Anda di halaman 1dari 19

Reni Pratiwi

G41113303

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tinggi muka air merupakan salah unsur aliran. Data dari tinggi muka air
akan digunakan untuk menghasilkan grafik hidrograf muka air dan hidrograf
debit. Grafik-grafik tersebut merupakan masukan utama untuk analasis hidrologi
terkait dengan hidrologi teknik seperti analisis banjir, ketersediaan air,
sedimentasi waduk.
Tinggi muka air dapat diukur dengan menggunakan rambu ukur.
Pengukuran tinggi muka air dengan alat tersebut dikenal sebagai metode
tradisional pengukuran tinggi muka air dan biasanya terdapat pada bangunan air,
contohnya bendungan.
Pengukuran dengan rambu ukur kurang efektif karena ketinggian air belum
tentu dapat dicatat pada saat kondisi ekstrim (data air minimum dan maksimum),
kecuali pada saat debit besar/banjir, ada petugas pengamat melakukan
pengamatan khusus agar memperoleh data ketinggian air maksimum. Kekurangan
alat sekat pengukur dalam mengukur ketinggian muka air ditutupi oleh AWLR.
AWLR (Automatic Water Level Recorder) adalah alat ukur ketinggian muka
air otomatis. Alat ini merekam fluktuasi muka air terus menerus sehingga
diperoleh data air ekstrim (minimum dan maksimum) sehingga data pengukuran
tinggi muka air terekam secara otomatis. Hasil pengukuran AWLR dan rambu
ukur mungkin memiliki perbedaan karena memiliki prinsip kerja yang berbeda.
Pemahaman mengenai penggunaan AWLR dan prinsip kerja penting untuk
diketahui. Oleh karena itu praktikum “Pengukuran Dasar AWLR” dilakukan agar
mengetahui AWLR, prinsip kerja, dasar pengukuran ketinggian muka air
menggunakan AWLR, dan perbandingan alat ukur manual dan AWLR.

1.2. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah mampu mengetahui AWLR,


prinsip kerja AWLR, dan dasar pengukuran menggunakan data AWLR.
Kegunaan praktikum ini adalah agar praktikan mampu mengetahui dan
mengembangkan pengukuran berbasis AWLR dalam bidang hidrologi.
Reni Pratiwi
G41113303

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinggi Muka Air

Pada suatu sungai besarnya debit aliran susah untuk diukur, biasanya angka
yang menjadi patokan sebagai pemantau adalah tinggi air. Nilai tinggi air
kemudian digunakan menduga besarnya debit yang terjadi pada sungai atau DAS.
Besarnya debit air sungai selain dipengaruhi oleh limpasan permukaan juga
dipengaruhi aliran bawah permukaan dan air tanah (Sularto, 2006).
Pengamatan permukaan air sungai umumnya ditempatkan pada tempat-
tempat dimana akan dibangun bangunan air, seperti bendungan, bangunan
pengambilan air, dan sejenisnya. Untuk kebutuhan usaha pengendalian atau
pengaturan sungai, maka pengamatan tinggi permukaan dilaksanakan pada tempat
yang dapat memberikan gambaran mengenai banjir, termasuk pada bagian
perubahan tiba-tiba dari penampang sungai (Hariadi, 2015).
Pengukuran tinggi muka air merupakan langkah awal dalam pengumpulan
data aliran sungai sebagai data dasar hidrologi. Pengukuran ketinggian permukaan
air mencakup level puncak (ketinggian puncak ketika banjir) dan kenaikan
permukaan air secara bertahap sebagai fungsi waktu. Pengukuran ini dapat
dilakukan secara manual atau otomatis. Tinggi muka air biasanya dinyatakan
dalam meter atau sentimeter (Hariadi, 2015).
Pemasangan alat ukur permukaan air harus berupa tempat yang
memungkinkan pengamatan seluruh keadaan permukaan air, dari batas terendah
sampai batas tertinggi. Bagian yang menjadi tempat tekanan tinggi atau bagian
kecepatan aliran tinggi pada permukaan air yang tinggi harus dihindari agar alat
tidak mudah menjadi rusak oleh aliran (Triesnawati, 2006).
Pengukuran tinggi muka air dapat dilakukan secara manual dan secara
otomatis. Pengukuran manual dengan menggunakan rambu ukur. Data tinggi
muka air adalah dengan pengamatan langsung dan teratur. Dimanapun akurasi dan
keterbacaan merupakan hal yang utama dalam penggunaan rambu ukur.
Keuntungan dari alat ini adalah murah dan mudah dipasang, kekurangannya
adalah memerlukan tenaga manusia untuk pekerjaan pengamatan yang terus
menerus (Hariadi, 2015).
Reni Pratiwi
G41113303

Gambar 10. Staf Gauge


(Sumber: Triesnawati, 2006)

Cara otomatis menggunakan alat duga air otomatik yang dipasang pada
suatu pos duga air sungai, dikenal dengan istilah AWLR (Automatic Water Level
Recorder). Alat ini mengukur tinggi muka air sungai secara terus menerus dan
hasil pengukurannya berupa hidrograf (Triesnawati, 2006).
Hidrograf adalah suatu diagram yang menggambarkan variasi debit sungai
atau tinggi muka air menurut waktu. Hidrograf menunjukkan tanggapan
menyeluruh DAS terhadap masukan tertentu. Sesuai dengan sifat dan perilaku
DAS yang bersangkutan, hidrograf aliran selalu berubah sesuai dengan besaran
dan waktu terjadinya masukan (Nababan, 2012).
Pembacaan seluruh keadaan permukaan air dari permukaan yang terendah
sampai yang tertinggi biasanya tidak dapat dilakukan dengan sebuah alat ukur.
Pada keadaan permukaan air yang tinggi, pembacaan telah sulit diadakan pada
alat yang sudah berada hampir di tengah-tengah sungai. Jadi alat ukur biasa ini
dipasang kira-kira setiap 2 m tinggi pada beberapa buah titik dalam penampang
melintang (Hariadi, 2015)

2.2 AWLR (Automatic Water Level Recorder)

Limpasan air dari suatu daerah aliran sungai yang besar biasanya dimonitor
dengan alat yang disebut AWLR (Automatic Water Level Recorder). Alat ini
mengukur tinggi muka air sungai secara terus menerus. Hasil pengukuran AWLR
berupa grafik hubungan antara tinggi muka air dengan waktu atau lazim disebut
hidrograf (Triesnawati, 2006).
Reni Pratiwi
G41113303

Gambar 11. Prinsip Kerja AWLR


(Sumber: Nababan & Siregar)

Menurut Prasetyo (2011), berdasarkan prinsip pengukurannya, sebuah


stasiun pengamat tinggi muka air secara umum dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. AWLR tipe kontak, yaitu terdapat kontak Iangsung antara sensor alat dengan
permukaan air.
2. AWLR tipe non kontak, artinya tidak ada kontak Iangsung antara sensor
pengukur tinggi muka air dengan permukaan air.
Prinsip kerja AWLR yaitu pelampung dan beban akan dihubungkan dengan
rantai yang ditempatkan pada pulley. Pelampung ditempatkan pada muka air,
sehingga apabila terjadi perubahan posisi pada pelampung akan menyebabkan
putaran dari sistem pulley dimana pulley tersebut akan memutar potensiometer
sehingga jumlah tegangan yang masuk juga akan berubah. Jumlah tegangan
masuk akan menjadi input dari output dari sensor mekanik. Output ini berupa
sinyal analog, yang berguna sebagai data masukan (Nababan, 2012).
Mikrokontroler selanjutnya akan mengubah input analog menjadi digital
(digitalisasi). Setelah proses digitalisasi selesai, maka output dari arduino akan
menjadi input bagi GPRS Shield, dimana dalam hal ini sebelum menjadi input
bagi GPRS Shield, input digital terlebih dahulu dikarakterisasi menjadi bentuk
ASCI. Data yang sudah terkarakterisasi selanjutnya akan dikirim ke handphone
pengguna melalui SMS (Nababan, 2012).
Sebelum digunakan di lapangan, sensor perekam data muka air yang
digunakan dalam pengukuran tinggi air secara otomatis dengan tetap melakukan
kalibrasi lapangan agar akurasi data semakin baik sehingga layak digunakan
Reni Pratiwi
G41113303

sebagai penghitung ketinggian air di lapangan dengan melakukan perhitungan


lapangan yang sesuai dengan kebutuhan (Nababan, 2012).
Kelebihan dan kekurangan AWLR ini diantaranya resolusi ketinggian yang
dapat diamati 1 mm. Mekanik sensor pelampung dan pemberat dapat dibuat
dengan menggunakan bahan yang mudah didapat di Indonesia. Untuk bahan
pelampung dibuat dari Dop PVC 4 inci, sedangkan bandul pemberat berasal dari
bandul lot yang pada umumnya digunakan waterpass untuk bangunan. Tali nilon
yang digunakan adalah nilon string raket (Nugraha, et al., 2013).
Kelebihan lainnya adalah catu daya yang dibutuhkan cukup menggunakan
aki kering 12 V dengan kapasitas 4 A, dapat bertahan hingga 14-20 hari. Kertas
pias yang dibutuhkan tidak khusus, dan dapat diganti kapan saja termasuk pada
saat kalkulator sedang merekam, sehingga tidak ada kekawatiran data hilang pada
saat pergantian kertas. Kertas yang digunakan untuk mencetak harganya cukup
ekonomis (Nugraha, et al., 2013).
Kebutuhan data untuk analisis hidrograf, dapat diperoleh dari nilai yang
tercetak pada kalkulator printing dalam 10 menit sekali. Hal ini kurang efisien jika
dalam satu hari tidak terdapat perubahan tinggi muka air, maka kertas yang
terpakai cukup panjang dan angka yang tercetak pada kertas tersebut nilainya
sama. Hal inilah yang menjadi pertimbangan pada saat penentuan waktu
pencetakan, agar lebih efisien, waktu pencetakan dapat didesaint secara fleksibel
sesuai dengan kebutuhan (Nugraha, et al., 2013).
Kelemahan dari AWLR salah satunya pelampung alat ukur permukaan air
harus dilindungi terhadap gelombang dan aliran dengan sumur pengamatan.
Konstruksi pembuatan sumur penenang di lapangan masih mahal (Nugraha, et al.,
2013).

2.3 Komponen Utama AWLR

Menurut Hariadi (2015), komponen utama AWLR adalah:


1. Mikrokontroler
Mikrokontroler adalah otak dari suatu sistem elektronika seperti halnya
mikroprosessor sebagai otak komputer. Mikrokontroler dilengkapi dengan
memori dan sistem input/output dalam suatu kemasan IC (Integrated Circuit).
Reni Pratiwi
G41113303

Fungsi utama mikrokontroller adalah untuk mengontrol operasi sebuah mesin


yang menggunakan program yang tetap yang disimpan dalam ROM dan tidak
berubah sepanjang umur sistem tersebut (Syahrul, 2014).
Mikrokontroller ATMega 16 adalah mikrokontroler CMOS 8-bit daya-
rendah berbasis arsitektur RISC yang ditingkatkan. Kebanyakan instruksi
dikerjakan pada satu siklus clock, ATMega16 mempunyai throughput mendekati 1
MIPS per MHz, hal ini membuat ATMega 16 dapat bekerja dengan kecepatan
tinggi walaupun dengan penggunaan daya rendah. Pada ATMega16 memori flash
sebesar 16 KB.

Gambar 12. Mikrokontroler ATMega 16


(Sumber: Hariadi, 2015)

Mikrokontroler AVR (Alf and Vegard’s Risc Processor) merupakan seri


mikrokontroler CMOS 8-bit buatan Atmel, berbasis arsitektur RISC (Reduced
Instruction Set Computer). Hampir semua instruksi dieksekusi dalam satu siklus
clock. AVR mempunyai 32 register general-purpose, timer/counter fleksibel
dengan mode compare, interrupt internal dan eksternal, serial UART,
programmable Watchdog Timer, dan mode power saving. Beberapa diantaranya
mempunyai ADC dan PWM internal. AVR juga mempunyai In-System
Programmable Flash on-chip yang mengijinkan memori program untuk
diprogram ulang dalam sistem menggunakan hubungan serial SPI.
2. Rotary Encoder
Rotary encoder adalah peralatan elektromekanik yang dapat memonitor
gerakan dan posisi. Rotary encoder umumnya menggunakan sensor optik untuk
Reni Pratiwi
G41113303

menghasilkan serial pulsa yang dapat diartikan menjadi gerakan, posisi, dan arah.
Sehingga posisi sudut suatu poros benda berputar dapat diolah menjadi informasi
berupa kode digital oleh rotary encoder untuk diteruskan oleh rangkaian kendali.
Rotary encoder tersusun dari suatu piringan tipis yang memiliki lubang-lubang
pada bagian lingkaran piringan.

Gambar 13. Desain Umum dan Gambaran Rotary Encoder


(Sumber: Hariadi, 2015)

Pada rotary encoder terdapat LED (Light-Emitting Diode) yang ditempatkan


pada salah satu sisi piringan sehingga cahaya akan menuju ke piringan. Pada sisi
yang lain suatu phototransistor diletakkan sehingga phototransistor ini dapat
mendeteksi cahaya dari LED yang berseberangan.
Apabila posisi piringan mengakibatkan cahaya dari LED dapat mencapai
phototransistor melalui lubang-lubang yang ada, maka phototransistor akan
mengalami saturasi dan akan menghasilkan suatu pulsa gelombang persegi.
Semakin banyak deretan pulsa yang dihasilkan pada satu putaran menentukan
akurasi rotary encoder tersebut.

2.3 Karakteristik Sensor

Sensor didefinisikan sebagai peralatan yang menerima stimulus dan


memberikan respon dalam bentuk sinyal listrik. Untuk mengetahui suatu sensor
dapat bekerja dengan baik yaitu dengan mengetahui hubungan antara input dan
output. Berdasarkan hubungan tersebut dapat diketahui pula karakteristik dari
sensor (Hariadi, 2015).
Reni Pratiwi
G41113303

Tabel 5. Karakteristik Statik dan Dinamik Sensor


Karakteristik Statik
Akurasi Saturasi
Presisi Repeatability
Resolusi Dead Band
Sensitivitas Span
Linearitas Drift
Kesalahan Kalibrasi Impedansi Keluaran
Histerisis Eksitasi
Keluaran Skala Penuh
Karakteristik Dinamik
Fungsi Transfer Tanggapan Impuls
Tanggapan Frekuensi Tanggapan Perubahan Masukan
Sumber: Hariadi, 2015

Repeatability adalah selisih antara dua pembacaan keluaran dalam suatu


pengukuran berulang untuk suatu nilai masukan yang sama yang didekati dari
arah yang sama dan dengan kondisi kerja yang serupa. Repeatability dilakukan
untuk waktu yang berdekatan atau berurutan dan biasanya dinyatakan dalam %
Full Scale Output. Menurut Hariadi (2015), repeatability dilakukan dengan
memperhatikan syarat-syarat berikut ini:
1. Proses pengukurannya sama
2. Pengamatnya sama
3. Instrumen (alat ukurnya) sama, dan digunakan pada kondisi yang serupa
Repeatability error disebabkan karena ketidakmampuan sensor untuk
menghasilkan nilai yang sama pada kondisi yang sama. Kesalahan ini dapat
disebabkan karena sifat material, gangguan temperatur, dan kondisi lingkungan
lainnya (Hariadi, 2015).
Sensitivitas merupakan bagian dari hubungan antara sinyal input dengan
sinyal output. Sensitivitas berkaitan dengan kepekaan suatu sensor menerima
perubahan input dan mengubahnya menjadi perubahan output. Sensitivitas
ditunjukkan dengan rasio antara perubahan output dibandingkan perubahan input.
Besarnya sensitivitas sensor dapat diketahui dengan melakukan penurunan
terhadap fungsi transfer sensor (Hariadi, 2015).
Histerisis adalah pergeseran output sensor pada kondisi sinyal input tertentu
yang dicapai dari arah yang berlawanan misalnya jika dilakukan pengukuran naik
dan turun. Histerisis didefinisikan pula sebagai selisih antara dua pembacaan
Reni Pratiwi
G41113303

keluaran dalam suatu pengukuran berulang untuk suatu nilai masukan yang sama
didekati dari arah yang berlawanan (Hariadi, 2015).
Histerisis biasanya dinyatakan dalam % FSO. Penyebab terjadinya histerisis
yaitu bentuk sifat mekanik dan sifat elektrik, magnetisasi, sifat termal, geometri
desain, gesekan, dan perubahan struktur material (Hariadi, 2015).

2.4 Koefisien Determinasi

Sesuai atau tidaknya model matematis tersebut dengan data yang digunakan
dapat ditunjukkan dengan mengetahui besarnya nilai R2 atau juga disebut sebagai
koefisien determinasi. Koefisien determinasi dalam statistika dapat
diinterpretasikan sebagai proporsi dari variasi yang ada dalam nilai y dan
dijelaskan oleh model persamaan regresi (Hariadi, 2015).
Koefisien korelasi menunjukkan ukuran kuantitatif untuk menunjukkan
“kuat”nya hubungan antara variabel tersebut diatas. Kenyataan bahwa fluktuasi
debit aliran berkorelasi dengan presipitasi atau tataguna lahan tidak selalu
mempunyai implikasi bahwa setiap perubahan pola presipitasi atau tataguna lahan
akan selalu mengakibatkan terjadinya perubahan debit aliran (Hariadi, 2015).
Koefisien determinasi (R2) adalah indikator yang digunakan untuk
menggambarkan berapa banyak variasi yang dijelaskan dalam model.
Berdasarkan nilai R2, diketahui tingkat signifikansi atau kesesuaian hubungan
antara variabel bebas dan variabel tak bebas dalam regresi linier (Sinambela, et
al., 2014).
Koefisien determinasi (coefficient of determination) menunjukkan seberapa
jauh kesalahan dalam memperkirakan besarnya y dapat direduksi dengan
menggunakan informasi yang dimiliki variabel x. Model persamaan regresi
dianggap sempurna apabila nilai R2 = 1. Sebaliknya, apabila variasi yang ada pada
nilai y tidak ada yang bisa dijelaskan oleh model persamaan regresi yang
diajukan, maka nilai R2 = 0. Dengan demikian, model persamaan regresi
dikatakan semakin baik apabila besarnya R2 mendekati 1 (Hariadi, 2015).
Reni Pratiwi
G41113303

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum pengukuran dasar AWLR dilaksanakan pada tanggal 23 April


2016 betempat di Laboratorium Mekanika Fluida dan Hidrologi Teknik, Prodi
Keteknikan Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin, Makassar.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum pengukuran dasar yaitu Automatic


Water Level Record (AWLR), meteran, ember yang terdapat skala ukur, alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam praktikum pengukuran dasar Automatic Water
Level Record (AWLR) adalah air.

3.3 Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum Pengukuran Dasar AWLR


adalah:
3.3.1 Penurunan Tinggi Muka Air
a. Menyiapkan alat dan bahan.
b. Memasang meteran atau memberikan skala tinggi pada objek pengukuran.
c. Mengaktifkan dan mengkalibrasi AWLR.
d. Melakukan pengukuran dengan melakukan pengurangan tinggi muka air
yakni 35, 30, 25, 20, 15, 10 dan 5 cm.
e. Membandingkan data pengukuran aktual dan data yang ada pada display.
f. Mencatat nilai yang tertera di LCD.
g. Mengolah data di Ms. Office Excel.
3.3.2 Penambahan Tinggi Muka Air
a. Menyiapkan alat dan bahan.
b. Memasang meteran atau memberikan skala tinggi pada objek pengukuran.
c. Mengaktifkan dan mengkalibrasi AWLR.
d. Melakukan pengukuran dengan melakukan penambahan tinggi muka air
yakni 5, 10, 15, 20, 25, 30 dan 35 cm.
Reni Pratiwi
G41113303

e. Membandingkan data pengukuran aktual dan data yang ada pada display.
f. Mencatat nilai yang tertera di LCD.
g. Mengolah data di Ms. Office Excel.
Reni Pratiwi
G41113303

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Penurunan Tinggi Muka Air


40
35 y = 1.0729x - 2.4636
Observasi Langsung (cm)

R² = 0.9996
30
25
20
15
10
5
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Pembacaan AWLR (cm)

Grafik 1. Penurunan Tinggi Muka Air

Peningkatan Tinggi Muka Air


40
y = 1.0816x - 0.3736
Observasi Langsung (cm)

35
R² = 0.9993
30
25
20
15
10
5
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Pembacaan AWLR (cm)

Grafik 2. Peningkatan Tinggi Muka Air

4.2 Pembahasan

Pengukuran dasar AWLR menggunakan sensor elektronik, rotary encoder,


dimana data muka air direkam oleh mikrokontroler. Percobaan ini memiliki dua
perlakuan, yaitu penurunan muka air dan peningkatan muka air, kemudian
membandingkan data antara pengukuran observasi langsung dengan pengukuran
Reni Pratiwi
G41113303

menggunakan AWLR dan membandingkan data yang diperoleh pada saat


penurunan dan peningkatan muka air.
Hal yang pertama kali dilakukan sebelum melakukan pengukuran, yaitu
mengalibrasi AWLR dengan cara dengan memasukkan data awal ketinggian yang
diperoleh secara manual agar pembacaan data manual sama dengan data yang
dibaca di mikrokontroler. Hal ini dimaksudkan agar akurasi data semakin baik
sehingga layak digunakan untuk pengolahan data. Sesuai pernyataan Nababan dan
Siregar (2012), bahwa sebelum digunakan di lapangan, sensor perekam data muka
air yang digunakan dalam pengukuran tinggi air secara otomatis dengan tetap
melakukan kalibrasi lapangan agar akurasi data semakin baik sehingga layak
digunakan sebagai penghitung ketinggian air di lapangan dengan melakukan
perhitungan lapangan yang sesuai dengan kebutuhan.
Pengukuran penurunan muka air dengan ketinggian awal 35 cm sedangkan
peningkatan dengan ketinggian awal 5 cm. Pengurangan air dilakukan sebanyak
enam kali dengan interval 5 cm sehingga mencapai ketinggian akhir 5 cm
sedangkan peningkatan muka air mencapai ketinggian akhir 35 cm. Setiap
penurunan atau peningkatan 5 cm, data penurunan tinggi air secara manual
dibandingkan dengan yang terekam oleh mikrokontroler.
Data menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kecil antara pengukuran
manual dengan menggunakan AWLR karena berkaitan dengan salah satu
karakteristik sensor, yaitu sensitivitas atau keakuratan bacaan sensor. Namun,
dengan kecilnya perbedaan bacaan tersebut, kinerja alat ukur AWLR dikatakan
optimal karena R2 pada saat penurunan tinggi muka air berada pada 0.9996 dan
peningkatan tinggi muka air berada pada 0,9993 (mendekati 1). R2 atau koefisien
determinasi menunjukkan kesesuaian variabel bebas (tinggi muka air) dan
variabel tak bebas (pengukuran manual dan AWLR). Jika nilai R2 semakin
mendekati 1, semakin sesuai hubungan antar variabel. Sesuai dengan pernyataan
Sinambela, et al., (2014), bahwa R2 adalah indikator yang digunakan untuk
kesesuaian hubungan antara variabel bebas dan variabel tak bebas dalam regresi
linier. Model persamaan regresi dikatakan semakin baik apabila besarnya R2
mendekati 1.
Reni Pratiwi
G41113303

Adanya perbedaan antara nilai regresi penurunan dengan peningkatan muka


air. R2 untuk penurunan tinggi muka air adalah 0.9996 sedangkan R2 peningkatan
tinggi muka air adalah 0.9993. Perbedaan nilai regresi tersebut berkaitan dengan
ketelitian praktikan dalam proses mengurangi atau menambahkan air, yaitu ada
yang sesuai dengan 5 cm dan ada pula lebih atau kurang 5 cm. Hal ini akan
berpengaruh pada karakteristik sensor yaitu repeatability. Repeatability adalah
selisih antara dua pembacaan keluaran dalam suatu pengukuran berulang untuk
proses pengukurannya sama, pengamatnya sama, instrumen (alat ukurnya) sama,
dan digunakan pada kondisi yang serupa. Pada saat pengukuran, baik penurunan
maupun peningkatan tinggi muka air, menggunakan interval tinggi yang sama
(yaitu 5 cm), instrument dan pengamat yang sama, dan proses pengukuran yang
sama (mengukur ketinggian air). Repeatability error disebabkan karena
ketidakmampuan sensor untuk menghasilkan nilai yang sama pada kondisi yang
sama. Kesalahan ini dapat disebabkan karena sifat material, seperti ketelitian
praktikan dalam proses mengurangi dan menambahkan air. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Hariadi (2015), bahwa repeatability error disebabkan karena sifat
material, gangguan temperatur, atau kondisi lingkungan lainnya.
Walaupun ada perbedaan penurunan dan peningkatan tinggi muka air, alat
ukur AWLR bekerja secara optimal karena nilai R2 berada pada 0.9996 dan
0.9993 (mendekati satu). Hal ini menunjukkan AWLR layak digunakan sebagai
alat ukur ketinggian air.
Reni Pratiwi
G41113303

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum ini adalah:


1. Pengukuran tinggi muka AWLR menggunakan sensor elektronik dimana data
muka air direkam oleh mikrokontroler.
2. R2 atau koefisien determinasi menunjukkan kesesuaian variabel bebas (tinggi
muka air) dan variabel tak bebas (pengukuran manual dan AWLR). Jika nilai
R2 semakin mendekati 1, semakin sesuai hubungan antar variabel.
3. Meskipun terdapat perbedaan, kinerja alat ukur AWLR dikatakan optimal
karena R2 pada saat penurunan tinggi muka air berada pada 0.9996 dan
peningkatan tinggi muka air berada pada 0,9993. R2, baik penurunan maupun
peningkatan mendekati 1.
4. AWLR layak digunakan sebagai alat ukur tinggi muka air karena R2
mendekati 1.

5.2 Saran

Proses kalibrasi alat dengan tepat dibutuhkan agar memperoleh data tinggi
muka air yang akurat. Selain itu, proses penambahan dan pengurangan air
memerlukan ketelitian agar diperoleh data ketinggian yang legih akurat.
Reni Pratiwi
G41113303

DAFTAR PUSTAKA

Hariadi, 2015. Karakterisasi Alat Ukur Tinggi Muka Air Otomatis Tipe Rotary
Encoder. Universitas Hasanuddin: Makassar.

Nababan, O. S. & Siregar, P. M., 2012. Otomasi Pengukuran Debit Sungai


dengan Mikrokontroller Arduino. ITB: Bandung.

Nugraha, A. P., Febby, R., A, B. Z. & Utami, R. T., 2013. Tugas Konservasi
Tanah dan Air. UGM: Yogyakarta.

Prasetyo, Eko. 2011. Info Agroklimat dan Hidrologi Volume 6 Nomor 6:


Automatic Water Level Recorder. Balai Penelitian Agroklimat dan
Hidroklimat: Bogor.

Sinambela, S. D., Ariswoyo, S. & Sitepu, H. R., 2014. Menentukan Koefisien


Determinasi antara Estimasi M dengan Type Welsch dengan Leats Trimmed
Square dalam Data yang Mempunyai Pencilan. Saintia Matematika, II(3),
pp. 225-235.

Sularto, E., 2006. Hubungan Pendugaan Lahan dan Kejadian Banjor pada DAS
Ciliwung Hulu, Katulampa Menggunakan Model Answers.
IPB: Bogor.

Triesnawati, H., 2006. AWLR (Automatic WaterLevel Recording) Basis


Kalkulator Printing. IPB: Bogor.
Reni Pratiwi
G41113303

LAMPIRAN

A. Tabel Pengamatan

1. Penurunan Tinggi Muka Air

Tabel 6. Penurunan Tinggi Muka Air


Pembacaan Alat Observasi Langsung
35.01 35
30.28 30
25.63 25
20.75 20
15.96 15
11.96 10
6.97 5
Sumber : Data primer sebelum diolah, 2016.

2. Peningkatan Tinggi Muka Air

Tabel 7. Peningkatan Tinggi Muka Air


Pembacaan Alat Observasi Langsung
5.01 5
9.54 10
13.96 15
18.95 20
23.67 25
28.44 30
32.29 35
Sumber : Data primer sebelum diolah, 2016.

B. Dokumentasi

Jepit Buaya
Aki Kering

Jepit Buaya

Gambar 15. Aki Kering


Reni Pratiwi
G41113303

Mikrokontroler

Display

Gambar 14. Mikrokontroler dan Display

Meteran

Pelampung

Ember

Gambar 16. Ember dan Pelampung

Rotatry Pulley
Encoder

Meteran

Gambar 17. Rotary Encoder dan Pulley


Reni Pratiwi
G41113303

Gambar 18. Proses Penurunan Tinggi Muka Air

Anda mungkin juga menyukai