Anda di halaman 1dari 22

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Pengertian Rake Propeller


Ada berbagai istilah yang menggambarkan karakteristik
propeller, salah satunya adalah rake. Propeller rake merupakan
sudut kemiringan antara blade propeller dengan pusat propeller.
Rake pada propeller dibuat untuk meningkatkan jumlah massa air
yang dapat dihisap dan digunakan untuk mendorong kapal.
Kebanyakan sudut rake dirancang relatif ke arah belakang
terhadap generator line dari propeler.

Gambar 2.1.1 Rake Propeller


( Sumber://www.bblades.com/info/props101.cfm )

Rake propeller dibagi menjadi dua komponen generator


line rake (iG) dan skew induced rake (is). Rake total yang
berhubungan dengan directrix (iT) didefinisikan sebagai:
iT(r) = is(r) + iG(r) (1)
6

Generator line dari rake diukur pada bidang x-z pada


gambar di bawah ini.

Gambar 2.1.2 a) Global reference frame


b) Local reference frame
( Sumber : Marine Propellers and Propulsion: Second edition page 33)
7

Dan atau juga dapat ditunjukkan sebagai jarak antara A dan B


pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1.3 Garis referensi blade


( Sumber : Marine Propellers and Propulsion: Second edition page 34)

Jarak tersebut paralel dengan sumbu x, dari direktriks ke


titik di mana heliks dari bagian pada radius r memotong bidang x-
z. untuk memahami skew induced rake dapat ditunjukkan pada
gambar 2.1.3, yang mana menunjukkan “bagian yang terbuka”
dari dua bagian silindrikal, satu sebagai pangkal propeler dan
yang satu lagi pada radius r di antara ujung dan pangkal blade.
Terlihat bahwa skew induced rake adalah komponen, yang diukur
pada arah x, dari jarak helikal disekitar silinder dari titik mid-
chord dari bagian tersebut ke proykesi dari direktriks ketika
dilihat secara normal ke bidang y-z. sehingga:

is = rθs tan(rθnt) (2)


8

Sehingga ini memungkinkan untuk mendefiniskan fokus


dari titik mid-chord dari blade propeler pada ruang yang
mengikuti blade yang berputar right-handed yang pada awalnya
didefiniskan, ϕ=0, di sekitar sumbu OZ pada rangka referensi
global: (gambar 2.1.4)

Xc/2 = -[iG + rθs tan(θnt)]


Yc/2 = -r sin(φ - θs)
Zc/2 = r cos(φ - θs) (3)

Gambar 2.1.4 Definisi rake total


( Sumber : Marine Propellers and Propulsion: Second edition page 38)
9

Gambar 2.1.5 Definisi koordinat blade


( Sumber : Marine Propellers and Propulsion: Second edition page 38)

Dan untuk leading dan trailing edge pada persamaan (1)


dapat diperjelas dengan:
untuk leading edge:
𝑐
𝑋𝐿𝐸 = −[𝑖𝐺 + 𝑟𝜃𝑠 𝑡𝑎𝑛(𝜃𝑛𝑡 )] + sin(𝜃𝑛𝑡 )
2
90𝑐 cos(𝜃𝑛𝑡 )
𝑌𝐿𝐸 = −𝑟 sin [∅ − 𝜃𝑠 + ]
𝜋𝑟
90𝑐 𝑐𝑜𝑠(𝜃𝑛𝑡 )
𝑍𝐿𝐸 = 𝑟 𝑐𝑜𝑠 [∅ − 𝜃𝑠 + ]
𝜋𝑟
dan untuk trailing edge: (4)
𝑐
𝑋𝐿𝐸 = −[𝑖𝐺 + 𝑟𝜃𝑠 𝑡𝑎𝑛(𝜃𝑛𝑡 )] − sin(𝜃𝑛𝑡 )
2
90𝑐 cos(𝜃𝑛𝑡 )
𝑌𝐿𝐸 = −𝑟 sin [∅ − 𝜃𝑠 − ]
𝜋𝑟
90𝑐 𝑐𝑜𝑠(𝜃𝑛𝑡 )
𝑍𝐿𝐸 = 𝑟 𝑐𝑜𝑠 [∅ − 𝜃𝑠 − ]
𝜋𝑟
10

di mana c adalah panjang chorddari bagian pada radius x dan ϕ


dan θ adalah sudut dalam derajat.

Pada kasus ketika garis generator merupakan fungsi


linear dari radius, maka perlu dibahas dalam hubungannya dengan
propeler rake (ip) atau dengan sudut rake propeler (θip). Keduanya
diukur pada ujung propeler seperti yang ditunjukkan gambar
2.1.5, di mana rake propeler dihasilkan dengan:

𝑖𝑃 = 𝑖𝐺 (𝑟⁄𝑅 = 1,0)

(5)
𝑖𝐺 (𝑟⁄𝑅 = 1,0)
𝜃𝑖𝑝 = tan−1 [ ]
𝑅

Pada persamaan (5), iP dianggap sebagai positif ketika


garis generator pada ujung dibelakang direktriks, dan begitu juga
dengan θiP. Pada penggunaan persamaan (5) hendaknya
diperhatikan bahwa beberapa manufaktur mengadopsi notasi
alternatif untuk menentukan sudut rake dari bagian ujung:

𝑖𝐺 (𝑟⁄𝑅 = 1,0) (6)


𝜃𝑖𝑝 = tan−1 [ ]
𝑅 − 𝑟ℎ

di mana rh adalah jari-jari dari bagian ujung. Sebagai


konsekuensinya dibutuhkan perhatian untuk menerjemahkan
aplikasi propeler yang spesifik.

Sudut rake diukur dalam derajat. Rake dapat bernilai


negatif (condong ke arah perahu), atau positif (condong menjauh
dari perahu). Sudut rake yang lebih tinggi membantu
meningkatkan kemampuan kapal untuk beroperasi dalam situasi
air berudara (bergelembung) dengan menyebabkan air lebih
melekat pada blade propeller. Gaya sentrifugal yang diciptakan
11

baling-baling, melempar air ke luar dan semakin tinggi dan/atau


propeller dengan rake yang lebih progresif dapat menahan dan
mengontrol air dengan lebih baik, sehingga meningkatkan gaya
dorong ke belakang. Sudut rake yang lebih tinggi juga dapat
membantu mempertahankan posisi haluan kapal lebih tinggi di
udara, mengurangi drag pada lambung kapal dan meningkatkan
kecepatan. Namun, propeller dengan sudut rake yang rendah
dapat menjadi pilihan yang lebih baik bagi lambung kapal cepat
karena dapat mengarahkan gaya dorong dengan drag yang lebih
kecil dan meningkatkan efisiensi.

Gambar 2.1.6 Blade tanpa rake


(//www.propline.com/PropellerGeneralInformation/Propeller_Terminology.htm)

Hampir untuk semua aplikasi normal, blade vertikal


adalah pilihan optimal. Propeller dengan rake condong ke buritan
(rake aft) sering digunakan untuk “mencuri” sedikit diameter
efektif tambahan pada situasi yang mendesak. Hal ini dikarenakan
propeller yang memilik sudut rake lebih panjang sehingga lebih
luas daripada blade vertikal dengan diamater yang sama. Sebagai
tambahan, blade dengan sudut rake, yang memiliki ujung lebih
jauh dari bagian belakang kapal, diperbolehkan memiliki diameter
lebih besar. Blade dengan rake negatif biasanya didapati pada
kapal dengan kecepatan sangat tinggi dan propeller yang diberi
beban tinggi. Pada kasus ini, rake dapat membantu memperkuat
blade.
12

Banyak propeller untuk kecepatan tinggi dipasang pada


poros dengan sudut rake yang memadai. Sudut rake ini, ketika
dikombinasikan dengan arah aliran, memberikan kenaikan pada
dua komponen aliran yang bekerja pada bidang propeller seperti
gambar di bawah ini.

Gambar 2.1.7 Inclined flow velocity diagram


(Sumber : Marine Propellers and Propulsion: Second edition page 101)

Blade propeller menggunakan sudut rake condong ke


buritan kadang-kadang digunakan untuk memperbesar jarak
antara lambung kapal dengan ujung blade propeller dan leading
edges. Memungkinkan diameter yang lebih besar dan juga
menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi sehingga rpm propeller
dapat dipilih lebih sesuai. Namun sudut rake condong ke buritan
menyebabkan peningkatan momen tekuk karena gaya sentrifugal
pada tiap blade, sehingga memerlukan balde yang lebih tebal dan
dapat menurunkan efisiensi. Propeller slow running mungkin
dapat diberikan rake aft hingga 15 derajat, tetapi pada propeller
dengan rpm tinggi hal ini lebih baik dihindari.
13

Komponen pertama sejajar dengan poros dan memiliki


magnitudo Va cos(λ) dan komponen kedua tegak lurus terhadap
poros dengan magnitudo Va sin(λ) di mana λ relatif terhadap sudut
poros seperti yang ada pada gambar. Hal ini kemudian dianggap
bahwa komponen kedua, atau yang tegak lurus, langsung
memberikan sebuah asimetri dilihat dari segi kecepatan relatif
propeller, karena di satu sisi disk propeller, komponen kecepatan
yang tegak lurus adalah aditif, sedangkan pada sisi yang lain
substraktif.

Gambar 2.1.8 Thrust eccentricity and side forces on a raked propeller


(Sumber : Marine Propellers and Propulsion: Second edition page 102)
14

Dalam membuat bentuk dasar propeler dibutuhkan


bentuk yang hidrodinamis yaitu yang dinamakan Hidrofoil
dimana menghasilkan suatu lift yang lebih besar dibandingkan
dengan drag-nya. Pergerakan dari hidrofoil ini terjadi pada suatu
media fluida dengan kecepatan yang memungkinkan terjadinya
hidrodinamika.

Hidrodynamika adalah peristiwa di mana kecepatan


antara bagian atas dan bawah hidrofoil terjadi perbedaan. Fluida
yang melalui bagian atas airfoil melaju lebih cepat daripada fluida
yang melewati bagian bawah. Hal ini disebabkan adanya
perbedaan tekanan antara aliran fluida bagian atas dan aliran
fluida bagian bawah. Seperti yang kita ketahui bahwa besarnya
tekanan berbanding terbalik terhadap besarnya kecepatan.
Sehingga yang terjadi adalah aliran fluida yang melalui bagian
bawah hidrofoil lebih pelan bila dibandingkan bagian atas
hidrofoil. Perbedaan tekanan yang terjadi inilah yang kemudian
akhirnya menimbulkan fenomena lift atau gaya angkat itu.

Karakteristik beban propeler dapat ditampilkan dengan


grafik oleh beberapa koefisien dalam bentuk ukuran. Diagram
memberikan Torque dan Thrust sebagai fungsi kecepatan.
Karakteristik propeler terdiri dari koefisien Thrust (KT), koefisien
torque (KQ), dan koefisien advanced (J).

T
(K T ) = (7)
n 2 D 4

Q
(K Q ) =
n 2 D 5 (8)

Va
J =
nD (9)
15

Dimana :
 = massa jenis fluida ( Fluid Density )
D = diameter propeller
n = putaran propeller
Va = advanced speed
T = thrust propeler
Q = torque propeler

Untuk nilai effisiensi propeler pada open water diberikan rumus:

TVa
0 = (10)
2nQ

JK T
0 = (11)
2K Q

setelah menyeleksi propeler, diagram dari open water dapat


dipakai untuk menerjemahkan karakteristik tahanan kapal ke
dalam karakteristik beban propeler. Oleh sebab itu, pada
perkiraan sebuah kurva tahanan dapat dikonversi sebagai berikut:
Tahanan kapal ditentukan oleh rumus :

R =  V2 atau R = 0.5 C f  S V s 2

Dengan nilai K = 0.5 C f  S, sehingga dapat ditulis :

2
R = K Vs (12)

Dimana berhubungan juga bahwa :

R =T(1-t) dan Va = Vs(1-w)


16

Sehingga :
2
 Va 
T(1-t) = K 
1  w 
(13)

didapat nilai T sebagai :

KVa 2
T=
(1  t )(1  w) 2 (14)

Dimana :
t = thrust deduction factor
w = wake factor

sesuai karakteristik propeler, nilai thrust adalah :

T = K T  n2 D4

Sehingga :
KVa 2
K T  n2 D4 = (15)
(1  t )(1  w) 2

2
KVa 2  Va 
KT = 2 
(1  t )(1  w) D  nD 
(16)

Va
Jika advance koefisien J =
nD
17

Maka didapatkan :

KVa 2
KT = J 2 (17)
(1  t )(1  w) D 2

Sekarang tahanan kapal dapat diberikan sebagai


hubungan KT dan J, dan saat hubungan tersebut digambarkan
pada diagram open water, hubungannya dengan kurva KT akan
memberikan titik operasional dari advance koefisien propeler (J),
sehingga kita dapat menentukan koefisien torque dan efisiensi
open water.

Untuk kurva tahanan, maka propeler akan memiliki satu


titik operasi, yaitu kebebasan kecepatan kapal. Artinya :
 J, K T , K Q tetap konstan
 Torque propeler Q dan yang disalurkan oleh permesinan Q D
akan merupakan fungsi yang berhubungan dengan putaran
propeler ”n”. Q = K Q  n2 D5 dengan K Q ,  , dan D
konstan sehingga Q = K n2
 Power delivery PD merupakan fungsi pangkat tiga dari
kecepatan propeler : P = Q n atau P = K n3 dimana K = K Q
 n2 D5 advance speed Va dan kecepatan propeler ”n” akan
memiliki hubungan yang linear selama J= konstan.

( W.Adji, Surjo. 2005. Engine Propeller Matching. Surabaya)

2. 2 Gaya-gaya yang Bekerja pada Daun Propeller

Definisi dari beban pada analisa struktur pada daun


propeler diidealisasikan dengan distribusi tekanan dan gaya.
Pemodelan awal yang sederhana mengenai gaya yang bekerja
adalah tiga gaya dasar yaitu thrust, torque dan centrifugal.
18

Gambar 2.2.1 Gaya-gaya yang bekerja pada daun propeler

Propeler thrust dan torque terbentuk dari gaya angkat


(lift) dan drag pada foil propeler pada posisi radial. Dengan kata
lain total thrust merupakan integral dari vector axial lift pada
bagian root hingga tip propeler. Jika diasumsikan propeler yang
digunakan adalah B series, maka dapat digunakan distrubisi
tunggal untuk thrust dan beban torque, dan diasumsikan juga
bahwa pitch tetap. Distribusi beban yang sesuai untuk propeler
dengan kondisi ini adalah gaya persatuan jarak radial versus
posisi radial, yang dapat dirumuskan :

FT(X1-to-X2) = 3.5 R KT [aT(X2) – aT(X1)] (18)


FQ(X1-to-X2) = 3.5 R KQ [aQ(X2) – aQ(X1)] (19)
Dimana
FT = Axial thrust force
FQ = Horizontal torque force
R = propeler radius
KT = T/(z R cH)
19

KQ = Q/(z R2 cH)
X2 = outer radial ordinate of span
X1 = inner radial ordinate of span
aT(X) = persamaan integral thrust pada x
= (-2/105)(8+4x+3x2-15x3)(1-x)1/2
aQ(X) = persamaan integral torque pada x
= (-2/15)(2+x-3x2)(1-x)1/2

dan,
T = propeler thrust
Q = propeler torque
Z = number of blade
cH = persamaan integral hub-to-tip
= (1/15)(8+4xH+3xH2-15xH3)(1-xH)1/2
xH = position radial of hub

Pada hampir semua kasus yang ada, stress akibat gaya


sentrifugal dapat dihitung dengan pendekatan yang mencukupi
tanpa ada kesulitan yang berarti. Jika W adalah berat dari bagian
bilah propeler diluar radius r1 dari bagian yang ditentukan, r2
sebagai radius dari pusat gravitasi dari bagian bilah dan v
kecepatan keliling dari pusat gravitasi dan g sebagai percepatan
gravitasi, maka gaya sentrifugal pada bagian bilah propeler dapat
dianggap ekuivalen dengan gaya tunggal yang tegak lurus dengan
poros melalui pusat gravitasi dari bagian bilah propeler.

Ketegangan akibat gaya sentrifugal sebanding dengan


kuadrat dari kecepatan ujung bilah propeler, maka perlu
diperhatikan dengan seksama untuk propeler putaran tinggi
daripada propeler putaran sedang. Seiring penurunan kecepatan
ujung blade propeler, tegangan akibat gaya sentrifugal berkurang
dengan cepat, tapi mungkin lebih baik untuk menghindari
sepenuhnya denga menghindari rake kebelakang (backward).
20

Ketika kecepatan tip sangat tinggi, disarankan untuk


memberikan rake negatif (ke depan) yang mencukupi, sehingga
melawan regangan dan tegangan kompresif yang disebabkan oleh
kerja dengan memberikan tegangan yang berlawanan dengan
gaya sentrifugal. Ketika backing, gaya sentrifugal akan
menambah tegangan natural, tetapi propeler tidak bekerja
backward pada kecepatan maksimum.

2. 3 Propeller B-Series
Propeller B-Series atau lebih dikenal dengan Wageningen
merupakan propeller yang paling sering digunakan terutama pada
kapal jenis merchant ship. Bentuk dari propeller B-Series
sangatlah sederhana. Propeller ini mempunyai section yang
modern dan karakteristik kinerja yang baik. Pada umumnya,
propeller B-Series mempunyai variasi
P/D 0.5 sampai 1.4
Z 2 sampai 7
AE/A0 0.3 sampai 1.05
Di bawah ini adalah karakteristik dasar dari propeller B-Series
 Berdiameter 250 mm dan RH/R 0.167 ( RH adalah jari-jari
hub)
 Memiliki distribusi radial pitch yang konstan
 Sudut rake sampai 150 dengan distribusi rake linier
 Kontur blade yang cukup lebar
 Mempunyai segmental tip blade section dan aerofoil section
pada jari-jari dalam

Tabel 2.3.1 Tingkatan propeller B-Series


21

2.4 Computational Fluid Dynamic

Program CFD yang digunakan disini adalah sebagai alat


bantu pemodelan atas konfigurasi propeler yang akan dianalisa.
Selanjutnya dilakukan modifikasi bentuk atau variasi, dimulai
dari banyaknya blade, diameter serta pitch propeler. Dari
pemodelan ini nantinya akan diperoleh data distribusi tekanan
yang akan diolah lebih lanjut sehingga hasil akhir diperoleh
gambaran distribusi tekanan,area, dan wallshear.

2.4.1 Persamaan Dasar Dinamika CFD


Pada dasarnya semua jenis CFD menggunakan persamaan
dasar (governing equation) dianmiak fluida yaitu persamaan
kontinuitas, momentum dan energi. Persamaan-persamaan ini
merupakan pernyataan matematis untuk tiga prinsip dasar fisika :
1. Hukum Kekekalan Massa (The Conservation of Mass)
2. Hukum kedua newton (Newton’s Second Lw of Motion)
3. Hukum Kekekalan Energi
Untuk mendapatkan persamaan dasar gerak fluida,
filosofi berikut selalu diikuti :
a. Memiliki prinsip fisika dasar dari hukum-hukum fisika
(Hukum Kekekalan Massa, Hukum kedua Newton,
Hukum Kekekalan Energi)
b. Menerapkan prinsip-prinsip fisika di dalam model aliran.
Dari penerapan, diuraikan persamaan matematis yang
meliputiprinsip-prinsip fisika dasar.

2.4.2 Teori Dinamika Fluida


Computational Fluid Dynamic merupakan ilmu sains
dalam penentuan penyelesaian numerik dinamika fluida.
Computationa Fluid Dynamic (CFD) adalah pendekatan ketiga
dalam studi dan pengembangan bidang dinamika fluida selain
pendekatan teori dan eksperimen murni.
22

Adapaun beberapa keuntungan yang diperoleh dengan


menggunakan CFD antara lain :
• Meminimumkan waktu dan biaya dalam mendesain suatu
produk, bila proses desain tersebut dilakukan dengan uji
eksperimen dengan akurasi tinggi.
• Memiliki kemampuan sistem studi yang yang dapat
mengendalikan percobaan yang sulit atau tidak mungkin
dilakukan dalam eksperimen.
• Memiliki kemampuan untuk studi di bawah kondisi
berbahaya pada saat atau sesudah melewati titik kritis
(termasuk studi keselamatan dan skenario kecelakaan)
• Keakuratannya akan selalu dikontrol dalam proses desain.

Aplikasi dari CFD untuk penyelesaian masalah aliran


pada propeler telah mengalami kemajuan cukup pesat pada akhir-
akhir ini. Bahkan pada saat ini teknik CFD merupakan bagian dari
proses desain dalam diagram spiral perancangan. Dengan CFD
memungkinkan untuk memprediksi fenomena aliran fluida yang
jauh lebih kompleks dengan berbagai tingkat akurasi.
Dalam desain kerjanya, problem yang ada perlu
dideskripsikan ke dalam software CFD dengan menggamnbarkan
model yang dianalisa, sifat-sifat fluida yang ada di sekitar model
dan juga penentuan kondisi batasnya. Selanjutnya dlam solver
problem yang ada akan dihitung dengan pendekatan persamaan
yang tersedia. Dari hasil perhitungan kemudian didapatkan hasil
output dari running program CFD.

Computationa Fluid Dynamic (CFD) merupakan analisa


sistem yang mencakup aliran fluida, perpindahan panas dan
fenomena yang terkait, seperti reaksi kimia dengan menggunakan
simulasi berbasis komputer (numeric). Teknik ini sangat berguna
dan dapat diaplikasikan pada bidang industri dan non industri.
Code CFD terstuktur atas logaritma numerik, sehingga dapat
digunakan untuk menyelesaikan problem pada suatu aliran fluida.
23

Code Computational Fluid Dynamic di sini terdiri atas tiga


elemen utama yaitu
a. Pre Procesor (CFX Build)
b. Solver manager
c. Post Procesor (visualize)

2.4.2.1 Pre Procesor (CFX Build)


Pada tahap awal pemograman ini, terdiri dari input
masalah aliran untuk CFD mellui interface, kemudian
mengubahnya menjadi bentuk yang sesuai dengan format yang
dikehendaki oleh bagian solver. Pada tahap ini perlu dilakukan
input permasalahan sesuai dengan aturan pada software, meliputi:
a. Membentuk geometri benda dan daerah sekeliling benda
dengan domain komputasi.
b. Membentuk grid generation atau membagi doamin yang
telah ditentukan menjadi bagian yang lebih kecil (sub
domain).
c. Penentuan fenomena fisika dan kimia dari model.
d. Penentuan sifat-sifat fluida, seperti pendefinisian harga
densitas, viskositas, temperatur dan lain-lain.
e. Penentuan kondisi batas model geometri, lokasi
pembuatan kondisi batas harus ditentukan baik pada
daerah di sekeliling benda maupun pada aliaran yang
diperhitungkan.
f. Penentuan besar kecilnya atau kekasaran grid (mesh).

Analisa masalah aliran yang berupa kecepatan, tekanan,


atau temperatur didefinisikan sebagai suatu daerah yang berupa
simpul-simpul tiap cell. Jumlah cell dalam grid (mesh)
menentukan akursi penyelesain CFD. Pada umumnya semakin
banyak cell semakin akurat penyelesaiannya. Daerah yang
memiliki perubahan bentuk yang sangat tajam, biasanya proses
meshing dilakukan dengan sangat halus, sedang untuk daerah
yang lain dilakukan agak kasar.
24

2.4.2.2 Solver
Solver dapat dibedakn menjadi tiga jenis, yaitu finite
difference, finite element, dan finite volume. Secara umum
metode numerik solver tersebut terdiri dari lngkah-langkah
sebagai berikut :
a. Perkiraan variabel yang tidak diketahui dengan
menggunakan fungsi sederhana.
b. Diskretisasi dengan subtitusi perkiraan-perkiraan tersebut
dengan persamaan-persamaan aliran yang berlaku dan
berbagai manipulasi matematik.
c. Penyelesaian dari persamaan aljabar.

Algoritma metode numeric ini terdiri dari :


a. Integrasi persamaan aliran fluida yang digunakan pada
semua domain control volume.
b. Pendiskretan persamaan integral menjadi system
persamaan aljabar.
c. Penyelesaian persamaan aljabar dengan metode iterasi.

2.4.2.3 Post procesor (visualize)


Pada step ini akan ditampilkan hasil perhitungan yang
telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Hasil perhitungan dapat
dilihat berupa data numerik dan data visualisasi aliran fluida
pada model. Data numerik yang diambil adalah data nilai
variabel nilai sifat fluida, data sifat fluida yang dapat diambil
adalah sebagai berikut :
a. Density
b. Density viscosity
c. Eddy viscosity
d. Heat transfer coefficient
e. Mach number
f. Pressure
25

g. Pressure gradient
h. Sheer strain rate
i. Spesific capacity heat transfer rate
j. Static entalpy
k. Temperature
l. Thermal conductivity
m. Total entalphy
n. Total temperature
o. Total pressure
p. Turbulance kinetic energy
q. Velocity
r. Wall heat flux
s. Wall sheer
t. Yplus
u. Coordinate

Data numerik yang dapat ditampilkan oleh post procesor


adalah sebagai berikut :
• Data export
• Quantitative calculation
Dan data visualisasi model yang dapat ditampilkan oleh
post procesor adalah sebagai berikut :
• Gambar geometry model
• Gambar surface sifat fluida
• Animasi aliran fluida
• Tampilan vektor kecepatan
• Gerakan rotasi translasi dan penyekalaan
• Arah aliran fluida
• Hardcopy output

Dalam proses set up dan running simulasi CFD, ada


tahapan identifikasi dan formulasi permasalahan aliran dengan
pertimbangan fenomena fisika dan kimia. Pemahan yang cukup
baik diperlukan dalam menyelesaikan algoritma pemyelesaian
numerik. Ada tiga konsep matematik yang digunakan dalam
26

menentukan berhasil atau tidaknya algoritma (AEA technology


dalam Deby, 2007) yaitu :
1. Konvergensi, yaitu properti metode numerik untuk
menghasilkan penyelesaian exacta sebagai grid spacing,
ukuran kontrol volume atau ukuran elemen dikurangi
mendekati nol. Konvergensi biasanya sulit didapatkan
secara teoritis. Untuk kondisi lapangan kesamaan lax
yang menyatakan bahwa untuk persamaan linear
memerlukan konvergensi.
2. Konsistensi, yaitu urutan numerik untuk menghasilkan
sistem persamaan aljabar yang dapat diperlihatkan sama
(ekuivalen) dengan persamaan pengendali sebagai jarak
grid mendekati nol.
3. Stabilitas, yaitu penggunan faktor kesalahan sebagai
indikasi metode numerik. Jika sebuah teknik tidak stabil
dalam setiap kesalahan pembuatan path data awal maka
dapat menyebabkan osilasi dan divergensi.

CFD memberikan hasil fisik yang realistik dengan


akurasi yang baik pada path simulasi dengan grid yang berhingga.

Anda mungkin juga menyukai