrasikan di bawah ini adalah varian sederhana rangkaian AM


modulator terdiri osilator dan transistor. Seperti dijelaskan sebelumnya, modulasi
dapat dianggap sebagai perkalian dua sinyal frekuensi yang berbeda. Proses
penggandaan juga menggabungkan non-linearitas dari persimpangan pn, bahwa
dari transistor dalam kasus ini. Sinyal pembawa dan sinyal ingin pertama-tama
ditambahkan sebelum diterapkan bersama-sama untuk memasukkan basis
transistor. Karakteristik non-linear mendistorsi sinyal untuk menghasilkan
komponen sinyal frekuensi lanjut. Osilator di bagian atas dari rangkaian
memastikan bahwa hanya produk modulasi yang diinginkan disediakan oleh output.

Gambar 1.5 Contoh Rangkaian Modulasi Amplitudo


1.3.6 Modulation Depth
Salah satu parameter karakteristik yang paling penting dari modulasi
amplitudo adalah kedalaman modulasi "m", ditetapkan sebagai nilai absolut atau
%. Kedalaman modulasi adalah perbandingan antara amplitudo sinyal transmisi dan
sinyal pembawa.
Um
𝑚= ………….…….……....…………..(1.7)
Uc

Karena selama modulasi amplitudo standar, amplitudo sinyal pembawa


adalah lebih tinggi dari sinyal yang diinginkan, kedalaman modulasi lebih kecil dari
"1" atau 100%. Dimana XT adalah Modulation Depth yang bebasis terhadap waktu,
sedangkan XY adalah Modulation Depth yang bebasis terhadap amplitudo. Jika
presentase amplitudo diubah maka akan menyebabkan perubahan pada tinggi dari
gelombang amplitudo pada tampilan X-T. Pada tampilan X-Y perubahan pada
presentase dari amplitudo menyebabkan berubahnya panjang gelombang dari sinyal
tersebut.

Gambar 1.6 Kedalaman Modulasi Sinyal AM

Seperti digambarkan di atas, kedalaman modulasi juga dapat ditentukan dari


rasio amplitudo minimum dan maksimum sinyal AM. Hal ini memungkinkan
kedalaman modulasi harus dihitung dengan sangat mudah dengan bantuan dari
trapesium modulasi. Jika selektif memudar (misalnya selama transmisi radio) atau
tidak diatur dengan benar pembawa amplitudo sangat melemahkan frekuensi
pembawa, kedalaman modulasi mungkin melebihi m = 1 atau 100%. Hal ini
menyebabkan distorsi non-linear dalam sinyal didemodulasi. Kedalaman modulasi
pada modulasi amplitudo berkisar pada rentang nilai 0 < m < 1. Jika ditunjukkan
dengan persentase maka rentang nilai m menjadi 0% < m < 100%. Berikut beberapa
contoh kedalaman modulasi yang ditunjukkan melalui gambar sinyal modulasi

Gambar 1.7 Kedalaman Modulasi dengan m = 0 Atau m = 0%

Pada gambar 1.7 dapat dilihat bahwa sinyal tidak mengalami perubahan
kedalaman ketika m = 0 sehingga sinyal termodulasi sama seperti sinyal Carrier
(sebelum modulasi).

Gambar 1.8 Kedalaman Modulasi dengan m = 0,5 Atau m = 50%


Pada gambar 1.8 dapat dilihat bahwa nilai yang terjadi dalam kondisi nyata.
Sehingga berpengaruh pada resultan gelombang yang semakin terlihat signifikan
ketika nilai m mendekati 1.

Gambar 1.9 Kedalaman Modulasi dengan m = 1 Atau m = 100%

Pada gambar 1.9 menunjukkan kondisi ideal. Sinyal termodulasi yang


paling baik dihasilkan jika nilai m = 1. Tetapi kondisi ini sulit dicapai karena
keterbatasan alat, terutama kendala Noise. Pada nilai m = 1, amplitudo puncak
sinyal termodulasi akan bervariasi dari nol sampai dua kali amplitudo sinyal
Carrier (sebelum modulasi).

Gambar 1.10 Kedalaman Modulasi dengan m = 1,5 Atau m = 150%

Dari gambar 1.10 dapat dilihat bahwa gelombang modulasi mengalami


overmodulasi karena terjadi pada rentang diatas 1 atau 100%. Overmodulasi akan
menghasilkan distorsi pada sinyal termodulasi, dan envelope akan memiliki bentuk
yang berbeda dengan sinyal informasi.
1.3.7 Demodulasi
Demodulasi adalah proses suatu sinyal modulasi yang dibentuk kembali
seperti aslinya dari suatu gelombang pembawa (Carrier wave) yang termodulasi
oleh rangkaian. Tujuan utama dari demodulasi adalah untuk mengeluarkan sinyal
informasi asli dari gelombang pembawa termodulasi. Rangkaian yang berfungsi
untuk memisahkan informasi asli dari gelombang campuran (yaitu gelombang
isyarat pembawa yang termodulasi disebut dengan demodulator.
Demodulasi AM adalah suatu proses pemulihan sinyal pemodulasi dari
sinyal termodulasi. Teknik demodulasi amplitudo menggunakan detector selubung
modulator selubung yang merupakan teknik demodulasi paling sederhana yang
termasuk detektor sinkron, di mana hanya diperlukan komponen-komponen dasar
seperti dioda, resistor,dan kapasitor sebagai komponen utama. Teknik lain dari
demodulasi amplitudo adalah dengan detector sinkron. Detektor sinkron adalah
suatu teknik demodulasi yang menggunakan sinyal Carrier yang sama pada
transmitter dan receiver. Pada blok diatas, BPF akan menyaring sinyal masukan
demodulasi, sehingga yang dilewatkan hanya sinyal Carrier.
Dalam demodulasi noise sangat berpengaruh terhadap bentuk sinyal
demodulasi, karena adanya noise bentuk sinyal demodulasi tidak terbentuk
sempurna seperti sinyal informasi. Bentuk gelombang sedikit berubah/tidak
sempurna diantara puncak atas dan bawah gelombang ini diakrenakan adanya noise
dalam sinyal demodulasi
1.4 Langkah Percobaan
1.4.1 Perakitan Modul
1. Hidupkan PC yang sudah di sediakan.
2. Hubungkan UniTrain Board dan port USB pada CPU PC menggunakan
kabel data.
3. Sambungkan Power Supply pada UniTrain Broad.
4. Hidupkan Unitrain Board.

1.4.2 Eksperimen Prinsip dari Modulasi Amplitudo


1. Pasang modul SO4201-7L (Colpitts/Hartley Oscillator) dan modul
SO4201-7U (AM Modulator/Demodulator) pada UniTrain Board.
2. Pasang jumper pada HFin Colpitts Setting dan pada Oscillator x Setting.
3. Hubungkan ground Analog OUT dengan A- Analog IN dan ground dari
Hartley Oscillator.
4. Hubungkan ground Hartley Oscillator dan ground AM Modulator.
5. Hubungkan A+ pada Analog IN dengan HFout pada Hartley Oscillator dan
Oscilator pada AM Modulator

Gambar 1.11 Rangkaian Sinyal Carrier Pada Modulasi Amplitudo

6. Atur frekuensi sinyal Carrier menjadi 350kHz dan voltage 100mV dengan
potensiometer. Tampilkan sinyal Carrier pada osiloskop dengan parameter
sebagai berikut :
Tabel 1.1 Parameter Sinyal Carrier

Instrument : Osiloskop
Time Base 1µs / div
Channel A 200 mv / div AC
Channel B OFF
Trigger Channel A

7. Ubah dan tampilkan frekuensi sinyal Carrier menjadi 350 kHz, 200mV.
Bandingkan karakteristik sinyal Carrier tersebut.
8. Pindahkan A+ pada Analog IN dengan S analog out untuk menampilkan
sinyal informasi.

Gambar 1.12 Rangkaian Sinyal Informasi Pada Modulasi Amplitudo

9. Gunakan function generator (Instruments | Voltage Sources | Function


Generator). Setting function generator sesuai gambar dibawah dan
kemudian hidupkan dengan meng-klik tombol “POWER”.
Gambar 1.13 Parameter Pada Function Generator

10. Tampilkan parameter berikut pada osiloskop


Tabel 1.2 Parameter Sinyal Carrier
Instrument : Osiloskop
Time Base 50µs / div
Channel A 100 mv / div AC
Channel B 100 mv / div AC
Trigger Channel A

11. Hubungkan B+ pada Analog IN dengan HFout pada Hartley Oscillator dan
Oscilator pada AM Modulator.
12. Bandingkan karakteristik antara sinyal Carrier dan sinyal informasi.
13. Pasangkan input-an sinyal Carrier berfrekuensi tinggi “Oscilator” dan
pasang sinyal sinusoidal berfrekuensi rendah “NF IN” pada AM Modulator

Gambar 1.14 Rangkaian Sinyal Informasi dan Carrier Pada Modulasi Amplitudo
14. Gunakan function generator (Instruments | Voltage Sources | Function
Generator). Setting function generator sesuai gambar dibawah dan
kemudian hidupkan dengan meng-klik tombol “POWER”.

Gambar 1.15 Parameter Pada Function Generator

15. Tampilkan sinyal output dari modulator pada Channel A dan sinyal
termodulasi pada Channel B, dengan parameter berikut :
Tabel 1.3 Parameter Sinyal AMout
X 10 µs/DIV X/T(A)

Channel A 100 mV/DIV DC

Channel B 200 mV/DIV DC

Trigger Channel A
1.4.3 Modulation Depth
1. Pasang modul SO4201-7L (Colpitts/Hartley Oscillator) dan modul
SO4201-7U (AM Modulator/Demodulator) pada UniTrain Board
2. Pasang jumper pada HFin Colpitts Setting dan pada Oscillator x Setting
3. Hubungkan B- dengan A- pada Analog IN dengan ground pada Analog OUT
4. Hubungkan ground Hartley Oscillator dan ground AM Modulator.
5. Hubungkan S pada Analog OUT dengan B+ pada Analog IN dan NF IN
6. Hubungkan A+ pada Analog IN dengan Oscilator pada AMout
7. Hubungankan HFout pada Hartley Oscillator dengan Oscilator pada AM
Modulator

Gambar 1.16 Rangkaian Sinyal Pada Modulation Depth

1. Gunakan function generator (Instruments | Voltage Sources | Function


Generator). Setting function generator seperti gambar dibawah dan
kemudian hidupkan dengan mengklik tombol “POWER”.

Gambar 1.17 Parameter Sinyal Pada Modulation Depth


2. Tampilkan sinyal pada osiloskop dengan parameter berikut :
Tabel 1.4 Parameter Sinyal Pada Osiloskop
Instrument : Osiloskop
Time Base 10µs / div
Channel A 500 mV / div, AC
Channel B 500 mV / div, DC
Trigger Channel B

3. Atur amplitudo sinyal berfrekuensi rendah menjadi 20%, 40% dan 60%.
Bandingkan output sinyal yang ditampilkan pada osiloskop.
4. Hubungkan A+ pada Analog IN dengan NF dan B+ Analog IN dengan
AMout pada AM Modulator.

Gambar 1.18 Rangkaian sinyal pada Modulation Depth XT

5. Tampilkan sinyal pada osiloskop dengan parameter berikut :


Tabel 1.5 Parameter Sinyal Pada Osiloskop
Instrument : Osiloscop
Time Base 10µs / div,
Channel A 500 mv / div AC
Channel B 500 mV / div DC
Trigger Channel B
Display X-Y
6. Atur modulation depth sebesar 20% ,40% dan 60% serta tampilkan pada
osiloskop dengan parameter berikut.
7. Hubungkan A+ pada Analog IN dengan NF dan B+ Analog IN dengan
AMout pada AM Modulator.

Gambar 1.19 Rangkaian Sinyal Pada Modulation Depth XY

1.4.4 Demodulation
1. Pasang modul SO4201-7L (Colpitts/Hartley Oscillator) dan modul
SO4201-7U (AM Modulator/Demodulator) pada UniTrain Board
2. Pasang jumper pada HFin Colpitts Setting dan pada Oscillator x Setting
3. Hubungkan A- pada Analog IN dan ground pada Analog OUT
4. Hubungkan ground Hartley Oscillator dan ground AM Modulator.
5. Hubungkan A+ dengan LFdemod dan AMin dengan AMout
6. Hubungkan HFout pada Hartley Oscillator dengan Oscilator pada AM
Modulator
7. Hubungkan S pada Analog OUT dengan LF IN pada AM Modulator
8. Hubungkan S pada Analog OUT dengan B+ Analog IN
Gambar 1.20 Rangkaian sinyal pada Demodulasi

1. Gunakan function generator (Instruments | Voltage Sources | Function


Generator). Setting function generator seperti gambar dibawah dan
kemudian hidupkan dengan mengklik tombol “POWER”.

Gambar 1.21 Function generation pada Demodulasi

2. Ukur sinyal pada AM detektor "LF demodulator" output dan analisis


hasilnya. Tampilkan sinyal tersebut pada osiloskop dengan parameter.
Tabel 1.6 Parameter pada Demodulasi
Instrument : Osiloskop
Time Base 50µs / div
Channel A 500 mV / div, AC
Channel B Off
Trigger Channel A
1.5 Gambar dan Data Hasil Percobaan
1.5.1 Sinyal Informasi
Berikut ini adalah gambar dan data hasil percobaan dari sinyal informasi
modulasi amplitudo :
Parameter :
Time Base :
50 µs/DIV
Channel A :
100 mV/DIV,
DC
Channel B :
Off
Trigger :
Channel A
dT :
Gambar 1.22 Sinyal Informasi dengan Frekuensi 9,958 kHz dan Amplitudo
100,42 µs
392,679 mV

1.5.2 Sinyal Carrier


Pada percobaan Sinyal Carrier dilakukan dengan 2 tahap pengujian.
1.5.2.1 Sinyal Carrier 1
Berikut ini adalah gambar dan data hasil percobaan dari sinyal Carrier 1
modulasi amplitudo :
Parameter :
Time Base :
1 µs/DIV
Channel A :
200 mV/DIV,
DC
Channel B :
Off
Trigger :
Channel A
Gambar 1.23 Sinyal Carrier dengan Frekuensi 417,544 kHz dan Amplitudo
dT :
63,89 mV
2,39 µs
1.5.2.2 Sinyal Carrier 2
Berikut ini adalah gambar dan data hasil percobaan dari sinyal Carrier 2
modulasi amplitudo :
Parameter :

Time Base :
1 µs/DIV
Channel A :
100 mV/DIV,
DC
Channel B :
10 V/DIV, DC
Trigger :
Channel A
Gambar 1.24 Sinyal Carrier dengan Frekuensi 437,544 kHz dan Amplitudo dT :
57,23 mV 2,28 µs

1.5.3 Sinyal Informasi dan Sinyal Carrier


Berikut ini adalah gambar dan data hasil percobaan dari Sinyal Informasi
dan Sinyal Carrier modulasi amplitudo :
Parameter :
Time Base
20 µs/DIV

Channel A
100 mV/DIV
DC

Channel B
200 mV/DIV
DC

Gambar 1.25 Perbandingan bentuk sinyal Informasi (merah) dan Sinyal Trigger
Carrier (biru) Channel A
1.5.4 Modulation Depth
Dalm pengukuran Modulation Depth Sinyal modulasi dibagi menjadi 2
yaitu sinyal termodulasi X-T dan sinyal termodulasi X-Y.
1.5.4.1 Sinyal Termodulasi X-T
Berikut ini adalah gambar dan data hasil percobaan dari Sinyal Modulation
Depth 20% yang Termodulasi X-T
Parameter :
Time Base :
10 µs/DIV
Channel A :
500 mV/DIV, AC
Channel B :
500 mV/DIV DC
Trigger :
Channel B
Amplitudo Sinyal
Informasi:
Gambar 1.26 Sinyal Termodulasi X-T dengan Modulation Depth 20%
20%

Berikut ini adalah gambar dan data hasil percobaan dari Sinyal Modulation
Depth 40% yang Termodulasi X-T
Parameter :
Time Base : 10
µs/DIV
Channel A : 500
mV/DIV AC
Channel B :
500 mV/DIV DC
Trigger :
Channel B
Amplitudo Sinyal
Informasi :

Gambar 1.27 Sinyal Termodulasi X-T Modulation Depth 40% 40%


Berikut ini adalah gambar dan data hasil percobaan dari Sinyal Modulation
Depth 60% yang Termodulasi X-T

Parameter :
Time Base :
10 µs/DIV
Channel A :
500 mV/DIV AC
Channel B :
500 mV/DIV DC
Trigger :
Channel B
Amplitudo Sinyal

Gambar 1.28 Sinyal Termodulasi X-T Modulation Depth 60% Informasi :


60%

1.5.4.2 Sinyal Termodulasi X-Y


Berikut ini adalah gambar dan data hasil percobaan dari Sinyal Modulation
Depth 20% yang Termodulasi X-Y

Parameter :
Time Base :
10 µs/DIV
Channel A :
500 mV/DIV AC
Channel B :
500 mV/DIV DC
Trigger :
Channel B
Amplitudo Sinyal
Gambar 1.29 Sinyal Termodulasi X-Y Modulation Depth 20% Informasi :
20%
Berikut ini adalah gambar dan data hasil percobaan dari Sinyal Modulation
Depth 40% yang Termodulasi X-Y

Parameter :
Time Base
10µs/div
Channel A
500 mV/div AC
Channel B
500 mV/div DC
Trigger
Channel B
Amplitudo Sinyal

Gambar 1.30 Sinyal Termodulasi Modulation Depth 40% XY Informasi


40%

Berikut ini adalah gambar dan data hasil percobaan dari Sinyal Modulation
Depth 60% yang Termodulasi X-Y
Parameter :
Time Base
10µs/div
Channel A
500 mV/div, AC
Channel B
500 mV/div, DC
Trigger
Channel B
Amplitudo Sinyal
Informasi
Gambar 1.31 Sinyal Termodulasi Modulation Depth 60% XY 60%
1.5.5 Hasil Percobaan Demodulation
Berikut ini adalah gambar dan data hasil percobaan dari sinyal
Demoduation 20% Modulasi amplitude :
Parameter :
Time Base
50 µs/div
Channel A
500 mV/div, AC
Channel B :
OFF
Trigger
Channel A
Amplitudo Sinyal
Informasi
Gambar 1.32 Sinyal Terdemodulasi dengan Modulation Depth 20% 20%

Berikut ini adalah gambar dan data hasil percobaan dari sinyal
Demoduation 40% Modulasi amplitude :

Parameter :
Time Base
50 µs/div
Channel A
500 mV/div, AC
Channel B :
OFF
Trigger
Channel A
Amplitudo Sinyal
Gambar 1.33 Sinyal yang Terdemodulasi Modulation Depth 40% Informasi
40%
1.6 Analisa Hasil Percobaan
1.6.1 Analisis Sinyal Informasi
Sinyal informasi adalah suatu besaran fisis yang berubah terhadap waktu,
ruang, ataupun dapat berubah terhadap variabel bebas lainnya. Sebagai contoh
sinyal informasi (suara, gambar, data), agar dapat dikirim ke tempat lain, sinyal
tersebut harus ditumpangkan pada sinyal lain.
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh karakteristik pada sinyal
informasi dengan frekuensi 9,958 kHz dan amplitude sebesar 392,679 mV yang
dapat dilihat pada gambar 1.22
Gambar 1.22 dapat kita lihat gambar karakteristik sinyal informasi dengan
frekuensi 9,958 kHz dan amplitude sebesar 392,679 mV. Sinyal Informasi inilah
nantinya akan dimodulasi atau ditumpangkan pada sinyal Carrier berfrekuensi
tinggi. Sinyal informasi biasanya memiliki spektrum yang rendah dan rentan untuk
tergangu oleh Noise. Sedangakan pada transmisi dibutuhkan sinyal yang memiliki
spektrum tinggi dan dibutuhkan modulasi untuk memindahkan posisi spektrum dari
sinyal data, dari pita spektrum yang rendah ke spektrum yang jauh lebih tinggi.

1.6.2 Sinyal Carrier


Sinyal Carrier adalah suatu gelombang radio yang mempunyai frekuensi
jauh lebih tinggi dari frekuensi sinyal informasi. Berbeda dengan sinyal suara yang
mempunyai frekuensi beragam/variabel dengan range 20 Hz hingga 20 kHz, sinyal
Carrier ditentukan pada satu frekuensi saja. Sinyal Carrier juga dapat dikatakan
sebagai sinyal yang berbentuk gelombang sinusoida, dimana sinyal ini akan
dimodulasi untuk mengirim informasi jarak jauh yang disalurkan ke udara. Sinyal
Carrier juga merupakan gelombang sinyal yang memiliki frekuensi yang jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan frekuensi gelombang sinyal informasi.
Berdasarkan hasil percobaan, terdapat 2 sinyal Carrier yang dibandingkan,
yaitu sinyal Carrier 1 dengan frekuensi 417,544 kHz dengan amplitudo 63.89 mV
dapat dilihat pada gambar 1.24 dengan sinyal Carrier 2 dengan frekuensi 437,5 kHz
dengan amplitude 57,23 mV dapat dilihat pada gambar 1.25.
Perbedaan karakteristik bentuk sinyal Carrier ditunjukan oleh gambar 1.23
dan 1.24. Perbedaan ini dipengaruhi oleh pengaturan parameter yang berbeda.
Terdapat 2 tuning pada board yaitu tuning amplitudo dan tuning frekuensi. Tuning
amplitudo berfungsi untuk mengatur nilai ampitudo. Apabila tuning diputar ke arah
kanan, maka akan memperbesar nilai amplitudo, sedangkan apabila tuning diputar
ke arah kiri, maka akan memperkecil nilai amplitudo. Tuning frekuensi berfungsi
untuk mengatur tampilan frekuensi pada gambar. Apabila tuning diputar ke arah
kanan, maka gambar akan semakin rapat, sedangkan apabila tuning diputar ke arah
kiri, maka akan gambar akan semakin renggang.
Pada gambar 1.23 dengan 1.24 perubahan terjadi pada frekuensi dan
amplitudo, hal ini terjadi karena perbedaan voltage pada masing – masing gambar.
Pada gambar 1.23 digunakan voltage 200 mV/DIV DC , sedangkan pada gambar
1.24 digunakan voltage 100 mV/DIV DC. Dengan Perubahan voltage akan
mengubah frekuensi dan amplitudo sehingga berpengaruh pada tampilan gambar.
Voltage yang digunakan pada gambar 1.23 lebih besar dari pada voltage yang
digunakan pada gambar 1.24, sehingga frekuensi pada sinyal Carrier 1 lebih kecil
dibandingkan dengan sinyal Carrier 2. Sedangkan amplitudo sinyal Carrier 1 lebih
besar dibandingkan dengan sinyal Carrier 2.
Kerapatan gelombang pada gambar 1.23 terlihat lebih renggang
dibandingkan kerapatan gelombang pada gambar 1.24. Hal tersebut dipengaruhi
oleh amplitudo dan frekuensi dari masing-masing sinyal. Pada gambar 1.23 Voltage
yang digunakan sebesar 100 volt sedangkan pada gambar 1.24 Voltage yang
digunakan sebesar 200 volt. Frekuensi yang berbeda juga dapat mempengaruhi
panjang gelombang masing – masing sinyal. Perubahan frekuensi dan fasa tidak
akan berpengaruh pada modulasi amplitude. Frekuensi sinyal Carrier yang berbeda
tidak akan berpengaruh pada tampilan gambar sinyal Carrier, melainkan akan
berpengaruh pada penentuan frekuensi sinyal AM yang akan ditransmisikan dan
hanya akan mengubah sinyal hasil modulasi.
Jadi , semakin tinggi voltage yang digunakan maka amplitudo pada sebuah
sinyal semakin besar. Sehingga nilai voltage berbanding lurus dengan nilai
amplitudo sinyal Carrier.
1.6.3 Analisis Karakteristik Sinyal Carrier dan Sinyal Informasi
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh karakteristik pada sinyal Carrier
serta sinyal informasi yang dapat dilihat pada gambar 1.25
Dimana pada gambar 1.25 menunjukkan karakteristik dari sinyal informasi
dan sinyal Carrier. Sinyal tersebut memiliki frekuensi sebesar 24,89 kHz dengan
voltage yang berbeda pada setiap Channelnya pada Channel A menggunakan 100
mv/ DIV DC sedangkan pada Channel B menggunakan 200 v dan amplitudo yang
dimiliki sebesar 392,679 mV.
Sinyal Informasi merupakan sinyal yang membawa informasi dan pada
umumnya mempunyai frekuensi lebih rendah dari sinyal Carrier. Dari gambar 1.25
Dapat dilihat karakteristik dari sinyal Carrier yaitu memiliki gelombang yang lebih
rapat dibandingkan dengan sinyal informasi. Frekuensi sinyal Carrier lebih tinggi
dari pada sinyal informasi karena jika frekuensi sinyal Carrier rendah maka akan
rentan dengan gangguan Noise atau sinyal-sinyal yang tidak diinginkan.
Mengakibatkan sinyal informasi tidak sampai dalam keadaan utuh.

1.6.4 Analisis Modulation Depth


Pada pengujian Modulation Depth terdapat dua jenis percobaan yang diuji
yakni percobaan Modulation Depth XT, dan Modulation Depth XY. Dimana XT
adalah Modulation Depth yang bebasis terhadap waktu, sedangkan XY adalah
Modulation Depth yang bebasis terhadap amplitude.
1.6.4.1 Modulation Depth XT
Berdasarkan hasil percobaan, terdapat pengaruh perbedaan nilai indeks
modulasi, yakni 20%, 40%, dan 60 % terhadap tampilan sinyal termodulasi X-T
yang dapat dilihat pada gambar 1.26, 1.27, 1.28.
Dimana pada Gambar 1.26 dapat dilihat bahwa Sinyal Termodulasi (Merah)
dan Sinyal Informasi (Biru) dengan Indeks Modulasi sebesar 20% atau m = 0,2
pada display X-T memiliki amplitudo minimum cukup besar dan amplitudo
maksimum yang cukup kecil.
Pada Gambar 1.27 dapat dilihat bahwa Sinyal Termodulasi (Merah) dan
Sinyal Informasi (Biru) dengan Indeks Modulasi sebesar 40% atau m = 0,4
memiliki amplitudo minimum lebih kecil dan amplitudo maksimum lebih besar
dibandingkan Gambar 1.26
Pada Gambar 1.28 dapat dilihat bahwa Sinyal Termodulasi (Merah) dan
Sinyal Informasi (Biru) dengan Indeks Modulasi sebesar 60% atau m = 0,6
memiliki amplitudo minimum lebih kecil dan amplitudo maksimum lebih bsar
dibandingkan Gambar 1.27
Berdasarkan gambar 1.26, 1.27, dan 1.28 terdapat perbedaan pada tampilan
sinyal mode X-T. Perbedaan pada tampilan dipengaruhi pada modulation depth atau
indeks modulasi. Pada gambar 1.26 memiliki indeks modulasi yang kecil sehingga
amplitudo minimum semakin besar dan amplitudo maksimum semakin
kecil. Pada gambar 1.27 terdapat peningkatan indeks modulasi sehigga
amplitudo minimum semakin kecil dan amplitudo maksimum semakin
besar.
Indeks modulasi pada AM merupakan perbandingan antara amplitudo sinyal
pemodulasi dengan amplitudo sinyal Carrier. Kedalaman modulasi pada modulasi
amplitudo berkisar pada rentang nilai 0 < m < 1. Jika ditunjukkan dengan
persentase maka rentang nilai m menjadi 0% < m < 100%. Semakin besar
indeks modulasi, maka amplitudo minimum semakin kecil dan amplitudo
maksimum semakin besar. Sedangkan, apabila indeks modulasi semakin
kecil, maka amplitudo minimum semakin besar dan amplitudo maksimum
semakin kecil.
Secara teori perbandingan antara indeks modulasi dengan amplitudo
minimum adalah berbanding lurus, sedangkan perbandingan indeks modulasi
dengan amplitudo maksimum adalah berbanding terbalik. Semakin tinggi indeks
modulasi maka amplitudo minimum akan semakin besar dan amplitudo maksimum
akan semakin kecil. Sedangkan apabila indeks modulasi semakin rendah maka
amplitudo minimum akan semakin kecil dan amplitudo maksimum akan semakin
besar.
1.6.4.2 Modulation Depth XY
Berdasarkan hasil percobaan, terdapat pengaruh perbedaan nilai indeks
modulasi, yakni 20%, 40%, dan 60 % terhadap tampilan sinyal termodulasi X-Y
yang dapat dilihat pada gambar 1.29, 1.30, 1.31.
Pada Gambar 1.29 dapat dilihat bahwa Sinyal Termodulasi (Merah) dengan
Indeks Modulasi sebesar 20% atau m = 0,2 memiliki frekuensi yang lebih besar
sehingg gelombang lebih rapat dan panjang gelombang yang pendek.
Pada Gambar 1.30 dapat dilihat bahwa Sinyal Termodulasi (Merah) dengan
Indeks Modulasi sebesar 40% atau m = 0,4 memiliki frekuensi yang lebih kecil dari
Gambar 1.29 sehingga gelombang lebih renggang dan panjang gelombang lebih
panjang.
Pada Gambar 1.31 dapat dilihat bahwa Sinyal Termodulasi (Merah) dengan
Indeks Modulasi sebesar 60% atau m = 0,6 memiliki frekuensi yang lebih kecil dari
Gambar 1.30 sehingga gelombang lebih renggang dan panjang gelombang lebih
panjang.
Berdasarkan perbedaan pada gambar sinyal mode X-Y pada gambar 1.29,
1.30, dan 1.31. Perbedaan pada tampilannya dipengaruhi pada modulation depth
atau indeks modulasi. Indeks modulasi berpengaruh terhadap frekuensi, kerapatan
dan panjang gelombang sinyal. Pada gambar 1.29 sinyal termodulasi dengan indeks
modulasi 20 % memiliki frekuensi yang tinggi sehingga bentuk gelombang lebih
rapat dan nilai panjang gelombang lebih kecil. Pada gambar 1.30 sinyal termodulasi
dengan indeks modulasi 40 % memiliki frekuensi yang rendah sehingga bentuk
gelombang lebih renggang dan nilai panjang gelombang lebih besar. Pada gambar
1.31 tampilan sinyal memiliki frekuensi dan panjang gelombang maksimum karena
memiliki indeks modulasi 60 % . Jika Indeks Modulasi 100% atau m =1 disebut
kondisi ideal, dimana proses modulasi amplitudo menghasilkan output terbesar di
penerima tanpa distorsi. Dari percobaan ini dapat dianalisis bahwa semakin besar
indeks modulasi maka bentuk sinyal akan semakin renggang dan panjang
gelombang juga semakin besar.
Dari perbandingan ketiga gambar gelombang termodulasi pada display XY
terlihat bahwa presentase amplitude pada display XY akan berpengaruh pada
frekuensi gelombang termodulasi. Semakin besar presentase amplitude maka akan
semakin kecil frekuensi gelombang, sedangkan semakin kecil presentase amplitude
maka semakin besar frekuensi gelombang. Perubahan frekuensi ni akan
mempengaruhi panjang gelombang yaitu frekuensi yang tinggi akan menghasilkan
panjang gelombang yang kecil, dan panjang gelombang yang besar dipengaruhi
oleh frekuensi yang kecil.

1.6.5 Analisis Demodulasi


Demodulasi adalah proses suatu sinyal modulasi yang dibentuk kembali
seperti aslinya dari suatu gelombang pembawa (Carrier wave) yang termodulasi
oleh rangkaian. Demudolasi juga apat dikatakan proses pengembalian sinyal atau
gelombang yang telah termodulasi menjadi seperti sinyal aslinya atau sinyal semula
dengan cara memisahkan sinyal Carrier dari sinyal informasi.
Berdasarkan hasil percobaan, terdapat pengaruh perbedaan nilai indeks
modulasi, yakni 20% dan 40 % terhadap tampilan sinyal demodulasi yang dapat
dilihat pada gambar 1.32 dan gambar 1.33.
Pada gambar 1.32 menunjukkan Gelombang didemodulasi dengan indeks
modulasi sinyal informasi sebesar 20%. Pada gambar 1.33 menunjukkan
gelombang didemodulasi dengan indeks modulasi sinyal informasi sebesar 40%.
Pada gambar 1.32 dan 1.33 demodulasi sinyal masih dipengaruh sinyal pembawa.
Seperti yang dijelaskan, demodulasi adalah proses untuk memperoleh sinyal
informasi dari sinyal termodulasinya atau proses pemisahan sinyal informasi
dengan sinyal Carrier. Data menunjukkan hasil output pada sinyal demodulasi
memiliki bentuk yang berbeda dengan sinyal informasi.
Pada gambar 1.32 dan 1.33 di atas, posisi puncak bukit dan lembah antara
gelombang sinyal demodulasi dengan sinyal informasi berbanding terbalik. Sinyal
informasi masih memiliki bentuk gelombang yang utuh, yakni menyerupai bukit
dan lembah. Seandainya sinyal demodulasi memiliki bukit yang menyerupai
trapesium. Hal ini disebabkan adanya gangguan dari Noise. Noise adalah sinyal
pengganggu, gangguan ini disebabkan pada proses transmisi informasi pada media
transmisi. Terdapat perbedaan pada gambar 1.32 dan 1.33 yaitu kerapatan dari
masing-masing gelombang demudulasi, ini merupakan pengaruh presentase dari
amplitudo yang digunakan. sehingga pada tampilan akan dihasilkan kerapatan
gelombang yang berbeda. Karena adanya noise ini bentuk sinyal demodulasi tidak
terbentuk sempurna seperti sinyal informasi. Bentuk gelombang sedikit
berubah/tidak sempurna diantara puncak atas dan bawah gelombang ini
diakrenakan adanya noise dalam sinyal demodulasi
1.7 Simpulan
Berikut adalah kesimpulan dari percobaan Amplitude Modulation (AM)
1. Modulasi amplitudo merupakan adalah proses memodulasi isyarat frekuensi
rendah pada gelombang frekuensi tinggi dengan mengubah-ubah amplitudo
gelombang frekuensi tinggi tanpa mengubah frekuensinya. Modulasi
amplitudo juga dapat diktakan sebagai proses penggabungan sinyal informasi
ke dalam sinyal pembawa (Carrier signal) sesuai dengan amplitudo sinyal
informasinya. Modulasi amplitudo adalah jenis modulasi dengan mengubah
amplitudo Carrier signal sedangkan frekuensi dan fasanya tetap.
2. Amplitudo, frekuensi dan phase adalah 3 parameter yang menentukan
informasi dan dibawa oleh gelombang. Perubahan frekuensi Carrier
menentukan frekuensi sinyal AM yang akan ditransmisikan. Perubahan
frekuensi Carrier hanya merubah sinyal hasil modulasi.
3. Perbedaan kerapatan frekuensi dan nilai amplitudo pada sinyal Carrier
disebabkan oleh pengaturan pada tunning yang diberikan. Melalui percobaan
dengan modul amplitudo modulation tunning frequency diputar ke arah
kanan, maka gelombang yang dihasilkan akan semakin rapat. Sedangkan
apabila tunning frequency diputar ke arah kiri, maka gelombang akan semakin
renggang. Pada tunning amplitude, apabila diputar kearah kanan akan
memperbesar amplitudo. Sedangkan apabila diputar ke arah kiri akan
memperkecil amplitudo.
4. Modulation Depth merupakan suatu kedalaman modulasi "m", ditetapkan
sebagai nilai absolut atau %. Kedalaman modulasi adalah perbandingan antara
amplitudo sinyal transmisi dan sinyal pembawa. Pada Modulation Depth
terdapat dua jenis percobaan yang diuji yakni percobaan Modulation Depth
XT, dan Modulation Depth XY.
5. Dalam Modulation Depth Dimana XT adalah Modulation Depth yang
berbasis terhadap waktu, sedangkan XY adalah Modulation Depth yang
berbasis terhadap amplitudo. Jika presentase amplitudo diubah maka akan
menyebabkan perubahan pada tinggi dari gelombang amplitudo pada tampilan
X-T. Pada tampilan X-Y perubahan pada presentase dari amplitudo
menyebabkan berubahnya panjang gelombang dari sinyal tersebut.
6. Demodulasi adalah proses suatu sinyal modulasi yang dibentuk kembali
seperti aslinya dari suatu gelombang pembawa (Carrier wave) yang
termodulasi oleh rangkaian. Demudolasi juga dapat dikatakan proses
pengembalian sinyal atau gelombang yang telah termodulasi menjadi seperti
sinyal aslinya atau sinyal semula dengan cara memisahkan sinyal Carrier dari
sinyal informasi.
7. Faktor lain penyebab demodulasi sinyal adalah demodulasi masih dipengaruh
sinyal pembawa yaitu sinyal informasi. Pada percobaan menunjukkan hasil
output pada sinyal demodulasi memiliki bentuk yang berbeda dengan sinyal
informasi. Posisi puncak bukit dan lembah antara gelombang sinyal
demodulasi dengan sinyal informasi berbanding terbalik. Ini menandakan
Sinyal informasi masih memiliki bentuk gelombang yang utuh, yakni
menyerupai bukit dan lembah. Seandainya sinyal demodulasi tidak berbentuk
sempurna seperti sinyal informasi, hal ini disebabkan karena adanya pengaruh
dari Noise.
8. Kerapatan dari masing-masing gelombang demodulasi juga berbeda, ini
merupakan pengaruh presentase dari amplitudo yang digunakan dalam
gelombang demodulasi. Sehingga pada percobaan demodulasi dapat
dihasilkan kerapatan gelombang yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Amplitude Modulation (AM).


hhttps://www.electronics-notes.com/articles/radio/modulation/amplitude-
modulation-am.php. Diakses pada tanggal 15 Maret 2017

Anonim. 2012. Modulasi Amplitudo.


http://elektronika-dasar.web.id/teori-elektronika/modulasi-amplitudo-
amplitude-modulation-am. Diakses pada tanggal 15 Maret 2017

Zalee, Fahmi. 2011. Modulasi Amplitudo.


https://fahmizaleeits.wordpress.com/2011/02/25/modulasi-sinyal/ Diakses
pada tanggal 16 Maret 2017

Anonim. 2013 Modulasi Amplitudo.


http://whatis.techtarget.com/definition/amplitude-modulation-AM Diakses
pada tanggal 17 Maret 2017

Anda mungkin juga menyukai