Anda di halaman 1dari 6

A.

Menentukan Luas Pengujian dan Mendokumentasikan Pekerjaan Audit

1. Menentukan Luasnya Pengujian


Bukti audit yang cukup dan tepat dapat diperoleh dengan memilih dan memeriksa
dengan melalui pendekatan Semua Item – memilih dan memeriksa semua item atau seluruh
population, Items yang spesifik – memilih dan memeriksa item yang spesifik dan Items yang
mewakili populasi yang merupakan cara yang tepat untuk menyimpulkan seluruh set of data
dengan memilih dan memeriksa items yang mewakili. Keputusan untuk menentekukan
pendekatan mana yang akan digunakan tergantung pada situasi yang dihadapi. Metode
sampling merupakan metode yang paling efisien untuk menetapkan penurunan tingkat resiko
untuk suatu asersi karena sampling memungkinkan auditor memperoleh dan mengevaluasi
bukti audit mengenai ciri-ciri tertentu. Penentuan banyaknya sampel dapat dilakukan dengan
metode statistik atau nonstatistik.
Dalam setiap sampel dibawah 100% dari populasi, senantiasa ada resiko salah saji yang
tidak teridentifikasi dan salah saji ini melampaui tingkat salah saji yang dapat diterima
(tolerable level misstatement) atau tingkat penyimpangan yang dapat diterima (tolerable level
of deviation). Resiko ini disebut sampling risk. Sampling risk dapat di kurangi dengan
menaikkan jenis sampel. Sedangkan non-sampling risk dapat dikurangi dengan perencanaan,
pelaksanaan, supervisi dan reviu atas pekerjaan audit dengan benar.

1.1 Luasnya Prosedur Subtantif


Semakin besar resiko salah saji marterial, makin luas prosedur substantif yang
diperlukan. Luasnya prosedur substantif dapat dikurangi dengan menguji berfungsinya
pengendalian internal. Namun, jika hasil uji pengendalian tidak memuaskan, luasnya
prosedur substantif mungkin harus ditambah.
a. Menentukan Sample Size dengan MUS (Monetary-Unit Sampling)
Dengan metode MUS, probabilitas terpilihnya suatu item adalah proposional
(berbanding lurus) dengan nilai moneter item itu. Contohnya, saldo piutang seorang
pelanggan. Piutang bersaldo Rp.60.000.000,- mempunyai peluang terpilih sebagai
sampel, tiga kali dibandingkan dengan piutang sebesar Rp.20.000.000,-.
b. Pemilihan Confidence Factor
Dalam merancang uji substantif, auditor dapat memanfaatkan tiga tingkat
penurunan risiko, yakni tinggi, moderat dan rendah. Perbedaan ketiga tingkat menurunan
risiko dapat didasarkan atas confidence factor yang digunakan dalam memilih sampel.
Semakin tinggi confidence factor, semakin banyak sampel yang diambil dan semakin
tinggi tingkat pengurangan risiko yang diperoleh. Berikut ini merupakan confidence
levels yang ingin dicapai untuk tingkat penurunan risiko tinggi, sedang (moderat), dan
rendah.

Penurunan Confidence Confidence


Risiko Level Factor
Tinggi 95% 3,0
Sedang 80-90% 1,6 – 2,3
Rendah 65-75% 1,1 – 1,4
c. Memilih Sampel
Berikut adalah langkah –langkah dalam memilih sampel :
1. Keluarkan item bernilai tinggi (high-value items) dari populasi.
2. Hitung sampling interval.
3. Pilih titik awal secara acak (random starting point).

Sampling interval
Sampling interval adalah “jarak” atau interval antara satu sampel dengan sampel
berikutnya. Sampling interval dapat dihitung dengan rumus :

𝑃𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑛𝑐𝑒 𝑀𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙𝑖𝑡𝑦 (𝑇𝑜𝑟𝑒𝑙𝑎𝑏𝑙𝑒 𝑀𝑖𝑠𝑠𝑡𝑎𝑡𝑒𝑚𝑒𝑛𝑡)


𝑆𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 =
𝑐𝑜𝑛𝑓𝑖𝑑𝑒𝑛𝑐𝑒 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟

Sample size
Sample size adalah banyaknya sampel dalam suatu populasi yang akan diuji yang
sudah dikurangi high-value items. Sample size dapat dihitung dengan rumus :

𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑡𝑜 𝐵𝑒 𝑇𝑒𝑠𝑡𝑒𝑑
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 𝑆𝑖𝑧𝑒 =
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙

d. Memproyeksi Salah Saji


Langkah-langkah dalam memproyeksi salah saji di dalam populasi berdasarkan
salah saji yang ditemukan dalam sampel adalah sebagai berikut :
1. Hitung presentase salah saji dalam setiap item;
2. Menjumlahkan semua salah saji, dan hitung dampak netonya (artinya salah saji
ketinggian atau overstatements dikurangi salah saji kerendahan atau
understatements).
3. Hitung presentase rata-rata salah saji dengan membagi presentase seluruh salah
saji dengan jumlah seluruh item yang dijadikan sampel (yang mengandung salah
saji maupun tidak).
4. Kalikan presentase rata-rata salah saji dengan nilai moneter seluruh populasi
(sesudah dikeluarkan high-value items). Ini adalah salah saji yang diproyeksikan
ada dalam sampel.

1.2 Luasnya Prosedur Analitikal Substantif


Prosedur analitikal substantif (substantive analitical procedures) merupakan
pengujian utama dalam uji saldo akun, atau bisa juga dikombinasikan dengan uji rincian
lainnya. Prosedur analitikal sederhana (seperti membandingkan laba tahun lalu dengan laba
tahun berjalan) dapat membantu menemukan masalah yang perlu ditindaklanjuti, namun
memberikan sedikit sekali bukti audit. Jenis prosedur analitikal ini berguna untuk
memberikan pemahaman mengenai entitas, pelaksanaan prosedur penilaian risiko, dan
menelaah laporan keuangan final.
Dalam merancang prosedur analitikal substantif, auditor dapat :
1. Menetapkan selisih antara angka yang dicatat dan angka ekspektasi, yang tidak
memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Angka (selisih) ini terutama dipengaruhi
oleh angka materialitas dan konsisten dengan tingkat pengurangan risiko yang
diinginkan.
2. Memperhitungkan kemungkinan bahwa gabungan salah saji dalam saldo akun,
transaksi, atau disclosure tertentu, bisa mencapai angka agregat salah saji yang
tidak dapat diterima.
3. Meningkatkan tingkat pengurangan risiko yang diinginkan (desired level of risk
reduction) ketika risiko salah saji material meningkat.

1.3 Uji Pengendalian


Prosedur uji pengendalian terdiri atas :
 Bertanya (inquiries) pada pegawai yang tepat;
 Inspeksi atas dokumen yang relevan
 Pengamatan atas operasi entitas
 Pengulanagan (re-performance) aplikasi pengendalian.

a. Pengendalian Pervasif (Tingkat Entitas)


Pengujian pengendalian pervasif pada tingkat entitas cenderung lebih subjektif,
seperti menguji komitmen terhadap kompetensi atau memahami kebijakan entitas
mengenai perilaku yang dapat diterima. Namun, pengendalian pervasif pada tingkat
entitas secara kolektif memberikan landasan yang tepat bagi semua komponen
pengendalian internal.
Hasil pelaksanaan uji pengendalian pervasif lebih sulit untuk
didokumkentasikan dibandingkan dengan pengendalian internal pada tingkat proses
bisnis. Di lain pihak, evaluasi uji pengendalian pervasif sering didokumentasikan
dengan ”memo untuk file” bersama bukti pendukung.
Walaupun hampir semua pengendalian pervasif (di tingkat entitas) dan
pengendalian IT umum diuji dengan menggunakan kearifan profesional dan
menerapkan secara objektif pada situasinya, ada situasi dimana representative sample
dapat diterapkan. Contoh, bukti bahwa laporan bulanan memang direviu dan tindakan
yang tepat tepat diambil.
b. Attribute Sampling
Uji pengendalian memberikan bukti bahwa pengendalian berfungsi secara
efektif selama periode yang diuji yang ditetapkan, seperti satu tahun (dalam tahun
berjalan). Karena pengendalian atas transaksi berfungsi atau tidak berfungsi,
auditor perlu menguji hal ini. Dalam pengendalian yang tidak andal, auditor
berpeluang menemukan penyimpangan. Sample size untuk uji pengendalian
umumnya sedikit karena didasarkan atas temuan mengenai ada/tidaknya
penyimpangan. Jika uji pengendalian lebih dari sekedar menguji ada/tidaknya
penyimpangan, sample size yang diperlukan bisa lebih besar.
c. Mengandalkan Pengendalian Internal Tidak Langsung
Pengendalian internal tidak langsung adalah pengendalian atas mana
pengendalian lain bergantung. Akan tetapi, sering kali lebih efektif melaksanakan
prosedur substantif daripada menguji berfungsinya pengendalian internal tidak
langsung.
Dalam merancang uji pengendalian, auditor perlu memusatkan perhatiannya
terhadap bukti yang diperoleh untuk asersi yang diperiksa, dan bukan pada
sifatpengendalian itu sendiri. Uji pengendalian sering dirancang untuk memberikan
tingkat risiko pengendalian yang rendah atau sedang, mengenai berfungsinya
pengendalian secara efektif.
Attribute sampling sering digunakan untuk uji pengendalian. Teknik ini
menggunakan sample size terkecil yang mampu memberikan peluang tertentu
untuk mendeteksi suatu tingkat penyimpangan yang melebihi tingkat
penyimpangan yang dapat diterima.
d. Menentukan Sample Size
Rumus untuk menentukan Sample Size :
𝐶𝑜𝑛𝑓𝑖𝑑𝑒𝑛𝑐𝑒 𝐹𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 𝑆𝑖𝑧𝑒 =
𝑇𝑜𝑙𝑒𝑟𝑎𝑏𝑙𝑒 𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑅𝑎𝑡𝑒
Ketika bukti lain sudah diperoleh untuk asersi tertentu, confidence factor
dapat diturunkan sehingga hanya tingkat penurunan risiko yang moderat yang
diperoleh dengan menguji berfungsinya pengendalian secara efektif. Beberapa
KAP menggunakan confidence factor yang sedikit lebih tinggi, yang menghasilkan
saple size terendah sebanyak 10 sampel untuk tingkat penurunan risiko yang
moderat dan 30 untuk tingkat penurunan risiko yang lebih tinggi.
e. Memilih Sampel
Langkah-langkah untuk memilih sampel adalah sebagai berikut:
 Tentukan tujuan dari prosedur pengujian dan bukti yang akan dihasilkan
sehubungan dengan asersi yang mendasari atribut pengendalian yang akan
diuji.
 Pilih populasi yang tepat untuk mencapai tujuan pengujian. Populasi ini bisa
berbeda, tergantung asersi yang diperiksa.
 Tentukan saple size terkecil untuk tingkat penurunan risiko yang diperlukan.
(mederat atau tinggi).
 Gunakan random number generator atau cara lain untuk memilih sampel yang
akan diuji.
f. Prosedur Pengendalian Tidak Beroperasi Harian
Untuk memilih sampel-sampel dimana pengendalian tidak beroperasi secara
harian, namun, sample size yang sebenarnya senantiasa harus didasarkan pada
kearifan profesional.
Operasi Minimum Sampel Presentase Cakupan
Pengendalian yang Disarankan Pengujian
Mingguan 10 19%
Bulanan 2–4 25%
Kuartalan 2 50%
Tahunan 1 100%

1.4 Mengevaluasi Penyimpangan (Deviation)


Langkah-langkah dalam mengevaluasi penyimpangan adalah sebagai berikut :
 Identifikasi adanya penyimpangan (deviations).
 Pertimbangan dengan saksama sifat dan sebab dari setiap penyimpangan.
 Memperhatikan kemungkinan sampling risk.
Hasil sample dapat dievaluasi dengan membandingkan tingkat penyimpangan
yang maksimum dapat diterima dengan batas penyimpangan tertinggi. Batas
penyimpangan tertinggi dapat didekati dengan rumus seperti berikut :
𝐴𝑑𝑗𝑢𝑠𝑡𝑒𝑑 𝐶𝑜𝑛𝑓𝑖𝑑𝑒𝑛𝑐𝑒 𝐹𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟
𝑈𝑝𝑝𝑒𝑟 𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐿𝑖𝑚𝑖𝑡 =
𝑆𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 𝑆𝑖𝑧𝑒

Suatu confidence factor yang telah disesuaikan dapat di dasarkan pada jumlah
penyimpangan yang ditemukan, seperti tabel dibawah ini :

Adjusted Confidence Factor For Number Of Deviations Found


Confidence
1 2 3 4 5
Level Required
95 % 4,7 6,3 7,8 9,2 10,5
90 % 3,9 5,3 6,7 8,0 9,3
80 % 3,0 4,3 5,5 6,7 7,9
70 % 2,4 3,6 4,7 5,8 7,0

2. Mendokumentasikan Pekerjaan Audit


Dokumentasi pekerjaan audit berperan penting dalam perencanaan dan pelaksanaan
audit. Dokumentasi ini berfungsi sebagai catatan atau rekaman mengenai ekerjaan yang
dilakukan dan menjadi dasar untuk laporan auditor. Dokumentasi juga digunakan untuk
mereviu kendali mutu, untuk memantau kepatuhan terhadap ISAs dan ketentuan perundangan
terkait, serta kemungkinan inspeksi oleh pihak ketiga. Berikut adalah butir pertimbangan
tentang beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menyelesaikan pendokumentasian serta
merapikan dan merampungkan file.
BUTIR PERTIMBANGAN

Dokumentasi yang tepat waktu


Penyusunan dokumentasi audit tepat waktunya, membantu meningkatkan mutu audit, dan
memfasilitasi reviu dna evaluasi bukti audit secara efektif dan memperlancar kesimpulan
yang diambil sebelum laporan auditor difinalkan. Dokumentasi audit yang disusun sesudah
pekerjaan audit selesai dilaksanakan kurang akurat dibandingkan dengan dokumentasi yang
dilakukan ketika pekerjaan dilaksanakan.

Apakah file audit itu sendiri, merupakan sesuatu yang utuh?


Sedapat mungkin, dokumentasi audit harus jelas dan dapat dipahami tanpa penjelasan
tambahan secara lisan. Penjelasan lisan tidak memadai untuk mendukung pekerjaan yang
dilaksanakan atau kesimpulan yang ditarik. Tentunya penjelasan lisan dapat digunakan untuk
menjelaskan atau mengklarifikasi informasi di dalam dokumentasi audit.

Tidak Konsisten
Jika bukti audit yang diperoleh tidak konsisten dengan kesimpulan aktif mengenai suatu hal
yang penting, pastikan ada dokumentasi yang menjelaskan bagaimana auditor menyelesaikan
ketidak konsistenan tersebut. Ini tidak berarti bahwa auditor perlu menyimpan dokumentasi
yang salah atau yang seharusnya sudah diganti.

Anda mungkin juga menyukai