Anda di halaman 1dari 9

STANDAR KEBISINGAN DAN TATA CARA PENGELOLAANNYA

A. PENGUKURAN KEBISINGAN

Setelah mengetahui pengertian kebisingan serta jenis dan penyebab bising maka, untuk
mengukur kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sound
Level Meter. Ada tiga cara atau metode pengukuran akibat kebisingan di lokasi kerja.

1. Pengukuran dengan titik sampling


Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi ambang batas hanya pada satu
atau beberapa lokasi saja. Pengukuran ini juga dapat dilakukan untuk mengevalusai
kebisingan yang disebabkan oleh suatu peralatan sederhana, misalnya Kompresor/generator.
Jarak pengukuran dari sumber harus dicantumkan, misal 3 meter dari ketinggian 1 meter.
Selain itu juga harus diperhatikan arah mikrofon alat pengukur yang digunakan.

CONTOH GAMBAR

SOUND LEVEL METER

2. Pengukuran dengan peta kontur


Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dalam mengukur kebisingan,
karena peta tersebut dapat menentukan gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan
area. Pengukuran ini dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berskala yang
sesuai dengan pengukuran yang dibuat. Biasanya dibuat kode pewarnaan untuk
menggambarkan keadaan kebisingan, warna hijau untuk kebisingan dengan intensitas
dibawah 85 dBA warna orange untuk tingkat kebisingan yang tinggi diatas 90 dBA, warna
kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85 – 90 dBA.
3. Pengukuran dengan Grid
Untuk mengukur dengan Grid adalah dengan membuat contoh data kebisingan pada lokasi
yang di inginkan. Titik–titik sampling harus dibuat dengan jarak interval yang sama
diseluruh lokasi. Jadi dalam pengukuran lokasi dibagi menjadi beberpa kotak yang
berukuran dan jarak yang sama, misalnya : 10 x 10 m. kotak tersebut ditandai dengan baris
dan kolom untuk memudahkan identitas.
Nilai Ambang Batas Kebisingan
Nilai ambang Batas Kebisingan adalah angka 85 dB yang dianggap aman untuk sebagian besar
tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Nilai Ambang Batas untuk kebisingan
di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan rata-rata yang masih dapat diterima
tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus-menerus
tidak lebih dari dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. Waktu maksimum bekerja adalah
sebagai berikut

Tabel 1.1: Waktu maksimum untuk bekerja adalah sebagai


No. TINGKAT KEBISINGAN PEMAPARAN
(dBA) HARIAN
1. 85 8 jam
2. 88 4 jam
3. 91 2 jam
4. 94 1 jam
5. 97 30 menit
6. 100 15 menit

Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan


tersebut dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria kebisingan yang ditetapkan
oleh berbagai pihak berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.718/Men/Kes/Per/XI/1987,tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan.
Tabel 1.2: Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan
Tingkat Kebisingan (dB A)
NO Zona
Maksimum yang Maksimum yang
dianjurkan diperbolehkan
1 A 35 45

2 B 45 55

3 C 50 60

4 D 60 70

Zona Kebisingan Daerah dibagi sesuai dengan titik kebisingan yang diizinkan
Zona A : Intensitas 35 – 45 dB. Zona yang diperuntukkan bagi tempat penelitian, RS, tempat
perawatan kesehatan/sosial & sejenisnya.
Zona B : Intensitas 45 – 55 dB. Zona yang diperuntukkan bagi perumahan, tempat Pendidikan
dan rekreasi.
Zona C : Intensitas 50 – 60 dB. Zona yang diperuntukkan bagi perkantoran, Perdagangan dan
pasar.
Zona D : Intensitas 60 – 70 dB. Zona yang diperuntukkan bagi industri, pabrik, stasiun KA,
terminal bis dan sejenisnya.

B. DAMPAK KEBISINGAN

merupakan suara atau bunyi yang mengganggu. Bising dapat menyebabkan berbagai
gangguan seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian.
Ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan Auditory, misalnya gangguan terhadap
pendengaran dan gangguan non Auditory seperti gangguan komunikasi, ancaman bahaya
keselamatan, menurunya performan kerja, stres dan kelelahan. Lebih rinci dampak kebisingan
terhadap kesehatan pekerja dijelaskan sebagai berikut:
1. Gangguan Fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus
atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10
mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki,
serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini
disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibulardalam telinga dalam yang
akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah tidur dan sesak nafas disbabkan
oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin,
tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit.

2. Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah
tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan
penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.

3. Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi
pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan
harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan,
sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda
bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan
seseorang.
4. Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau
melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau
mual-mual.

5. Efek pada pendengaran


Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera
pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima
secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran adalah sementara
dan pemuliahan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi
apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat
normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas
kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk
percakapan.

Macam-macam gangguan pendengaran (ketulian), dapat dibagi atas :


1. Tuli sementara (Temporaryt Treshold Shift =TTS)
Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi. Seseorang akan
mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara dan biasanya waktu
pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup,
daya dengarnya akan pulih kembali.
2. Tuli Menetap (Permanent Treshold Shift =PTS)
Diakibatkan waktu paparan yang lama (kronis), besarnya PTS di pengaruhi faktor-faktor
sebagai berikut :
 Tingginya level suara
 Lama paparan
 Spektrum suara
 Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinyu maka kemungkinan terjadi TTS
akan lebih besar
 Kepekaan individu
 Pengaruh obat-obatan, beberapa obat-obatan dapat memperberat (pengaruh
synergistik) ketulian apabila diberikan bersamaan dengan kontak suara, misalnya
quinine, aspirin, dan beberapa obat lainnya
 Keadaan Kesehatan
3. Trauma Akustik
Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat
pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari
bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat
keras, seperti suara ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga,
merusakkan tulang pendengaran atau saraf sensoris pendengaran.
4. Prebycusis
Penurunan daya dengar sebagai akibat pertambahan usia merupakan gejala yang dialami
hampir semua orang dan dikenal dengan prebycusis(menurunnya daya dengar pada nada
tinggi). Gejala ini harus diperhitungkan jika menilai penurunan daya dengar akibat
pajanan bising ditempat kerja.
5. Tinitus
Tinitus merupakan suatu tanda gejala awal terjadinya gangguan pendengaran . Gejala
yang ditimbulkan yaitu telinga berdenging. Orang yang dapat merasakan tinitus dapat
merasakan gejala tersebut pada saat keadaan hening seperti saat tidur malam hari atau
saat berada diruang pemeriksaan audiometri (ILO, 1998).

C. PENGELOLAAN atau PENGENDALIAN KEBISINGAN

1. Mendeteksi tingkat kebisingan yang terjadi.


Proses ini dilakukan dengan mengukur tingkat kebisingan di area kerja tersebut dengan
menggunakan detector yang valid. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kebisingan
di area tersebut.

2. Mencari penyebab kebisingan


Tahap ini diperlukan untuk menentukan penyebab timbulnya kebisingan. Kebisingan bisa
saja timbul akibat kerusakan peralatan yang terdapat di sekitar area kerja tersebut,
misalnya adanya bocoran steam, adanya kerusakan pada peredam suara, tidak optimalnya
pengaturan kondisi operasi, dan lainnya. Jika ditemukan penyebab seperti itu, maka
dengan perbaikan peralatan tersebut sudah bisa menurunkan tingkat kebisingan.
Jika sumber kebisingan itu berasal dari peralatan atau mesin tidak bisa diperbaiki lagi atau
permanent, maka perlu dibuatkan strategi untuk mengurangi kebisingan atau melindungi
pekerja.
3. Menentukan cara pengelolaan yang terbaik
Setelah ditemukan penyebab kebisingan, buatkan rencana pengelolaan yang tepat.
Misalnya perlu penambahan peredam suara, pekerja harus memakai alat pelindung diri
untuk telinga seperti earplugs atau earmuff, dan mengatur waktu tinggal seseorang di
lokasi tersebut baik dengan atau tanpa alat pelindung diri.

4. Implementasi
Jika cara yang tepat untuk pengelolaan kebisingan sudah ditemukan, segera
implementasikan. Selain melakukan apa yang menjadi rekomendasi tahap sebelumnya,
hasil pemeriksaan terhadap kebisingan sebaiknya ditampilkan di lokasi tersebut, bisa
berupa flyer, atau pamphlet, sehingga orang-orang yang berada di daerah tersebut
mengetahui tingkat kebisingan di area itu dan bisa melakukan langkah-langkah untuk
memproteksi dirinya dari paparan kebisingan tersebut.

5. Evaluasi
Tahap akhir adalah melakukan evaluasi terhadap hasil implementasi yang sudah
dilakukan. Evaluasi ini dibutuhkan untuk mengetahui efektifitas pengelolaan yang sudah
dilakukan. Hal-hal yang dievaluasi antara lain, tingkat kebisingan diarea tersebut
(berkurang atau bertambah), tingkat kesehatan telinga orang-orang yang terlibat atau
terpapas di area tersebut.

6. Penekanan bising di sumber


Dengan mengunakan selabung akustik, filter berupa bahan peredam dan menyerap,
memasang karet busa pada engsel pintu, menggunakan peralatan yang menggunakan
tingkat kebisingan rendah pemeliharaan dan pelumasan mesin-mesin produksi secara
teratur
7. Penempatan tempat kebisingan yang aman dan tidak terletak di tempat umum
8. Pengurangan oleh vegetasi penanaman pohon-pohon dan bisa mengurangi kebisingan
sampai 5 dBA
Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan dua cara:

1. Cara Sederhana
Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi dB(A) selama 10
(sepuluh) menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 (lima) detik.
2. Cara Langsung
Dengan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai fasilitas pengukuran LTM5,
yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik, dilakukan pengukuran selama 10 (sepuluh)
menit.
Waktu pengukuran dilakukan selama aktifitas 24 jam (LSM) dengan cara pada siang hari tingkat
aktifitas yang paling tinggi selama 16 jam (LS) pada selang waktu 06.00 – 22.00 dan aktivitas
dalam hari selama 8 jam (LM) pada selang 22.00 – 06.00.
Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan menetapkan paling sedikit
4 waktu pengukuran pada siang hari dan pada malam hari paling sedikit 3 waktu pengukuran,
sebagai contoh:

 L1 diambil pada jam 07.00 mewakili jam 06.00 – 09.00


 L2 diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00 – 11.00
 L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00 – 17.00
 L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00 – 22.00
 L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00 – 24.00
 L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00 – 03.00
 L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00 – 06.00
Keterangan :

Equivalent Continous Noise Level atau Tingkat


Kebisingan Sinambung Setara ialah nilai tingkat
kebisingan dari kebisingan yang berubah-ubah
(fluktuatif) selama waktu tertentu, yang setara dengan
tingkat kebisingan dari kebisingan yang ajeg (steady)
pada selang waktu yang sama.
– Leq : Satuannya adalah dB(A).

– LTMS = Leq dengan waktu sampling tiap 5 detik


– LS = Leq selama siang hari

– LM = Leq selama malam hari

– LSM = Leq selama siang dan malam hari

Metode Perhitungan

(dari contoh)

LS dihitung sebagai berikut:


LS = 10 log 1/16 {T1.100,1 L1 + … + T4.100,1 L4} dB(A)
LM dihitung sebagai berikut:
LM = 10 log 1/8 {T5.100,1 L5 + … + T7.100,1 L7} dB(A)
Untuk mengetahui apakah tingkat kebisingan sudah melampaui tingkat kebisingan maka perlu
dicari nilai LSM dari pengukuran lapangan. LSMdihitung dari rumus:
LSM = 10 log 1/24 {16.100,1 LS + 8.100,1 (LM+5)} dB(A)

Metode Evaluasi

Nilai LSM yang dihitung dibandingkan dengan nilai baku tingkat kebisingan yang ditetapkan
dengan toleransi + 3 db(A)

Anda mungkin juga menyukai