Anda di halaman 1dari 7

1.

Identifikasi masalah atau topik penelitian dalam jurnal


a. Judul : Preventing Diabetic Foot Ulcer Recurrence
in High-Risk Patients
b. Authors : Lawrence A. Lavery, Dpm, Mph; Kevin R.
Higgins, Dpm; Dan R. Lanctot, Bs; George P.
Constantinides, Ms; Ruben G. Zamorano, Msw,
Mph; Kyriacos A. Athanasiou, Phd, Pe; David G.
Armstrong, Dpm, Phd; C. Mauli Agrawal, Phd,
Pe.
c. Nama dan Edisi Jurnal: Diabetes Care, Volume 30, Number 1,
January 2007
d. Topik : Penggunaan pemantauan suhu sebagai
sarana pengajian mandiri kejadian ulkus kaki
pada individu dengan diabetes.
e. Tujuan :Mengevaluasi keefektifan instrumen
pemantauan suhu untuk mengurangi kejadian
ulkus kaki pada individu dengan diabetes yang
memiliki risiko tinggi komplikasi ekstremitas
bawah.
f. Latar Belakang

Kejadian ulkus kaki merupakan komplikasi diabetes yang paling


umum. Penyebab utama perkembangan ulkus yang kronis dan
amputasi diabetes yang paling sering ditemukan adalah neuropati
sensorik. Rasa sakit merupakan salah satu sistem peringatan alami
yang utama bagi seseorang untuk mengambil tindakan dan mencari
perawatan medis. Namun, akibat dari sistem peringatan dini terganggu,
seseorang dengan neuropati diabetes tidak dapat merasakan lukanya
sampai luka sudah sangat parah. Pada pasien " diabetic foot ",
kemampuan untuk mengidentifikasi tanda-tanda peringatan dini dari
proses penyakit sangatlah penting untuk mengurangi kejadian
komplikasi.
Salah satu tanda awal dari cedera jaringan dan ulserasi adalah
adanya inflamasi atau radang. Namun, tanda-tanda klinis inflamasi
biasanya susah untuk dideteksi oleh pasien atau bahkan oleh tenaga
kesehatan yang sudah terlatih. Peneliti berhipotesis bahwa suhu kulit
dapat digunakan sebagai penanda cedera dan peradangan lokal.
Pengukuran suhu kulit dapat dengan mudah dilakukan dan dinilai oleh
masyarakat awam dan telah digunakan sebagai alat diagnostik untuk
ulserasi kaki diabetes, luka decubitus, dan arthropati Charco.

2. Metode Penelitian dalam Jurnal

Peneliti melakukan penelitian ini selama 15 bulan yang bersifat acak


dan multisenter. Peneliti menggunakan 173 orang yang beresiko tinggi
menderita ulkus kaki diabetes. Peneliti membagi volunteer penelitian
kedalam 3 kelompok, yaitu kelompok terapi standart, kelompok
pemeriksaan kaki terstruktur, dan kelompok terapi yang disempurnakan.

Terapi standart terdiri dari evaluasi ekstremitas bawah, program


edukasi yang berfokus pada komplikasi kaki dan perawatan mandiri, serta
pemberian informasi tentang alas kaki yang baik. Edukasi diberikan melalui
rekaman video yang membahas tentang etiologi ulkus kaki diabetes, factor
resiko, praktik perawatan mandiri, dan tanda-tanda dari penyakit kaki
diabetes.

Pemeriksaan kaki terstruktur adalah pemeriksaan yang bertujuan untuk


mengidentifikasi kemerahan, perubahan warna, pembengkakan, dan
kehangatan pada kaki. Pada pemeriksaan kaki, volunteer melakukan
pemeriksaan kaki sendiri.

Pada terapi yang disempurnakan, volunteer diajari untuk menggunakan


thermometer inframerah digital untuk mengukur dan mencatat suhu pada
kaki. Terdapat enam lokasi untuk mengukur suhu: ibu jari kaki, daerah
metatarsal pertama, ketiga, dan kelima, kaki bagian tengah, dan tumi
3. Hasil Jurnal
Semua peserta penelitian memiliki riwayat luka kaki dan neuropati
sensorik dengan hilangnya sensasi proteksi. Tidak ada perbedaan
signifikan dalam usia, durasi diabetes, riwayat amputasi kaki parsial, tingkat
keparahan neuropati sensorik, atau tingkat aktivitas di antara ketiga
kelompok perlakuan. Karakteristik deskriptif populasi ini diperinci pada
Tabel 1.
Analisa ketahanan hidup dari Kaplan-Meier dilakukan untuk
mengevaluasi waktu terjadinya ulserasi oleh kelompok terapi. Subyek tidak
dihitung saat ada perkembangan borok atau jika mereka meninggalkan
penelitian karena alasan lain. Ada perbedaan keseluruhan yang signifikan
secara statistik antara waktu untuk perkembangan ulkus oleh kelompok
terapi menggunakan log-rank test (P= 0.011). Perbandingan simultaneous
pairwise dengan menggunakan log-rank test tidak menunjukkan perbedaan
antara terapi standar dan pemeriksaan kaki terstruktur (P= 0,910). Namun,
terdapat perbedaan signifikan pada terapi yang disempurnakan dengan
terapi standar (P = 0,0059) dan pemeriksaan kaki terstruktur (P = 0,0055).
Dari uji kecenderungan, terdapat kecenderungan bertahan hidup yang
signifikan secara statistik dengan terapi disempurnakan superior
dibandingkan terapi standar atau pemeriksaan kaki terstruktur (P = 0,0107).
Kejadian ulserasi kaki selama periode evaluasi 15 bulan pada dasarnya
identik dengan terapi standar (29,3%) dan pemeriksaan kaki terstruktur
(30,4%). Ada penurunan > 4 kali lipat risiko perkembangan ulserasi kaki
pada kelompok terapi yang disempurnakan (8,5%) dibandingkan dengan
kelompok terapi standar (OR 4,48 [95% CI 1,53-13,14], P = 0,008) dan
kelompok pemeriksaan kaki terstruktur (4,71 [1,60-13,85], P = 0,0061).
Kepatuhan terhadap praktik pencegahan merupakan faktor penting
dalam pencegahan ulkus. Pada kelompok terapi yang disempurnakan,
pasien yang memenuhi syarat untuk merekam suhu kaki setidaknya saat
itu mencapai 50% pasien, pasien tersebut secara signifikan cenderung lebih
kecil mengalami perkembangan dari ulkus kaki (OR 50,0, P = 0,001). Dari
pasien dalam kelompok terapi yang disempurnakan yang menderita ulkus
kaki, 80% tidak memenuhi penilaian suhu. Namun, pasien yang tidak
mengalami ulkus kaki pada kelompok terapi yang disempurnakan, 92%
mencatat suhu kaki mereka setidaknya dalam separuh periode. Di antara
pasien dalam kelompok pemeriksaan kaki terstruktur, tidak ada perbedaan
dalam pemenuhan pemeriksaan kaki harian pada pasien yang menderita
ulkus kaki (47,1%) dan mereka yang tidak melakukan pemeriksaan (43,6%;
P = 0,81).
Selain itu, kepatuhan memakai terapi sepatu dan sol adalah tinggi di
ketiga kelompok terapi (Tabel 1). Tidak ada perbedaan yang signifikan
pada subyek yang memakai terapi sepatu dan sol paling sedikit 8 jam/ hari
di antara kelompok terapi (terapi standar 89,5%, terapi ditingkatkan 83,0%,
dan pemeriksaan kaki terstruktur 73,2%; P? 0,071) (Tabel 1).
Pasien kelompok terapi disempurnakan menggunakan alat pemantau
suhu sebagai penanda untuk menghubungi perawat studi, dan mereka
mengidentifikasi "area yang menjadi perhatian" lebih sering daripada pasien
dalam perawatan lain yang bergantung pada tanda-tanda visual. Secara
signifikan lebih banyak pasien dalam kelompok terapi yang disempurnakan
menghubungi perawat studi untuk mengatasi masalah kaki dibandingkan
pasien dalam terapi standar (P = 0,030) atau kelompok pemeriksaan kaki
terstruktur (P = 0,026) (Tabel 2). Tiga puluh satu subjek dalam kelompok
terapi yang disempurnakan menghubungi perawat studi. Selain itu, 7 pasien
lainnya tidak menghubungi perawat studi saat mereka mengalami
peningkatan suhu kaki, tetapi adnya penurunan aktivitas berdasarkan data
aktivitas pedometer. Bila kita membandingkan jumlah langkah per hari
selama 3 hari sebelum dan 3 hari setelah suhu tinggi diketahui, rata-rata
terjadi penurunan aktivitas sebesar 51,2%, yang merupakan pengurangan
rata-rata 1.725 ± 1,784 langkah / hari.
Berdasarkan pemeriksaan kaki mereka, subjek dalam kelompok
pemeriksaan kaki terstruktur menghubungi perawat studi sebanyak 18 kali,
dan subjek pada kelompok terapi standar menghubungi perawat studi
sebanyak 17 kali. Namun, pada saat pemeriksaan kelompok pasien dalam
terapi standar dan kelompok pemeriksaan kaki terstruktur biasanya
menghubungi perawat studi setelah adanya perkembangan ulserasi kaki
(kelompok terapi terstruktur 94,4%; kelompok pemeriksaan kaki terstruktur
100%).
4. Aplikasi Keperawatan di Indonesia

Berdasarkan hasil analisi jurnal “Preventing Diabetic Foot Ulcer


Recurrence in High-Risk Patiens” didapatkan bahwa tujuan dari jurnal ini
ialah untuk mencegah kekambuhan ulkus kaki diabetes pada pasien yang
memiliki resiko yang tinggi. Jurnal ini mengevaluasi keefektifan instrument
pemantauan suhu untuk mengurangi kejadian ulkus kaki diabetes pada
pasien yang memiliki resiko tinggi terhadap komplikasi di ekstremitas
bawah. Hasil dari jurnal ini didapatkan bahwa kelompok yang menggunakan
terapi yang disempurnakan memliki persentase ulkus lebih sedikit daripada
terapi standart dan pemeriksaan kaki terstruktur.

Oleh karena itu dengan adanya jurnal ini diharapkan para perawat di
Indonesia dapat menerapkan program tersebut. Seperti yang kita ketahui
bahwa prevalensi penderita ulkus kaki diabetes di Indonesia cukup tinggi
sehingga program untuk mencegah ulkus kaki diabetes dapat dipergunakan
dengan maksimal. Maka sebab itu, program yang ada dalam jurnal ini
sangat direkomendasikan untuk diterapkan di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai