Anda di halaman 1dari 14

REFARAT

REFLEKS FISOLOGIS DAN APLIKASI KLINISNYA

Oleh:

KELOMPOK 1

Adriana Wiwi Padudung C111 12 117


Erniwati C111 12 120
Tuti Yekti Suprapti C111 12 124
A. Siti Chairiyah Satriyani C111 12 326
Yunita Risdifani C111 13 029

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Wiwin Dwiyani Puhi

DIBAWAKAN DALAM TUGAS KEPANITRAAN KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN
BAGIAN NEUROLOGI
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Adriana Wiwi Padudung C111 12 117


Erniwati C111 12 120
Tuti Yekti Suprapti C111 12 124
A. Siti Chairiyah Satriyani C111 12 326
Yunita Risdifani C111 13 029

Judul Refarat :Refleks Fisisologis dan Aplikasi Klinisnya


Telah menyelesaikan tugas kepanitraan klinik pada Bagian Neurologi.
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 5 Desember 2017

Supervisor Pendamping, Residen Pembimbing,

Dr. Muhammad Yunus Amran, Ph.D, Sp.S dr. Wiwin Dwiyanti Puhi
A. Pengertian Refleks Fisiologis

Refleks fisiologis merupakan refleks yang muncul pada orang


normal.Berbeda dengan refleks patologis merupakan refleks yang tidak
ditemukan pada orang normal pada umumnya. Refleks itu sendiri merupakan
suatu respon tubuh secara tidak sadar terhadap suatu stimulus.1

Hal ini dilakukan oleh suatu sistem yang disebut lengkung refleks yang
terdiri atas organ reseptor, neuron aferen, neuron eferen dan organ reseptor.
Keempat unsure inilah yang akan menentukan perubahan kualitas maupun
kuantitas suatu refleks, jika satu jalur terganggu maka akan berpengaruh satu
sama lain.1

Gerakan yang muncul dari suatu stimulus disebut gerakan refletorik.


Gerakan ini bertujuan untuk merespon suatu stimulur atau semata-mata untu
membela diri.2 selain itu, dengan pengetahuan tentang refleks ini kita bisa
gunakan sebagai indikator untuk menentukan jenis kerusakan yang terjadi
pada sistem saraf.2

B. Mekanisme Terjadinya Refleks Fisiologis

Gerak pada umumnya terjadi secara sadar namun gerak yang terjadi tanpa
disadari disebut gerak refleks. Gerak refleks adalah gerak yang di hasilkan oleh jalur
saraf yang paling sederhana yang hanya memerlukan 2 tipe saraf yaitu neuron
sensorik dan neuron motorik.Pada gerak refleks impuls akan melalui jalan pendek
yaitu dimulai dengan reseptor penerima rangsang yang nantiakan di teruskan oleh
saraf sensorik ke pusat saraf dan diterima oleh saraf penghubung tanpa di olah dalam
otak dan langsung mengirim tanggapan ke saraf motoriksebagai perintah yang harus
di laksanakan oleh efektor.Jalan pintas ini disebut dengan lengkung refleks .1
Gambar 1. Lengkung Refleks (Mirawati, Diah, et.al. 2010)

Alur sistem refleks di mulai dari stimulus yang di terima suatu reseptor sampai
terjadinya respon yang akan di laksanakan oleh efektor. Aktivitas di lengkung refleks
berawal dari reseptor yang akan membentuk potensial aksi,potensial yang memiliki
besar yang sebanding dengan kuat rangsang menuju ke jalur aferen. Potensial reseptor
inilah nanti yang akan membangkitkan potensial aksi yang bersifat gagal atau tuntas
disaraf aferen.Di sistem saraf pusat apabila potensial aksi mencapai efektor maka
akan terjadi respons yang bertahap berupa potensial pascasinaps eksitatorik dan
potensial pasca sianaps inhibitorik.Di efektor yang berupa otot polos, otot rangka,otot
jantung yang responnya akan bergabung untuk kemudian mencetuskan potensial aksi
di otot polos. Tetapi bila efektornya berupa otot rangka, maka respons bertahap akan
lebih besar untuk mencetuskan potensial aksi yang mampu menimbulkan kontraksi
otot. 3,8

Lengkung refleks memiliki hubungan antara neuron aferen yang melintas di


neuron sensorik sampai ke medula spinalis dan eferen yang melintas di sepanjang
neuron motorik sampai ke efektor,dan aktivitas pada lengkung reflex merupakan
aktivitas yang sudah di modifikasi dari berbagai rangsangan yang terkumpul di
neuron eferen. 1

C. Macam-macam Refleks Fisiologis

a. Lengkung Refleks

Suatu refleks neurologi bergantung pada suatu lengkung refleks yang memiliki lima
komponen dasar yaitu reseptor,jalur aferen,pusat integrasi,jalur eferen,dan juga
efektor.Sistem eferen yang mengaktifasi organ efektor sedangkan jalur aferen yang
dicetus oleh reseptor.refleks akan hilang jika lengkung refleks tersebut mengalami
kerusakan. Kadang didapatkan hubungan antara pusat lebih tinggi yang berada di otak
dan tugasnya yaitu memodifikasi refleks tersebut, selain lengkung refleks.Bila
hubungan dengan pusat yang lebih tinggi ini mengalami kerusakan pada sistem
piramidal,maka hal ini yang nanti akan mengakibatkan terjadinya peningkatan
refleks.2

Refleks fisiologi yang biasanya kita periksa yanitu refleks dalam atau refleks
strech reflex dan refleks superfisial. 2

b. Refleks Regang Otot


Refleks regang otot timbul karena regangan otot yang ditimbulkan oleh
rangsangan, dan sebagai responnya maka otot akan mengalami kontraksi. Muscle
stretch reflex adalah sebutan lain refleks regang otot. Refleks ini juga bisa dinamakan
refleks tendon, refleks periosteal, refleks miotatik dan refleks fisiologis.2

c. Refleks Superfisialis
Rangsangan kulit atau mukosa yang menyebabkan kontraksi yang ada di
sekitarnya itu menimbulkan refleks superfisialis.Oleh karena itu terjadinya refleks
superfisialis bukan disebabkan oleh teregangnya otot. Contohnya refleks dinding
perut superfisialis.2

D. Pemeriksaan Refleks Fisiologis

Refleks regang otot

Refleks dalam disebut juga refleks tendon dan refleks periosteum. Hal ini disebabkan
karena gerakan refleks yang muncul terjadi akibat pengetukan pada tendon,
ligamentum, atau periosteum. Dalam menentukan hasil pemeriksaan, intensitas
pemeriksaan serta pemeriksaan secara simetris memberikan informasi yang penting.
Selain kedua hal tersebut, hal-hal yang harus diperhatikan yaitu9 :

 Tehnik pengetukan
Gagang palu refleks dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk, upayakan agar
palu refleks dapat diayun secara bebas. Pengetukan dilakukan dengan cara
menjatuhkan kepala palu secara terarah ke tendon atau periosteum. Gerakan
mengetuk ini berpusat pada pergelangan tangan. Gerakan mengetuk dilakukan
secara luwes, terutama ketika menjatuhkan kepala palu refleks ke tendon atau
periosteum.9
 Sikap anggota gerak yang simentrik
Ketika pemeriksaan refleks dilakukan, tendon atau periosteum anggota gerak
yang akan diperiksa harus dalam keadaan tidak tegang. Selain itu, simetri
anggota gerak sepadan harus dijamin. Salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah dengan menyangga kedua tungkai dengan menggunakan guling ketika
pemeriksaan KPR dilakukan. Hal untuk mencegah posisi kedua lutut tidak
simetris dan pembangkitan reflkes yang tidak dapat dipercaya.9
 Pengetukan yang tepat pada tendon
Ketika mengetuk, kita harus memastikan bahwa memang benar yang dikteuk
adalah tendon. Untuk menjamin hal ini, kita dapat melakukan pengetukan
secara tidak langsung atau metode perkus indirek dimana yang diketuk oleh
palu adalah jari kita yang berfungsi sebagai landasan. Terutama pada tendon
yang tidak beralaskanbangunan yang kurang keras.9
 Pengetukan dengan intensitas yang berbeda-beda
Untuk melakukan penilaian secara banding antara refleks tendon yang
sepadan, dapat dilakukan dengan pengetukan yang dilakukan berkali-kali
dengan intensitas berbeda-beda. Respon yang dihasilkan oleh pengetukan
dengan intensitas rendah atau tinggi selalu sebanding apabila setiap
perbandingan dihasilkan oleh stimulus yang sama9
 Penilaian derajat refleks tendon/periosteum
Derajat respon bergantung pada kecepatan munculnya gerakan refleks,
amplitudo, dan lamanya kontraksi berlangsung. Derajat hasil penilaian dapat
dibagi sebagai berikut :
a. 0 jika tidak terdapat gerakan reflektorik apapun
b. + jika ada gerakan reflektorik yang lemah
c. ++ jika ada gerakan reflektorik yang cukup cepat, ampitudo cukup dan
berlangsung lama. Derajat ini sering dijumpai pada orang yang sehat
d. +++ jika gerakan reflektorik melebihi respon umum tapi tidak selalu
bersifat patologik
e. ++++ jika gerakan reflektorik yang jelas meningkat dan patologik
Pada derajat ++ atau +++ sesisi dapat dinilai patologik jika pada sisi lain
terdapat refleks sepadan yang lebih rendah.9

Refleks tendon dan periosteum yang dibangkitkan dalam pemeriksaan klinis yaitu:

1. Refleks brakhioradialis
Lengkung refleks melalui nervus radialis yang pusatnya terletak pada C5-C6.
Posisikan lengan bawah dengan sedikit fleksi serta dipronasikan.Lalu, ketuk pada
prosesus stiloideus radius. Refleks dianggap positif jika lengan bawah
mengalami fleksi dan supinasi.

Gambar 2. Refleks brakhioradialis (Lumbantobing, SM.2011)


2. Refleks ulna
Pusat lengkung refleks terletak di C5-T1.Posisikan lengan bawah menjadi
semifleksi dan semipronasi.Lakukanpengetukan pada prosesus stiloideus dan
ulna. Sebagai jawaban terjadi gerakan pronasi pada lengan bawah atauadduksi
lengan bawah

3. Refleks Kuadriseps Femoris (refleks tendon lutut atau refleks patella).


Refleks ini melalui L2,L3,L4.Refleks ini sering juga disebut sebagai refleks
KPR.Pada pemeriksaan refleks ini, tungkai diposisikan dalam keadaan fleksi dan
digantungkan pada tepi tempat tidur.Lalu ketuk pada tendon muskulus kuadrisep
femoris yang terletak di bawah atau di atas patella. Dianggap positif
ketikakuadriseps berkontraksi sehingga terjadi ekstensi pada tungkai bawah.
Gambar 3. Refleks kuadriseps femoris (Lumbantobing, SM. 2011)
4. Refleks Trisep Sure (refleks tendon Achilles)
Disebut juga sebagai APR (achillespeesreflex). Pemeriksaan dilakukan dengan
cara tungkai bawah di fleksikan sedikit, kemudian pegang ujung kaki dan buat
sikap dorsofleksi pada kaki. Dianggap positif jika ketukan pada tendon
achilles membuat kontraksi muskulus Trisep sehingga terjadi fleksi pada kaki.

Gambar 4. Refleks Trisep Sure (Lumbantobing, SM. 2011)

5. Refleks bisep
Posisikan lengan dalam keadaan semifleksi sambil menempatkan jari di atas
tendon otot bicep sebagai bantalan.Ketuk jari dengan palu refleks sehingga
muncul gerakan fleksi pada lengan bawah
Gambar 5. Refleks bisep (Lumbantobing,SM.2011)

6. Refleks trisep
Pemeriksa memegang lengan pasien pada posisi fleksi setengah (semifleksi),
kemudian mengetuk tendon insersi muskulus triseps yang berada sedikit
diatas olekranon. Sebagai jawaban, lengan bawah akan mengalami ekstensi.

Gambar 6. Refleks Trisep (Lumbantobing SM.2011)

Refleks superfisial
1. Refleks kornea
Pemeriksaan ini dilakukan menggunakan sepotong kapas yang ujungnya
dibuat runcing.Pasien diminta melirik ke arah berlawanan sehingga tidak
melihat arah datangnya kapas. Kemudian kapas disentuhkan pada limbus
kornea. Hal ini akanmengakibatkan mata terpejam.

Gambar 7. Refleks Kornea (Lumbantobing SM.2011)

2. Refleks dinding perut


Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menggores dinding perut dengan
benda yang agak runcing, jika positif, maka akan terjadi kontraksi
muskulus rectus abdominis. Refleks ini dilakukan pada epigastrium
(Th6,Th7), perut bagian atas (Th7,Th9), perut bagian tengah (Th9,Th11)
perut bagian bawah (Th11,Th12 dan lumbal atas). Kontraksi akan
mengakibatkan pusar bergerak ke arah otot yang berkontraksi

Gambar 8. Refleks dinding perut (Lumbantobing SM.2011)


3. Refleks kremaster
pemeriksa menggores atau menyentuh bagian medial pangkal paha pasien,
sehingga terjadi kontraksi pada ksrotum. Lengkung reflex ini melalui
L1,L2

Gambar 9. Refleks Kremaster (Lumbantobing SM.2011)

4. Refleks anus superfisialis


Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara merangsang kulit disekitar anus
dengan tusukan ringan atau goresan hingga otot sfingter eksternus
berkontraksi. Lengkung reflkes melalui S2,S3,S4,S5
5. Refleks telapak kaki
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara meminta pasien untuk melemaskan
kaki, kemudian menggores telapak kaki dengan benda yang agak runcing.
Normalnya akan terjadi gerakan plantar fleksi4

E. Aplikasi Klinis

Pada refleks yang meninggi daerahtempat memberikan rangsang biasanya


bertambah luas.misalnya refleksquadriseps femoris, yang meninggi, maka tempat
merangsang tidak saja di tendonpatella tetapi dapat meluas sampai tulang tibia,
kontraksi otot pun bertambahhebat sehingga mengakibatkan gerakan yang kuat pada
persendiannya. Jikameningginya refleks hebat kadang-kadang didapatkan klonus
yaitu ototberkontraksi secara klonik.Pada refleks yang lemah kita perlu mempalpasi
otot untuk mengetahui apakah ada kontraksi.Kadang-kadang kita perlu
pulamelakukan sedikit upaya untuk memperjelas refleks yang lemah.Hal ini
misalnyadengan membuat otot yang diperiksa berada dalam kontraksi ringan
sebelumdirangsang. Misalnya bila kita hendak memeriksa refleks quadriseps femoris,
kitameminta pasien mendorongkan tungkai bawahnya sedikit ke depan sambil
kitamenahannya kemudian kita beri rangsang pada tendon di patella, selain itu
jugaperhatian penderita harus dialihkan, misalnya dengan menyuruhnya menarik
padakedua tangannya yang saling bertautan.

Refleks yang meninggi tidak selalu berarti adanya gangguan patologistetapi


apabila refleks di sisi kanan berbeda dari sisi kiri, besar sekali kemungkinanbahwa hal
ini disebabkan oleh keadaan patologis. Simetris memang penting padapenyakit saraf,
kita mengetahui bahwa simetris sempurna tidak ada pada tubuhmanusia walaupun
demikian setiap pemeriksaan neurologis didasarkan atasanggapan bahwa bagian
tubuh adalah sama. Tiap refleks dalam dapat meninggi secara bilateral, namun hal ini
tidak selalu berarti adanya lesi piramidal.Lain halnya kalau peninggian refleks bersifat
asimetris. Asimetris menunjukkan adanya proses patologis. 5

Gangguan pada lengkung refleks misalnya, kerusakan LMN, akan


menyebabkan penurunan atau menghilangnya refleks. Kadang-kadang refleks yang
awalnya tak terlihat dapat diperoleh dengan meminta pasien menatupkan giginya
(untuk refleks tendon ekstremitas atas) atau mengaitkan jari-jari kedua tangan dan
menariknya (untuk memeriksa refleks tendon ekstremitas bawah) dan pada saat
bersamaan pemeriksa mengetuk tendon otot. Fenomena ini merupakan penguatan
karena manuver tersebut terjadi peningkatan sensitivitas reseptor regang diseluruh
tubuh.5

Lesi UMN dapat menyebabkan peningkatan refleks tendon akibat hilangnya


inhibisi supraspinal.Keadaan ini dinamakan hiperrefleksia.Dalam hal ini gerak otot
timbul secara berlebiha, meskipun perangsangan pada tendon sangat
lemah.Hiperrefleksia merupakan keadaan setelah impuls inhibisi dari sususanan
piramidal dan ekstrapiramidal tidak dapat disampaikan kepada motorneuron.

Refleks tendon merupakan refleks spinal yang bersifat segmental.Ini berarti


bahwa lengkung refleks disusun oleh neuron-neuron yang berada disatu
segmen.Tetapi ada juga gerak otot reflektorik, yang lengkung refleks segmentalnya
berjalan dengan lintas-lintasan UMN yang ikut mengatur efektornya.Hal ini dijumpai
pada refleks dinfing perut.Pada lesi UMN, refleks-refleks tersebut menurun atau
hilang.Kegunaan klinis utama refleks tendon adalah untuk menentukan lesi, terutama
lesi pada lesi medula spinalis. Hal ini terjadi karena setiap refleks berasal dari radiks
saraf tertentu, yaitu saraf aferen dan eferen relevan yang terletak disegmen medulla
spinalis tertentu.4,7

Refleks superfisialis dinding perut sering negatif pada wanita normal yang
banyak anak (sering hamil), demikian juga pada orang gemuk dan orang lanjut usia,
juga pada bayi baru lahir sampai usia 1 tahun. Pada orang muda yang otot-otot
dinding perutnya berkembang baik, bila refleks ini negatif, hal ini mempunyai nilai
patologis. Bila refleks dinding perut superfisisalis negatif disertai refleks dinding
dalam perut meninggi hal ini menunjukkan lesi traktus piramidalis ditempat yang
lebih diatas dat Th6. Refleks dinding perut superfisialis biasanya cepat lelah dan akan
menghilang setelah beberapa kali dilakukan.

Refleks kornea.Refleks kornea adalah salah satu refleks penting batang


otak.Mati batang otak menghasilkan refleks kornea yang negatif.Nervus cranialis dan
batang otak yang terlibat adalah nervus occulomotor, nervus facialis, dan nervus
tregiminal.6
DAFTAR PUSTAKA

1. Mirawati, Diah, et.al. 2010. Pemeriksaan Neurologi. Bagian Ilmu Penyakit


Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta
2. Penuntun Pembelajaran Keterampilan Pemeriksaan Refleks Fisiologis. 2014.
Universitas Hasanuddin. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin. Makassar
3. Penuntun skill Lab Neuropsikiatri Edisi 1. 2011. Padang. Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas
4. Lumbantobing,SM. “neurologi klinik: pemeriksaan fisik dan mental ed 14”.
2011. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
5. Ginsberg lionel.Lecture notes neurologi edisi 8.2008.Jakarta.Erlangga medical
series.
6. Alan Glass, Allyson R, Zazulia.Clinical skill neurolgical examination, lecture
notes.2011
7. Karl Misulis, Thomas. Netter’s Concise Neurology Updated Edition pp.30-
32.2017.Philadelpia
8. Ganong,William F,2003.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta:EGC
9. Sidharta, P. M.D,2010.Tata Pemeriksaan Klinis Dalam
Neurologi.Jakarta:Dian Rakyat

Anda mungkin juga menyukai