Anda di halaman 1dari 13

Laporan Tugas Akhir

Tinjauan Pustaka

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Propeller (Baling-baling)


Pengembangan propulsor kapal telah dimulai sekitar tahun 287-212 SM
oleh Archimedes seorang fisikawan asal Yunani dengan menemukan alat yang
dapat digunakan untuk memindahan air danau menuju saluran irigasi. Alat ini diberi
nama “Archimedean Screw Pumps”.

Gambar 2.1 Archimedes Screw Pumps [8].


Kemudian perkembangan propulsi kapal berlanjut pada abad ke XV-an
Leonardo da Vinci (1452-1519) membuat sketsa teknis tentang prinsip-prinsip ulir
(Screw principle) seperti yang digunakan sebagai helicopter rotor. Seiring
berjalannya waktu pada tahun 1661, Toogood dan Hayes berasal dari britania
mematenkan temuannya berupa helical surface sebagai propeller [2].
Propulsor kapal mengalami perkembangan hingga terdapat beberapa jenis
propulsor seperti Fix Pitch Propeller (FPP), Ducted Propeller, Controllable Pitch
Propeller (CPP), Waterjet Propulsion system, Azimuth Podded Propulsion system,
dsb [2].

Gambar 2.2 Fixed Pitch Propeller [9].

6
Laporan Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

Propeller (baling-baling) merupakan bentuk alat penggerak kapal yang


paling umum. Sebuah baling-baling ulir mempunyai dua buah daun atau lebih yang
menjorok dari hub atau bos. Bos ini dipasang pada poros yang digerakkan oleh
mesin penggerak kapal. Daun baling-baling tersebut dapat merupakan bagian yang
menyatu dengan hub, atau merupakan bagian yang dapat dilepas dari dan dipasang
pada hub atau merupakan daun yang dapat dikendalikan (controllable pitch
propeller) [10].

Gambar 2.3 Controllable Pitch Propeller [9].


Pemasangan baling-baling umumnya umumnya diletakkan pada kedudukan
yang serendah mungkin di bagian belakang kapal. Suatu baling-baling harus
mempunyai garis tengah (diameter) sedemikian rupa sehingga bila kapal dalam
keadaan bermuatan penuh baling-baling tersebut akan terbenam dengan memadai
sehingga dapat menghindari sejauh mungkin terjadinya fenomena terikutnya udara
(air drawing) dan pemacuan baling-baling (racing) ketika kapal mengalami
gerakan pitching [10].

2.1.1 Data Baling-baling


INSEAN E779a adalah propeller dengan memiliki 4 bilah daun yang
merupakan jenis modifikasi dari wageningen propeller, memiliki rasio pitch P/D
1,1, sudut rake 4,5833o dan diameter 227,22 mm. Pada mulanya propeller ini
digunakan pada kapal Feri di tahun 50-an [11]. Tabel 2.1 dan gambar 2.4
merupakan spesifikasi data INSEAN E779a.

7
Laporan Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

Tabel 2.1 Ukuran utama Propeller INSEAN E779a [12]

Diameter (mm) 227,27


Number of blades, Z 4
Nominal pitch, P (mm) 250,00
Nominal pitch ratio, P/D 1,1
Nominal rake, positive forward (deg) 4,5833
Expanded area ratio, AE/AO 0,689
Hub diameter at prop. reference line [mm] 45,53
Blade-hub fillet radius (back) [mm] 6
Blade-hub fillet radius (face) [mm] 6
Number of radial sections 11

8
Laporan Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

Gambar 2.4 INSEAN e779a Propeller[11].

9
Laporan Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

2.2 Geometri Baling-baling

Pada geometri propeller terdapat istilah definisi yang menjelaskan bagian dan
fungsi dari konstruksi propeller. Gambar 2.5 menampilkan bagian-bagian dari
propeller.

Gambar 2.5 Propeller Geometry [13].


2.2.1 Muka daun baling-baling (Face)
Muka daun baling-baling (face) merupakan permukaan daun baling-
baling yang terlihat dari belakang (buritan kapal) ke arah haluan, Muka daun
baling-baling (face) ini mengalami tekanan kerja tinggi [2].
2.2.2 Punggung daun baling-baling (back)
Punggung daun baling-baling (back) merupakan permukaan yang
terletak dibelakang muka daun baling-baling, bagian ini mengalami tekanan
kerja yang rendah [2].
2.2.3 Ujung potongan daun (Leading Edge)
Ujung potongan daun (Leading Edge) merupakan tepi dari muka daun
baling-baling (face), ketika propeller berputar, bagian leading edge akan
bergerak menyentuh air bagian terdepan [2].
2.2.4 Ekor potongan daun (Trailing Edge)

10
Laporan Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

Ekor potongan daun (Trailing Edge) merupakan tepi ujung belakang dari
daun baling-baling, bagian ini merupakan bagian ujung ketika propeller
bergerak menyentuh air [2].
2.2.5 Pitch
Pitch merupakan jarak aksial yang dicapai untuk satu kali perputaran
propeller, sehingga 1 pitch berarti seberapa jauh jarak yang dibutuhkan sebuah
propeler dalam satu putaran [2]. Gambar 2.6 menunjukan pitch propeller.

Gambar 2.6 Pitch Propeller [14].


2.2.6 Kemiringan daun (Skew Angle)
Kemiringan daun (Skew Angle) merupakan sudut kemiringan daun
baling-baling, sudut skew dihitung dari garis tengah poros dengan menarik
garis lurus dengan midchord atau garis tengah dari daun propeller. Skew dibagi
menjadi dua: kemiringan bias (biased skew) dan kemiringan seimbang
(balanced skew) [2]. Gambar 2.7 menunjukan kemiringan daun propeller.

11
Laporan Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

Gambar 2.7 Kemiringan daun (Skew Angle) [14].

2.2.7 Sudut condong daun baling-baling (Rake Angle)


Sudut condong daun baling-baling (Rake Angle) merupakan derajat
kemiringan sudut propeler yang tegak lurus terhadap hub propeler. Rake bisa
sedikit negatif (condong ke arah kapal), atau positif (condong dari perahu).
Kisaran derajat dapat bervariasi dari -5 hingga +30 derajat [2]. Gambar 2.8
menunjukan Rake angle propeller.

Gambar 2.8 Sudut condong daun baling-baling (Rake Angle) [14].

12
Laporan Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

2.3 Hidrodinamika propeller

Dalam membuat bentuk dasar propeller dibutuhkan bentuk yang


hidrodinamis yaitu yang dinamakan Hidrofoil dimana menghasilkan suatu lift yang
lebih besar dibandingkan dengan dragnya. Pergerakan dari hidrofoil ini terjadi pada
suatu media fluida dengan kecepatan yang memungkinkan terjadinya
hidrodinamika [15].
Hidrodinamika adalah peristiwa dimana kecepatan antara bagian atas dan
bawah hidrofoil terjadi perbedaan. Fluida yang melalui bagian atas airfoil melaju
lebih cepat daripada fluida yang melewati bagian bawah. Hal ini disebabkan adanya
perbedaan tekanan antara aliran fluida bagian atas dan aliran fluida bagian bawah.
Seperti yang kita ketahui bahwa besarnya tekanan berbanding terbalik terhadap
besarnya kecepatan [15]. Gmbar 2.9 menunjukan penampang hidrodinamika foil.

Gambar 2.9 Penampang hidrodinamika foil [16].


Sehingga yang terjadi adalah aliran fluida yang melalui bagian bawah
hidrofoil lebih pelan bila dibandingkan bagian atas hidrofoil. Perbedaan tekanan
yang terjadi inilah yang kemudian akhirnya menimbulkan fenomena lift atau gaya
angkat itu [15].

2.4 Energy Saving Device (ESD)

Energy Saving Device (ESD) atau perangkat hemat energi mulai dikenalkan
pada pertengahan abad 20 dan populer pada akhir tahun 1970-an hingga awal 1980-
an saat terjadinya krisis minyak dunia [4]. Ketika inovasi alat ini muncul cukup
banyak desain ESD yang berkembang namun tidak semua cocok digunakan pada
kapal, namun seiring berjalannya waktu pengembangan ESD ini dapat diterima
hampir disemua jenis kapal [5]. ESD digunakan pada badan kapal dekat atau pada

13
Laporan Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

sistem propulsi sebagai alat tambahan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan
performa sistem propulsi kapal dengan cara memperkecil kehilangan energi pada
propulsi tersbut. ESD mampu meningkatkan efisiensi dari sistem propulsi yang
bekerja termasuk berpengaruh terhadap gaya dorong (Thrust)[4].
Kapal yang menggunakan ESD dapat menghasilkan efisiensi sekitar 7%
pada kapal tertentu, peningkatan efisiensi tersebut cukup besar nilainya. Sehingga
energi yang terbuang dari thrust, bisa digunakan kembali sebagai energi kapal
tersebut [17].
Cukup banyak jenis Energy Saving Device (ESD) yang dapat digunakan
pada kapal diantaranya adalah Pre-swirl, Duct, dan Propeller Boss Cap Fins
(PBCF). Energy Saving Device (ESD) ini dirancang untuk menerapkan efisiensi
aliran baling-baling dan meningkatkan performa propulsi pada sebuah kapal [6].

2.5 Mewis Duct

Mewis duct adalah ESD yang dikembangkan bersama dengan Becker


Marine system dan dikenalkan di pasaran pada September 2008, dengan paten
dalam proses Maret 2008, Instalasi pertama dilakukan pada kapal Multi-Purpose
Carrier Star Istind di dari Grieg Shiping Group, Bergen, Norwegia tahun 2009,
Penghematan yang didapatkan sekitar 6% [7].
Secara umum Mewis Duct (MD) merupakan ESD kombinasi dari Nozzle
(saluran) yang ditempatkan di depan propeller dengan fin (sirip), dipasang secara
asimetris terintegrasi yang terletak didalam nozzle. Struktur ini mengikuti pola
pendistribusian wake secara merata di daerah atas baling-baling dan juga
mendistribusikan wake melalui saluran lebih luas menuju propulsor [7].
Penyebaran dan jumlah sirip yang digunakan tidak selalu simetris ke kiri
dan kanan, karena distribusi wake vertikal yang tidak merata di depan perangkat
yang menggabungkan kebutuhan untuk membuat aliran rotasi belakang perangkat
dan bahkan di depan baling-baling [18]. Tabel 2.2 dan gambar 2.10 merupakan
spesifikasi dari Mewis Duct .

14
Laporan Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

Tabel 2.2. Spesifikasi Mewis Duct [19].

No Spesifikasi Dimensi
1 Duct Diameter (Dd) 0,55DP 125 mm
2 Duct Length (Ld) 0.5Dd 62 mm
3 Duct Position Above
4 Duct Profile Naca 4312
5 Fin Profile Naca 4308

Gambar 2.10 2D Kriteria Mewis Duct [20].

Mewis duct menempatkan saluran simetris tidak sejajar dengan garis poros
atau terlepas dari garis poros, saluran ini dinamakan dengan Eccentric duct. Ide ini
bisa jadi berguna untuk memandu aliran ke area tertentu dari piringan baling-baling.
Dan diharapkan memiliki pengaruh positif pada aksial bangun puncak dan untuk
meningkatkan nilai bangun efektif dengan meningkatkan komponen bangun
tangensial seperti bentuk lambung buritan asimetris [21]. Gambar 2.11 merupakan
bentuk Eccentric duct dan 2.12 merupakan perkembangan Mewis Duct.

Gambar 2.11 Saluran tidak sejajar poros (Eccentric duct) [21].

15
Laporan Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

Gambar 2.12 Sejarah perkembangan Mewis Duct [22].


Mewis duct (MD) mampu meminimalisir dua kerugian yang terjadi pada
propulsi kapal, yaitu :
1. kerugian akibat ship’s wake karena pengaruh saluran (nozzle)
2. kerugian akibat rotasi pada slipstreams karena pengaruh fin.
Dengan adanya pemusatan aliran pada saluran, hal tersebut dapat meningkatkan
gaya dorong yang dibutuhkan kapal sekitar 8%, dari 35 uji coba yang dilakukan
menghemat sekitar 6,5%, tetapi juga secara signifikan dapat mengurangi eksitasi
getaran dengan mengurangi tekanan hingga 80% [3]. Mewis Duct bekerja dengan
cara mengurangi hilangnya energi arus ikut yang masuk kedalam putaran propeller
[22]. disamping itu mewis duct berfungsi sebagai pemusat aliran yang masuk
menuju propeller. Gambar 2.13 adalah gambar peletakan instalasi Mewis duct.

Gambar 2.13 Instalasi Mewis Duct [23].

16
Laporan Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

Keuntungan dari Mewis Duct adalah meningkatkan 4 komponen pada aliran


baling-baling, yaitu :
1. Penyama aliran masuk baling-baling melalui saluran didepan baling-baling.
Saluran diletakkan lebih tinggi dari sumbu poros baling-baling, dengan
diameter lebih kecil dari propeller, hal ini dapat meningkatkan daya dorong
tambahan [3].
2. Mengurangi kerugian rotasi pada slipsteams karena pengaruh sirip didalam
saluran [3].
3. Terjadinya peningkatan tambahan efisiensi propeller karena lebih tingginya
letak beban yang dihasilkan propeller dan mengurangi kehilangan pusaran hub
(vortex) pada propeller [3].
4. Pengurangan daya yang terjadi memberikan efek terhadap kaavitasi diujung
bilah propeller [3].

2.6 Computational Fluid Dynamics (CFD)

Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah salah satu cabang ilmu dari
mekanika fluida dengan menggunakan algoritma matematika dan metode numerik
yang digunakan untuk menyelesaikan dan menganalisa permasalahan yang
berhubungan dengan aliran fluida [24]. Tujuan dari CFD adalah untuk memprediksi
secara akurat tentang aliran fluida, perpindahan panas, dan reaksi kimia dalam
sistem yang kompleks, yang melibatkan satu atau semua fenomena di atas.
Terdapat beberapa keunggulan dari CFD sebagai aplikasi eksperimen untuk
desain sistem fluida antara lain:
 Biaya dan waktu yang singkat dalam mendesain suatu produk.
 Mampu memecahkan permasalahan studi dan percobaan yang sulit atau
tidak mungkin dilakukan melalui eksperimen.
 Mampu memberikan solusi yang memiliki resiko besar jika dilakukan
dengan eksperimen (seperi kecelakaan kerja).
 Akurasi yang tinggi akan selalu dikontrol dalam proses desain.
Aplikasi dari CFD untuk penyelesaian masalah aliran dan untuk
mendapatkan optimasi desain pada propeller telah mengalami kemajuan cukup

17
Laporan Tugas Akhir
Tinjauan Pustaka

pesat pada akhir-akhir ini. Bahkan pada saat ini teknik CFD merupakan bagian dari
proses desain dalam diagram spiral perancangan.
Computational Fluid Dynamics terdiri dari tiga elemen utama yaitu:
1. Pre Processor
2. Solver Manager
3. Post Processor
Terdapat tiga konsep matematika yang dapat dijadikan sebagai patokan
dalam menentukan berhasil atau tidaknya algoritma penyelesaian, yaitu:
1. Konvergensi, merupakan properti metode numerik untuk menghasilkan
solusi yang mendekati solusi eksakta sebagai grid spacing, ukuran kontrol
volume atau ukuran elemen dikurangi mendekati nol.
2. Konsisten, merupakan suatu skema numerik yang menghasilkan sistem
persamaan aljabar yang dapat diperlihatkan ekuivalen dengan persamaan
pengendali sebagai grid spasi mendekati nol.
3. Stabilitas, yaitu penggunaan faktor kesalahan sebagai indikasi metode
numerik. Jika sebuah teknik tidak stabil dalam setiap kesalahan pembulatan
bahkan dalam data awal dapat menyebabkan osilasi atau divergensi

18

Anda mungkin juga menyukai