Anda di halaman 1dari 36

PROPULSI KAPAL

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Sebagai negara berkembang pada saat ini, Indonesia lebih memberatkan sektor
pembangunannya pada sector perindustrian dengan dukungan sektor sektor lain.
Namun dengan melihat keadaan geografisnya negara kita adalah sebagian besar terdiri
dari lautan, oleh karena itu sektor angkutan laut sangat penting dalam menentukan
pembangunan bangsa, dimana angkutan laut berfungsi untuk menghubungkan antara
pulau yang satu dengan yang lainya.
Perkembangan industri perkapalan di negara kita sangat pesat mengingat akan
kebutuhan akan tranportasi laut. Industri perkapalan dalam hal ini harus beroperasi
secara maksimal mungkin, agar mendapat kepercayaan terhadap bangsa kita dari negara
negara lain, namun kebiasaan yang ada dalam pembuatan kapal mempunyai kendala-
kendala antara lain ; Penyediaan komponen tertentu, misalnya mesin yang berukuran
besar dan penyediaan spare part dan yang lainya. Oleh karena itu salah satu hal yang
penting dalam penyelesaian suatu kapal adalah tahanan dan propulsi (baling-baling).
Dalam mendesain sebuah kapal, salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah
masalah tahanan dan propulsi kapal. Sebuah kapal yang bergerak pada air akan
mengalami tahanan yang menahan arah gerak maju dari kapal. Untuk mengatasi hal
tersebut diperlukan suatu mekanisme penghasil daya dorong untuk melawan gaya
tahanan itu. Adapun mekanisme penghasil daya dorong tersebut berupa daya mesin yang
akan menyalurkan daya melalui poros untuk diteruskan ke propeller yang nantinya akan
menghasilkan daya dorong untuk menggerakkan kapal dan untuk melawan gaya tahanan
yang dialami oleh kapal.

I.2 Rumusan Masalah


Telah banyak teori yang diajukan untuk menjelaskan cara sebuah propeller
yang menghasilkan gaya dorong yang baik. Semua teori tersebut dikembangkan melalui
pekerjaan yang sangat banyak baik secara teoritis maupun secara percobaan melalui ilmu
hidrodinamika.Sekalipun demikian belum ada teori yang diajukan yang
memperhitungkan semua faktor yang terlibat dalam aksi baling-baling,selain itu juga

M.YASIR / D331 14 014 1


PROPULSI KAPAL

rumit sehingga perlu untuk menciptakan suatu alat yang dapat memperhitungkan
kecepatan serta ketelitian, hal ini yang dimaksud adalah propeller ( baling baling ).

I.3 Batasan Masalah


Propeller ( baling- baling ) sebagai alat utama penggerak kapal memerlukan suatu
pendesainan yang tepat untuk menghasilkan gaya dorong yang cukup dan searah dengan
pergerakan kapal sehingga dalam pendesainan tersebut harus mempunyai batasan yang
jelas baik dari propeller maupun diluar propeller, dalam hal ini adalah :
Type dan ukuran kapal
Type suatu kapal sangat berpengaruh terhadap pendesaianan propeller karena untuk
beberapa type kapal digunakan desain propeller yang khusus antara lain: Kapal
penumpang, kapal tunda, ferry, dan lain-lain. Sedangkan ukuran suatu kapal
khususnya sarat dan linggi buritan juga mempengaruhi dimensi propeller yaitu
diameter.
Metode perhitungan hambatan kapal
Dalam perhitungan hambatan kapal didapatkan nilai hambatan kapal, dengan nilai
tersebut sangat mempengaruhi proses pendesainan suatu propeller yang menyangkut
gaya dorong yang dihasilkan guna untuk melawan hambatan pada kapal. Adapun
metode yang dipakai adalah metodhe guldhamer.
Perhitungan efisiensi propeller
Dalam perhitungan efisiensi propeller dapat dihasilkan kerja propeller yang sangat
efektif pada dimensi tertentu yang juga dapat memenuhi persyaratan teknis dan
diperoleh efisiensi yang baik dan batas kemungkinan kavitasi yang masih diizinkan
Desain profil daun propeller
Baling-baling merupakan suatu alat bentuk penggerak kapal. Sebuah baling-baling
yang berhubungan dengan hub atau Boss yang mana merupakan bagaian yang dapat
dilepas. Permukaan daun baling-baling yang menghadap kebelakang disebut sisi,
baliknya disebut punggung atau sisi belakang ( back ) atau sisi tekanan rendah.
Untuk merencanakan daun propeller dibutuhkan data :
Kecepatan ( knot )
Daya Mesin ( hp )
Putaran Propeller ( Rpm )
Diameter Propeller ( m )

M.YASIR / D331 14 014 2


PROPULSI KAPAL

I.4 Tujuan Dan Kegunaan


Tujuan dari pendesainan propeller adalah untuk mendapatkan suatu propeller
yang mampu menghasilkan gaya dorong yang semaksimal dan seefisien mungkin untuk
sebuah kapal, adapun kegunaanya adalah untuk mengefisiensi kerja sistem penggerak
kapal sehingga kapal dapat dioprasikan dengan sebaik - sebaiknya.

M.YASIR / D331 14 014 3


PROPULSI KAPAL

BAB II
LANDASAN TEORI

II.1 Teori Hambatan


Tahanan (resistance) pada suatu kecepatan adalah gaya fluida yang bekerja pada
kapal sedemikian rupa sehingga melawan arah gerakan kapal tersebut.
Tahanan tersebut sama dengan komponen gaya fluida yang bekerja sejajar
dengan sumbu gerakan kapal. Tahanan total diberi notasi Rt, dapat diuraikan menjadi
sejumlah komponen yang berbeda yang diakibatkan oleh berbagai macam penyebab dan
saling berinteraksi dalam cara yang benar-benar rumit.
Agar dapat menangani tahanan secara praktis, maka tahanan total harus ditinjau
secara praktis pula; untuk tahanan total dapat dipandang sebagai suatu yang terdiri dari
komponen yang dapat saling dikombinasikan dengan memakai berbagai cara yang
berbeda. Tahanan spesifik kapal (R/0,5V2S) sebagai fungsi angka Froude atau Fn.
Dengan memakai definisi yang dipakai ITTC, selama memungkinkan.

II.2 Metode Perhitungan Hambatan Kapal


Adapun metode yang digunakan dalam perhitungan hambatan dalam pendesainan
sebuah propeller yaitu Metode Holtrof, disajikan koordinasi dari hasil yang
dikumpulkan dari berbagai pengujian dari tangki percobaan.
Prosedur perhitungan tahanan kapal :
1. Komponen sama yang dihitung pada metode Guldhamer memiliki nilai yang sama
pada perhitungan Holtrof.
2. Prediksi tahanan Kapal ( RT)
RT = Rf.(1+k1) + RAPP + Rw + RB + RTR + RA
3. Perhitumgan Panjang bagian kapal yang mengalami hambatan langsung (Length Of
Run ) ditentukan dengan formula :
LR = Lwl.{1-Cp + [0,06.Cp.%LCB)/(4.Cp -1]}
4. Perhitungan harga faktor lambung ( 1 + k1 )
Faktor lambung yang memperlihatkan hubungan tahanan viskositas bentuk lambung
dengan tahanan gesek diformulasikan :
(1+k1) = 0,93+{0,487118(B/Lwl)]1,06806.(T/Lwl)0,46106.
(Lwl/LR)0,121563.(Lwl3/)0,3486/(1 Cp)0,604247)}

M.YASIR / D331 14 014 4


PROPULSI KAPAL

5. Perhitungan Hambatan Gesek ( Rf ) ditentukan dengan formula :


RF = CF 0,5 S VS2
6. Perhitungan harga bagian tambahan ( 1+k2 ) ditentukan dengan formula :

( 1 + k2 )eq =

Tabel 1 harga 1 dan harga 2 ditentukan berdasarkan tabel berikut:

Bagian Ada =1,tidak = 0 Faktor Produk


Konvensional stern dan kemudi 1,5
Kemudi dan skeg 2
Kemudi kembar 2,8
Y Braket 3
Skeg 2
Shaft Bossing 3
Shell Bossing 2
Shaft telanjang 4
Sirip Bilga 2,8
Dome 2,7
Lunas Bilga 1,4
1 2 =

7. Perhitungan harga bagian tambahan ( RAP ) dapat ditentukan dengan formula :


RAP = /2.Vs2.As.Cf.(1+k2) (KN)
8. Perhitungan tahanan akibat hambatan gelombang ( Rw ) dapat dihitung dengan
formula :
0,9)
( M 2 cos( / Fn 2 )
Rw = C1.C2.P5...g.e {M1 / Fn (KN )
9. Perhitungan tahanan tekanan tambahan dari haluan gembung dekat permukaan air (
RB ) dapat dihitung dengan formula :
ABT 2 / 3 Fni 3
RB = 0,11 . . g . (3 / Pb ) 2
(KN )
e (1 Fn )
10. Perhitungan tekanan tambahan akibat adanya transom yang terbenam ( RTR ) dapat
dihitung dengan formula :

( KN )

M.YASIR / D331 14 014 5


PROPULSI KAPAL

11. Perhitungan tahanan akibat korelasi model kapal ( RA )

( KN )
12. Perhitungan tahanan total (RT)
RT = Rf.(1+k1) + RAPP + Rw + RB + RTR + RA (KN)
13. Perhitungan Daya efektif dalam satuan KW
PE = RT . Vs ( KW )
14. Perhitungan daya kuda efektif dalam satuan HP EHP = PE / 0,7355 (HP)

II.3. Hubungan Interaksi Kapal - Mesin - Propeller


Korelasi antara Kapal - Mesin - Baling-baling digambarkan dengan suatu kurva
batas daerah kerja mesin dalam laju kisaran terhadap daya. Titik kerja untuk gabungan
ketiga sistem selalu terletak pada kurva ini. Ketiga komponen digabung bersama
sehingga jika satu komponen berubah maka kedua komponen lainnya juga akan berubah.
Ketiga komponen ditinjau secara terpisah untuk memeriksa interaksi antara kapal,
mesin dan propeller kemudian dicocokkan dengan karakteristik untuk kapal dan baling-
baling pada daerah kerja mesin induk.

II.3.1. Kondisi kapal


Untuk percobaan, kondisi kapal harus bermuatan penuh , baru dicat, badannya
bersih dan keadaan cuaca tenang. Pada kenyataan kondisi demikian sulit dipenuhi
sehingga untuk memperkirakan daya penggerak dipakai kondisi yang lain yang
disepakati pemilik kapal. Untuk itu , diperlukan kelonggaran kondisi kerja pada tahanan
kapal dan daya kapal.

II.3.2. Mesin
Kemampuan mesin yang maksimum sehingga dapat menghasilkan laju kisaran
yang ditentukan dan berlayar pada kecapatan dinas menjadikan kapal beroperasi secara
ekonomis. Hal ini terjadi jika kurva kapal baling-baling melalui titik laju kisaran
maksimum.
Daya yang diperlukan untuk menghasilkan laju kisaran maksimum diperoleh
dengan mempergunakan mesin yang jumlah silindernya banyak. Daya yang sama dapat
juga diperoleh dengan mempergunakan mesin yang silindernya sedikit. Dengan demikian
harga mesin akan lebih murah tetapi konsumsi bahan bakarnya lebih banyak. Hal ini

M.YASIR / D331 14 014 6


PROPULSI KAPAL

menyebabkan pemilik kapal cenderung memilih mesin yang mempunyai silinder banyak
dengan harga mahal tetapi biaya operasi bahan bakarnya lebih murah.

II.3.3. Propeller / Baling-baling


Propeller menyerap daya dari mesin untuk menghasilkan laju kisaran. Untuk
mendapatkan kurva baling-baling yang cocok dengan karakteristik mesin induk maka
rasio langkah ulir baling-baling ( P/D ) divariasikan. Untuk mendapatkan interaksi
sebaik mungkin antara kapal dan propeller, semakin tinggi efisiensi propeller jika angka
maju ( J = Va / n D ) tetap. Penambahan jumlah daun propeller akan menurunkan
efisiensi. Efisiensi juga akan naik jika garis tengah propeller diperbesar dan laju kisaran
diturunkan.

II.4 Teori perancangan Baling baling


II.4.1. Teori Sederhana Aksi Baling baling ( Putaran mur pada baut )
Pada permulaan perkembangan teori yang mempelajari bekerjanya baling
baling ulir, baling baling dijelaskan secara sederhana. Azas yang dipergunakan
menerangkan hal tersebut adalah azas mur yang berputar pada suatu baut. Dalam satu
kisaran baling-baling harus bergerak ke depan sejauh jarak yang sama dengan langkah
ulirnya P ( pitch ). Jadi, kalau roda baling-baling berputar n kali putaran per menit maka
dalam satu menit roda baling baling akan bergerak sejauh n kali P.
Propeller tersebut dalam satu kisaran sebenarnya hanya hanya bergerak maju
sejauh jarak kurang dari n kali P. Hal ini disebabkan karena air dipercepat kebelakang.
Perbedaan jarak tersebut disebut Slip. Slip diperhitungkan dalam hal propeller
mediumnya adalah air bukannya benda padat seperti keadaan mur dan baut. Menurut
teori ini bahwa efisiensi baling baling adalah :
n = TVA / TnP = 1 - SR
Dimana : T = gaya dorong ( N ; KN )
n = putaran propeller . menit
P = Pitch daun baling-baling ( m )
VA = Kecepatan air yang melalui bidang piringan baling-
baling ( m / detik ; knot )
Harga slip ratio nyata Sr menggambarkan usaha untuk mengerakan air agar air
bergerak kebelakang. Harganya selalu positif agar kapal bergerak maju ( ada usaha agar

M.YASIR / D331 14 014 7


PROPULSI KAPAL

air bergerak kebelakang ). Harga slip ratio khayal / semu Sa dipakai untuk mengetahui
bekerjanya propeller apakah normal atau tidak.
Dari persamaan diatas bila tidak ada slip ( Sr = 0 ) nilai efisiensi ( menjadi 1 atau
100 %. Hal ini tidak mungkin sebab bila tidak ada slip berarti tidak ada percepatan air
ditimbulkan oleh baling-baling untuk menghasilkan dorongan. Disebabkan karena
adanya kemungkinan nilai Sr dapat menjadi nol maka teori ini tidak cocok dipergunakan
untuk menerangkan fenomena baling-baling kapal. Oleh karena itu dikembangkan teori
lain.

II.4.2 Teori Momentum


Teori ini menganggap bahwa propeller sebagai alat untuk mempercepat
pindahnya air sampai ketempatnya didepan daun baling-baling ( dibelakang kapal ). Air
akan mengalami percepatan aksial (a ) dan menimbulkan slip dengan kecepatan kearah
belakang kapal akibat gerak berputarnya daun baling-baling dengan letaknya yang
condong terhadap sumbu baling-baling.
Reaksi yang timbul akibat percepatan air kebelakang menimbulkan gaya dorong.
Air akan mengalami perlambatan yang teratur akibat gaya-gaya dari viskositas air setelah
melalui propeller. Hal ini menyebabkan energi propeller terbuang sehinga ada
kehilangan energi. Sumber lain yang menyebabkan kehilangan energi :
1). Tahanan akibat gesekan daun baling-baling , dan
2). Baling-baling memberi putaran pada arus slip untuk mempercepat air.
Efisiensi propeller dinyatakan dengan sebagai perbandingan kerja yang berguna untuk
menggerakan kapal dengan kerja yang diberikan propeller.
Dengan adanya percepatan air a yang terdorong kebelakang kapal menyebabkan
efisiensi ( = 100 % maka a = 0 . Berarti air tidak dipercepat yang menyebabkan tidak
ada gaya dorong yang diberikan oleh propeller kepada kapal.
Kemunkinan untuk memperbesar efisiensi adalah dengan memperkecil
percepatan arus slip. Hal ini dilakukan dengan mamakai propeller dengan diameter besar
dan diputar selambat mungkin.
Dari segi teori momentum , baling-baling disamakan dengan jenis propulsi jet
karena arus slip yang dipercepat kebelakang merupakan arus jet.

M.YASIR / D331 14 014 8


PROPULSI KAPAL

II.4.3 Teori Elemen Daun


Teori elemen daun memakai cara penjumlahan gaya - gaya dan momen-momen
yang timbul pada setiap potongan melintang daun (aerofil) sepanjang radius baling-
baling . Sebuah daun propeller yang dipotong membentuk aerofil ini bergerak di air
dengan kecepatan V dengan suatu sudut pengaruh terhadap arah geraknya.
Pada permukaan punggung aerofil tekanannya rendah, sedang pada bagaian
bawah aerofil tekananya tinggi . Akibatnya timbul efek isapan kearah pungung aerofil.
Resultan dari gaya-gaya tekanan iniadalah Fn. Akibat gesekan , muncul pula gaya Ft.
Resultan dari gaya Ft dan Fn adalah F. Arah Ft tegak lurus terhadap permukaan kerja
aerofil sedang arah Ft tegak lurus arah Fn.
Gaya F diurai menjadi lift tegak lurus ( gaya angkat ) dan drag ( gaya penahan).
Arah lift tegak lurus dengan arah gerak aerofil sedang sedang arah drag tegak lurus
terhadap arah lift.
Besarnya lift dan drag dinyatakan sebagai berikut ;
Lift : dL = C1 p V 2 dA
Drag : dD = Cd . p V
Dimana :
C1 = Koefisien lift ;
CD = Koefisien Drag;
Cd = densitas fluida ; V =Kecepatan aliran fluida ;
A = Luas daerah permukaan aerofil
Kemudian lift dan drag diuraikan kearah tranlasi ( ke arah maju kapal dan kearah
tegak lurus terhadap arah maju kapal ) menimbulkan gaya dorong / thrust ( sesuai arah
maju kapal ) dan gaya torsi / torque ( arahnya tegak lurus arah gerak maju kapal ).
Besarnya thrust dan torque dinyatakan sebagai berikut.
DT = dL . cos B dD . sin B
DQ = (dL . sin B + dD . cos B ) r
Thrust : T = Z S R rH dQ . dR
Torque : Q = Z S R rH dQ . dR
T = thrust / gaya dorong ; Q = Torsi / Torque
Z = Jumlah daun baling-baling ; R = jari-jari propeller
r = jari-jari propeller sampai pada penampang yang ditinjau
rH = jari-jari hub

M.YASIR / D331 14 014 9


PROPULSI KAPAL

Hal-hal yang harus dipelajari dan diperkirakan dengan sebaik-baiknya untuk


memperhitungkan besar thrust dan torqoe dengan sempurna adalah sebagai berikut :
Air yang melalui aerofil ( sebagai bagaian dari baling baling ) telah
mendapatkan percepatan seperti telah diterangkan pada teori momentum. Gaya -gaya
yang bekerja pada daun berubah karena letak karena letak daun berikutnya saling
berdekatan.

II.4.4 Teori Sirkulasi


Teori sirkulasi didasarkan pada konsep bahwa gaya angkat yang ditimbulkan
propeller disebabkan oleh adanya aliran sirkulasi yang terjadi disekeliling daun. Aliran
sirkulasi menyebabkan penurunan tekanan pada punggung daun serta kenaikan
kecepatan Setempat dan kenaikan tekanan pada sisi muka daun dan penurunan kecepatan
setempat.
Kecepatan fluida terhadap elemen daun merupakan penjumlahan dari kecepatan
tranlasi dan kecepatan sirkulasi.
Besarnya gaya angkat dari gaya tahan dinyatakan sebagai berikut :
dL = ( . V G . . Dr)
DD = CD ( . ( . VG 2 ) c . dr
VG = Kecepatan fluida ; = sirkulasi ; c = filamen pusaran;
Dr = lebar penampang daun ; CD = Koefisien drag;
= densitas fluida
Menurut teori ini diperhitungkan untuk merencanakan propeller dapat dilakukan
dengan dua cara :
Perhitungan untuk mencari geometri propeller terbaik, dan
Perhitungan untuk mengetahui karakter propeller yang sudah diketahui
geometrinya.

II.4.5 Efisiensi propeller


Adanya kerugian kerugian tenaga pada propeller menentukan efisiensi
propeller. Ada empat macam efisiensi propeller.
Efisiensi lambung / hull efisiensi
Propeller bekerja menghasilkan gaya dorong pada badan kapal ( thrust T ) pada suatu
kecepatan aliran air VA yang memasuki budang piringan atau diskus propeller.
Akibatnya , kapal begerak pada kecepatan Vs. Hasil perkalian T . VA merupakan

M.YASIR / D331 14 014 10


PROPULSI KAPAL

tenaga kuda yang diberikan baling-baling / propeller yang berwujud sebagai gaya
dorong. Hasil itu disebut Thrust Horse Power ( THP ).
Hasil perkalin tahanan total kapal RT dengan kecepatan kapal Vs merupakan tenaga
kuda efektif kapal . Hasil perkalian tahanan total ini disebut efektif horse power (
EHP ).
Harga perbandingan EHP dengan THP disebut hull efisiensi / efisiensi lambung /
efisiensi badan kapal.
EHP (1 t )
Hull effisiensi = h = EHP =
THP (1 w)
t = thrust deduction ; w = wake faction menurut Taylor
Harga ehp biasanya lebih dari satu sebab untuk kapal kapal type biasa dan
berbaling baling tunggal harga w lebih dari t merupakan fungsi dari w

II.4.6 Effisiensi Baling-baling / Propeller Effisiensi


Kerugian energi baling baling disebabkan oleh dua factor utama, yaitu :
1). Kerugian akibat sejumlah massa yang bergerak berputar kebelakang. Energi
dihabiskan akibat gesekan gesekan dari partikel air itu sendiri . Kerugian ini dapat
dikurangi dengan mempergunakan sistem putaran lambat pada massa air yang banyak.
Jadi, dipergunakan baling-baling dengan diameter besar dengan jumlah putaran yang
lambat. Meskipun demikian baling-baling dengan diameter sebesar bagaimanapun
tidak akan mempunyai effisiensi lebih dari 70 %.
2). Kerugian karena adanya daya tahan pada daun propeller sewaktu bergerak didalam
air. Hal ini disebabkan oleh viskositas air dan gesekan air pada daun tersebut.
Kerugian ini dikurangi dengan mempergunakan daun propeller yang sempit. Dengan
mempersempit luas tiap daun maka luas permukaan daun berkurang. Untuk mendapat
luasan permukaan daun total yang sama seperti sebelum daun dipersempit maka
jumlah daun ditambah tetapi effisiensi daun berkurang. Menurut hasil percobaan
ditangki percobaan. Hanya sedikit exit perbedaan effisiensi pada propeller berdaun
tiga dengan empat dan antara empat dengan lima. Effisiensi akan berkurang dengan
bertambahnya jumlah daun propeller Z.
Keuntungan daun propeller berdaun banyak untuk mengurangi getaran kapal
yang ditimbulkan oleh propeller terutama pada besar dengan propeller tunggal
THP
Propeller effisiensi didefinisikan sebagai berikut : p =
DHP

M.YASIR / D331 14 014 11


PROPULSI KAPAL

DHP ( Delivered horse power ) yaitu tenaga kuda yang ditransmisikan dari poros
ke propeller. DHP diukur dengan percobaan open water test. Propeller dicoba tanpa
dipasang pada model kapal. Besarnya DHP ini berbeda dengan DHP sesungguhnya.
Perbandingan antara kedua DHP yang berbeda tersebut menghasilkan relative rotative
efficiency (rr).
EHP EHP
PC = ; PC =
BHP SHP

II.4.8 Relative Rotative Effisisncy


Quasi Propulsive Coefficient (QPC) adalah nilai koeffisien yang dipergunakan
untuk menjaga agar nilai PC tidak berubah akibat berubahnya effisiensi mekanis mesin
induk. Nilai QPC ini menggantikan nilai PC.
Harga PC lebih besar dari nilai hasil perkalian h dengan p. Hal ini disebabkan
timbunya faktor yang disebut Relative Rotative Efficiency ( rr ) sehinga nilai PC
menjadi QPC , QPC = h. p. rr.
Hal tersebut berlaku dalam percobaan self Propulsed. Percobaan ini adalah
percobaan model kapal yang dilengkapi dengan model baling-baling dan dapat
bergerak sendiri ditangki percobaan sesuai kecepatan yang ditentukan. Model kapal
mempergunakan propeller tunggal. Harga propeller effisiensi pada open water test ep,
harga wake dan harga thrust deducation diikut sertakan dalam perhitungan.
Dalam perencanaan propeller sebaiknya nilai err yang dipakai tidak lebih dari
1,03 dengan mengabaikan apakah ada tonjolan tonjolan ( tiang kemudi yaitu bagain
depan kemudi yang dipasang dibelakang atau dimuka propeller.

II.4.9 Kavitasi
Secara singkat kavitasi adalah pembentukan gelembung gelembung pada
permukaan daun. Sering terjadi pada bagian belakang permukaan daun / back side.
Kavitasi baru diketahui tahun 1890 oleh Charles Parson ( inggris ) dari pengalamanya
mengenai perahu-perahu kecepatan tinggi. Peristiwa itu ia buktikan pada kapal turbin.
Apabila tekanan pada permukaan pungung daun dikurangi sampai suatu harga
dibawah tekanan statis fluida maka akan menyebabkan tekanan daun menjadi negatif.
Pada kenyataanya tekanan negatif tidak dapat terjadi. Hal ini menyebabkan suatu reaksi
lain. Fluida meninggalkan permukaan daun kemudian membentuk gelembung-

M.YASIR / D331 14 014 12


PROPULSI KAPAL

gelembung / kavitasi . Gelembung gelembung ini berisi udara atau uap air.
Gelembung-gelembung terjadi ditempat puncak lengkungan tekanan rendah.
Gelembung gelembung yang terjadi akan melintasi dan menyusur permukaan
daun sampai kebelakang daun dan akan hancur pada daerah yang tekananya tinggi
dibanding tekanan yang terjadi pada permukaan punggung daun. Gaya yang terjadi pada
proses penghancuran gelembung-gelembung ini kecil tetapi luas permukaan yang
dipengaruhi oleh gaya ini lebih kecil dibanding gaya yang mempengaruhinya sehingga
akan timbul tekanan yang besar berwujud letusan. Gaya letusan ini menyebabkan ratique
/ lelah pada daun.
Teori lain menyatakan bahwa peletusan atau penghancuran gelembung -
gelembung tidak terjadi. Hal ini terjadi adalah gelembung tadi mengecil sampai sangat
kecil dan bertekanan sangat tinggi. Tekanan yang sangat tinggi ini menyebabkan ratique
pada permukaan daun.
Peletusan gelembng kavitasi dapat dikurangi dengan menghindari adanya puncak
tekanan rendah yang mencolok pada punggung permukaan daun. Tekanan rendah yang
terjadi dapat diperbaiki dan puncak yang mencolok dapat diratakan dengan mengurangi
beban permukaan daun. Jadi, dengan memperluas permukaan daun dapat mengurangi
kavitasi.
Akibat yang Ditimbulkan Oleh Kavitasi :
1). Timbul erosi dan getaran yang menyababkan daun retak. Erosi disebabkan oleh aksi
mekanis terbentuknya dan terurainya gelembung-gelembung kavitasi.
2). Effisiensi turun. Hal ini disebabkan oleh sifat dari bentuk aerofil tidak dapat lagi
menghasilkan gaya propulsi.
Pencegahan Kavitasi :
1). Menambah luas daun baling baling dengan cara memperbesar tiap daunnya Hal ini
dilakukan untuk mengurangi beban yang dialami oleh daun setiap luas.
2). Mempergunakan tipe irisan daun yang dapat mengurangi terjadinya puncak tekanan
rendah yang mencolok dipermukaan punggung daun. Juga diusahakan agar tekanan
rendah yang terjadi dipermukaan daun dapat serat mungkin.
Terowongan kavitasi dipergunakan untuk mempelajari kavitasi. Cara kerjanya
sama dengan terowongan angin yang dipakai untuk keperluan aeronautika. Model
baling-baling ditempatkan dalam terowongan yang berisi air dengan tekanan fluida yang
dapat diatur sehinga model propeller seolah-olah bekerja sesuai dengan kerja propeller
yang sebenarnya.

M.YASIR / D331 14 014 13


PROPULSI KAPAL

Air diputar sepanjang terowongan tertutup. Model propeller yang diuji


ditempatkan didalam terowongan dan kecepatan propeller diatur. Model propeller ini
dipantau melalui jendela kaca disisi terowongan.
Dengan memperguanakan terowongan ini , haraga thrust, torque, effisiensi baling
- baling pada berbagai harga slip dan perihal kavitasinya dapat diketahui . Yang
penting adalah mengetahui kapan kavitasi mulai terjadi. Hal ini dilihat melalui jendela
kaca pemeriksaan.
Melalui jendela kaca, baling-baling terlihat seolah diam tidak berputar. Ditempat
baling-baling dipasang lampu Stroboskopik yang bersinar dan padam secara bergantian
setiap satu kali putaran baling-baling terlihat seolah diam. Terowongan ini dapat juga
dipakai pada keadaan tidak berkavitasi.

M.YASIR / D331 14 014 14


PROPULSI KAPAL

BAB III
PENYAJIAN DATA

III.1. Ukuran Utama


Type Kapal : General Cargo
LWL = 93,08 m
Lbp = 89,50 m
B = 16,20 m
T = 5,96 m
H = 7,20 m
Vs = 12,3 Knot
Cb = 0,70
Cph = 0,71
Cpv = 0,86
Cm = 0,99
Cw = 0,81
Fn = 0,21
Displacement = LWL x B x T x Cb x g x c
= 6.502,57 ton
Volume = 6.296,75 m 3

III.2. Penentuan Daya Mesin


Rumus Tahanan ( Metode Holtrof )
Estimasi perhitungan daya mesin diperoleh dari perhitungan sebelumnya dari
mata kuliah Tahanan Kapal yang menggunakan metode Holtrop, dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
- Menghitung Froude Number ( Fn )
Fn =

= 0,13
- Menghitung Luas Bidang Basah ( S )

S = L (2T + B) (0,453 + 0,4425 CB + (-0,2862) CM - 0,003467 + 0,3696

CWP) + 2,38 ABT / CB = 2034,06 m2

M.YASIR / D331 14 014 15


PROPULSI KAPAL

- Menghitung Tahanan Gesek ( Rf )


RF = CF 0,5 S VS2
Dimana :
Cf = koefisien gesek
= massa jenis air laut ( kg/m3)
Vs = kecepatan kapal ( m/s )
RF = 70,78 kN
- Menghitung Tahanan Tambahan ( RAPP )
RAPP = 0,5 VS2 SAPP(1 + k2)eq CF
= 4,58 kN
- Menghitung Tahanan Ombak ( RW )
RW = c1c2c5sexp{m1Fnd + m2cos(Fn-2)}
= 59,82 kN
- Menghitung Tahanan Bulbous Bow ( RB )
RB = 0,11 exp(-3PB-2) Fni3 ABT1,5 /(1 + Fni2)
= 0,15 kN
- Menghitung Tahanan Transom ( RTR )
RTR = 0,5V2ATc6
= 2,52 kN
- Menghitung Tahanan Angin ( RA )
RA = 1/2V2SCA
Dimana :
S = Luas bidang tangkap angin ( m2 )
= Massa jenis udara ( kg/m3 )
RA = 4,24 kN
- Menghitung Tahanan Total ( RT )
Rtotal = RF(1 + k1) + RAPP + RW + RB + RTR + RA
= 143,45 kN
- Menghitung Daya Efektif ( EHP )
P E = R T VS
= 907,65 KW
= 1217,19 HP
- DHP
DHP = EHP/ QPC = 1969,56 Hp

M.YASIR / D331 14 014 16


PROPULSI KAPAL

Dimana :
QPC = no / nR /nH = 0.626
Dimana ; no = 0.555
nR = 1.0 ~ 1.1 (dalam buku principle of Naval
Architecture, untuk single screw. Hal. 152 )
diambil = 1.0
nH = (1-t)/(1-w) = 1.13
dimana : k = 0,5 ~ 0,7 ( untuk kemudi yang stream line
dan mempunyai konstruksi belahan pada tepat segaris
dengan sumbu baling-baling )
= 0,7 ~ 0,9 (untuk kemudi yang stream line biasa)
= 0,9 ~ 1,05 (untuk kapal-kapal kuno yang terdiri dari
satu lembar pelat lempeng ) diambil = 0,7
t = k x w = 0.21 ( w (wake fraction) = 0,5 cb 0,05
:untuk kapal single screw basic ship design hal. 23)
- BHP
BHP scr = DHP / ntransmisi = 2009,75 Hp
Dimana : ntransmisi = 0,98 (untuk mesin kapal di belakang)
0,97 (untuk mesin kapal di tengah)
BHP mcr = BHP scr / 0,85 = 2364,41 Hp

- Data Mesin Utama


Dari perhitungan daya mesin, kita dapat menentukan mesin yang akan
digunakan pada kapal yang telah dirancang. Adapun data mesin yang sesuai
dengan penentuan daya diatas yaitu :
Merek Mesin = Caterpillar C175-16 Speed = 900 RPM
Daya Mesin = 1900 KW Lenght = 4276 mm
= 2547,94 HP Width = 1722 mm
Bore = 280 mm Height = 2733 mm
Stroke = 300 mm
Berat Mesin = 15,68 ton
Ratio Compressi = 13 : 1

M.YASIR / D331 14 014 17


PROPULSI KAPAL

BAB IV
PEMBAHASAN

IV.1. Perhitungan Efisiensi Propulsi


a. Data untuk perhitungan :
Lwl = 93,08 m
Lbp = 89,50 m
T = 5,96 m
Vs = 12,3 knot = 6,33 m/s
EHP = 907,65 Kw = 1217,19 HP
Rt = 143454,89 N = 143,45 KN
Cb = 0,70
Z =4
N = 209,32 rpm dimana Reduction Gear Ratio 1 : 9
b. Langkah-langkah perhitungan :
1. Kecepatan dinas kapal
Vs = 12,3 Knot = 6,33 m/s
2. Effective horse power ( EHP ) Dari perhitungan tahanan kapal
EHP = 1217,19 HP
3. Pada perhitungan propulsi kapal ini yang dihitung adalah jenis general
cargo dengan single screw propeller dan mesin berada dibelakang
4. asumsi = 0.4 ~ 0.7 ,diambil 0,7 agar QPC terkoreksi
= 0,7
5. Diameter max propeller
Dari buku "tahanan dan propulsi kapal" hal.137 :
Dp = xT

= 3,97 m
6. Jarak sumbu poros kelunas (E) (Principal Of Naval Architecture Vol. II Hal.
159)
E = 0,045 T + 0,5 Dp
= 2,25 m

M.YASIR / D331 14 014 18


PROPULSI KAPAL

7. Tinggi air diatas propeller


Dari buku "tahanan dan propulsi kapal" hal.199 :
h = h` + 0.0075 . Lbp
h = ( T - E ) + 0.0075.Lbp
= 4,38 m
8. Arus ikut / Wake fraction ( w )
Untuk kapal dengan sistem single screw, dalam buku
"Basic Ship Design " hal 23 memberikan rumus :
w = 0.5 Cb - 0.05
= 0,3
9. Fraksi pengurangan gaya dorong/thrust deduction fraction ( t )
t= kxw
dimana :
k = koefisien yang besarnya tergantung dari bentuk buritan, tinggi kemudi
dan kemudi kapal
k = 0,5 ~ 0,7 (untuk kemudi yang stream line dan mempunyai konstruksi
belahan pada tepat segaris dgn sumbu baling-baling)
k = 0,7 ~ 0,9 (untuk kemudi yang stream line biasa)
k = 0,9 ~ 1,05 (untuk kapal-kapal kuno yang terdiri dari satu lembar pelat
lempeng)
dipilih k = 0.70
t=kxw
= 0,21
10. Efisiensi rotasi (R) For single screw
Dalam buku principal of naval architecture, hal.152
R = 1.0 ~ 1.1
= 1.000
11. Efisiensi lambung ( H )
Dalam buku principal of naval architecture, hal.152
H = (1 - t)/(1 - w)
= 1,13
12. Efisiensi Open water (0)
0 = 0,5 ~ 0,7
= 0,555

M.YASIR / D331 14 014 19


PROPULSI KAPAL

13. Efisiensi Delivered (D)


D = QPC = o x R x H
= 0,626
14. Shafting Efficiency (s)
Untuk kapal dengan mesin berada di bagian belakang nilai efisiensinya yaitu :
( basic ship theory vol. II" hal. 403)
s = 0,97~0,98
= 0,98
15. Propeller Behind Hull Efficiency (b) ( Practical Ship Hydrodynamic, hal 64 )
b = o x R
= 0,555
16. Koefisien Propulsi (p) ( Practical Ship Hydrodynamic, hal 64 )
p = H x rr x o x s
= 0,614
17. Kecepatan air masuk/speed of advance (VA)
"Principal of Naval Architecture, hal 146"
VA = VS x (1 - w)
= 8,61 knot
= 4,43 m/s
18. Koefisien angka taylor (Bp)
"Principal of Naval Architecture, hal 192"

Bp1 =Nx x
= 43,14
19. Nilai K.Q1/4.J-5/4 = 0,1739 x
= 1,14
20. Gaya dorong (thrust)
"Principal of Naval Architecture, hal 152"

T =

= 181,588 KN
21. Quasi Propulsive Coefficient (QPC)
QPC = o x R x H
= 0,626

M.YASIR / D331 14 014 20


PROPULSI KAPAL

22. Koreksi QPC terhadap asumsi


Koreksi = {(asumsi - QPC)/asumsi} x 100%
= -1.29 % memenuhi (<<1 % )
23. Trust Horse Power (THP)"Harvald Resistance and Propulsion of Ships, hal
133)
THP = T Va
= 804,25 KW = 1078,52 HP
24. Delivery Horse Power( DHP ) (Principal Of Naval Architecture Vol. II Hal.
202)
DHP = EHP/d
= 1468,70 KW = 1969,56 HP
25. Shaft Horse Power (SHP)
Dalam buku "Basic Ship Theory" Vol. II hal 403 diberikan formula :
SHP = DHP/s
dimana :
transmisi = 0.980 (for ship machinery aft)
maka :
SHP = 1498,67 KW = 2009,75 HP
26. Tekanan pada poros propeller
Dari buku "tahanan dan propulsi kapal" hal.199 :
Po - Pv = 99,6 - ( 10,05 x h )
= 55,173 KN/m2
27. Nilai Ae/Ao ( Rasio luas bentang daun propeller )
Dari buku "principal of naval architecture" hal.183 :
Ae/Ao = {(( 1,3 + ( 0,3 x Z ) x T) / ((Po-Pv) x Dp2)} + k
dimana :
Z = Jumlah daun propeller
= 4 buah
T = Gaya dorong
= 181,588 KN
Po - Pv = 55,173 KN/m2
Dp = 3,97 m
k = ( 0,1 ~ 0,2 ) ( untuk kapal dengan single screw )

M.YASIR / D331 14 014 21


PROPULSI KAPAL

= 0,2
maka : Ae/Ao = 0,45

IV.2. Perhitungan Kavitasi


TABEL KONTROL KAVITASI

T = 181,588 KN
VA = 8,610 knot = 4,429 m/s
Dp = 3,97 m
h = 4,376 m
n = 3,489 rps

Tabel 2. Nilai efisiensi dan koefisien dari grafik Wageningen

aE = AE/AO
No Uraian Formula
0,400 0,45 0,55
1 Dari Grafik Wageningen 0,555 0,555 0,556
2 J Dari Grafik Wageningen 0,455 0,455 0,453
3 KT Dari Grafik Wageningen 0,17 0,173 0,18
4 KQ Dari Grafik Wageningen 0,02279 0,022 0,02549999
5 P/D Dari Grafik Wageningen 0,778 0,782 0,790

Ae/A0 = 0,450
0 = 0,555
J = 0,455
KT = 0,173
KQ = 0,022
P/D = 0,782
D = 3,97 m
P = 3,107 m
Pitch Distribution = 0,4943 m
Va = 4,429 m/s = 8,61 knot
A0 = 12,404 m2
Ae = Ad = 5,578 m2
Ap = Ad (1,067 (0,229 P/D)) = 4,958 m2

M.YASIR / D331 14 014 22


PROPULSI KAPAL

Vr2 = Va2 + (0,7 n D)2


= 949,599 m2/s2
Tc =

= 7,526 . 10-5
0,7R =

= 0,273
Untuk 0.7R = 0.30 didapat nilai TC diagram sebesar 0.177. Setelah didapat nilai
c diagram selanjutnya dicek dengan syarat kavitasi untuk menentukan apakah propeller
yang dipilih mengalami kavitasi atau tidak. Contoh kasus Untuk tipe Propeller B3-35:
C C max

0,03 < 0,177


<Tidak Kavitasi>
Propeller yang dipilih telah memenuhi syarat kavitasi karena nilai c lebih kecil
dari nilai c max, hal ini berarti bahwa propeller tersebut bebas dari kavitasi.

IV.3 Desain Propeller


IV.3.1. Penentuan Chord dan Ketebalan Daun Propeller
Untuk Desain propeller kita harus menghitung panjang chord ( Chord Lenght )
untuk menentukan lebar maksimum daun propeller. Panjang chord dapat ditentukan
dengan persamaan :

C(r) =

Tabel 3. Perhitungan nilai C (r)


r/R K(r) C(r) Skew/cr skew
0,2 1,662 0,742 0,117 0,087
0,3 1,882 0,841 0,113 0,095
0,4 2,050 0,916 0,101 0,092
0,5 2,152 0,961 0,086 0,083
0,6 2,187 0,977 0,061 0,060
0,7 2,144 0,958 0,024 0,023
0,8 1,970 0,880 -0,037 -0,033
0,9 1,582 0,707 -0,149 -0,105

Dari tabel perhitungan C(r) didapat panjang chord maksimum pada 0,6R = 1,181
m.

M.YASIR / D331 14 014 23


PROPULSI KAPAL

Dengan menggunakan nilai panjang chord maksimum, dapat dihitung panjang


masing-masing chord ( C(r) ), panjang nilai chord trailing edge ( C(te) ) dan nilai chord
leading edge ( C(le) ) dengan mengalikan dengan nilai persentasi berikut :
Tabel 4. Perhitungan panjang masing masing chord pada leading edge dan trailing edge
nilai nilai
r/R c(r) nilai c(r) c(te) c(le) c(gl)
c(te) c(le)
0,2 74,73% 0,730 28,68% 0,280 46,05% 0,450 20,27%
0,3 83,91% 0,820 32,69% 0,319 51,22% 0,500 22,55%
0,4 91,53% 0,894 36,62% 0,358 54,91% 0,536 23,65%
0,5 97,05% 0,948 40,33% 0,394 56,72% 0,554 22,68%
0,6 100% 0,977 44,08% 0,431 55,92% 0,546 17,18%
0,7 99,19% 0,969 46,95% 0,459 52,24% 0,510 8,05%
0,8 92,85% 0,907 47,77% 0,467 45,90% 0,448 -1,37%
0,9 75,77% 0,740 45,01% 0,440 30,76% 0,300 -10,83%
1 - - 14,87% 0,145 - - -20,14%

Menghitung ketebalan maksimum daun propeler (tmax) persentasi dari diameter


propeller (D) dan menentukan letak atau posisi tebal maksimum dari leading edge yaitu
persentasi dari masing-masing panjang chord propeller denga nilai sebagai berikut :
Tabel 5. Perhitungan dan penentuan letak ketebalan maximum pada daun propeller
cr -
r/R tmax/D tmax Xtmax/c(r) Xtmax
Xtmax
0,200 0,037 0,145 0,350 0,255 0,474
0,300 0,032 0,129 0,350 0,287 0,533
0,400 0,028 0,112 0,350 0,313 0,581
0,500 0,024 0,095 0,350 0,332 0,616
0,600 0,020 0,079 0,389 0,380 0,597
0,700 0,016 0,062 0,443 0,429 0,540
0,800 0,011 0,045 0,478 0,434 0,473
0,900 0,007 0,029 0,500 0,370 0,370
1,000 0,003 0,012 0,500 -

IV.3.2. Jarak Ordinat Dari Titik Tebal Maksimum


1. Ordinat untuk tebal maksimum ke trailing edge (persentase dari tebal maksimum
daun ) nilai-nilai yang ada pada tabel berikut sudah merupakan hasil perkalian dari
tabel- tabel daun dengan nilai-nilai yang sudah ditentukan :

M.YASIR / D331 14 014 24


PROPULSI KAPAL

a. Ordinat bagian belakang (back)daun pada leading edge

r/R 0,200 nilai 0,400 nilai 0,600 nilai 0,800 nilai 0,900 nilai 0,950 nilai
0,200 0,986 0,143 0,945 0,137 0,870 0,127 0,744 0,108 0,644 0,094 0,570 0,083
0,300 0,984 0,127 0,940 0,121 0,858 0,110 0,725 0,093 0,627 0,081 0,549 0,071
0,400 0,982 0,110 0,933 0,104 0,843 0,094 0,704 0,079 0,602 0,067 0,522 0,058
0,500 0,981 0,094 0,924 0,088 0,823 0,078 0,677 0,065 0,568 0,054 0,486 0,046
0,600 0,981 0,077 0,913 0,072 0,794 0,062 0,636 0,050 0,522 0,041 0,434 0,034
0,700 0,976 0,060 0,888 0,055 0,749 0,046 0,570 0,035 0,442 0,027 0,350 0,022
0,800 0,970 0,044 0,853 0,039 0,687 0,031 0,483 0,022 0,346 0,016 0,245 0,011
0,900 0,970 0,028 0,870 0,025 0,700 0,020 0,482 0,014 0,301 0,009 0,220 0,006

b. Ordinat bagian muka (face) pada leading edge

r/R 0,200 nilai 0,400 nilai 0,600 nilai 0,800 nilai 0,900 nilai 0,950 nilai L.E nilai
0,200 0,005 0,001 0,023 0,003 0,059 0,009 0,135 0,020 0,203 0,030 0,262 0,038 0,400 0,058
0,300 0,001 0,000 0,013 0,002 0,046 0,006 0,109 0,014 0,166 0,021 0,222 0,029 0,376 0,048
0,400 0,003 0,000 0,027 0,003 0,078 0,009 0,125 0,014 0,179 0,020 0,345 0,039
0,500 0,007 0,001 0,043 0,004 0,085 0,008 0,133 0,013 0,304 0,029
0,600 0,008 0,001 0,045 0,004 0,084 0,007 0,245 0,019
0,700 0,004 0,000 0,025 0,002 0,161 0,010
0,800 0,074 0,003
0,900

c. Ordinat bagian belakang (back) daun pada trailing edge


r/R 80% nilai 60% nilai 40% nilai 20% nilai
0,2 53,35% 0,077584 72,65% 0,1057 86,90% 0,1264 96,45% 0,14026
0,3 50,95% 0,065591 71,60% 0,0922 86,80% 0,1117 96,80% 0,12462
0,4 47,70% 0,053447 70,25% 0,0787 86,55% 0,097 97% 0,10869
0,5 43,40% 0,041386 68,40% 0,0652 86,10% 0,0821 96,95% 0,09245
0,6 40,20% 0,031626 67,15% 0,0528 85,40% 0,0672 96,80% 0,07615
0,7 39,40% 0,024422 66,90% 0,0415 84,90% 0,0526 96,65% 0,05991
0,8 40,95% 0,018549 67,80% 0,0307 85,30% 0,0386 96,70% 0,0438
0,9 45,15% 0,012917 70% 0,02 87% 0,0249 97% 0,02775

d. Ordinat bagian muka (face)daun pada trailing edge


r/R T.E nilai 80% nilai 60% nilai 40% nilai 20% nilai
0,2 30% 0,043627 18,20% 0,026467 10,90% 0,0159 5,45% 0,00793 1,55% 0,002
0,3 25,35% 0,032635 12,20% 0,015706 5,80% 0,0075 1,70% 0,00219
0,4 17,85% 0,020001 6,20% 0,006947 1,50% 0,0017
0,5 9,70% 0,00925 1,75% 0,001669
0,6 5,10% 0,004012

M.YASIR / D331 14 014 25


PROPULSI KAPAL

2. Pitch Diagram
P = P/D x Dp Dimana P/D = dari grafik = 0,782
= 3,1 m Dp = diameter propeller = 3,97 m
jadi :
P/ 2 = 0,495 m
maka :
0.2 R = P/ 2 x 82.20% = 0,407 m
0.3 R = P/ 2 x 88.70% = 0,439 m
0.4 R = P/ 2 x 95.00% = 0,470 m
0.5 R = P/ 2 x 99.20% = 0,491 m
0.6 R = P/ 2 x 100% = 0,495 m
3. Perencanaan naf propeller
Diameter propeller (Dp) = 3,97 m
Diameter naf (dn) = 0,167 Dp = 0,664 m
Tebal maks daun (lo) = 0,045 Dp = 0,179 m
Jari-jari pada rb = 0,04 Dp = 0,159 m
Jari-jari pada rf = 0,03 Dp = 0,119 m
Diameter boss pada db = 0,875 dn = 0,581 m
Diameter boss pada dd = 1,1 dn = 0,729 m
Diameter as pada dd' = dn/1,9 = 0,349 m
Diameter as pada db' = dn/2,4 = 0,276 m
Panjang boss Lb' = 1,72 dn = 1,141 m
Sudut kemiringan propeller (rake) = 15o
Tebal ujung daun propeller (tip) 0,0035Dp = 0,014 m
4. Perhitungan momen puntir (Mp) dan gaya tangensial (F) dan spie
a. Momen puntir
Mp = (75 x 80 x N)/2 n dimana, N = SHP = 2009,8 HP
= 13072,7 Kgm n = 146,88 rpm
b. Gaya tangensial
F = Mp/ (Ds/2) Dimana Ds = diameter poros
F = 92470,8 Kg = 282,742 mm = 0,283 m

M.YASIR / D331 14 014 26


PROPULSI KAPAL

c. Ukuran Spie
Panjang (l) = (1,0~1,5)Ds = 424,11 mm
Lebar (b) = 0.3Ds = 84,823 mm
Tebal (t) = F/(Pa x L) = 43,607 mm
dimana :
Pa = tegangan permukaan spie
Pa = 5 kg/mm2

VI.4. Perhitungan Poros


A. Perencanaan Poros
1. Diameter poros propeller
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec. 4.C.2 hal. 4-1 diberikan formula :
D = F x k x {Pw / (n x (1 -(di/da)4 )) x Cw }1/3
Dimana :
F = Faktor untuk tipe instalasi propulsi
= 100
k = nilai koefisien poros baling-baling
= 1,26 (untuk poros pelumasan minyak)
Pw = Pd = SHP = 2118,94 kW
n1 = 209 rpm
(1 - (di/da)4) = 1
(poros yang direncanakan tidak memiliki lubang tengah di = 0)
Cw = 560 / (Rm + 160 )
= 0,737
Rm = Kekuatan tarik material
= ( 400~ 600 ) N/mm2
dipilih = 600 N/mm2
Maka :
D = ds = 269,008 mm
Dari buku "Elemen Mesin" oleh Sularso tabel 1.7 hal 9 dipilh diameter poros
D = ds = 269,008 mm
= 0,269 m

M.YASIR / D331 14 014 27


PROPULSI KAPAL

2. Perencanaan bahan poros (ds)


Dari buku "Elemen Mesin" oleh Sularso hal. 8 diberikan formula :
ds = {( 5,1 / a ) x Kt x Cb x T }1/3
Dimana :
Kt = faktor koreksi jika terjadi sedikit kejutan dan tumbukan
= ( 1,0 ~ 1,5 )
dipilih = 1,5
Cb = faktor koreksi jika terjadi pembebanan lentur
= ( 1,2 ~ 2,3 )
Dipilih = 2,3
T = Momen puntir = 9,74 x 105 x ( Pd / n1 )
= 6984246,664 kg mm
a = Tegangan geser
Maka :
ds = {( 5,1 / a ) x Kt x Cb x T }1/3
a = {( 5,1 / ds3) x Kt x Cb x T }
= 6,33 kg/mm2
a = b / (Sf1 x Sf2)
Dimana :
Sf1 = Faktor keamanan untuk bahan S-C dengan pengaruh massa dan
baja paduan = 6
Sf2 = Faktor keamanan karena poros memiliki alur pasak bertangga
dan memiliki kekerasan permukaan
= ( 1,3 ~ 3,0 ) diambil 3
Maka, kekuatan tarik b yang dialami poros adalah :
b = a x (Sf1 x Sf2)
= 113,628 kg/mm2
Dengan demikian bahan poros yang dipilih adalah S 42 MC dengan
kekuatan tarik 115 kg/mm2. Bahan poros dianggap aman karena kekuatan tarik
dari poros adalah 113,628 kg/mm2 lebih kecil dari kekuatan tarik bahan.

M.YASIR / D331 14 014 28


PROPULSI KAPAL

B. Perencanaan Lapisan Pelindung Poros (Stern Tube)


1. Tebal minimum lapisan pelindung poros S1
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec. 4.D.3.2.3 hal. 4-3 diberikan formula :
S1 = ( 0,03 X ds ) + 7,5
= 15,570 mm
2. Tebal minimum S2 (shaft liner)
Dari buku "BKI 1996" Vol III Ssec. 4.D.3.2.3 hal. 4-3 diberikan formula :
S2 = 0,75 x S1
= 11,678 mm
C. Perhitungan Bantalan Poros
1. Panjang bantalan depan (forward bearing) L1
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec.D.5.2.2 hal. 4-5 diberikan formula :
L1 = 0,8 x ds
= 215,207 mm
2. Panjang bantalan belakang (after bearing) L2
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec.D.5.2.2 hal. 4-5 diberikan formula:
L2 = 2,0 x ds
= 538,017 mm
3. Clearance antara poros dan bantalan C
Dalam "Handbook Surveyor BKI" tentang Propeller Shaft Clearance diberikan
formula:
C = ( 0,001 x ds ) + 0,3 mm
= 0,569 mm
4. Jarak bantalan Lmax
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec.4.D.5.1 hal. 4-5 diberikan formula :
Lmax = K1 x (ds)1/2 untuk n < 350 rpm
Dimana :
K1 = 8400 (untuk bantalan timah putih dengan pelumasan minyak)
n = 209 rpm
Maka :
Lmax = 9529,917 mm

M.YASIR / D331 14 014 29


PROPULSI KAPAL

D. Perencanaan Kopling Poros dan Baut Kopling ( Shaft Coupling and CouplingBolts )
Dalam perencanaan ini, desainer menggunakan kopling tetap tipe flens.
Kopling ini adalah elemen mesin yang berfungsi sebagai penerus putaran dan daya
dari poros pengggerak ke poros yang digerakkan secara pasti (tanpa terjadi slip),
dimana sumbu kedua poros tersebut terletak pada satu garis lurus atau sedikit
berbeda tapi selalu Sedangkan baut merupakan pengikat yang sangat penting untuk
mencegah terjadinya kecelakaan atau kerusakan pada mesin atau poros. Pemilihan
baut harus dilakukan dengan seksama untuk mendapat ukuran yang sesuai Ukuran
kopling dan baut dapat ditentukan sebagai berikut :
1. Tebal flens kopling Tf
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec.4.D.4.4 hal 4-4 diberikan formula :
Tf = 25% x ds
= 67,252 mm
2. Panjang flens kopling poros Lhub
Dari buku "Elemen Mesin (Elemen Konstruksi dari Bangunan Mesin)" hal 191
diberikan
formula :
Lhub = ( 1,25 ~ 1,5 ) x ds
= 1,5 x ds
= 403,513 mm
3. Diameter taper bagian bawah du
Dari buku "BKI 1996" Vol III Sec.4.D.2 hal. 4-2 dijelaskan bahwa shaft taper (C)
untuk flens kopling berada diantara 1/10 ~ 1/20
C = ( ds - du ) / Lhub
Dimana :
C = rasio taper
= 0,067
Maka :
du = ds - (C x Lhub)
= 242,108 mm
Dari rules "BKI 1996" Vol.III Sec.4.D.2 hal. 4-3, nilai diameter taper du tidak
boleh kurang dari 60% ds

M.YASIR / D331 14 014 30


PROPULSI KAPAL

4. Diameter nut d1 dan diameter mur ass baling-baling d2


d1 = 60% ds d2 = d1 + ( 80% x d1 )
= 161,405 mm = 290,529 mm
5. Diameter hub d3 dan diameter lingkar baut d4
d3 = ( 1,8 ~ 2,0 ) x ds d4 = ( 2,2 ~ 2,4 ) x ds
= 2,0 x ds = 2,4 x ds
= 511,116 mm = 645,620 mm
6. Diameter flens kopling df
Dari buku "Machine Design" hal 482 diberikan formula :
df = ( 2 x d4 ) - d3
= 780,184 mm
7. Diameter baut pada kopling flens dk
dk = 16 x {(106 x Pw)/(n1 x z x D x Rm)}1/2
Dimana :
z = jumlah baut yang direncanakan
= 12 buah
D = d4 = diameter jarak lingkar baut
Maka :
dk = 19,872 mm
E. Perencanaan Spie Pada Kopling Flens
1. Gaya tangensial pada permukaan poros F
Dari buku "Elemen Mesin" oleh Sularso hal 25 diberikan formula :
F = T / (ds/2)
= 51925,852 kg
2. Ukuran Spie
* lebar b = ( 25 ~ 35 )% x ds Dimana :
= 30% x ds t = tebal benaman
= 80,702 mm = F / (l x P)
* panjang l = ( 0,75 ~ 1,5 ) x ds = 19,303 mm
= 1 x ds P = Tekanan permukaan spie
= 269,008 mm = 10 kg/ mm2
* tinggi h =2xt l = panjang pasak (mm)
= 38,605 mm

M.YASIR / D331 14 014 31


PROPULSI KAPAL

BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Efisiensi suatu kapal berpengaruh pada baik dan buruknya baling-baling (propeller)
ditinjau dari segi produktivitasnya dalam menghasilkan daya dorong dan
didefenisikan dalam rasio antara tenaga pendorong yang menghasilkan gaya dorong
tersebut.
Faktor-faktor yaang mempengaruhi efisiensi propeller suatu kapal adalah :
Besarnya tahanan total pada suatu kapal
Besarnya kecepatan
Faktor deduksi gaya dorong
Fraksi arus ikut
Jumlah daun dan diameter baling-baling
Sarat (draught) pada suatu kapal
Kavitasi pada suatu kapal merupakan fenomena yang terjadi apabila baling-baling
bekerja dengan beban yang relatif tinggi daan merupakan proses dinamis dalam fluida
Dalam mendesain suatu propeller perlu diperhatikan korelasi antara efisiensi dan
kavitasi pada suatu kapal

V.2 Saran
Dalam merancang suatu propeller , kita jangan terpaku pada satu literatur atau buku
saja, tetapi sebaiknya bisa merujuk dari beberapa buku agar hasil akhir yang kita
dapatkan bisa memuaskan.
Proses cara penggambaran propellernya harus diajar disetiap pertemuan, agar
mahasiswa tidak kesusahan.
Memperbanyak referensi referensi tentang cara mendesain propeller

M.YASIR / D331 14 014 32


PROPULSI KAPAL

DAFTAR PUSTAKA

Edwar, V. Lewis, editor. 1988. Principles Of Naval Architecture Vol. II. Jersey City : The
Society Of Naval Architecture and Marine Engineers.
Harvald, Sv. Aa. Penerjemah Sutomo, Jusuf. 1992. Tahanan dan Propulsi Kapal.
Surabaya : Airlangga press.
Hasbullah, Mansyur. 2000. Propulsi Kapal. Makassar : Universitas Hasanuddin
MM. Bernitsas., D. Ray., P. Kinley. 1981. KT, KQ and Efficiency Curves for The
Wageningen B-Series Propellers. Michigan : University of Michigan
Thomas C.Gillmer., Jhonson, Bruce. 1983. Introduction to naval Architecture. Pdf

M.YASIR / D331 14 014 33


PROPULSI KAPAL

Rumus / Referensi

Arus ikut / wake fraction ( w )


W = 2 . Cb5 ( 1 Cb ) + 0,04
Diameter Propeller ( Dp )
( Tahanan Dan Propulsi Kapal hal.137 )
Dp = 2/3 . T
asusmsi = 0,4 ~ 0,7
Fraksi Deduksi gaya dorong / Thrust deduction
t = 0,325 . Cb 0,1885 . Dp / (B/T) 0,5
Kecepatan air masuk / speed of advance ( Va )
("Principles of naval architecture"hal.194)
Va = Vs ( 1 w )
Gaya dorong Thrust ( T )
("Principles of naval architecture"hal.152)
T = (Rt / 1 t )/2 ( untuk Twin Screw )
Tekanan pada poros propeller ( po - pv )
("Tahanan Kapal dan Propulsi Kapal, Harvald"hal 199)
Po pv = 99,6 + 10,05 . h
Rasio luas bentang daun propeller
("Principles of naval architecture")
(1.3 _ 0.3Z )Th
Ae / Ao = + k, di mana k = 0 ; Z = 4
( Po _ Pv ) Dp2
Jarak sumbu poros ke lunas
(Principal of Naval Architecture Vol.II Hal. 159)
E = 0,045 . T + 0,5 Dpopt
Tinggi air diatas poros ( h ) immersion of propeller shaft
(Tahanan dan propulsi kapal, Harvald. Hal.199)
h =((DE)+H) dimana H = % LWL
Effisiensi lambung ( H )
("Introduction to naval Architecture, Thomas C.Gillmer" Hal.243)
H = ( 1 t ) / ( 1 Wm )

M.YASIR / D331 14 014 34


PROPULSI KAPAL

Efisiensi Rotasi (R)


R = 0,95 ~ 1,00 ( untuk Twin Screw )
Quasi Propulsif Coeficient (QPC)
QPC = O. H. R
Koreksi QPC terhadap asusmsi
Koreksi= asusmsi QPC / asusmsi x 100%
DHP (Delivery Horse Power)
= EHP / asusmsi
SHP (Shaft Horse Power)
("Principle of naval architecture" hal.102)
= DHP / 0,98
BHP (Brake Horse Power)
= SHP / 0.98
Nilai Ap/Ad (projected Blade Area Ratio)
Ap/Ad = 1,067 0.229.P/D
Nilai Ao (Disk Area)
Ao = (/4)Dpopt2
Nilai Ad (developed blade ratio)
Ad = Ae / Ao x Ao
Nilai Ap (Projected Blade Area)
Ap = Ap / Ad x Ad
Nilai Vr2 (kecepatan Relatif Air pada 0,7 R)
Vr2 = Va2 + (0.7ns x Dpopt)2
Nilai q0,7R (kecepatan Dinamis Pada 0,7 R)
q0,7R = 1/2 x p x Vr2
Koefisien Tc
c = [(T/AP) / q0,7R
Nilai 0.7R (Angka Kavitasi)
0.7R = [(Po Pv) + p.g.h / (q0,7R)]

M.YASIR / D331 14 014 35


PROPULSI KAPAL

LAMPIRAN

M.YASIR / D331 14 014 36

Anda mungkin juga menyukai