Anda di halaman 1dari 24

Referensi essay background, analys, solutions, tema kurang meratanya pemabangunan indonesia

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat menyatakan


Indonesia pada dasarnya sangat beruntung menjadi salah satu negara yang memiliki jumlah
penduduk terbesar di dunia sekitar 22,5 juta penduduk. Pasalnya, hal tersebut dapat
mendongkrak perekonomian nasional.

Namun sayangnya, menurut Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto
sekitar 57,5 persen masyarakatnya tinggal di wilayah Pulau Jawa. Hal inilah yang membuat
pembangunan di Indonesia menjadi tidak merata.

"Ini sangat tidak baik. Akhirnya mempengaruhi iklim investasi yang selama ini terbukti
hanya terpusat di Jawa saja. Hal ini tak baik untuk investasi. Tak heran jika selama ini ada
Gap antara Pulau Jawa dengan pulau lainnya," kata Arie dalam diskusi di Hotel Pullman,
Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2017).

Menurut Arie, gap antara wilayah Indonesia bagian Barat dan Timur juga begitu luas. Hal ini
menyebabkan biaya logistik menjadi sangat mahal. Infrastruktur yang dibangun pemerintah
di daerah-daerah di Indonesia selama ini belum mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi
di Tanah Air.

"Akhirnya menimbulkan beberapa kerugian, mulai dari investasi yang tidak merata, biaya
logistik hal ini merugikan, padahal Indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang
melimpah tapi belum dimanfaatkan dengan baik," katanya.

Hal inilah yang membuat pemerintahan Presiden Joko Widodo mengubah pola pembangunan
dengan membangun infrastruktur di luar Pulau Jawa untuk mengurangi kesenjangan yang
terjadi selama ini.

"Dengan begitu, pembangunan dan perekonomian dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat di
Indonesia. Ini yang menjadi konsen kami dalam beberapa tahun ke depan," ungkapnya.

Anda pasti bisa membayangkan apa jadinya jika anda tinggal di suatu pelosok di negeri ini
tanpa adanya listrik, jalan beraspal, jembatan yang kokoh dan aman, bahkan tanpa adanya
sarana air minum yang sehat, bersih dan juga higienis. Masih banyak hal-hal lainnya yang
sebetulnya masih terjadi di beberapa wilayah di negeri ini. Ya, jangan heran jika di beberapa
pelosok di tanah air masih saja belum teraliri listrik. Jangan berpikir jauh di kawasan luar
Jawa karena di pelosok di dalam pulau Jawa juga masih ada area yang belum terjangkau oleh
listrik. Padahal tentu saja bagi anda yang tinggal di kota atau setidaknya tidak di kawasan
pelosok dengan mudahnya mengakses internet, menonton TV, dan melakukan kegiatan lain
secara mudah dan cepat dengan bantuan tenaga listrik.

Masih adanya wilayah yang belum memiliki fasilitas infrastruktur yang baik di Indonesia
memang bukan hal yang baru lagi. Kita semua tahu akan hal itu. Tentu saja, pembangunan
dan pengembangan infrastruktur di Indonesia memang bisa dibilang tidak cepat atau
cenderung lambat. Hal ini juga mengakibatkan tidak meratanya pembangunan infrastruktur
tersebut. Ada banyak hal yang menjadi hambatan, misalnya saja sumber daya manusia yang
tidak sesuai, pendanaan atau finansial, dan masih banyak lagi yang lainnya. Namun,
perlahan-lahan sistem dan kebijakan sudah mulai dibenahi dengan mencari solusi dari setiap
hambatan yang ada dalam pembangunan dan pemerataan infrastruktur di Indonesia.
Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi kendala-kendala tersebut ialah dengan terfokus
pada program public private partnership di Indonesia untuk pembangunan infrastruktur di
Indonesia. Jadi, pihak swasta bisa memperoleh akses untuk turut dalam usaha pembangunan
dan pengembangan infrastruktur di Indonesia. Jadi, pihak perusahaan Negara juga akan
membantu dalam hal pembiayaan namun tentu saja, harus sesuai dengan kebijakan yang
berlaku. Hal itu juga berlaku bagi sektor-sektor infrastruktur pokok, seperti telekomunikasi,
irigasi, transportasi, jembatan, air minum, pengelolaan limbah, dan masih banyak lagi yang
lainnya. Termasuk juga salah satunya serpeti yang sudah kita bahas sebelumnya, yakni
mengenai kelistrikan yang juga merupakan salah satu sektor pokok infrastruktur.

INFRASTRUKTUR-Sejumlah masalah dan tantangan masih menjadi penghambat


pembangunan infrastruktur di Indonesia. Meskipun dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 sudah ditetapkan arahan prioritas kebijakan
pembangunan infrastruktur guna menjawab sejumlah permasalahan yang ada.

Menurut RPJMN tersebut, prioritas yang harus dibangun adalah kondisi jalan yang tidak
memadai, terbatasnya pembangunan jalur kereta api, kinerja pelabuhan yang tidak berdaya
saing, rendahnya rasio ketenagalistrikan dan terbatasnya kapasitas sumber air.

Dalam agenda Infrastructure Oulook Indonesia 2016 dengan tema Evaluasi Pembangunan
Infrastruktur dan Prospek di 2016/2017, Rabu (11/2) kemarin, dinyatakan bahwa ada 5 (lima)
permasalahan utama pembangunan infrastruktur di Indonesia. Hambatan tersebut meliputi :

1. Kurangnya koordinasi terkait pendistribusian kewenangan dan pengambil keputusan


2. Ketidaksesuaian perencanaan pendanaan dengan kebutuhan implementasi
3. Sulitnya proses pengaduan dan pembebasan lahan
4. Kurang memadainya kapasitas Kementerian/Lembaga dan/atau Penanggung jawab
Proyek dalam penyediaan infrastruktur terutama yang dilaksanakandengan skema
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU)
5. Lambatnya proses penyusunan peraturan dan keberadaan peraturan yang tumpang
tindih sehingga menghambat investasi

“Dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu
prioritas utama. Belajar dari pengalaman selama ini, berbagai langkah terobosan untuk
mempercepat implementasinya sangat diperlukan, bahkan merupakan prasyarat mutlaknya,”
jelas Menteri Perekonomian Darmin Nasution pada Infrastructure Oulook Indonesia 2016
itu.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 4,73 persen per September 2015 masih jauh dari
harapan, terutama karena Indonesia membutuhkan pertumbuhan minimal 7 persen agar dapat
menjadi negara maju pada tahun 2025. Dengan menganut semangat percepatan, pemerintah
Indonesia telah melakukan sejumlah upaya dalam rangka mendorong investasi untuk
beragam sektor terkait infrastruktur. Perbaikan dalam regulasi, fiskal, dan kelembagaan telah
dilakukan guna mendorong pencapaian milestones proyek prioritas.

Penyediaan infrastruktur di Indonesia berjalan lambat karena adanya kendala di berbagai


tahapan proyek, mulai dari penyiapan sampai implementasi. Secara keseluruhan, lemahnya
koordinasi antar pemangku kepentingan seringkali mengakibatkan mundurnya pengambilan
keputusan. Pada tahap penyiapan, terdapat masalah akibat lemahnya kualitas penyiapan
proyek dan keterbatasan alokasi pendanaan. Selanjutnya, proyek sering terkendala masalah
pengadaan lahan yang berakibat pada tertundanya pencapaian financial close untuk proyek
KPBU. Selain itu, dari sisi pendanaan sering muncul masalah terkait tidak tersedianya
dukungan fiskal dari Pemerintah akibat ketidaksesuaian atau ketidaksepakatan atas
pembagian risiko antara Pemerintah dan Badan Usaha. Selain dukungan fiskal, keterbatasan
jaminan Pemerintah yang dapat diberikan pada proyek infrastruktur juga menurunkan minat
investasi di Indonesia.

Guna menanggulangi hambatan-hambatan tersebut, Pemerintah telah mengambil langkah-


langkah perbaikan dari sisi regulasi, fiskal dan kelembagaan. Pada tahun 2014 Pemerintah
telah membentuk Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) untuk
memimpin koordinasi percepatan infrastruktur prioritas dan mendorong peningkatan kualitas
penyiapan proyek melalui Panduan OBC. Langkah perbaikan ditunjang dengan
berkembangnya kapasitas Kementerian PPN / Bappenas dalam memberikan fasilitas
penyiapan proyek, serta dilanjutkan oleh PPP Unit di Kementerian Keuangan dengan
memberikan Project Development Fund (PDF) dan Transaction Advisory untuk proyek
KPBU, sehingga diharapkan agar investor tertarik untuk mendanai proyek.

Di luar hal di atas, untuk menangani kendala pengadaan tanah, telah diterbitkan Undang-
Undang No. 2 tahun 2012 untuk percepatan proses pengadaan tanah untuk kepentingan
umum. Peraturan tersebut dilengkapi dengan peraturan turunan yang telah direvisi sesuai
kebutuhan.

Mengingat dukungan Pemerintah sangat penting untuk menarik investasi Badan Usaha,
Pemerintah telah menerbitkan peraturan terkait pemberian VGF dan pembayaran
ketersediaan layanan /availability payment. Untuk melengkapi dukungan Pemerintah
tersebut, pemberian penjaminan Pemerintah telah diperluas sehingga dapat diberikan kepada
BUMN yang mendapatkan penugasan pembangunan infrastruktur.
Perkembangan dukungan untuk infrastruktur di Indonesia.

Di tahun 2015, Pemerintah telah giat menyusun dan menerbitkan Paket Kebijakan Ekonomi
yang mencakup perbaikan kebijakan dan peraturan untuk mendorong perekonomian
Indonesia, termasuk di dalamnya perumusan Peraturan Presiden tentang Proyek Strategis
Nasional dan Peraturan Presiden tentang Pengembangan dan Pembangunan Kilang Minyak di
Dalam Negeri. Dalam sisi kebijakan fiskal, Pemerintah telah menyediakan fasilitas direct
lending ke BUMN dan fasilitas availability payment dari APBN yang diharapkan dapat
meningkatkan kelayakan proyek. Selain itu, perbaikan di sisi kelembagaan dapat dilihat
dengan adanya peleburan antara PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) dengan Pusat
Investasi Pemerintah disertai dengan pengembangan mandat PT Penjaminan Infrastruktur
Indonesia (PT PII)

Meskipun upaya-upaya Pemerintah tersebut telah memberikan dampak positif untuk


penyediaan infrastruktur dan menarik investasi Badan Usaha, perlu disadari bahwa perbaikan
lebih lanjut dari sisi regulasi, fiskal, dan kelembagaan masih sangat dibutuhkan.
A. Perkembangan Perbaikan Regulasi
untuk Mendukung Proyek Infrastruktur
Berikut merupakan ringkasan dari upaya–upaya perbaikan regulasi yang telah dilakukan oleh
Pemerintah Indonesia selama tahun 2015 dalam rangka menciptakan iklim percepatan
penyediaan infrastruktur di Indonesia:

Peraturan yang masih tahap finalisasi:

 Revisi Perpres No. 75/2014


 Perpres tentang Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan
Paket Kebijakan Ekonomi
Pemerintah telah mengeluarkan 8 paket kebijakan ekonomi sejak 9 September 2015 hingga
21 Desember 2015 lalu. Kedelapan paket ekonomi ini bertujuan untuk mengatur kembali
regulasi Indonesia yang menghambat pertumbuhan ekonomi (deregulasi), mengatur kembali
birokrasi Indonesia, dan memberikan inisiatif kemudahan sehingga iklim investasi dan
perekonomian di Indonesia menjadi kondusif dan menguat.

Penjelasan tentang setiap Paket Kebijakan Ekonomi dan dampak positif yang diharapkan
adalah sebagai berikut :

Paket Kebijakan Ekonomi I


Deregulasi 165 peraturan, mempercepat birokrasi perizinan terkait pengadaan lahan dan izin
lainnya untuk proyek infrastruktur, memperkuat kepastian hukum untuk kepemilikan lahan,
serta memperjelas tata cara dan kelengkapan dokumen yang dibutuhkan dalam prosedur
perizinan.

Paket Kebijakan Ekonomi II


Mempermudah layanan dalam pemberian izin investasi di kawasan industri, memangkas
durasi untuk mengurus tax allowance dan tax holiday dan menghapus pungutan PPN untuk
alat transportasi. .

Paket Kebijakan Ekonomi III


Menurunkan harga BBM, gas dan tarif dasar listrik bagi industri dan menyederhanakan izin
pertanahan untuk kepentingan investasi.

Paket Kebijakan Ekonomi IV


Memperbaiki sistem ketenagakerjaan serta sistem pendapatan yang meningkat setiap
tahunnya dan memberikan kebijakan terhadap Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang lebih luas
dan terjangkau.

Paket Kebijakan Ekonomi V


Memberikan insentif berupa keringanan pajak dan revaluasi aset perusahaan dan BUMN
serta individu untuk membuat sistem ekonomi dan investasi yang lebih transparan dan
efisien.

Paket Kebijakan Ekonomi VI


Memberikan insentif berupa kemudahan investasi daerah KEK, regulasi sumber daya air dan
proses perizinan yang cepat (paperless).

Paket Kebijakan Ekonomi VII


Memberikan keringanan pada industri padat karya, di mana PPh 21 menjadi tanggungan
perusahaan.

Paket Kebijakan Ekonomi VIII


Kebijakan satu peta, mempercepat pembangunan kilang minyak dalam negeri dan
memberikan insentif bagi perusahaan jasa pemeliharaan.
Peraturan Presiden Tentang Proyek
Strategis Nasional (PSN)
Meskipun pemerintah di tingkat pusat telah mengeluarkan kebijakan yang positif tentang
infrastruktur, pelaksanaannya seringkali terhambat oleh kendala di lapangan. Mengingat
penyediaan infrastruktur perlu dilakukan tepat waktu dibutuhkan pemberian fasilitas
tambahan dalam rangka mempercepat pembangunan proyek yang dianggap memiliki
kepentingan strategis nasional. Fasilitas yang diberikan adalah keistimewaan dalam perizinan
dan non-perizinan, pengadaan pemerintah, pengadaan tanah, kandungan lokal,
debottlenecking, tata ruang, dan jaminan pemerintah. Peraturan Presiden ini melampirkan
daftar proyek yang dapat menerima fasilitas dan keistimewaan sebagaimana diatur dalam
batang tubuh peraturan. KPPIP berperan dalam memilih proyek strategis nasional yang
dilakukan dengan berkonsultasi dengan kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang
menjadi penanggung jawab proyek. Daftar tersebut terdiri dari 225 proyek dan 1 program
ketenagalistrikan.

Peraturan Presiden No. 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis
Nasional dan Instruksi Presiden No. 6 tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis
Nasional telah diterbitkan pada bulan Januari 2016.

Revisi Peraturan Presiden Tentang


Penugasan Hutama Karya untuk
Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 117 Tahun 2015 yang merupakan revisi dari Peraturan
Presiden No. 100 Tahun 2014, terdapat 24 ruas jalan tol dari Bakauheni hingga Banda Aceh
yang akan diadakan dalam rangka mempercepat pembangunan jalan tol di Sumatera.
Pembangunan tahap pertama diprioritaskan terhadap 8 ruas jalan tol, yang meliputi 4 ruas
yang diatur pada Peraturan Presiden No. 100 Tahun 2014, yaitu ruas Jalan Tol Medan –
Binjai, Palembang – Simpang Indralaya, Pekanbaru – Dumai, dan Bakauheni – Terbanggi
Besar, dan 4 ruas jalan tol tambahan, yaitu ruas Terbanggi Besar – Pematang Panggang,
Pematang Panggang – Kayu Agung, Palembang – Tanjung Api-api,
dan Kisaran – Tebing Tinggi. Prioritas pengusahaan tahap berikutnya ditetapkan oleh Menteri
PUPR berdasarkan hasil evaluasi.

Pemerintah menugaskan pengusahaan jalan tol Trans Sumatera yang disebutkan sebelumnya
kepada PT Hutama Karya (Persero) dimana penugasan mencakup pelaksanaan pendanaan,
perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian, dan pemeliharaan, dengan masa
konsesi selama 40 tahun. Dalam pelaksanaannya, pengoperasian dan pemeliharaan ruas jalan
tol ini dilakukan paling lambat pada akhir tahun 2019.

Peraturan Presiden Tentang No.146 Tahun


2015 Tentang Pelaksanaan Pembangunan
dan Pengembangan Kilang Minyak di
Dalam Negeri
Sebagai bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi VIII dan dalam rangka mendukung proyek
prioritas KPPIP, yaitu pembangunan kilang minyak dalam negeri, maka telah dikeluarkan
Peraturan Presiden No. 146 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan
Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri.

Peraturan ini menjadi panduan pelaksanaan dan upaya percepatan yang dapat dilakukan jika
proyek kilang minyak akan dilakukan oleh Pemerintah dengan skema KPBU atau penugasan,
dan Badan Usaha. Selain itu, Peraturan Presiden juga memberikan ruang kepada PT
Pertamina untuk menjadi PJPK apabila proyek menggunakan skema KPBU. Selanjutnya,
Peraturan Presiden juga mengatur tentang insentif yang dapat diberikan oleh Pemerintah
Indonesia dan pihak yang bertindak sebagai pembeli bahan bakar (offtaker).

Peraturan Kepala LKKP No. 19 Tahun


2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pengadaan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur
Peraturan Presiden No. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur membutuhkan beberapa peraturan turunan untuk mendukung
implementasi KPBU di Indonesia, yaitu peraturan terkait pembayaran ketersediaan layanan
(availability payment) dan pengadaan badan usaha pelaksana.

Sebagai tindak lanjut, telah diterbitkan Peraturan Kepala LKPP No. 19 tahun 2015 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur pada
September 2015 yang mengatur pengadaan Badan Usaha penyiapan dan Badan Usaha
pelaksana proyek KPBU.

Dalam pengadaan badan usaha pelaksana, pengadaan bertujuan untuk memilih badan usaha
yang akan menjadi mitra kerjasama bagi PJPK untuk melaksanakan proyek KPBU. Untuk
pemilihannya, dapat dilakukan metode lelang dengan prakualifikasi atau penunjukan
langsung. Penunjukan langsung dapat dilakukan dengan persyaratan tertentu. Dengan adanya
penunjukan langsung diharapkan kegagalan lelang dapat dimitigasi dan proses pengadaan
dapat dipercepat.

Dalam pengadaan badan usaha penyiapan, pengadaan bertujuan untuk memilih badan usaha
atau lembaga/institusi/organisasi nasional atau internasional yang dipilih melalui kesepakatan
atau seleksi untuk melakukan pendampingan, penyiapan, atau transaksi KPBU.
Dukungan Yang Diberikan KPPIP untuk
Penyusunan dan Revisi Peraturan
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014, KPPIP memiliki mandat untuk
melakukan pendampingan, memfasilitasi, mengoordinasikan, memberikan rekomendasi
perubahan dan/atau penerbitan baru peraturan perundang-undangan dengan tujuan untuk
percepatan penyediaan infrastruktur, termasuk menyelesaikan hambatan yang timbul dalam
pelaksanaannya. Sesuai dengan mandat yang diberikan, beberapa kegiatan dilakukan oleh
KPPIP untuk menyusun dan merevisi peraturan perundang – undangan yang berkaitan
dengan penyediaan infrastruktur.

No. Regulasi Deskripsi


 Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014 telah
menetapkan keanggotaan KPPIP. Dalam
perkembangannya terdapat intansi lain yang perlu
diikutsertakan dalam KPPIP, yaitu Menteri
Perubahan Peraturan Koordinator Bidang Kemaritiman dan Menteri
Presiden No.75 Tahun 2014 Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
1. tentang Percepatan  Selain itu juga diperlukan penguatan operasional
Penyediaan Infrastruktur KPPIP dalam hal pengadaan barang dan jasa,
Prioritas terutama untuk pembentukan panel konsultan.
 Untuk mengakomodasi upaya percepatan
penyediaan infrastruktur prioritas, Perpres No.
75/2014 perlu direvisi.

Meskipun UU No. 2 Tahun 2012 telah diterbitkan,


pengadaan tanah tetap merupakan masalah terbesar yang
memperlambat proyek infrastruktur. Kendala – Kendala
yang teridenti kasi antara lain :

(1) Kesenjangan informasi antara Penanggung Jawab


Proyek dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang terkait
Keputusan Ketua KPPIP
lokasi dan rencana pengadaan tanah;
untuk membentuk Tim
2. (2) Kurangnya koordinasi antar pemangku kepentingan jika
Kerja (Timja) Percepatan
terdapat kendala dalam pengadaan tanah; dan (3) Tidak
Pengadaan Tanah
adanya pemantauan dan sinkronisasi pengalihan lahan
pemerintah/BUMN/BUMD untuk kepentingan umum.

Oleh karena itu, KPPIP bermaksud membentuk Timja


Percepatan Pengadaan Tanah untuk menyelesaikan kendala-
kendala di atas serta memberikan peningkatan kapasitas
yang dibutuhkan untuk percepatan.
Pemerintah berencana untuk membangun 35.000 MW
Penerbitan Peraturan
pembangkit listrik sampai dengan 2019. Seluruh proyek di
Presiden tentang Percepatan
3 dalam RUPTL, termasuk proyek yang dikembangkan oleh
Pembangunan Infrastruktur
PT PLN sendiri maupun proyek yang dikerjasamakan
Ketenagalistrikan
dengan swasta, tercakup dalam Peraturan Presiden ini.
B. Perkembangan Kebijakan Fiskal
Pembayaran Ketersediaan Layanan
(Availability Payment)
Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 tentang KPBU memberikan landasan hukum atas
pembayaran ketersediaan layanan (availability payment). Availability payment adalah
pembayaran secara berkala oleh PJPK kepada badan usaha atas tersedianya layanan
infrastruktur yang sesuai dengan kualitas dan kriteria yang telah ditentukan dalam kontrak
KPBU. Availability payment diharapkan dapat meningkatkan kelayakan proyek untuk
menarik minat investor.

Pada bulan Oktober 2015, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri
Keuangan No. 190/PMK.08/2015 untuk mengatur mekanisme pembayaran availability
payment yang bersumber dari APBN. Selanjutnya akan disusun Peraturan Menteri Dalam
Negeri untuk mengatur mekanisme pembayaran availability payment dari dana APBD.

Jaminan Pemerintah untuk Pinjaman


Langsung (Direct Lending)
Sebelumnya, penjaminan proyek masih berfokus kepada skema KPBU atau APBN/APBD
saja. Akan tetapi, pemerintah telah mengembangkan penjaminan untuk proyek yang
menerima pinjaman langsung dari lembaga keuangan internasional sebagaimana telah diatur
dalam Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2015.

Dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan No. 189/PMK.08/2015, maka cakupan proyek
yang dapat menerima jaminan pun diperluas dengan mengikutsertakan proyek yang
ditugaskan kepada BUMN melalui Peraturan Presiden atau kepemilikannya 100% milik
pemerintah.

Dana Penyiapan Project (Project


Development Fund)
Saat ini, implementasi skema pendanaan KPBU masih terbatas karena belum siapnya
keahlian dan pendanaan khusus untuk penyiapan proyek yang berkualitas sebagaimana
dibutuhkan untuk kesuksesan proyek KPBU. Mengingat pentingnya skema KPBU untuk
meningkatkan investasi swasta dalam pembangunan infrastruktur, Kementerian Keuangan
telah membentuk Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan
Infrastruktur (PPP Unit) untuk memberikan bantuan teknis dan pendanaan sebagaimana telah
dimandatkan dalam Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014. Fasilitas ini dibiayai melalui
Dana Penyiapan Proyek yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
265/PMK.08/2015.
C. Perkembangan Terkait Kelembagaan
Penambahan Modal Kepada PT Sarana
Multi Infrastruktur (PT SMI)
Pada Desember 2015, Kementerian Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan No.
232/PMK.06/2015 tentang Pelaksanaan Pengalihan Investasi Pemerintah dalam Pusat
Investasi Pemerintah menjadi Penyertaan Modal Negara (PMN) pada Perusahaan Perseroan
Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) yang menjadi dasar penambahan modal PT SMI sebesar
Rp 18,4 Triliun. Sebelum penambahan modal tersebut, penyertaan modal Pemerintah di PT
SMI hanya terbatas pada Rp 2 Triliun.

Bersama dengan PMN tersebut, PT SMI telah mengembangkan perannya menjadi pusat
pembiayaan infrastruktur di Indonesia dengan kapasitas untuk memberikan pendanaan
kepada BUMN, BUMD, dan Pemerintah Daerah dalam pengembangan infrastruktur.

Pengembangan Fasilitas PT Penjaminan


Infrastruktur Indonesia (PT PII)
Pemberian penjaminan Pemerintah merupakan salah satu faktor penting untuk menarik
investasi pada proyek. Akan tetapi, penjaminan selama ini hanya dapat diberikan pada proyek
dengan skema KPBU.
Melalui penerbitan Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2015 tentang Jaminan Pemerintah Pusat
atas Pembiayaan Infrastruktur Melalui Pinjaman Langsung dari Lembaga Keuangan
Internasional kepada BUMN, maka cakupan proyek yang dapat memperoleh jaminan pun
diperluas. Penjaminan ini dapat diberikan kepada BUMN dimana modal atau kepemilikan
saham seluruhnya dimiliki oleh Pemerintah. Pemberian jaminan juga diberikan kepada
BUMN yang telah diberikan penugasan melalui Peraturan Presiden. Oleh karena itu, jumlah
proyek yang dapat diberikan penjaminan oleh PT PII pun dapat bertambah.

Dengan adanya perbaikan dan inisiatif baru yang dilakukan Pemerintah dalam kebijakan
regulasi, skal, dan kelembagaan, diharapkan agar kendala yang dihadapi dalam penyediaan
infrastruktur dapat diatasi sehingga keputusan percepatan yang dilakukan di tingkat
pemerintah pusat dan daerah dapat segera terlaksana.

Dalam era globalisasi saat ini, di tengah perjuangan semua negara untuk meningkatkan taraf
kehidupan bangsanya, Indonesia relatif tertinggal dan sulit untuk bersaing. Padahal Indonesia
memiliki modal untuk unggul dalam persaingan gobal karena Indonesia memiliki sumber daya alam
yang melimpah, disamping sumber daya manusia yang handal. Keunggulan ini tidak membuat
Indonesia menjadi lebih baik, nyatanya banyak persoalan yang ada dan membuat bangsa Indonesia
semakin jauh tertinggal. Hal ini salah satunya disebabkan tidak adanya infrastruktur yang merata,
cukup dan berkualitas.
Menyadari hal ini PT. Intraco Penta, melalui INTA Institute berupaya berperan serta
membuka wawasan masyarakat khususnya profesional di industri infrastruktur dan yang
terkait untuk memiliki pemahaman mengenai besarnya peluang di industri ini sekaligus apa
yang menjadi tantangan-tantangannya melalui Seminar yang bertajuk Peluang dan Tantangan
Industri Manufaktur. Seminar ini berlangsung pada Rabu, 13 April 2016 dengan mengambil
tempat di Auditorium INTA, Gedung D, kantor pusat Intraco Penta Group, Cakung Jakarta
Utara. Sebagai narasumber adalah Frans S. Sunito, Managing Director PT. Pembangunan
Jaya Infrastruktur yang memiliki banyak pengalaman di berbagai perusahaan konstruksi
terkemuka di Indonesia.

Seminar dimulai pada pukul 13.30 dengan didahului oleh pembacaan doa oleh Andi Hanif
Mursid, sebagai General Manager Learning and Development PT. Intraco Penta, Tbk. dan
dilanjutkan dengan sambutan dari Fred Manibog, yang mewakili manajemen PT. Intraco
Penta, Tbk.

Frans S. Sunito memulai pemaparannya menyampaikan bagaimana tertinggalnya


infrastruktur Indonesia, dimana Indonesia menduduki peringkat 92 dari 110 negara dalam hal
kualitas infrastruktur (The Global Competitiveness Report 2012). Hal ini salah satunya
disebabkan infrastruktur Indonesia dibangun untuk mengejar ketertinggalan bukan
mengantisipasi pertumbuhan. Hal ini nyata terlihat saat dilakukan perencanaan
pembangunan, setelah pengerjaan proyek pembangunan itu selesai beberapa tahun ke depan,
ternyata kebutuhan yang ada pada saat itu masih melebihi kemampuan infrastruktur yang
telah dibangun. Ketidakmampuan mengimbangi kebutuhan infrastruktur ini menyebabkan
biaya logistik di Indonesia termasuk yang termahal di dunia. Biaya logistik Indonesia
menghabiskan 27% dari GDP Indonesia, jauh lebih tinggi dari negara-negara di Asia
Tenggara, apalagi kalau dibandingkan dengan negara-negara maju.

Hal yang juga sangat mengagetkan peserta seminar ini adalah fakta yang disampaikan oleh
Frans mengenai sangat sedikitnya jumlah perusahaan infrastruktur di Indonesia yang
berkategori perusahaan besar (mampu menangani proyek-proyek infrastruktur di atas 1
trilyun rupiah), Indonesia hanya memiliki 7 perusahaan yang mayoritas adalah BUMN. Hal
ini tidak mengherankan jika belakangan ini banyak perusahaan infrastruktur dari berbagai
negara masuk dan menggarap berbagai proyek-proyek infrastruktur. Menurut Frans, ada 4 isu
besar yang dihadapi industri infrastruktur Indonesia, yaitu ruang fiskal yang terbatas,
paradigma yang keliru mengenai peran swasta, masalah pembebasan lahan serta kapasitas
dan kualitas pengelola dari industri pendukung. Ruang fiskal yang terbatas semestinya bisa
disiasati dengan melibatkan swasta dengan skema pembiayaan dan pembayaran yang
menguntungkan. Pihak badan usaha baik BUMN khususnya swasta yang motivasinya adalah
keuntungan bisnis tentunya harus difasilitasi sehingga mau berpartisipasi dalam proyek-
proyek infrastruktur, terutama proyek-proyek infrastruktur yang tidak memberikan
keuntungan bisnis dengan cara pemerintah yang memiliki dana menjadi penyandang dana.
Ada 2 skema pembiayaan dan pembayaran yang dapat dilakukan pemerintah yaitu skema
pembiayaan oleh swasta yang dibayar oleh pemerintah berdasarkan tingkat pemanfaatan yang
diberikan proyek tersebut. Hal ini bisa dilakukan di proyek-proyek yang tidak memiliki
kelayakan bisnis namun diperlukan masyarakat sehingga tidak bisa diharapkan pengembalian
modal dari masyarakat penggunanya. Skema kedua lebih cocok digunakan di proyek-proyek
yang mengharapkan masyarakat pengguna melakukan pembayaran untuk pengembalian
modalnya, seperti di jalan-jalan tol di Jabodetabek.
Disamping faktor pembiayaan dan pembayaran, tantangan-tantangan yang ada dalam industri
infrastruktur juga datang dari internal pemerintah dan pelaku bisnisnya, dimana pemerintah
belum sepenuhnya memahami konsep kelayakan finansial proyek infrastruktur dan pada saat
yang sama masih ada badan usaha yang mau berinvestasi dalam proyek infrastruktur tanpa
mempertimbangkan aspek kelayakan finansial. Hal ini disebabkan euforia yang berlebihan di
awal proyek-proyek infrastruktur. Masih sering terjadi pemerintah maupun badan usaha tidak
memperhitungkan resiko finansial di kemudian hari.

Tidak lupa Frans juga memamparkan berbagai prospek proyek-proyek infrastruktur di


Indonesia pada saat ini dengan memaparkan kelebihan dan kekurangannya.

Di akhir pemaparan seminar, peserta diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan-


pertanyaan. Satu demi satu peserta mengajukan pertanyaan dengan antusias, bahkan
terkadang beberapa kali terkesan berebut untuk bertanya.

Seminar diakhiri dengan ucapan terima kasih yang disampaikan oleh Fred Manibog mewakili
manajemen dan penyerahan kenang-kenangan kepada narasumber.

Sepatah kata tadi mungkin tepat menggambarkan suasana hiruk pikuk


foto diatas. Tampak jelas para penumpang berjubel menunggu
kedatangan Commuter Line arah Bogor. Keadaan "memprihatinkan" di
sudut ibukota ini seakan menjadi potret kedaruratan infrastruktur
khususnya transportasi angkutan umum di Indonesia.

Tapi, pada September 2016 silam saya bersama tim dari Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan kunjungan
lapang ke wilayah timur Indonesia yaitu Maluku. Kami berkunjung ke
Kota Ambon, Pulau Buru, Pulau Seram (Seram Bagian Barat) dan
Kepulauan Kei, Tual – Langgur di Maluku Tenggara. Satu hal yang
menjadi kebingungan kami di lapang ialah tentang statement yang
selama ini terdengar bahwa “…kesenjangan infrastruktur antarwilayah
terutama di wilayah Indonesia bagian timur masih tinggi. Kualitas dan
kapasitas infrastruktur di wilayah tersebut masih jauh dari memadai
sementara itu kemampuan pemerintah daerah dalam penyediaannya
sangat terbatas”

Sedangkan di depan mata kami terbentang infrastruktur fisik jalan yang


sangat bagus, mulus, lebar dan luas. Kendaraan beroda dua maupun
empat masih sangat jarang yang melintas. Tidak pernah terbayang oleh
saya akan menjumpai infrastruktur fisik berupa jalan lengang dengan
kondisi yang sebagus ini di salah satu bagian wilayah timur Indonesia.
Saya lantas berpikir mungkin kesenjangan infrastruktur di wilayah
Indonesia bagian timur yang dimaksud tersebut ialah kesenjangan
prasarana dan sarana di bidang lain. Yang pasti, bukti nyata di lapang ini
menjadi seruan bahwa bukan saatnya lagi untuk terus menerus
“mengkerdilkan” wilayah timur Indonesia. Kendati demikian
permasalahan memang masih ada dan terus terjadi sehingga
membutuhkan jurus jitu guna penyelesaian.
Prof. Dr. Ir. Dominicus Savio Priyarsono, MS, Guru Besar IPB dalam Orasi
Ilmiah Guru Besarnya pada November 2014 silam yang berjudul
“Beberapa Masalah dan Kebijakan Publik tentang Infrastruktur:
Tinjauan dari Perspektif llmu Ekonomi” menjelaskan bahwa
infrastruktur memiliki makna struktur dasar fisik dan organisasional yang
dibutuhkan untuk berlangsungnya suatu masyarakat atau perusahaan;
atau jasa dan fasilitas yang dibutuhkan sebuah perekonomian untuk
berfungsi.

Prof. Priyarsono merekomendasikan kajian kelembagaan yang


fundamental guna mengatasi permasalahan pembangunan infrastruktur
yang dinilai sangat lamban. Ilmu Ekonomi dapat menyumbangkan
teorinya dalam bidang perancangan mekanisme untuk memecahkan
permasalahan yang ada melalui Teori Insentif dengan pendekatan The
Principal Agent Model guna memahami permasalahan kelembagaan
yang menghambat pembangunan infrastruktur. Selanjutnya beliau
menyarankan untuk dibentuknya semacam badan nasional yang
berfungsi sebagai clearing house guna mengatasi kelemahan dalam hal
kapasitas kelembagaan dan kapabilitas sumber daya manusia di tingkat
daerah. Badan ini diberi tugas dan wewenang untuk secara komprehensif
mempersiapkan pembangunan infrastruktur. Intinya, perlu ada
pemberdayaan kelembagaan untuk mengatasi permasalahan dalam
proses pembangunan infrastruktur di tanah air.
Lebih lanjut Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo dalam Pidato
Kenegaraannya dalam rangka HUT ke – 70 Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia di depan sidang bersama DPD RI dan DPR RI pada Agustus 2015 silam
mengungkapkan arah pembangunan khususnya bidang sarana dan prasarana
yaitu sumber daya air, transportasi serta perumahan dan kawasan permukiman.
Adapun arah pembangunan khususnya di bidang infrastruktur tersebut
dilengkapi dengan landasan kebijakan, capaian penting apa saja yang telah
berhasil dicapai serta tindak lanjut atas permasalahan yang ada. Berkenaan
dengan hal tersebut serta dilengkapi dengan data dan informasi aktual di lapang
maka saya berusaha mencoba memberikan potret dan narasi kinerja pemerintah
guna menggambarkan hasil pembangunan baik dari segi nilai kemanfaatan,
harapan maupun solusi serta saran atas strategi komunikasi pemerintah agar
diseminasi informasi sampai di masyarakat secara efektif.

Selama periode 2004 – 2014 kebijakan pembangunan infrastruktur di


Indonesia sudah mengarah kepada peningkatan daya saing.
Pembangunan sektor transportasi mengalami kenaikan yang cukup baik
di sektor jalan. Keberhasilan pembangunan jalan dan jembatan untuk
mendukung pusat pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2015 telah
dibangun Jembatan Soekarno di Manado sepanjang 1.127 meter yang
merupakan bagian dari Manado Outer Ring Road (MORR). Kunjungan
saya ke Ambon, Maluku pada September 2016 silam juga menjadi salah
satu upaya guna membuktikan bahwa infrastruktur Jembatan Merah
Putih di Kota Ambon memang memudahkan masyarakat sekitar dalam
bertransportasi terutama dalam meminimalkan waktu dan jarak tempuh.
Grafik perkembangan pembangunan memperlihatkan tren yang
meningkat dari pembangunan jalan nasional, jalan tol dan jembatan
selang periode 2004 - 2013. Selain itu, salah satu terobosan transportasi
darat periode 2004 – 2014 adalah pembangunan sarana transportasi
perkotaan berupa Bus Rapid Transit (BRT)/angkutan umum massal
sebagai solusi mengatasi kemacetan.
Selain pembangunan terminal dan pelabuhan, terdapat pula beberapa
bandara strategis yang telah dibangun diantaranya Bandar Udara
Kualanamu Sumatera Utara. Kunjungan ke Medan pada tahun 2015 silam
memberikan saya kesempatan menyaksikan secara langsung kemegahan
Bandara Kualanamu, Sumatera Utara. Bandara ini dilengkapi integrasi
kereta api dan bandara yang merupakan wujud nyata capaian kinerja
pemerintah dalam membangun bandara yang strategis.

Permasalahan dan Tindak Lanjut

 Masalah: Pembebasan lahan untuk penyediaan infrastruktur yang


masih berlarut. Hal ini secara nyata mempengaruhi kinerja sektor
transportasi dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional.
 Tindak lanjut: Upaya tindak lanjut yang diperlukan antara lain
memperkuat koordinasi dengan pihak terkait diantaranya
pemerintah daerah, BPN serta penegak hukum (Kejaksaan dan
Kepolisian) termasuk melalui nota kesepahaman (MoU).
 Masalah: Masih terbatasnya kuantitas dan kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) transportasi.
 Tindak lanjut: Melakukan peningkatan kualitas dan kuantitas SDM
transportasi melalui kegiatan pelatihan dan pendidikan serta
sertifikasi SDM dan juga termasuk SDM pemerintah daerah.

 Masalah: Peran pemerintah daerah dan swasta dalam


mendukung pembangunan/pengembangan infrastruktur
transportasi masih rendah.
 Tindak lanjut: Hal ini perlu mendapatkan perhatian melalui
penyederhanaan perijinan penyelenggaraan prasarana dan sarana
transportasi serta optimalisasi kerjasama melalui MoU atau
perjanjian kerjasama dengan pemerintah daerah serta swasta
dalam berinvestasi di sektor transportasi

 Masalah: Belum memadainya dokumen perencanaan yang


dipersyaratkan dalam pembangunan infrastruktur transportasi
seperti dokumen Rencana Induk dan Analisis Dampak Lingkungan
(AMDAL) terutama pembangunan prasarana pelabuhan Sungai,
Danau dan Penyeberangan dan Laut.
 Tindak lanjut: Upaya yang diperlukan diantaranya adalah
melakukan percepatan penyelesaian penyusunan dokumen Rencana
Induk dan AMDAL secara parallel dengan proses persiapan
konstruksi pembangunan infrastruktur transportasi dengan
memanfaatkan rekayasa teknologi dalam pekerjaan fisik.

Sumber Daya Air

Capaian Penting
dok: Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (2015), diolah

dok: Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (2015), diolah


dok: Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (2015), diolah
Permasalahan dan Tindak Lanjut

Semenjak 2015 saya terlibat project kerjasama dengan Kementerian


PUPR untuk melakukan Independent Monitoring and Evaluation Dana
Alokasi Khusus dalam bidang irigasi yang merupakan lingkup kerja dari
Dirjen Sumber Daya Air. Kunjungan lapang pun kami lakukan ke
Sumatera Utara yaitu di Balai Wilayah Sungai Medan hingga Pulau Nias
tepatnya ke Gunung Sitoli dan Nias Selatan. Lalu, pada September 2016
silam kami melakukan kunjungan lapang ke Maluku guna melakukan
monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan DAK di bidang
irigasi tahun 2015 dan kebetulan pada bulan Mei 2015 telah diresmikan
Bendung Way Leman di Pulau Buru, Maluku. Temuan kami, ternyata
permasalahan infrastruktur di bidang sumber daya air khususnya irigasi
yang ada di lapang dari tahun ke tahun hampir serupa antar wilayah.

FGD terkait pelaksanaan kegiatan DAK dan TP-OP bidang irigasi di Nias Selatan, Sumatera
Utara (dok: pribadi)

FGD pelaksanaan kegiatan DAK bidang irigasi di Pulau Buru, Malauku (dok: pribadi)
 Masalah: Fungsi layanan irigasi mengalami penurunan akibat
tingginya tingkat kerusakan, rendahnya kehandalan sumber air
irigasi, dan belum optimalnya kegiatan operasi dan pemeliharaan.
 Tindak lanjut: Mengingat tersedianya sarana dan prasarana irigasi
menjadi salah satu prasyarat kunci yang mendukung upaya
peningkatan kedaulatan pangan, khususnya pertanian padi, maka
sebaiknya pemerintah dapat mewujudkan terbangunnya lahan
sawah beririgasi dan memulihkan fungsi jaringan irigasi yang rusak.
Selain itu, diperlukan pula pembangunan tampungan air baru dan
pembentukan unit pengelola satuan irigasi sebagai unit yang
bertanggung jawab menjamin keandalan daerah irigasi.

Pada 2015 silam, saya melakukan kunjungan lapang ke Bandung bersama


Kementerian PUPR dalam rangka meninjau layanan air baku. Kami
mempelajari tentang Model Instalasi Pengolahan Air mulai dari reservoir,
bak penampung hingga tangki yang digunakan. Berdasarkan hasil
peninjauan lapang akhirnya didapati beberapa masalah didalamnya.

Tangki penampung yang merupakan bagian dari Model Instalasi Pengolahan Air berlokasi di
Kab. Bandung, Jawa Barat (dok: pribadi)

 Masalah: Kapasitas tampung per kapita dan cakupan layanan


air baku masih rendah. Kondisi tersebut akhirnya memicu
eksplorasi air tanah yang berlebihan sehingga membawa dampak
terjadinya penurunan muka tanah di beberapa daerah seperti di
pesisir utara Jakarta.
 Tindak lanjut: Oleh karenanya rencana pembangunan bendungan
baru guna meningkatkan kapasitas tampung yang dimanfaatkan
sebagai sumber energi listrik perlu segera diwujudkan.

Belum lekang dari ingatan kisah di awal tahun 2014 yang memicu duka
mendalam atas musibah banjir bandang yang melanda Kota Manado,
Sulawesi Utara. Aktivitas perekonomian Manado lumpuh total diakibatkan
infrastruktur yang rusak parah. Kota yang saya diami 23 tahun lamanya
tersebut mengalami permasalahan yang cukup pelik dalam hal perubahan
eksplorasi dan tata guna lahan khususnya pada Daerah Aliran Sungai
(DAS) yang lantas tidak diimbangi konservasi.

 Masalah: Kapasitas infrastruktur pengendali banjir dan


genangan masih rendah sehingga belum mampu mengimbangi
peningkatan intensitas aliran permukaan di kawasan strategis dan
perkotaan. Perubahan eksplorasi dan tata guna lahan pada DAS
yang tidak diimbangi konservasi dan perubahan pola dan intensitas
curah hujan yang diperparah dengan buruknya kondisi drainase
makro mikro serta semakin meningkatnya pembuangan sampah ke
badan sungai, telah meningkatkan kerawanan daya rusak air di
berbagai wilayah di Indonesia.
 Tindak lanjut: Pemerintah perlu melakukan pembangunan flood
management system di 33 Balai Wilayah Sungai beserta penerapan
perangkat manajemen pengendalian banjir. Serta perlunya
melakukan pembangunan dan rehabilitasi sarana dan prasarana
pengendali banjir dan penerapan pengelolaan pantai lebih terpadu
dan berkelanjutan guna mengatasi banjir yang masih kerap terjadi
dan meluasnya dampak abrasi pantai di kota pesisir dan pulau
terluar.

Perumahan dan Kawasan Permukiman

Capaian Penting

Sebagai salah satu wujud komitmen bentuk dukungan pemerintah untuk


membantu penyediaan akses masyarakat terhadap hunian yang layak,
Presiden RI telah mencanangkan "Program Pembangunan Sejuta Rumah"
pada tanggal 29 April 2015 di Ungaran, Kabupaten Semarang.

Permasalahan dan Tindak Lanjut


Contoh RISHA yang dibangun oleh Kementerian PUPR berlokasi di Kab. Bandung, Jawa
Barat (dok: pribadi)

 Masalah: Penyediaan hunian layak khususnya bagi Masyarakat


Berpenghasilan Rendah (MBR) masih dihadapkan pada beberapa
tantangan diantaranya Mismatch supply demand pembangunan
rumah untuk MBR. Pertambahan penduduk perkotaan yang pesar
dalam beberapa dekade terakhir menyebabkan semakin
terbatasnya lahan hunian di perkotaan dan menyebabkan
peningkatan harga lahan sekitar 20 persen per tahun dalam 3 tahun
terakhir. Hal ini telah menyebabkan kenaikan harga hunian yang
semakin menyulitkan MBR mengakses hunian layak dan terjangkau.
Sementara itu, kapasitas pemerintah dalam mendukung penyediaan
rumah belum dapat mengimbangi kebutuhan, seiring meningkatnya
jumlah rumah tangga baru.
 Tindak lanjut: Dalam menjawab tantangan tersebut, pemerintah
mendorong peran Perumnas menjadi Badan Pengelola Perumahan
melalui penyesuaian PP No. 15/2004 serta penyesuaian peraturan
terkait pengurangan penarikan IMB di daerah.

 Masalah: Belum optimalnya keterlibatan pihak swasta dalam


membangun rumah MBR. Para pengembang dihadapkan pada
kondisi tingginya harga lahan dan bahan bangunan serta belum
efisiennya proses perizinan yang dapat mencapai 20 persen dari
biaya pembangunan rumah. Sementara itu regulasi yang ditetapkan
belum dapat mendorong pihak swasta dalam penyediaan rumah
bagi MBR.
 Tindak lanjut: Kedepannya pemerintah perlu melakukan
penyesuaian peraturan terkait hunian berimbang agar ditingkatkan
menjadi peraturan pemerintah.

 Masalah: Semakin meningkatnya luas kawasan permukiman


kumuh di perkotaan. Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat pada tahun 2014, terdapat 38,431
ha luas kawasan pemukiman kumuh perkotaan yang harus
ditangani seluruhnya.
 Tindak lanjut: Upaya yang perlu dilakukan diantaranya yaitu
penanganan permukiman kumuh berbasis kolaborasi antar sektor,
baik pemerintah pusat, daerah, mitra pembangunan dan
masyarakat untuk bersama-sama menangani permukiman kumuh
secara tuntas dan berkelanjutan.

Kerjasama stakeholder terkait bersama dengan masyarakat dalam


mewujudkan keberlangsungan pembangunan infrastruktur yang semakin
baik kedepannya menjadi sebuah keharusan. Sudah sepatutnyalah kita
mengapresiasi capaian penting kinerja pemerintah dan turut serta
berkontribusi dalam perbaikan aktif guna menindaklanjuti permasalahan
infrastruktur di tanah air.

Referensi:

 Kementerian Pekerjaan Umum. 2004 - 2013. Perkembangan


Pembangunan Jalan dan Jembatan
 Kementerian Perhubungan. 2004 - 2013. Pembangunan Terminal,
Pelabuhan dan Bandara
 Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2015.
Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia.
 Priyarsono, DS. 2014. Orasi Ilmiah Guru Besar IPB “Beberapa
Masalah dan Kebijakan Publik tentang Infrastruktur: Tinjauan dari
Perspektif Ilmu Ekonomi”. Institut Pertanian Bogor

Anda mungkin juga menyukai