LAPORAN KASUS
I. Identitas pasien
Nama : Nn. D
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Mayjen Sutoyo No. 23 Telainaipura Jambi
MRS : 17 Oktober 2017 / Selasa
II. Anamnesa
Keluhan Utama :
Mata sebelah kanan merah sejak 2 hari Sebelum Datang ke Rumah
Sakit
Anamnesa Khusus :
Dua hari Sebelum Datang ke Rumah Sakit pasien mengeluh mata
kanannya berwarna merah. Pasien menyadari keluhan mulai timbul ketika
bangun pada pagi hari, pasien mulai merasakan perih pada mata kanannya
kemudian pasien mengeceknya ke cermin dan terlihat mata kanannya
merah. Setelah itu pasien mencoba membasahi mata kanannya dengan
menggunakan air bersih namun pasien merasa matanya semakin perih
ketika dibasahi dengan air. Keluhan perih juga dirasakan pasien ketika
menundukkan kepalanya. Saat beraktivitas pasien merasa matanya berair,
namun tidak banyak. Kemudian pasien memutuskan untuk membeli obat
tetes mata yang ia beli sendiri di apotik, namun keluhannya tidak
berkurang. Keesokan harinya pasien juga mengeluhkan bahwa kelopak
mata kanannya menjadi terlihat lebih bengkak dibandingkan kelopak mata
sebelah kirinya. Keluhan tersebut juga terkadang disertai rasa gatal dan
rasa mengganjal. Penurunan penglihatan tidak ada, demam tidak ada,
1
riwayat terkena benda asing pada mata kanannya disangkal. Karena
keluhannya tidak berkurang dan cenderung memberat, keesokan harinya
pasien memutuskan untuk berobat ke Poli Mata RSUD Raden Mattaher.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya
Hipertensi (-), DM (-), Riwayat alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga : Ada keluarga yang menderita penyakit yang
sama yaitu sepupu pasien yang tinggal serumah dengan pasien
Riwayat gizi : Baik
Keadaan sosial ekonomi : Sosial ekonomi menengah
IV.PEMERIKSAAN FISIK
4.1 Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
RR : 21 x/menit
Suhu : Afebris
‐ Kepala : Normocephale
‐ Mata : Status Oftalmologi
‐ THT : Telinga : normotia, secret -/-, serumen -/-
Hidung : Deviasi septum (-), secret -/-
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis
‐ Mulut : Lidah kotor (-), tonsil T1-T1, tidak hiperemis
‐ Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba
‐ Thoraks :
2
Jantung : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
‐ Abdomen
Datar, soepel, nyeri tekan (-), tympani, bising usus (+)
normal
‐ Ekstremitas
Superior : akral hangat (+/+), oedem (-/-)
Inferior : akral hangat (+/+), oedem (-/-)
4.2 Status Oftalmologis
Pemeriksaan OS OD
Visus Dasar 6/6 6/6
Kedudukan Bola Mata
3
Palpebra
Superior Hiperemis (-), edema (+), Hiperemis (-), edema (-),
laserasi (-) laserasi (-)
Inferior Hiperemis (-), edema (+), Hiperemis (-), edema (-),
laserasi (-) laserasi (-)
Konjungtiva
Konjungtiva tarsus Hiperemis (+), Anemis (-), Hiperemis (-), Anemis (-),
superior Papil (-), folikel (-), lytiasis Papil (-), folikel (-),
(-) litiasis (-)
Konjungtiva tarsus Hiperemis (+), Anemis (-), Hiperemis (-), Anemis (-),
inferior Papil (-), folikel (-), lytiasis Papil (-), folikel (-
(-) ),lytiasis (-)
Konjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva (+), Injeksi konjungtiva (-),
Injeksi Silier (-), Kimosis (- Injeksi Silier (-), Kimosis
), Ekimosis (-) (-), Ekimosis (-)
Kornea
Jernih + +
Edema - -
Ulkus - -
Perforasi - -
Makula - -
Leukoria - -
Pigmen iris - -
Laserasi - -
Bekas jahitan - -
Jaringan fibrovaskuler - -
Limbus Kornea
Arcus sinilis - -
Bekas jahitan - -
4
Sklera
Sklera biru - -
Episkleritis - -
Skleritis - -
COA
Normal Normal
Iris
Warna Coklat Coklat
Kripta Normal Normal
Prolaps - -
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Isokoria Isokor Isokor
Ukuran 3 mm 3 mm
RCL + +
RCTL + +
Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Pemeriksaan Slit Lamp
Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Conjungtiva tarsus Papil (-), folikel (-). Papil (-), folikel (-)
Conjungtiva bulbi Injeksi (+), hiperemis (-) Injeksi (-), hiperemis (-)
Kornea Jernih Jernih
Bilik mata depan Normal Normal
Iris Kripta iris normal Kripta iris normal
Lensa Jernih Jernih
Tekanan Intra Okuler
Palpasi / Digital Normal Normal
Tonometer Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
VISUAL FIELD
5
Konfrontasi Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
FUNDUSKOPI
Tidak dilakukan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi
Gambar 1. Konjungtivitis
2.2.Anatomi Konjungtiva
7
3. Konjungtiva forniks atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Namun, secara letak areanya, konjungtiva dibagi menjadi 6 area yaitu area
marginal, tarsal, orbital, forniks, bulbar dan limbal.
Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, mudah bergerak dan lunak (plika
semilunaris) terlelak di kantus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada
beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil semacam daging (karunkula)
menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona
transisi yang mengandung baik elemen kulit dan membran mukosa.
8
Gambar 2. Anatomi Konjungtiva .
Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan –bersama dengan banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya– membentuk jaring-
jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali.
Terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat,
superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
9
karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata
terdiri dari sel-sel epitel skuamosa bertingkat.
3) Stroma konjungtiva
Dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan fibrosa
(profundus):
Lapisan adenoid
Lapisan fibrosa
10
2.4. Fungsi Konjungtiva.
Pada konjungtiva terdapat beberpa jenis kelenjar yang dibagi menjadi 2 grup
besar, yaitu:
a. Penghasil musin
‐ Sel goblet, terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada
daerah inferonasal.
‐ Crypts of henle, terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis
superior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior.
‐ Kelenjar Manz, mengelilingi daerah limbus.
11
telah disebutkan sebagai salah satu penyebab paling sering dari pasien untuk
memeriksakan sendiri dirinya.
3. Iritasi oleh angin, debu asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet dari
las listrik atau sinar matahari.
1. Hiperemi
12
merupakan kriteria penting untuk differensial diagnosa. Seseorang juga dapat
membedakan konjungtivitis dari kelainan lain seperti skleritis atau keratitis
berdasar pada injkesinya. Tipe-tipe injeksi dibedakan menjadi:
13
Bila pada sekret konjungtiva bulbi dilakukan pepemriksaan sitologik
dengan pulasan gram (mengidentifikasi organisme bakteri) pulasan Giemsa
(menetapkan jenis dan morfologi sel) maka didapatkan kemungkinan penyebab
sekret seperti terdapatnya:
Limfosit, monosit, sel berisi nukleus sedikit plasma, maka infeksi disebabkan
virus.
Leukosit, PMN oleh bakteri.
Eosinofil, basofil oleh alergi.
Sel epitel dengan badan inklusi basofil sitoplasma oleh klamidia
Sel raksasa MN oleh trakoma.
Keratinisasi dengan filamen oleh pemfigus atau dry eye, dan
Badan Guarneri eosinofilik oleh vaksinia.
14
3. Epifora
Diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, terbakar atau gatal.
Kurangnya sekresi airmata yang abnormal mengesankan keratokonjungtivitis
sicca.4
4. Pseudoptosis
15
6. Hipertrofi papil
16
7. Hipertrofi folikel
17
permukaan dengan perdarahan saat diangkat (membran) karena merupakan
koagulum yang melibatkan seluruh epitel.
9. Formasi pannus
10. Phlyctenules
Menggambarkan manifestasi lokal pada limbus karena alergi terhadap
toxin yang dihasilkan mikroorganisme. Phlyctenules dari konjungtiva pada
mulanya terdiri dari perivaskulitis ulserasi dari konjungtiva, dasar ulkus
mempunyai banyak leukosit polimorfonuklear.
18
11. Granuloma
Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan area bulat merah
dan terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul pada kelainan sistemik
seperti tuberkulosis atau sarkoidosis atau mungkin faktor eksogen seperti
granuloma jahitan postoperasi atau granuloma benda asing lainnya. Granuloma
muncul bersamaan dengan bengkaknya nodus limfatikus preaurikular dan
submandnibular pada kelainan seperti sindroma okuloglandular parinaud.
19
mukosa konjungtiva. Kedua infeksi bakterial dan viral memulai reaksi bertingkat
dari peradangan leukosit atau limfositik meyebabkan penarikan sel darah merah
atau putih ke area tersebut. Sel darah putih ini mencapai permukaan konjungtiva
dan berakumulasi di sana dengan berpindah secara mudahnya melewati kapiler
yang berdilatasi dan tinggi permeabilitas.
20
1. Phlyctenulosis
III. Konjungtivitis akibat kelaianan autoimun
1. Keratokonjungtivitis sicca
IV. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif
1. Konjungtivitis iatrogenik pemberian obat topikal
2. Konjungtivitis pekerjaan oleh bahan kimia dan iritans
A. Konjungtivitis bakteri
21
2. Konjungtivitis Purulen Akut
4. Konjungtivitis Pseudomembranosa
5. Konjungtivitis Kronik
22
Pemeriksaan
Komplikasi
Penatalaksanaan
23
- Pada konjungtivitis purulen akut dan mukopurulen, perlu dilakukan irigasi
pada kantung konjungtiva dengan cairan salin untuk membersihkan sekret
pada konjungtiva. Namun, irigasi mata ini tidak boleh dilakukan secara
rutin karena dapat merusak kandungan lisozim air mata.
- Pemberian atropin topikal, jika konjungtivitis tersebut melibatkan kornea
sehingga terjadi ulkus kornea.
- Pemberian tetes mata astringen seperti tetes mata asam zins-boric pada
konjungtivitis bakteri kronik, yang dapat meringankan gejala-gejalanya.
- Edukasi terhadap kebersihan di rumah dan lingkungan sekitar untuk
mencegah penularan penyakit.
- Penggunaan kacamata hitam, yang dapat mengurangi fotofobia
- Pada konjungtivitis mukopurulen, tidak boleh digunakan balut mata
karena dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri
- Terapi antiinflamasi dan analgesik, yang dapat digunakan untuk
menyembuhkan gejala nyeri
Pada konjungtivitis purulen akut, terapi tersebut juga diberikan pada
pasangan seksual pasien.
Pencegahan
Prognosis
Konjungtivitis akut biasanya dapat sembuh sendiri dalam 1-3 hari jika
diobati dan 10-14 hari jika tidak diobati. Namun, konjungtivitis yang disebabkan
bakteri S aureus, N meningitidis, dan N gonorrhoeae akan menimbulkan
komplikasi jika tidak diobati segera.
24
B. Konjungtivitis Klamidial Trakoma
Definisi
Epidemiologi
Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan sekret
penderita trakoma atau melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk,
alat-alat kecantikan, dan lain-lain. Masa inkubasi rata 7 hari (berkisar 5-14 hari).
Etiologi
Patofisiologi
Jika terjadi invasi kuman, bakteri ataupun virus, maka akan terjadi beberapa reaksi
di dalam jaringan tersebut diantaranya infiltrasi, eksudasi, nekrose, pembentukan
jaringan parut. Reaksi ini didapat juga di konjungtiva dan kornea, jika virus
trakoma memasuki jaringan ini.
Histopatologis
25
menggenggam nukleus. Kadang-kadang ditemukan lebih dari satu badan inklusi
dalam satu sel.
Gejala
Klasifikasi
Menurut klasifikasi Mac Callan, penyakit ini berjalan melaui empat stadium :
1. Stadium insipien.
2. Stadium established ( dibedakan atas dua bentuk )
3. Stadioum parut
4. Stadium sembuh.
Stadium 2 : Terdapat hipertrofi papiler dan polikel yang matang ( besar ) pada
konjujngtiva tartus superior.pada stadium ini dapat ditemukan pannus Trachoma
yang jelas. Terdapat hipertrofi papil yang berat yang seolah – olah mengalahkan
gambaran folikel pada konjungtiva superior. Pannus adlah pembuluh darah yang
terletak didaerah limbus atas dengan infiltrate.
Stadium 3 : terdapat parut pada konjungtiva tartus suprrior yang terlihat sebagai
garis putih yang halus sejajar dengan margo palpebra. Parut folikel pada limbus
kornea disebut cekungan Herbert. Gambaran papil mulai berkurang .
26
Stadium 4 : Suatu pembentukan parut yang sempurna pada konjungtiva yang
dapat menyebabkan perubahan bentuk pada tartus yang menyebabkan enteropion
dan trikiasis.
Pemeriksaan yang dilakukan pertama kali yaitu menemukan tanda dan gejala dari
trakoma. Untuk mengetahui adanya infeksi trakoma, dapat ditentukan jika
sedikitnya dua dari empat gejala ini terpenuhi:
Terapi
Pencegahan
Penyulit
B. KONJUNGTIVITIS VIRUS
C1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut
1. Demam Faringokonjungtival
Tanda dan gejala
Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 ⁰C, sakit
tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata.
27
Folikuler sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada
mukosa faring. Mata merah dan berair mata sering terjadi, dan kadang-
kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang khas adalah
limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).1
Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus
tipe 3 dan kadang – kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan
dalam sel HeLa dan ditetapkan oleh tes netralisasi.
Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis
secara serologic dengan meningkatnya titer antibody penetral virus.
Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih praktis.
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak
ada bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-
anak daripada orang dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor.
Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri,
umumnya dalam sekitar 10 hari.
2. Keratokonjungtivitis Epidemika
Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering
pada satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya
pasien merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian
diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan
subepitel bulat. Sensai kornea normal. Nodus preaurikuler yang nyeri
tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva
menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul
dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin diikuti
parut datar atau pembentukan symblepharon.
28
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan
subepitel terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap
berbulan-bulan namun menyembuh tanpa meninggalkan parut. 1
Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian
luar mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik
infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.
Laboratorium
Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19,
29, dan 37 (subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat
diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi.
Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuclear primer;
bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat banyak neutrofil. 1
Penyebaran
Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi
melalui jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang
steril, atau pemakaian larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama
anestetika topical, mungkin terkontaminasi saat ujung penetes obat
menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva atau silia. Virus itu dapat
bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran.
Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan
memakai penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan
unit-dose. Cuci tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan
pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata khususnya
tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi harus dibersihkan
dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan
dikeringkan dengan hati-hati.
29
Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut
dapat memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen
antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial.
Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika
konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun
jika pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis
dari tempat nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan
kornea, jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak
terlihat dengan pulasan Giemsa. Ditemukannya sel – sel epithelial raksasa
multinuclear mempunyai nilai diagnostic.3
Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung
kain kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke
jaringan biakan.3
30
Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang
dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun,
antivirus local maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya
kornea. Untuk ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen kornea dengan
hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat
antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri
harus diberikan 7 – 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau
salep vida rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam
sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes
dapat pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari
atau dengan acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.3
Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang
adalah pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai
7-10 hari. Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin
memperburuk infeksi herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses
sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat.
31
menyebar ke bawah. Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati
preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis anterior
pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum pada 25% kasus.
Penyebaran
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh
fomite seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air.
Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari
Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti.
2. Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster
Tanda dan gejala
Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi
vesikuler khas sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang
oftalmika adalah khas herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papiler,
namun pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer,
32
yang kemudian berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan
terdapat pada awal penyakit. parut pada palpebra, entropion, dan bulu
mata salah arah adalah sekuele.
Laboratorium
Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra
mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan
konjungtiva pada varicella dan zoster mengandung sel raksasa dan
monosit. Virus dapat diperoleh dari biakan jaringan sel – sel embrio
manusia.
Terapi
Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10
hari), jika diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan mengurangi
dan menghambat penyakit.
3. Keratokonjungtivitis Morbilli
Tanda dan gejala
Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang
dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa
hari sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan secret
mukopurulen, dan saat muncul erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik
pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus.
Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya
meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien
kurang gizi atau imunokompeten, penyakit mata ini seringkali disertai
infeksi HSV atau infeksi bacterial sekunder oleh S pneumonia, H
influenza, dan organism lain. Agen ini dapat menimbulkan konjungtivitis
purulen yang disertai ulserasi kornea dan penurunan penglihatan yang
berat. Infeksi herpes dapat menimbulkan ulserasi kornea berat dengan
33
perforasi dan kehilangan penglihatan pada anak-anak kurang gizi di
Negara berkembang.
Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear, kecuali
jika ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas giemsa
mengandung sel-sel raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik, hanya
tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali jika ada infeksi sekunder.
Laboratorium
Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva
Terapi
Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan
1:1000 yang diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan
gejalanya dalam 30 menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatal-
gatal dan antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon langsung
terhadap pengobatan cukup baik, namun sering kambuh kecuali anti-
gennya dapat dihilangkan.
34
2. Konjungtivitis Vernalis
Definisi
Penyakit ini, juga dikenal sebagai “catarrh musim semi” dan
“konjungtivitis musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau”, adalah
penyakit alergi bilateral yang jarang.1,3 Penyakit ini lebih jarang di daerah
beriklim sedang daripada di daerah dingin. Penyakit ini hamper selalu
lebih parah selama musim semi, musim panas dan musim gugur daripada
musim gugur.
Insiden
Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 –
10 tahun. Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada
perempuan.
Laboratorium
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat
banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas. 1
Terapi
Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap
gejala hanya member hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk
35
jangka panjang. steroid sisremik, yang mengurangi rasa gatal, hanya
sedikit mempengharuhi penyakit kornea ini, dan efek sampingnya
(glaucoma, katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat merugikan.
Crmolyn topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang
sampai berat. Vasokonstriktor, kompres dingin dan kompres es ada
manfaatnya, dan tidur di tempat ber AC sangat menyamankan pasien.
Agaknya yang paling baik adalah pindah ke tempat beriklim sejuk dan
lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong bahkan dapat sembuh
total.
3. Konjungtivitis Atopik
Tanda dan gejala
Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia.
Tepian palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu.
Terdapat papilla halus, namun papilla raksasa tidak berkembang seperti
pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus
inferior. Berbeda dengan papilla raksasa pada keratokonjungtivitis vernal,
yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul
pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi
berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan
vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan
bervaskularisasi, dan ketajaman penglihatan. 1,3
Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema)
pada pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita
dermatitis atopic sejak bayi. Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku
dan pergelangan tangan dan lutut sering ditemukan. Seperti dermatitisnya,
keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut dan sering
mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal,
penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun.
36
Laboratorium
Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak
sebanyak yang terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. 1
Terapi
Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari),
astemizole (10 mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur,
dinaikkan sampai 200 mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-
steroid yang lebih baru, seperti ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat
mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat, plasmaferesis
merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea
berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk mengembalikan
ketajaman penglihatannya.
37
Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan air
mata, namun phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia
hebat. Phlyctenulosis sering dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis
bacterial akut, dan defisiensi diet.
Terapi
Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari
infeksi sistemik lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid
topical. Terjadi reduksi sebagian besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang
dalam 24 jam berikutnya. Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk
blefarikonjungtivitis stafilokokus aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan
terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila efektif, hendaknya hanya
dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang menetap. Parut
kornea berat mungkin memerlukan tranplantasi.
38
III. Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun
Keratokonjungtivitis Sicca
Berkaitan dgn. Sindrom Sjorgen (trias: keratokonj. sika, xerostomia,
artritis).
Gejala:
khas: hiperemia konjungtivitis bulbi dan gejala iritasi yang tidak
sebanding dengan tanda-tanda radang.
Dimulai dengan konjungtivitis kataralis
Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak ada rasa sakit, tetapi
menjelang siang atau malam hari rasa sakit semakin hebat.
Lapisan air mata berkurang (uji Schirmer: abnormal)
Pewarnaan Rose bengal Ù uji diagnostik.
Pengobatan:
air mata buatan vitamin A topikal
obliterasi pungta lakrimal.
39
Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin,
beberapa neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh.
Pengobatan terdiri atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan
yang lembut atau lunak, atau sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi
konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan
lamanya setelah penyebabnya dihilangkan.
40
setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri analgetika
sistemik bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen
antibakteri yang cocok. Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi
kornea, dan symblepharon mungkin memerlukan bedah plastic terhadap
konjungtiva. Luka bakar berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya
buruk meskipun dibedah. Namun jika pengobatan memadai dimulai
segera, parut yang terbentuk akan minim dan prognosisnya lebih baik.
41
BAB III
ANALISA KASUS
Pasien datang pada tanggal 17 Oktober 2017 dengan keluhan Mata kanan
merah sejak 2 hari SMRS.
Dua hari Sebelum Datang ke Rumah Sakit pasien mengeluh mata
kanannya berwarna merah. Pasien menyadari keluhan mulai timbul ketika
bangun pada pagi hari, pasien mulai merasakan perih pada mata kanannya
kemudian pasien mengeceknya ke cermin dan terlihat mata kanannya
merah. Setelah itu pasien mencoba membasahi mata kanannya dengan
menggunakan air bersih namun pasien merasa matanya semakin perih
ketika dibasahi dengan air. Keluhan perih juga dirasakan pasien ketika
menundukkan kepalanya. Saat beraktivitas pasien merasa matanya berair,
namun tidak banyak. Kemudian pasien memutuskan untuk membeli obat
tetes mata yang ia beli sendiri di apotik, namun keluhannya tidak
berkurang. Keesokan harinya pasien juga mengeluhkan bahwa kelopak
mata kanannya menjadi terlihat lebih bengkak dibandingkan kelopak mata
sebelah kirinya. Keluhan tersebut juga terkadang disertai rasa gatal dan
rasa mengganjal. Penurunan penglihatan tidak ada, demam tidak ada,
riwayat terkena benda asing pada mata kanannya disangkal. Karena
keluhannya tidak berkurang dan cenderung memberat, keesokan harinya
pasien memutuskan untuk berobat ke Poli Mata RSUD Raden Mattaher.
Hasil dari pemeriksaan yang dilakukan,
Anamnesis :
- Mata merah dilatasi pembuluh darah disekitar limbus dan konjungtiva
akibat reaksi terhadap peradangan.
- Disertai keluhan gatal, rasa mengganjal, dan kadang berair.
Pemeriksaan ekternal mata :
- Palpebra superior dan inferior : edema pada mata kanan
- Konjungtiva bulbi : injeksi konjungtiva (+) pada mata kanan
- Konjungtiva tarsalis superior dan inferior hiperemis pada mata kanan
42
Dari hasil tersebut maka pasien didiagnosis sebagai konjungtivitis orbita dextra et
causa virus.
Pasien mendapatkan pengobatan
Cenfresh 4 x gtt 1 OD
Cendo troboson 6 x gtt 1 OD
Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa pada anamnesis
kasus konjungtivitis didapatkan adanya keluhan mata merah, terasa gatal atau
panas, mata berair, dan dapat disertai sekret atau eksudat. Penglihatan tidak
terganggu.
Terapi pada kasus ini adalah pemberian obat tetes mata yang mengandung
kortikosteroid untuk mengurangi radang serta obat tetes mata sebagai lubrikan
untuk mengurangi keluhan yang dirasakan pasien.
43
BAB IV
KESIMPULAN
44
DAFTAR PUSTAKA
45