Anda di halaman 1dari 15

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Salah satu bentuk dari trauma mata adalah trauma tembus. Menurut
Birmingham Eye Trauma Terminology System definisi dari trauma tembus merupakan
trauma mata yang menyebabkan kerusakan pada keseluruhan ketebalan dinding bola
mata (full-thickness wound of the eyewall). Trauma tembus merupakan trauma mata
terbuka (open globe injury) yang mengenai bola mata, sedangkan trauma mata
tertutup merupakan luka penetrasi yang mengenai kornea. Trauma mata terbuka dapat
berupa ruptur (diakibatkan benda tumpul) atau laserasi (luka penetrasi/tembus,
perforasi, benda asing intraokular). Luka laserasi merupakan luka yang memiliki jalur
masuk sedangkan luka perforasi merupakan luka dengan jalur masuk dan jalur keluar.
Trauma tembus merupakan trauma laserasi tunggal akibat benda tajam.1

Gambar 2.1. Trauma Tembus Mata

2.2 Epidemiologi
Trauma okular merupakan penyebab
tersering kebutaan monokular pada anak-anak dan dewasa muda (< 40 tahun).
Prevalensi tertinggi didapatkan pada remaja laki-laki. Di AS, lebih dari 2 juta trauma
mata terjadi setiap tahun, dengan lebih dari 40000 kasus mengakibatkan berbagai
derajat gangguan penglihatan permanen. Di Amerika Serikat trauma mata menjadi
penyebab terbanyak kebutaan monokular dan memegang peranan dalam 7 persen
kebutaan bilateral pada kelompok usia 20-64 tahun. 2 Pada tahun 2001, di Amerika
Serikat diperkirakan 1.990.872 (6.98 per 1000 populasi) mengalami trauma mata dan
memerlukan terapi di ruang gawat darurat, poliklinik atau praktek dokter umum.

10
Trauma tembus mata lebih sering terjadi pada pria daripada wanita dan lebih
sering mengenai golongan usia yang lebih muda. Penyebabnya antara lain adalah
serangan, kecelakaan domestik dan olah raga.

2.3 Klasifikasi Trauma Mata


Birmingham Eye Trauma Terminology System (BETTS) merupakan standar sistem
komprehensif yang dipakai.3

Keterangan:3
 Trauma mata tertutup (Closed globe injury)
Trauma mata tanpa kerusakan seluruh dinding mata (kornea dan sklera) atau
No full-thickness wound of eyewall. Trauma mata tertutup terdiri dari:
o Kontusio: tidak terdapat luka pada dinding mata, tetapi dapat terjadi
kerusakan intraokular seperti ruptur koroid atau perubahan bentuk bola
mata. Hal ini dikarenakan energi kinetik langsung yang dikirimkan
oleh benda.
o Laserasi lamelar. Trauma yang menyebabkan kerusakan parsial
dinding mata.
 Trauma mata terbuka (Open globe injury).
Trauma yang menyebabkan kerusakan pada seluruh ketebalan dinding mata
(kornea dan/atau sklera) atau Full-thickness wound of the eyewall. Trauma
mata terbuka terdiri atas:
o Ruptur: kerusakan seluruh ketebalan dinding mata akibat cedera benda
tumpul

11
o Laserasi: kerusakan seluruh ketebalan dinding mata yang disebabkan
oleh benda tajam
 Penetrasi/luka tembus: trauma laserasi tunggal yang
disebabkan benda tajam.
 Perforasi: ditandai oleh adanya luka masuk dan luka keluar.
Kedua luka disebabkan oleh benda yang sama.
 Benda asing intraokular: terdapat benda asing yang tertinggal
dalam bola mata.
2.4 Etiologi
Penyebab tersering adalah karena kecelakaan saat bekerja, bermain, dan
berolahraga. Luas cedera ditentukan oleh ukuran benda yang mempenetrasi,
kecepatan saat impaksi, dan komposisi benda tersebut, benda tajam seperti pisau akan
menyebaban laserasi berbatas tegas pada bola mata.7
Luas cedera yang disebabkan oleh benda asing yang terbang ditentukan oleh
energi kinetiknya. Benda tajam sperti pisau akan menimbulkan luka laserasi yang
jelas pada bola mata. Berbeda dengan kerusakan akibat benda asing yang terbang,
beratna kerusakan ditentukan oleh energi kinetik yang dimiliki. Contohya pada peluru
pistol angin yang besar dan memiliki kecepatan yang tidak terlalu besar memiliki
energi kinetik yang tinggi dan menyebabkan kerusakan mata yang cukup parah.
Kontras dengan pecahan benda tajam yang memiliki massa yang kecil dengan
kecepatan tinggi akan menimbulkan laserasi dengan batas tegas dan beratnya
kerusakan lebih ringan dibandingkan kerusakan akibat peluru pistol angin.8

2.5 Patofisiologi
Benda asing dengan kecepatan tinggi akan menembus seluruh lapisan sklera
atau kornea serta jaringan lain dalam bukbus okuli sampai ke segmen posterior
kemudian bersarang di dalamnya bahkan dapat mengenai os orbita. Dalam hal ini
akan ditemukan suatu luka terbuka dan biasanya terjadi prolaps (lepasnya) iris, lensa,
ataupun corpus viterus. Perdarahan intraokular dapat terjadi apabila trauma mengenai
jaringan uvea, berupa hifema atau henophthalmia.4

12
2.6 Gejala Klinis
Tajam penglihatan akan menurun akibat terdapatnya kekeruhan media
penglihatan secara langsung atau tidak langsung akibat trauma tembus tersebut.3
Namun cedera akibat partikel berukuran kecil berkecepatan tinggi yang dihasilkan
dari tindakan menggerinda dan memalu mungkin hanya menimbulkan nyeri ringan
dan kekaburan penglihatan.5 Bila terdapat perforasi kornea akan terlihat bilik mata
yang dangkal. Jaringan uvea akan menempel pada kornea atau malahan akan terlihat
jaringan iris yang prolaps keluar. Akibat perlengketan iris dengan bibir luka kornea
akan terdapat bentuk pupil yang lonjong atau terjadinya perubahan bentuk pupil.
Kadang-kadang terdapat hifema, Hal ini menunjukkan terjadinya ruptur iris atau
badan siliar oleh trauma tembus tersebut. Tekanan bola mata akan rendah akibat
cairan mata keluar melalui luka tembus atau malahan badan kaca dapat keluar. 3
Tanda-tanda lain adalah kemosis hemoragik, laserasi konjungtiva, atau kamera
anterior yang dangkal dengan atau tanpa dilatasi pupil yang eksentrik.5

Gambar 2.2. Hifema


Selain ruptur dinding sklera, gaya kontusif pada bola mata dapat
menimbulkan gangguan motilitas, perdarahan subkonjungtiva, edema kornea, iritis,
hifema, glaukoma sudut sempit, midriasis traumatik, ruptur sfingter iris, iridodialisis,
paralisis akomodasi, dislokasi lensa dan katarak. Cedera yang dialami struktur-
struktur posterior adalah perdarahan korpus vitreus dan retina, edema retina, lubang
pada retina avulsi dasar vitreosa, pelepasan retina, ruptur koroid atau avulsi saraf

13
optik. Banyak cedera di atas tidak dapat dilihat melalui pemeriksaan eksternal.
Sebagian misalnya katarak, mungkin belum terbentuk sampai beberapa hari atau
minggu setelah cedera.3

2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis 3
Mekanisme trauma:
 Tentukan jenis trauma : tumpul, penetrasi atau perforasi.
 Tanyakan benda penyebab : bentuk dan ukuran benda.
 Tanyakan kemungkinan adanya benda asing pada bola mata karena dapat
menimbulkan komplikasi nantinya seperti infeksi oleh benda organik.
Keadaan saat terjadinya trauma:
 Waktu dan lokasi terjadinya trauma.
 Penggunaan kacamata koreksi atau pelindung mata lainnya karena benda-
benda tersebut dapat melindungi atau malah berkontribusi pada trauma akut.
 Tanyakan apakah pasien mempunyai miopia berat karena mata miopia lebih
rentan terhadap trauna kompresi anterior-posterior.
Riwayat medis:
 Tanyakan riwayat trauma mata atau operasi mata sebelumnya karena dapat
membuat jaringan lebih rentan ruptur.
 Tanyakan visus dan fungsi penglihatan sebelum trauma pada kedua mata.
 Tanyakan penyakit mata yang ada pada pasien saat ini.
 Tanyakan penggunaan obat saat initermasuk obat tetes mata dan alergi.

2.7.2 Gejala3
 Nyeri : dapat tersamar oleh trauma lain dan dapat tidak berat pada awalnya
pada trauma tajam, baik dengan atau tanpa benda asing.
 Tajam penglihatan biasanya berkurang jauh
 Diplopia : akibat terjepitnya otot ekstraokular, akibat truma saraf kranial,
monokular diplopia akibat dari dislokasi atau subluksasi lensa.

14
2.7.3 Pemeriksaan Fisik3
 Trauma tembus mungkin dapat tampak dengan mudah atau tertutupi oleh luka
yang lebih superficial sehingga sebaiknya dicari dengan teliti.
 Hindari memberikan tekanan pada bola mata yang mengalami trauma tembus
untuk mencegah mengalir keluarnya cairan bola mata.
 Pemeriksaan segmen posterior mungkin sulit dilakukan karena trauma yang
terjadi dapat menghalangi pemeriksaan segmen posterior.
 Pemeriksaan harus dilakukan dengan sistematis dengan tujuan
mengidentifikasi dan melindungi mata.
 Hindari manipulasi mata yang berlebihan untuk pemeriksaan untuk
menghindari kerusakan lebih lanjut dan minimalisasi kemungkinan ekstrusi
intraokular.
Tajam penglihatan dan gerak bola mata:
 Periksa tajam penglihatan kedua mata.
 Tajam penglihatan dapat turun banyak.
 Periksa gerak bola mata kedua mata, jika terganggu harus dievaluasi
kemungkinan adanya fraktur orbita.
Bola Mata
 Harus dievaluasi apakah ada deformitas tulang, benda asing dan gangguan
kedudukan bola mata.
 Benda asing yang menembus bola mata harus dibiarkan sampai tindakan
bedah.
 Apabila terdapat trauma tembus bola mata dapat timbul enoftalmus.
Kelopak mata
 Trauma kecil pada kelopak mata tidak menyingkirkan kemungkinan adanya
trauma tembus bola mata.
 Perbaikan kelopak harus ditunda sampai kemungkinan adanya trauma tembus
bola mata dapat disingkirkan.
Konjungtiva

15
 Perdarahan konjungtiva yang berat dapat mengindikasikan adanya ruptur bola
mata.
 Laserasi konjungtiva bisa terjadi bersamaan dengan trauma sklera yang serius.
Kornea dan sklera.
 Luka tembus kornea atau sklera merupakan suatu trauma tembus bola mata,
dapat diperiksa dengan Seidel’s Test.

Gambar 2.3. Seidel’s Test


 Pada luka tembus kornea dapat terjadi prolaps iris. Laserasi pada kornea dan
sklera bisa menunjukkan adanya perforasi bola mata dan harus dipersiapkan
untuk ditatalaksana di ruang operasi.
 Prolaps iris dengan laserasi kornea bisa terlihat diskolorasi gelap pada daerah
trauma
 Penonjolan sklera merupakan indikasi ruptur dengan ekstrusi isi okular
 Tekanan intraokular biasanya rendah akan tetapi pemeriksaan tekanan bola
mata dikontraindikasikan untuk mencegah penekanan bola mata.
Pupil
 Periksa bentuk, ukuran, refleks cahaya, dan RAPD.
 Adanya deformitas bentuk pupil dapat menjadi tanda adanya trauma tembus
bola mata.
 Pupil biasanya midriasis.
Lensa
 Dapat timbul dislokasi lensa.

16
Bilik Mata Depan
 Pemeriksaan slit lamp pada pasien yang kooperatif bisa menunjukkan
kelainan yang berhubungan dengan seperti defek transiluminasi iris (red
reflex gelap karena perdarahan vitreous), laserasi kornea, prolaps iris, hifema
dari disrupsi siliar dan kerusakan lensa termasuk dislokasi atau subluksasi.
 Bilik mata yang dangkal bisa jadi merupakan satu-satunya tanda adanya
ruptur bola mata dan merupakan petanda prognosis buruk. Ruptur posterior
bisa terjadi dan ditunjukkan dengan bilik mata depan yang dalam karena
adanya ekstrusi vitreous ke segmen posterior
Temuan lain
 Adanya reflex fundus negatif akibat perdarahan vitreus dapat menjadi tanda
adanya trauma tembus bola mata.
 Ditemukannya prolaps uvea pada permukaan bola mata merupakan tanda
trauma tembus bola mata.
 Pada trauma tembus dapat juga ditemukan hifema.
 Perdarahan vitreous setelah trauma menunjukkan adanya robekan retina atau
khoroid avulsi nervus optikus atau benda asing.
 Robekan retina, edema, pelepasan retina dan perdarahan bisa mengikuti ruptur
bola mata.

2.7.4 Pemeriksaan Penunjang3


 Pemeriksaan Laboratorium
o Pemeriksaan koagulasi dan darah perifer lengkap dilakukan pada pasien yang
memiliki kelainan perdarahan.
o Pemeriksaan laboratorium diindikasikan untuk kasus dengan trauma yang
koeksis dan gangguan medikal lain

 CT-Scan

17
o CT-Scan adalah pemeriksaan penunjang yang paling sensitif untuk
mendeteksi ruptur bola mata, kerusakan saraf optic, mendeteksi benda asing
dan memberi gambaran bola mata dan orbita.
o Kurang dapat mendeteksi adanya benda asing non-logam.
 Foto Rontgen
o Foto polos tiga posisi Waters, Caldwell dan lateral lebih bermanfaat
untuk mengetahui kondisi tulang dan sinus daripada keadaan bola mata.
 MRI
o MRI berguna untuk mendeteksi kerusakan jaringan lunak.
o MRI juga berguna untuk mendeteksi benda asing non-logam.
o MRI dikontraindikasikan bagi kecurigaan benda asing logam.
 Ultrasonografi
o Ultrasonografi memiliki resiko untuk memberikan tekanan pada bola
mata apabila terjadi trauma tembus.
o Dapat berguna untuk menentukan lokasi rupture dan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya benda asing.

2.8 Tatalaksana Trauma Tembus


Penilaian Awal
Langkah awal yang harus segera dilakukan adalah menerapkan prinsip umum
bantuan hidup lanjut pada kasus trauma, evaluasi untuk visual dilakukan sembari
pertolongan bantuan hidup lanjut dilaksanakan.9 Pada trauma mata yang lebih berat
dapat diperiksa fungsi aferen dan eferennya, ketajaman penglihatan, pergerakan bola
mata, deformitas, perforasi, darah, kemosis, distopia, enoftalmus, eksoftalmus dan
telekantus.10 Apabila terdapat ruptur dari bola mata, sebaiknya dihindari untuk
memanipulasi yang lebih lanjut hingga pembedahan dalam keadaan steril bisa
dilaksanakan, yang biasanya dilakukan dengan anestesi umum. Tidak perlu diberikan
siklopegik maupun antibiotik topikal sebelum operasi dilakukan, karena adanya
toksisitas potensil terhadap jaringan yang terpapar. Mata diberi perlindungan, dengan
Fox shield atau dengan gelas berbahan kertas yang dipotong pada sepertiga bawah

18
yang ditutupkan ke mata, dan bisa diberikan antibiotik oral, seperti ciprofloxacin
2x500 mg. Analgesik dan antiemetik dapat diberikan selama diperlukan. Anti-tetanus
juga dapat diberikan karena semua trauma tembus bola mata tergolong pada luka
dengan risiko tinggi tetanus dan merupakan luka yang sangat mungkin terjangkit
tetanus karena luka yang tampak nyata mendevitalisasi jaringan dan terdapat kotak
nyata jaringan dengan bahan yang menembus mata yang kemungkinan sudah
tercemar tanah atau kotoran lainnya yang mungkin mengandung kuman tetanus.
Anestetik topikal, pewarna, dan pengobatan topikal lain yang digunakan pada mata
yang terkena trauma harus steril. Untuk tetrakain dan fluoresin terdapat juga yang
steril, dengan unit dose. Agen neuromuscular blocking dapat meningkatkan tekanan
intraokuler dan dapat menyebabkan herniasi. Pada trauma yang berat, perlu
diperhatikan untuk dokter selain dokter mata, untuk tidak melakukan pemeriksaan
mata yang dapat menambah derajat keparahan penyakit.9
Pada setiap trauma mata, perlu dilakukan system scoring. Hal ini diperlukan
untuk dapat mendeskripsikan beratnya trauma / luka, memberikan pelayanan triage
yang efektif, membantu dalam hal kesiapan operasi, serta untuk memprediksikan
prognosis penglihatan. Berikut disajikan tabel untuk menghitung skor pada trauma
mata sesuai dengan BETT (Birmingham Eye Trauma Terminology), dengan
memperhatikan enam aspek, meliputi ketajaman penglihatan awal, ada tidaknya
rupture, ada tidaknya endoftalmitis, ada tidaknya perforasi, ada tidaknya retinal
detachment, serta ada tidaknya RAPD (tabel 1)11

19
Tabel 1. Perhitungan Ocular Trauma Score (OTS)11

Pengobatan12
1. Tanpa Operasi
Pada luka tembus yang minimal, tanpa kerusakan intraokuler, tidak ada
prolap, diberikan terapi antibiotik sistemik dengan atau topical, dengan observasi
yang ketat
2. Operasi
a. Repair korneo sklera
Tujuan primer repair korneosklera adalah untuk memperbaiki integritas bola
mata. Tujuan sekunder adalah untuk memperbaiki visus. Bila prognosis visus kurang
baik dan mempunyai resiko oftalmia simpatis maka sebaiknya dilakukan enukleasi.
Enukleasi primer lebih baik, bila perlu ditunda tidak lebih dari 14 hari untuk
mencegah oftalmia simpatis. Kemudian diikuti dengan pemeriksaan fungsi visus,
vitroretina atau konsultasi ke subbagian plastic rekonstruksi.
b. Anastesi

20
Anastesi umum dipergunakan untuk repair bola mata, sebab anastesi
retrobulber atau peribulber akan meningkatkan tekanan bola mata. Diberikan
pelumpuh otot yang cukup untuk menghindari prolapsnya isi bola mata.
c. Yang perlu diperhatikan
Tidak dipasang fiksasi rektus karena repair palpebra kan menekan permukaan
mata, maka selesaikan dulu repair kornea. Bila vitreous ata massa lensa prolap
melui bibir luka , maka potong diatas kornea, tidak dengan menariknya keluar. Bila
uvea atau retina menonjol keluar lakukan reposisi dengan bantuan vikoelastik
secara hati-hati. Reposisi iris segera dilakukan setiap selesai jahitan untuk
mencegah iris terjepit dibibir luka. Jahitan yang dikerjakan sebaiknya mendekati
full thickness.
Pada akhir operasi diberikan antibiotik subkonjungtiva (tobramisin 20 mg
atau vankomisin 25 mg) dan kortikosteroid (deksametason 2 mg). Antibiotik
intravitreal (vankomisin 1 mg atau amikacin 200 mcg) diberikan pada luka yang
terkontaminasi menutupi vitreous. Diberikan antibiotik salep mata (kombinasi
bacitasin-polimyxin) dan kemudian mata ditutup.
d. Repair sekunder
- Pengangkatan benda asing intraokuler, rekonstruksi iris, ekstraksi katarak,
vitrektomi, insersi lensa intraokuler dan krioterapi pada robekan retina.
- Bila kekeruhan lensa bertambah inflamasi intraokuler akan bertambah parah
sehingga kesempatan untuk meletakkan lensa intraokuler akan hilang.
- Bila benda asing terlihat di segmen anterior sebaiknya diangkat melalui lubang
atau insisi limbal.
- Bila pengangkatan lensa diperlukan perlu diketahui apakah kapsula posterior
masih utuh atau tidak.
- Perbaikan ruptur iris tidak hanya memperbaiki fungsi iris dan visus tapi juga
mengembalikan iris pada tempatnya untuk menghindarkan sinekia. Bila terjadi
iridodialis akan menyebabkan diplopia dan eksentrik pupil sehingga perlu
reposisi.
e. Pengobatan paska operasi

21
- Terapi untuk cegah infeksi, supresi inflamasi, kontrol TIO dan hilangkan rasa
sakit.
- Antibiotik intravena sampai 3-5 hari. Antibiotik topikal sampai 7 hari sedangkan
kortikosteroid dan sikloplegia dikurangi berdasarkan tingkat inflamasinya.
- Jahitan kornea bila tak longgar dapat diletakkan sampai 3 bulan lalu diangkat
bertahap
- Karena risiko ablatio retina maka pemeriksaan segmen posterior harus sering
dilakukan, bila tak terlihat dapat dengan menggunakan USG.
- Koreksi penglihatan sesegera mungkin karena pada anak-anak resiko ambliopia
meningkat apabila rehabilitasi visus ditunda
- profilaksis sistemik untuk cegah traumatik endoftalmitis :
* gram positif : vankomisin 1g IV tiap 12 jam selama hari
* gram negatif : Gentamisin 1-2 mg/kg BB IV pada kali pertama, dilanjutkan 1
mg/kg BB tiap 8 jam selama 3 hari atau ceftazidim 1 g IV tiap
12 jam selama 3 hari.
* Fungus : tidak rutin diberikan

2.9 Komplikasi3
 Endoftalmitis dapat terjadi baik eksogen maupun pasca operasi.
 Endoftalmitis yang terjadi dapat bakteri atau jamur.
 Oftalmia simpatetik, adalah peradangan pada mata yang tidak mengalami luka
beberapa minggu atau bulan setealh cedera. Diperkirakan suatu proses autoimun
pada jaringan uvea. Gejalanya adalah nyeri, penurunan tajam penglihatan dan
fotofobia.

2.10 Prognosis
Prognosis pasien pada kejadian trauma tembus dapat diprediksi dengan
memperhatikan beberapa faktor, meskipun ada pro kontra terhadapnya, yaitu
diantaranya usia, penyebab trauma, endoftalmitis, luasnya luka, fraktur wajah,
hifema, ketajaman penglihatan inisial, tipe trauma, benda asing intra okuler, lokasi

22
benda asing intra okuler, trauma mata sebelahnya, trauma lensa, keberadaan lensa, no
light perception, trauma perforasi, ablasi retina, jenis kelamin, prolaps jaringan,
perdarahan vitreal, lokasi dan panjangnya luka. Oleh karena terdapatnya
kontroversial pada penentuan prognostik ini, maka peran individu (pasien) menjadi
pertimbangan utama. Dengan diberlakukannya OTS, maka diharapkan dapat dengan
mudah memprediksi untuk prognosis pasien, dan hal ini akan sangat membantu
pasien, dokter, dokter mata, dan tenaga paramedis lain. Dengan OTS diharapkan
dokter mata dapat memprediksi prognosis pasien, dan pada penelitian didapatkan
hasil hingga 77% kesempatan dokter mata untuk hasil fungsional final pasien.

23
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada kasus ini dilaporkan seorang anak laki-laki, usia 11 tahun dengan keluhan
utama mata kanan merah sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Os
mangatakan keluhan muncul sesaat setelah mata kirinya terkena batang lidi saat
sedang bermain. Setelah itu pasien mengaku pandangan menjadi kabur seperti ada
benda yang menghalangi. Namun pasien masih dapat beraktivitas seperti biasanya.
Pasien sudah berobat di puskesmas di daerah tempat tinggal pasien dan diberikan
obat tetes mata namun pasien lupa nama obat tersebut. Pasien mengaku sedikit ada
perubahan tetapi keluhan belum sepenuhnya membaik
± 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengatakan keluhannya semakin
memburuk. Keluhan disertai dengan nyeri. Nyeri dirasakan terus menerus. Pandangan
pun semakin kabur. Oleh karena itu akhirnya pasien dibawa ke rumah sakit oleh
orang tuanya.
Riwayat mata merah sebelumnya disangkal,darah (-),rasa terbakar pada mata
(-), penglihatan ganda (-), kotoran mata yang kental (-), demam (-)
Pada periksaan fisik mata kanan didapatkan robekan pada kornea. Kornea sulit
dinilai karena mengalami perforasi, demikian juga iris yang mengalami prolaps..
Darah (-)
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik mata kanan maka dapat
ditegakkan diagnosis vulnus perforasi kornea dengan prolaps iris. Hal ini sesuai
literatur yang mengatakan trauma yang menyebabkan perforasi kornea dapat juga
menyebabkan prolaps iris.
Penatalaksanaan pada kasus ini adalah antibiotik topikal dan sistemik,
kortikosteroid topical serta os telah dilakukan operasi hecting kornea dan reposisi iris.
Setelah operasi diberikan antibiotik dan kortikosteroid.
Dimana hal ini telah sesuai dengan literatur yang mengatakan perforasi pada
kornea harus dilakukan penjahitan segera. Jika iris yang prolaps tidak layak lagi,
maka dapat dipotong dan direposisi. Setelah operasi diberikan antibiotik sistemik
untuk mencegah infeksi.

24

Anda mungkin juga menyukai