BAB I
PENDAHULUAN
rumit sehingga perlu untuk menciptakan suatu alat yang dapat memperhitungkan
kecepatan serta ketelitian, hal ini yang dimaksud adalah propeller ( baling baling ).
BAB II
LANDASAN TEORI
( 1 + k2 )eq =
( KN )
( KN )
12. Perhitungan tahanan total (RT)
RT = Rf.(1+k1) + RAPP + Rw + RB + RTR + RA (KN)
13. Perhitungan Daya efektif dalam satuan KW
PE = RT . Vs ( KW )
14. Perhitungan daya kuda efektif dalam satuan HP EHP = PE / 0,7355 (HP)
II.3.2. Mesin
Kemampuan mesin yang maksimum sehingga dapat menghasilkan laju kisaran
yang ditentukan dan berlayar pada kecapatan dinas menjadikan kapal beroperasi secara
ekonomis. Hal ini terjadi jika kurva kapal baling-baling melalui titik laju kisaran
maksimum.
Daya yang diperlukan untuk menghasilkan laju kisaran maksimum diperoleh
dengan mempergunakan mesin yang jumlah silindernya banyak. Daya yang sama dapat
juga diperoleh dengan mempergunakan mesin yang silindernya sedikit. Dengan demikian
harga mesin akan lebih murah tetapi konsumsi bahan bakarnya lebih banyak. Hal ini
menyebabkan pemilik kapal cenderung memilih mesin yang mempunyai silinder banyak
dengan harga mahal tetapi biaya operasi bahan bakarnya lebih murah.
air bergerak kebelakang ). Harga slip ratio khayal / semu Sa dipakai untuk mengetahui
bekerjanya propeller apakah normal atau tidak.
Dari persamaan diatas bila tidak ada slip ( Sr = 0 ) nilai efisiensi ( menjadi 1 atau
100 %. Hal ini tidak mungkin sebab bila tidak ada slip berarti tidak ada percepatan air
ditimbulkan oleh baling-baling untuk menghasilkan dorongan. Disebabkan karena
adanya kemungkinan nilai Sr dapat menjadi nol maka teori ini tidak cocok dipergunakan
untuk menerangkan fenomena baling-baling kapal. Oleh karena itu dikembangkan teori
lain.
tenaga kuda yang diberikan baling-baling / propeller yang berwujud sebagai gaya
dorong. Hasil itu disebut Thrust Horse Power ( THP ).
Hasil perkalin tahanan total kapal RT dengan kecepatan kapal Vs merupakan tenaga
kuda efektif kapal . Hasil perkalian tahanan total ini disebut efektif horse power (
EHP ).
Harga perbandingan EHP dengan THP disebut hull efisiensi / efisiensi lambung /
efisiensi badan kapal.
EHP (1 t )
Hull effisiensi = h = EHP =
THP (1 w)
t = thrust deduction ; w = wake faction menurut Taylor
Harga ehp biasanya lebih dari satu sebab untuk kapal kapal type biasa dan
berbaling baling tunggal harga w lebih dari t merupakan fungsi dari w
DHP ( Delivered horse power ) yaitu tenaga kuda yang ditransmisikan dari poros
ke propeller. DHP diukur dengan percobaan open water test. Propeller dicoba tanpa
dipasang pada model kapal. Besarnya DHP ini berbeda dengan DHP sesungguhnya.
Perbandingan antara kedua DHP yang berbeda tersebut menghasilkan relative rotative
efficiency (rr).
EHP EHP
PC = ; PC =
BHP SHP
II.4.9 Kavitasi
Secara singkat kavitasi adalah pembentukan gelembung gelembung pada
permukaan daun. Sering terjadi pada bagian belakang permukaan daun / back side.
Kavitasi baru diketahui tahun 1890 oleh Charles Parson ( inggris ) dari pengalamanya
mengenai perahu-perahu kecepatan tinggi. Peristiwa itu ia buktikan pada kapal turbin.
Apabila tekanan pada permukaan pungung daun dikurangi sampai suatu harga
dibawah tekanan statis fluida maka akan menyebabkan tekanan daun menjadi negatif.
Pada kenyataanya tekanan negatif tidak dapat terjadi. Hal ini menyebabkan suatu reaksi
lain. Fluida meninggalkan permukaan daun kemudian membentuk gelembung-
gelembung / kavitasi . Gelembung gelembung ini berisi udara atau uap air.
Gelembung-gelembung terjadi ditempat puncak lengkungan tekanan rendah.
Gelembung gelembung yang terjadi akan melintasi dan menyusur permukaan
daun sampai kebelakang daun dan akan hancur pada daerah yang tekananya tinggi
dibanding tekanan yang terjadi pada permukaan punggung daun. Gaya yang terjadi pada
proses penghancuran gelembung-gelembung ini kecil tetapi luas permukaan yang
dipengaruhi oleh gaya ini lebih kecil dibanding gaya yang mempengaruhinya sehingga
akan timbul tekanan yang besar berwujud letusan. Gaya letusan ini menyebabkan ratique
/ lelah pada daun.
Teori lain menyatakan bahwa peletusan atau penghancuran gelembung -
gelembung tidak terjadi. Hal ini terjadi adalah gelembung tadi mengecil sampai sangat
kecil dan bertekanan sangat tinggi. Tekanan yang sangat tinggi ini menyebabkan ratique
pada permukaan daun.
Peletusan gelembng kavitasi dapat dikurangi dengan menghindari adanya puncak
tekanan rendah yang mencolok pada punggung permukaan daun. Tekanan rendah yang
terjadi dapat diperbaiki dan puncak yang mencolok dapat diratakan dengan mengurangi
beban permukaan daun. Jadi, dengan memperluas permukaan daun dapat mengurangi
kavitasi.
Akibat yang Ditimbulkan Oleh Kavitasi :
1). Timbul erosi dan getaran yang menyababkan daun retak. Erosi disebabkan oleh aksi
mekanis terbentuknya dan terurainya gelembung-gelembung kavitasi.
2). Effisiensi turun. Hal ini disebabkan oleh sifat dari bentuk aerofil tidak dapat lagi
menghasilkan gaya propulsi.
Pencegahan Kavitasi :
1). Menambah luas daun baling baling dengan cara memperbesar tiap daunnya Hal ini
dilakukan untuk mengurangi beban yang dialami oleh daun setiap luas.
2). Mempergunakan tipe irisan daun yang dapat mengurangi terjadinya puncak tekanan
rendah yang mencolok dipermukaan punggung daun. Juga diusahakan agar tekanan
rendah yang terjadi dipermukaan daun dapat serat mungkin.
Terowongan kavitasi dipergunakan untuk mempelajari kavitasi. Cara kerjanya
sama dengan terowongan angin yang dipakai untuk keperluan aeronautika. Model
baling-baling ditempatkan dalam terowongan yang berisi air dengan tekanan fluida yang
dapat diatur sehinga model propeller seolah-olah bekerja sesuai dengan kerja propeller
yang sebenarnya.
BAB III
PENYAJIAN DATA
= 0,13
- Menghitung Luas Bidang Basah ( S )
Dimana :
QPC = no / nR /nH = 0.626
Dimana ; no = 0.555
nR = 1.0 ~ 1.1 (dalam buku principle of Naval
Architecture, untuk single screw. Hal. 152 )
diambil = 1.0
nH = (1-t)/(1-w) = 1.13
dimana : k = 0,5 ~ 0,7 ( untuk kemudi yang stream line
dan mempunyai konstruksi belahan pada tepat segaris
dengan sumbu baling-baling )
= 0,7 ~ 0,9 (untuk kemudi yang stream line biasa)
= 0,9 ~ 1,05 (untuk kapal-kapal kuno yang terdiri dari
satu lembar pelat lempeng ) diambil = 0,7
t = k x w = 0.21 ( w (wake fraction) = 0,5 cb 0,05
:untuk kapal single screw basic ship design hal. 23)
- BHP
BHP scr = DHP / ntransmisi = 2009,75 Hp
Dimana : ntransmisi = 0,98 (untuk mesin kapal di belakang)
0,97 (untuk mesin kapal di tengah)
BHP mcr = BHP scr / 0,85 = 2364,41 Hp
BAB IV
PEMBAHASAN
= 3,97 m
6. Jarak sumbu poros kelunas (E) (Principal Of Naval Architecture Vol. II Hal.
159)
E = 0,045 T + 0,5 Dp
= 2,25 m
Bp1 =Nx x
= 43,14
19. Nilai K.Q1/4.J-5/4 = 0,1739 x
= 1,14
20. Gaya dorong (thrust)
"Principal of Naval Architecture, hal 152"
T =
= 181,588 KN
21. Quasi Propulsive Coefficient (QPC)
QPC = o x R x H
= 0,626
= 0,2
maka : Ae/Ao = 0,45
T = 181,588 KN
VA = 8,610 knot = 4,429 m/s
Dp = 3,97 m
h = 4,376 m
n = 3,489 rps
aE = AE/AO
No Uraian Formula
0,400 0,45 0,55
1 Dari Grafik Wageningen 0,555 0,555 0,556
2 J Dari Grafik Wageningen 0,455 0,455 0,453
3 KT Dari Grafik Wageningen 0,17 0,173 0,18
4 KQ Dari Grafik Wageningen 0,02279 0,022 0,02549999
5 P/D Dari Grafik Wageningen 0,778 0,782 0,790
Ae/A0 = 0,450
0 = 0,555
J = 0,455
KT = 0,173
KQ = 0,022
P/D = 0,782
D = 3,97 m
P = 3,107 m
Pitch Distribution = 0,4943 m
Va = 4,429 m/s = 8,61 knot
A0 = 12,404 m2
Ae = Ad = 5,578 m2
Ap = Ad (1,067 (0,229 P/D)) = 4,958 m2
= 7,526 . 10-5
0,7R =
= 0,273
Untuk 0.7R = 0.30 didapat nilai TC diagram sebesar 0.177. Setelah didapat nilai
c diagram selanjutnya dicek dengan syarat kavitasi untuk menentukan apakah propeller
yang dipilih mengalami kavitasi atau tidak. Contoh kasus Untuk tipe Propeller B3-35:
C C max
C(r) =
Dari tabel perhitungan C(r) didapat panjang chord maksimum pada 0,6R = 1,181
m.
r/R 0,200 nilai 0,400 nilai 0,600 nilai 0,800 nilai 0,900 nilai 0,950 nilai
0,200 0,986 0,143 0,945 0,137 0,870 0,127 0,744 0,108 0,644 0,094 0,570 0,083
0,300 0,984 0,127 0,940 0,121 0,858 0,110 0,725 0,093 0,627 0,081 0,549 0,071
0,400 0,982 0,110 0,933 0,104 0,843 0,094 0,704 0,079 0,602 0,067 0,522 0,058
0,500 0,981 0,094 0,924 0,088 0,823 0,078 0,677 0,065 0,568 0,054 0,486 0,046
0,600 0,981 0,077 0,913 0,072 0,794 0,062 0,636 0,050 0,522 0,041 0,434 0,034
0,700 0,976 0,060 0,888 0,055 0,749 0,046 0,570 0,035 0,442 0,027 0,350 0,022
0,800 0,970 0,044 0,853 0,039 0,687 0,031 0,483 0,022 0,346 0,016 0,245 0,011
0,900 0,970 0,028 0,870 0,025 0,700 0,020 0,482 0,014 0,301 0,009 0,220 0,006
r/R 0,200 nilai 0,400 nilai 0,600 nilai 0,800 nilai 0,900 nilai 0,950 nilai L.E nilai
0,200 0,005 0,001 0,023 0,003 0,059 0,009 0,135 0,020 0,203 0,030 0,262 0,038 0,400 0,058
0,300 0,001 0,000 0,013 0,002 0,046 0,006 0,109 0,014 0,166 0,021 0,222 0,029 0,376 0,048
0,400 0,003 0,000 0,027 0,003 0,078 0,009 0,125 0,014 0,179 0,020 0,345 0,039
0,500 0,007 0,001 0,043 0,004 0,085 0,008 0,133 0,013 0,304 0,029
0,600 0,008 0,001 0,045 0,004 0,084 0,007 0,245 0,019
0,700 0,004 0,000 0,025 0,002 0,161 0,010
0,800 0,074 0,003
0,900
2. Pitch Diagram
P = P/D x Dp Dimana P/D = dari grafik = 0,782
= 3,1 m Dp = diameter propeller = 3,97 m
jadi :
P/ 2 = 0,495 m
maka :
0.2 R = P/ 2 x 82.20% = 0,407 m
0.3 R = P/ 2 x 88.70% = 0,439 m
0.4 R = P/ 2 x 95.00% = 0,470 m
0.5 R = P/ 2 x 99.20% = 0,491 m
0.6 R = P/ 2 x 100% = 0,495 m
3. Perencanaan naf propeller
Diameter propeller (Dp) = 3,97 m
Diameter naf (dn) = 0,167 Dp = 0,664 m
Tebal maks daun (lo) = 0,045 Dp = 0,179 m
Jari-jari pada rb = 0,04 Dp = 0,159 m
Jari-jari pada rf = 0,03 Dp = 0,119 m
Diameter boss pada db = 0,875 dn = 0,581 m
Diameter boss pada dd = 1,1 dn = 0,729 m
Diameter as pada dd' = dn/1,9 = 0,349 m
Diameter as pada db' = dn/2,4 = 0,276 m
Panjang boss Lb' = 1,72 dn = 1,141 m
Sudut kemiringan propeller (rake) = 15o
Tebal ujung daun propeller (tip) 0,0035Dp = 0,014 m
4. Perhitungan momen puntir (Mp) dan gaya tangensial (F) dan spie
a. Momen puntir
Mp = (75 x 80 x N)/2 n dimana, N = SHP = 2009,8 HP
= 13072,7 Kgm n = 146,88 rpm
b. Gaya tangensial
F = Mp/ (Ds/2) Dimana Ds = diameter poros
F = 92470,8 Kg = 282,742 mm = 0,283 m
c. Ukuran Spie
Panjang (l) = (1,0~1,5)Ds = 424,11 mm
Lebar (b) = 0.3Ds = 84,823 mm
Tebal (t) = F/(Pa x L) = 43,607 mm
dimana :
Pa = tegangan permukaan spie
Pa = 5 kg/mm2
D. Perencanaan Kopling Poros dan Baut Kopling ( Shaft Coupling and CouplingBolts )
Dalam perencanaan ini, desainer menggunakan kopling tetap tipe flens.
Kopling ini adalah elemen mesin yang berfungsi sebagai penerus putaran dan daya
dari poros pengggerak ke poros yang digerakkan secara pasti (tanpa terjadi slip),
dimana sumbu kedua poros tersebut terletak pada satu garis lurus atau sedikit
berbeda tapi selalu Sedangkan baut merupakan pengikat yang sangat penting untuk
mencegah terjadinya kecelakaan atau kerusakan pada mesin atau poros. Pemilihan
baut harus dilakukan dengan seksama untuk mendapat ukuran yang sesuai Ukuran
kopling dan baut dapat ditentukan sebagai berikut :
1. Tebal flens kopling Tf
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec.4.D.4.4 hal 4-4 diberikan formula :
Tf = 25% x ds
= 67,252 mm
2. Panjang flens kopling poros Lhub
Dari buku "Elemen Mesin (Elemen Konstruksi dari Bangunan Mesin)" hal 191
diberikan
formula :
Lhub = ( 1,25 ~ 1,5 ) x ds
= 1,5 x ds
= 403,513 mm
3. Diameter taper bagian bawah du
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec.4.D.2 hal. 4-2 dijelaskan bahwa shaft taper (C)
untuk flens kopling berada diantara 1/10 ~ 1/20
C = ( ds - du ) / Lhub
Dimana :
C = rasio taper
= 0,067
Maka :
du = ds - (C x Lhub)
= 242,108 mm
Dari rules "BKI 1996" Vol.III Sec.4.D.2 hal. 4-3, nilai diameter taper du tidak
boleh kurang dari 60% ds
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Efisiensi suatu kapal berpengaruh pada baik dan buruknya baling-baling (propeller)
ditinjau dari segi produktivitasnya dalam menghasilkan daya dorong dan
didefenisikan dalam rasio antara tenaga pendorong yang menghasilkan gaya dorong
tersebut.
Faktor-faktor yaang mempengaruhi efisiensi propeller suatu kapal adalah :
Besarnya tahanan total pada suatu kapal
Besarnya kecepatan
Faktor deduksi gaya dorong
Fraksi arus ikut
Jumlah daun dan diameter baling-baling
Sarat (draught) pada suatu kapal
Kavitasi pada suatu kapal merupakan fenomena yang terjadi apabila baling-baling
bekerja dengan beban yang relatif tinggi daan merupakan proses dinamis dalam fluida
Dalam mendesain suatu propeller perlu diperhatikan korelasi antara efisiensi dan
kavitasi pada suatu kapal
V.2 Saran
Dalam merancang suatu propeller , kita jangan terpaku pada satu literatur atau buku
saja, tetapi sebaiknya bisa merujuk dari beberapa buku agar hasil akhir yang kita
dapatkan bisa memuaskan.
Proses cara penggambaran propellernya harus diajar disetiap pertemuan, agar
mahasiswa tidak kesusahan.
Memperbanyak referensi referensi tentang cara mendesain propeller
DAFTAR PUSTAKA
Edwar, V. Lewis, editor. 1988. Principles Of Naval Architecture Vol. II. Jersey City : The
Society Of Naval Architecture and Marine Engineers.
Harvald, Sv. Aa. Penerjemah Sutomo, Jusuf. 1992. Tahanan dan Propulsi Kapal.
Surabaya : Airlangga press.
Hasbullah, Mansyur. 2000. Propulsi Kapal. Makassar : Universitas Hasanuddin
MM. Bernitsas., D. Ray., P. Kinley. 1981. KT, KQ and Efficiency Curves for The
Wageningen B-Series Propellers. Michigan : University of Michigan
Thomas C.Gillmer., Jhonson, Bruce. 1983. Introduction to naval Architecture. Pdf
Rumus / Referensi
LAMPIRAN