Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS DAMPAK BAHAYA PENGGUNAAN NARKOBA

SEBAGAI ANCAMAN KETAHANAN NASIONAL DI

INDONESIA

Disusun oleh:

Nama : Namira Fadhilah Brilianti

NIM : I1C016020

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN FARMASI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2017
ANALISIS DAMPAK BAHAYA PENGGUNAAN NARKOBA

SEBAGAI ANCAMAN KETAHANAN NASIONAL DI

INDONESIA

A. Latar Belakang

Menurut Soewarno Hardjosoedarmo, ketahanan nasional adalah kondisi

totalitas aspek-aspek kehidupan bangsa berdasarkan wawasan nasionalnya guna

mewujudkan daya kebal, daya tangkal, dan daya gempur untuk dapat mengadakan

interaksi dengan lingkungan pada suatu waktu sedemikian rupa sehingga dapat

menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan kehidupan bangsa tersebut sesuai

dengan tujuan yang digariskan. Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu

bangsa yang meliputi segenap kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan

dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional

dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan

gangguan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar, untuk menjamin identitas,

integrasi dan kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai

tujuan nasional. Menurut Departemen Pertahanan, ketahanan nasional mengupayakan

keuletan, ketangguhan, dan kemampuan bangsa dan negara dengan membangun

sistem yang komprehensif, sistematik, dan integral. Seluruh kehidupan bangsa

Negara ditata dalam sebuah sistem nasional, yang merupakan satu rangkaian sistem

empat fungsi pokok penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan


bernegara yaitu sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial budaya, dan sistem

pertahanan keamanan yang saling terkait (dalam Wahyono hal. 119).

Banyak faktor-faktor yang bisa mengancam ketahanan nasional, salah satunya

adalah penyalahgunaan Narkoba (narkotika dan obat-obat terlarang). Penyalahgunaan

Narkoba dewasa ini semakin meningkat. Meskipun Badan Narkotika Nasional (BNN)

belum dapat mengatakan bahwa kasus penyalahgunaan Narkoba meningkat pada

tahun 2017 dibandingkan tahun 2016, pernyataan dari beberapa Kapolda Aceh,

Bangka Belitung, dan Jakarta Selatan (Jaksel) pada situs berita mengatakan kasus

penyalahgunaan Narkoba pada daerah tersebut meningkat pada tahun 2017.

Berdasarkan berita pada web infonawacita.com pada 1 Januari 2018, Kapolda Aceh

Irjen Pol Rio S Djambak menyatakan kasus narkotika dan obat terlarang (Narkoba) di

provinsi ujung barat Indonesia tersebut pada 2017 mengalami peningkatan

dibandingkan taun 2016. barang bukti Narkoba yang disita terdiri 15,889 ton ganja

dan 44,975 kilogram sabu-sabu. Serta 3.813 butir ekstasi. Selain itu, situs web

news.okezone.com menyebutkan sepanjang tahun 2017 jajaran Polda Babel (Bangka

Belitung) berhasil mengungkap sebanyak 286 kasus penyalahgunaan narkotika

dengan 378 tersangka. Dengan rincian 354 tersangka laki-laki dan 24 tersangka

perempuan di mana 195 orang diantaranya yang dibekuk merupakan DPO menurut

keterangan Kapolda Bangka Belitung Brigjen Pol Syaiful Zachri. Narkoba yang

disita pihak kepolisian yaitu sebanyak 802,42 gram sabu-sabu, 1.240,06 gram

ganja, 139 butir ekstasi, dan 5.337 obat berbahaya. Selanjutnya dikutip dari

netralnews.com, jumlah kasus Narkoba di wilayah Polres Metro Jakarta Selatan


(Jaksel) selama 2017 mencapai 512 kasus. Angka tersebut meningkat dari 2016 lalu

yang hanya mencapai 431 kasus Narkoba yang diterangkan Kapolres Metro Jakarta

Selatan Komisaris Besar Polisi Mardiaz Kusin Dwihananto, pada Minggu 31

Desember 2017.

Selain itu kasus penyalahgunaan Narkoba juga sudah merambah kalangan

akademisi universitas, pejabat, bahkan warga desa dan anak-anak. Dilansir dari berita

pada situs web nasional.republika.co.id, sekitar 27,32 persen pengguna Narkoba di

Indonesia berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Angka tersebut kemungkinan

meningkat kembali karena beredarnya sejumlah narkotika jenis baru. Data tersebut

didapat dari penelitian Puslitkes Universitas Indonesia (UI) dan Badan Narkotika

Nasional (BNN) pada 2016 lalu. Banyak kasus penyalahgunaan Narkoba

menimbulkan keprihatinan dan kewaspadaan bagi seluruh elemen masyarakat karena

dampak dari penggunaan Narkoba tidak hanya merusak moral, namun juga kesehatan

(Laksana, 2004).

Tindak kejahatan penyalahgunaan Narkoba saat ini telah menjadi ancaman

nyata yang sangat berbahaya dan sangat merugikan kehidupan manusia dan

kehidupan bangsa, yang pada gilirannya dapat mengancam ketahanan

nasional. Akibat penyalahgunaan Narkoba saat ini akan terasa akibatnya di masa

depan bagi generasi penerus. Rusaknya generasi penerus berarti rapuhnya ketahanan

nasional suatu bangsa.


B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan dapat ditarik rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana dampak bahaya Narkoba terhadap ketahanan nasional?

2. Bagaimana upaya penanggulangan bahaya Narkoba?

C. Pembahasan

Hubungan Narkoba dengan Ketahanan Nasional serta Dampak yang

Diberikan

Secara etimologis narkoba atau narkotika berasal dari bahasa Inggris narcose

atau narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan. Narkotika berasal dari bahasa

Yunani yaitu narke atau narkam yang berarti terbius sehingga tidak merasakan apa-

apa. Narkotika berasal dari perkataan narcotic yang artinya sesuatu yang dapat

menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan efek stupor (bengong). Menurut

Mardani (2008), Narkoba adalah obat atau zat yang dapat menenangkan syaraf,

mengakibatkan ketidaksadaran, atau pembiusan, menghilangkan rasa nyeri dan sakit,

menimbulkan rasa mengantuk atau merangsang, dapat menimbulkan efek stupor,

serta dapat menimbulkan adiksi atau kecanduan, dan yang ditetapkan oleh Menteri

kesehatan sebagai Narkotika. Narkoba bila dikonsumsi oleh manusia akan

mempengaruhi kerja tubuh terutama otak dan susunan saraf pusat sehingga

menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan fungsi sosial seperti terjadinya

proses ketagihan dan ketergantungan (Laksana, 2004). Sebagian masyarakat

mengkonsumsi Narkoba dengan tujuan untuk menanggulangi stress, gaya hidup, dan
ketidaksengajaan karena tidak tahu jika obat yang dikonsumsi mengandung Narkoba.

Hal ini terjadi pada obat penenang epilepsi dan insomnia seperti flurazepam,

lorazepam, temazepam, triazolam dan diazepam. Diantara obat benzodiazepine

tersebut, penjualan diazepam memiliki tingkat penjualan mencapai 2,3 milyar tablet

dengan tingkat penggunaan mencapai 82% dari jenis benzodiazepin yang lain

(Afiatin, 2008).

Narkoba dapat berdampak pada banyak hal. Dampak terhadap perubahan fisik

yakni berat badan turun drastis, muka pucat, dan mudah terjangkit penyakit (Laksana,

2004). Apabila kita memiliki generasi penerus bangsa yang sakit-sakitan, bangsa ini

akan menjadi hancur karena stabilitas nasional akan terganggu, semua pekerjaan di

segala segi terutama pemerintahan akan kacau karena tidak optimalnya kinerja dari

generasi penerus untuk melakukan hal-hal yang sifatnya membangun bangsa.

Dampak selanjutnya yaitu dampak emosional. Perubahan emosi dan perilaku yakni

menjadi sangat sensitive, mudah bosan, suka membangkang, malas, sering

melupakan tanggungjawab, suka mencuri, berbohong, dan masih banyak lagi

(Laksana, 2004). Bayangkan saja bila Indonesia memiliki generasi penerus yang

malas, suka berbohong, dan mencuri, bangsa lain akan menilai bangsa Indonesia

adalah bangsa yang buruk dan bangsa yang bodoh. Akibatnya, Indonesia akan

terkucilkan dari pergaulan di lingkup internasional dan mungkin tidak ada negara

yang mau bekerjasama dengan Indonesia nantinya.

Secara lebih spesifik, dampak adanya penyalahgunaan Narkoba pada sendi-

sendi ketahanan bangsa meliputi bidang pertahanan dan keamanan (hankam),

ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya. Di bidang pertahanan dan keamanan
yaitu menurunnya patriotisme, nasionalisme, dan semangat bela negara. Di bidang

ideologi, yaitu adanya hedonisme dan kebebasan tanpa batas. Pengertian dari

hedonisme sendiri adalah pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan

materi sebagai tujuan utama dalam hidup (Mila, 2013). Maka dapat disimpulkan

bahwa dampak negatif dari penyalahgunaan Narkoba di bidang ideologi adalah

timbulnya perilaku konsumtif dan kebebasan tanpa batas yang dapat menimbulkan

sikap yang tidak bertanggungjawab. Dampak di bidang politik adalah timbulnya

apatisme atau sikap tidak peduli terhadap apa yang sedang terjadi di lingkungannya

dan adanya patron (konsep dasar) politik yang kotor. Dampak di bidang ekonomi

diantaranya adalah timbulnya kemalasan untuk berusaha, menurunnya produktifitas

kerja, meningkatnya kriminalitas, dll. Serta dampak di bidang sosial budaya adalah

timbulnya dekadensi moral atau kemerosotan nilai moral pada masyarakat.

Semua dampak yang terdapat di seluruh bidang tersebut sangat tidak sesuai

dengan kepribadian bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila yang memiliki

karakter ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan

Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam

permusyawaratan perwakilan, serta dengan menjunjung keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia. Maka dapat disimpulkan bahwa proses Narkoba menghancurkan

ketahanan suatu bangsa dimulai dari tingkat individu yang kemudian akan

berkembang ke tingkat yang lebih luas dan mencakup berbagai aspek kehidupan

berbangsa dan bernegara yang diantaranya bidang pertahanan dan keamanan,

ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya. Kesemua dampak ini sangat

bertentangan dengan karakter bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan hal
ini sangat berbahaya apabila dibiarkan terus-menerus dan tidak ada solusi untuk

menyelesaikannya, ditambah dengan arus globalisasi masa kini yang membuat

banyaknya budaya asing masuk kedalam negeri.

Konsepsi Penanggulangan Bahaya Narkoba

Penanggulangan penyalahgunaan Narkoba di Indonesia bukan saja tanggung

jawab pemerintah tetapi juga masyarakat. Pemerintah akhir-akhir ini terus mendorong

masyarakat melalui berbagai kesempatan untuk lebih peduli terhadap ancaman

bahaya nasional yang harus ditanggulangi secara tuntas dan konsepsional.

Upaya penanggulangan bahaya Narkoba, secara internasional diawali dengan

upaya Liga Bangsa-Bangsa (LBB) yang menyelenggarakan persidangan tentang cara-

cara pengawasan perdagangan gelap obat bius pada tahun 1909 di shanghai, Cina

yang dilanjutkan dengan persidangan Opium Commision (Komisi Opium) di Den

Haag, Belanda pada tahun 1912, telah menghasilkan traktat pertama mengenai obat

bius, yaitu international Opium Convention 1912 (konvensi Internasional tentang

Opium 1912). Berdasarkan dalam naungan PBB telah dihasilkan Single Convention

on Narcotic Drugs, 1961 (konvensi Tunggal Narkotika 1961) di New York, Amerika

Serikat pada tanggal 30 Maret 1961, dan telah diubah dengan 1972 Protokol

amending the Single Convention on Narcotic Drugs, 1961 (protocol 1972 tentang

Perubahan Konvensi tunggal Narkotika 1961) dan Convention on Psychotropic

Substances, 1971 (konvensi Psikoropika 1971) di Wina Austria pada tangggal 25

Maret 1972, dan terahir adalah United nations Corventions Against illicit traffic on

Narcotic Drugs and psychotropic Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-


Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran gelap narkotika dan Psikotropika 1988). Isi

pokok dalam Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan

Psikotropika 1988 tersebut, antara lain menentukan, bahwa penanggulangan terhadap

bahaya Narkoba dilakukan melalui pemberantasan peredaran gelap narkotika dan

psikotropika dengan cara menetapkan sebagai kejahatan setiap peredaran gelap

narkotika dan psikotropika dengan cara menetapkan sebagai kejahatan mulai dari

penanaman, produksi, penyaluran, lalu lintas, pengedaran sampai kepemakaiannya,

termasuk untuk pemakai pribadi.

Sebelum disahkannya konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang

pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988, pada tanggal 17-

26 juni 1987 digelar Konfrensi PBB yang membahas masalah mengenai masalah

penyalahgunaan Nakoba dan perdagangan gelapnya (International Convrence on

Drug Abuse andIllicit Trafficking) di Wina, Austria. Pertemuan yang merupakan

konfrensi ke-93 itu, menetapkan beberapa butir kesepakatan dunia dalam usaha

memerangi Narkoba. Resolusi tersebut disimpulkan beberapa hal penting guna

menghadapi bahaya Narkoba, yaitu perlunya mengadopsi The Declaration and the

Comprenchensive Multidiciplinaty outlaine of future Avtivities in dug abuse

Control/CMO (Deklarasi dan garis Besar Multidisiplin Komperenshensif untuk

kegiatan Pengawasan Narkoba), menyetujui semua komitmen dalam konferensi ini

sebagai ekspresi dari kemauan politik bangsa-bangsa dalam menghadapi bahaya

Narkoba, menggunakan CMO sebagai rekomendasi dalam perang melawan Narkoba,

penyebarluasan CMO, serta menetapkan tanggal 26 Junisebagai International Day


Against Drug Abuse Illicit trafficking (IDADAIT) yang di Indonesia dikenal sebagai

Hari Anti Narkoba Internasional (HANI).

Salah satu butir Resolusi PBB tahun 1987 yang berkaitan dengan HANI adalah

momentum ekspresi perjuangan semua Negara dunia untuk melawan bahaya

Narkoba. Karena itu, dalam setiap peringatanm HANI, kegiatan-kegiatan yang

berhubungan dengan masalah Narkoba digelar diseluruh penjuru bumi, baik berupa

kampanye massal anti Narkoba, pemusnahan barang bukti Narkoba, laporan kasus

Narkoba yang telah terjadi setahun sebelumnya, perenungan korban Narkoba, aksi

damai hingga kegiatan variatif lainnya. Berkaitan dengan upaya penanggulangan

bahaya Narkoba yang bersifat internasional di atas, penanggulangan terhadap bahaya

Narkoba secara nasional di Indonesia dilakukan melalui sarana hukum pidana dan

sarana non-hukum pidana.

1. Penanggulangan Melalui Sarana Penal

Upaya penanggulangan bahaya Narkoba di Indonesia melalui saran hukum

pidana telah dimulai sejak berlakunya Verdoovende Middelen Ordonnantie

(Ordonansi Obat bius), Stb. 1927 No.2798 jo. No. 536. Ordonansi ini kemudian

diganti dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1976 tentang narkotika, yang

dinyatakan berlaku sejak 26 juli 1976, yang didahului oleh lahirnya Undang-Undang

Nomor 8 tahun 1976 tentang Pengesahan konvensi Tunggal narkotika 1961 serta

protokolnya.

Perkembangan terakhir Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang

Narkotika diganti dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.


Sementara itu untuk menanggulangi penyalahgunaan psikotropika telah pula

dikeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Lahirnya

kedua Undang-Undang tentang Narkoba di atas didahului dengan keluarnya Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan Konvensi Psikotropika Tahun

1971 dan Undang-undang Nomor 7 tahun 1997 tentang pengesahan Konvensi PBB

tentang pembrantasan peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika tahun 1988.

Perangkat peundang-undangan untuk menanggulangi bahaya Narkoba tersebut

(Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997)

juga dilengkapi dengan berbagai Peraturan Menteri kesehatan (Permenkes), antara

lain tentang Peredaran Psikotropika (Permenkes nomor 688/Menkes/Per/VII/1997)

dan tentang Ekspor dan Impor Psikotropika (Permenkes Nomor

785/Menkes/per/VII/1997).

Pokok-pokok penanggulangan bahaya Narkoba melalui sarana hukum pidana

menurut Barda Nawawi Arief (2005) adalah sebagai berikut :

a. Mengkriminalisasi semua perbuatan yang berhubungan dengan peredaran

gelap Narkoba dan Penyalahgunaannya (mulai dari penanaman, produksi,

mengimpor, dan mengekspor, penyaluran, lalu lintas, pengedaran, memiliki,

menyimpan sampai kepemakaianya termasuk pemakaian pribadi, serta tidak

melaporkan adanya penyalahgunaan).

b. Memberikan kewenangan kepada hakim untuk memerintahkan terpidana

Narkoba yang mengalami ketergantungan untuk menjalani perawatan /

pengobatan.
2. Penanggulangan Melalui Sarana Non-Penal

Penanggulangan melalui sarana Non-hukum pidana dilaksanakan kegiatan-

kegiatan sebagai berikut :

a. Menumpas jaringan sindikat Narkoba hingga ke akar-akarnya melalui

pemutusan jaringan sindikat Narkoba dalam dan/atau luar negri dan

penghancuran kekuatan ekonomi jaringan sindikat Narkoba dengan cara

penyitaan aset yang berasal dari tindak pidana narkotika melalui penegakan

hukum yang tegas dan keras.

b. Memberikan pengobatan/perawatan terhadap pengguna Narkoba yang

mengalami ketergantungan di panti-panti pusat rehabilitasi dan pelayanan bagi

korban Narkoba.

c. Mengadakan penyuluhan dan sosialisasi Undang-Undang tentang Narkoba.

d. Melaksanakan program Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan

Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).

e. Melakukan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran

gelap Narkoba secara komprehensif dan sinergis.

f. Pemusnahan ladang-ladang ganja.


Pendirian badan Koordinasi Narkotika Nasional

Melalui Keputusan Presiden RI Nomor 116 tahun 1999 tanggal 29 desember

1999, lembaga khusus penanganan Narkoba di Indonesia bernama Badan Koordinasi

narkotika nasional (BKNN) mulai dibentuk. Lembaga ini merupakan pengganti

Badan Koordinasi Pelasana (BAKOLAK) inpres Nomor 6 tahun 1971, yaitu sebuah

lembaga yang didalamnya terdapat bagian khusus penanganan Narkoba.Saat itu,

pembentuk BKNN didasari kenyataan di mana masalah Narkoba di Indonesia mulai

berkembang pesat.

Pembentukan BKNMN merupakan tanggapan dari masalah-masalah Narkoba

yang sedemikian pesat terjadi. Pada saat itu, hampir diseluruh dunia setiap Negara

mempunyai lembaga khusus dalam penanganan Narkoba, seperti halnya drug

Rnforcement Administration (DEA) di Amerika Serikat, Office of theNarcotics

Control Board (ONCB) di Thailand, atau Control Narcotics Bureau (CNB) di

Singapura.Dengan perubahan tersebut, lembaga terkait mempunyai kekuatan untuk

melakukan penegakan hukum di bidang Narkoba dan memiliki anggaran yang cukup

untuk menjalankan fungsinya.

Berdasarkan kepres No.17 tahun 2002 tentang badan Narkotika Nasional

(BNN) tanggal 22 Maret 2002, BKNN berubah nama menjadi BNN. Adapun tugas

BNN adalah mengkoordinasikan semua kegiatan penanggulangan bahaya Narkoba

secara nasional, terutama yang dilakukan oleh lembaga Negara. Ketua BNN dijabat

oleh Kapolri, sedangkan operasionalnya dipimpin oleh Kepala Pelaksana harian

(Kalakhar). Pendirian BNN ini sebagai upaya penanggulangan bahaya Narkoba

khususnya yang menggunakan sarana hukum pidana diharapkan lebih efektif dan
efisien. Karena badan ini sesuai dengan tugasnya sebagai koordinasi yang dapat

membantu aparat penegak hukum dalam memecahkan masalah-masalah yang

berkaitan dengan upaya penanggulangan bahaya Narkoba.

Pengaturan Penyalahgunaan Narkoba Sebagai tindak Pidana dalam Peraturan

Perundang-Undangan Indonesia.

Penggunaan Narkoba bukan untuk tujuan pengobatan atau lebih dikenal dengan

istilah “penyalahgunaan Narkoba” merupakan tindak pidana yang bersifat universal.

Dikatakan demikian, karena hampir semua Negara anggota PBB mengakui dan

menyatakan, bahwa penggunaan Narkoba bukan untuk tujuan pengobatan merupakan

tindak pidana. Di Indonesia, bahwa penggunaan Narkoba bukan untuk tujuan

pengobatan merupakan tindak pidana termuat di dalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika.

Bentuk-bentuk perbuatan dikategorikan sebagai tindak pidana penyalahgunaan

Narkoba yang diatur dalam peraturan Perundang-undangan Indonesia adalah sebagai

berikut:

a. Menggunakan psikotropika golongan I selain untuk tujuan ilmu pengetahuan,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) Tahun, paling lama 15

(lima belas) Tahun dan pidana denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus

lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima

puluh juta rupiah) (Pasal 59 ayat (1) huruf a. Undang-undang Nomor 5 Tahun

1997 Tentang Psikotropika).


b. Menggunakan Narkoba golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling

lama 4 (empat) Tahun (pasal 85 huruf a. Undang-undang Nomor 22 tahun 1997

Tentang Narkotika).

c. Menggunakan narkotika golongan II dipidana dengan penjara paling lama 2

(dua) Tahun (Pasal 85 huruf b. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika).

d. Menggunakan narkotika golongan III, dipidana denga pidana penjara paling

lama 1 (satu) Tahun (Pasal 85 huruf c. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika).

Pengaturan penyalahgunaan Narkoba sebagai pidana dalam Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika dan Undang-undang Nomor 35 tahun

2009 tentang Narkotika menggarisakan, bahwa narkotika lebih berbahaya daripada

psikotropika jika digunakan tanpa pengawasan dokter atau bukan untuk pengobatan.

Hal ini dapat dinyatakan berdasarkan ketentuan Pasal 85 Undang-undang Nomor 35

tahun 2009 tentang Narkotika.

Berdasarkan ketentuan Pasal 85 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika, semua golongan narkotika, baik golongan I, golongan II dan

golongan III dilarang digunakan jika bukan untuk tujuan pengobatan. Sebaliknya

psikotropika yang dilarang digunakan hanyalah psikotropika golongan I, sedangkan

golongan II dan golongan III tidak dilarang.


D. Kesimpulan

Narkoba adalah obat atau zat yang dapat menenangkan syaraf, mengakibatkan

ketidaksadaran, atau pembiusan, menghilangkan rasa nyeri dan sakit, menimbulkan

rasa mengantuk atau merangsang, dapat menimbulkan efek stupor, serta dapat

menimbulkan adiksi atau kecanduan, dan yang ditetapkan oleh Menteri kesehatan

sebagai Narkotika. Penyalahgunaan narkoba dapat menimbulkan dampak yang besar

bagi ketahanan nasional, yakni dampak pada bidang pertahanan dan keamanan

(hankam), ideologi, politik, ekonomi, dan sosial budaya. Penanggulangan bahaya

Narkoba di Indonesia bukan saja tanggung jawab pemerintah tetapi juga masyarakat.

Penanggulangan terhadap bahaya Narkoba secara nasional di Indonesia dilakukan

melalui sarana hukum pidana dan sarana non-hukum pidana.

E. Kepustakaan

Afiatin, T. 2008. Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba dengan Program AJI.

Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Arief, Barda Nawawi. 2005. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra
Aditya Bakti. Bandung

Hardjosoedarmo, Soewarso. _____. Suatu Gagasan Tentang Model Ketahanan

Nasional dan Konsep Pengukuhannya. Hal. 92


https://infonawacita.com/kasus-penyalahgunaan-narkoba-di-aceh-tinggi/ [Diakses 27

Desember 2017]

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/17/10/30/oymn2n423-bnn-27-

persen-pengguna-narkoba-pelajar-dan-mahasiswa [Diakses 1 Januari 2018]

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/17/08/04/ou61xw354-bnn-

belum-bisa-prediksi-peningkatan-kasus-narkoba-2017 [Diakses 1 Januari 2018]

http://www.netralnews.com/news/megapolitan/read/121388/selama.2017..kasus.nark

oba.di.jaksel.men [Diakses 31 Desember 2017]

https://news.okezone.com/read/2017/12/21/340/1834234/sepanjang-tahun-2017-

polda-babel-ungkap-286-kasus-penyalahgunaan-narkotika [Diakses 27

Desember 2017]

Laksana, P. 2004. Waspada Bahaya Narkoba. PT Bengawan Ilmu. Semarang

Laksana, P. 2004. Perubahan Sikap dan Perilaku Penyalahgunaan Narkoba. PT

Bengawan Ilmu . Semarang

Mardani. H. 2008. Penyalahgunaan Narkoba Dalam Perspektif Hukum Islam Dan

Hukum Pidana Nasional. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Mila. 2013. Gaya Hidup Hedonisme di Kalangan Remaja Kota Bandung. (Studi.

Fenomenologi Tentang Gaya Hidup Hedon di Kalangan Remaja Kota Bandung.

Untuk Meningkatkan Eksistensinya). Skripsi. Universitas Komputer Indonesia.

Wahyono. _____. Kebijakan Nasional untuk Mewujudkan Konsepsi Wawasan

Nusantara dan “Ketahanan Nasional”. Hal. 119

Anda mungkin juga menyukai