Namun sayangnya, menurut Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto
sekitar 57,5 persen masyarakatnya tinggal di wilayah Pulau Jawa. Hal inilah yang membuat
pembangunan di Indonesia menjadi tidak merata.
"Ini sangat tidak baik. Akhirnya mempengaruhi iklim investasi yang selama ini terbukti
hanya terpusat di Jawa saja. Hal ini tak baik untuk investasi. Tak heran jika selama ini ada
Gap antara Pulau Jawa dengan pulau lainnya," kata Arie dalam diskusi di Hotel Pullman,
Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2017).
Menurut Arie, gap antara wilayah Indonesia bagian Barat dan Timur juga begitu luas. Hal ini
menyebabkan biaya logistik menjadi sangat mahal. Infrastruktur yang dibangun pemerintah
di daerah-daerah di Indonesia selama ini belum mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi
di Tanah Air.
"Akhirnya menimbulkan beberapa kerugian, mulai dari investasi yang tidak merata, biaya
logistik hal ini merugikan, padahal Indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang
melimpah tapi belum dimanfaatkan dengan baik," katanya.
Hal inilah yang membuat pemerintahan Presiden Joko Widodo mengubah pola pembangunan
dengan membangun infrastruktur di luar Pulau Jawa untuk mengurangi kesenjangan yang
terjadi selama ini.
"Dengan begitu, pembangunan dan perekonomian dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat di
Indonesia. Ini yang menjadi konsen kami dalam beberapa tahun ke depan," ungkapnya.
Anda pasti bisa membayangkan apa jadinya jika anda tinggal di suatu pelosok di negeri ini
tanpa adanya listrik, jalan beraspal, jembatan yang kokoh dan aman, bahkan tanpa adanya
sarana air minum yang sehat, bersih dan juga higienis. Masih banyak hal-hal lainnya yang
sebetulnya masih terjadi di beberapa wilayah di negeri ini. Ya, jangan heran jika di beberapa
pelosok di tanah air masih saja belum teraliri listrik. Jangan berpikir jauh di kawasan luar
Jawa karena di pelosok di dalam pulau Jawa juga masih ada area yang belum terjangkau oleh
listrik. Padahal tentu saja bagi anda yang tinggal di kota atau setidaknya tidak di kawasan
pelosok dengan mudahnya mengakses internet, menonton TV, dan melakukan kegiatan lain
secara mudah dan cepat dengan bantuan tenaga listrik.
Masih adanya wilayah yang belum memiliki fasilitas infrastruktur yang baik di Indonesia
memang bukan hal yang baru lagi. Kita semua tahu akan hal itu. Tentu saja, pembangunan
dan pengembangan infrastruktur di Indonesia memang bisa dibilang tidak cepat atau
cenderung lambat. Hal ini juga mengakibatkan tidak meratanya pembangunan infrastruktur
tersebut. Ada banyak hal yang menjadi hambatan, misalnya saja sumber daya manusia yang
tidak sesuai, pendanaan atau finansial, dan masih banyak lagi yang lainnya. Namun,
perlahan-lahan sistem dan kebijakan sudah mulai dibenahi dengan mencari solusi dari setiap
hambatan yang ada dalam pembangunan dan pemerataan infrastruktur di Indonesia.
Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi kendala-kendala tersebut ialah dengan terfokus
pada program public private partnership di Indonesia untuk pembangunan infrastruktur di
Indonesia. Jadi, pihak swasta bisa memperoleh akses untuk turut dalam usaha pembangunan
dan pengembangan infrastruktur di Indonesia. Jadi, pihak perusahaan Negara juga akan
membantu dalam hal pembiayaan namun tentu saja, harus sesuai dengan kebijakan yang
berlaku. Hal itu juga berlaku bagi sektor-sektor infrastruktur pokok, seperti telekomunikasi,
irigasi, transportasi, jembatan, air minum, pengelolaan limbah, dan masih banyak lagi yang
lainnya. Termasuk juga salah satunya serpeti yang sudah kita bahas sebelumnya, yakni
mengenai kelistrikan yang juga merupakan salah satu sektor pokok infrastruktur.
Menurut RPJMN tersebut, prioritas yang harus dibangun adalah kondisi jalan yang tidak
memadai, terbatasnya pembangunan jalur kereta api, kinerja pelabuhan yang tidak berdaya
saing, rendahnya rasio ketenagalistrikan dan terbatasnya kapasitas sumber air.
Dalam agenda Infrastructure Oulook Indonesia 2016 dengan tema Evaluasi Pembangunan
Infrastruktur dan Prospek di 2016/2017, Rabu (11/2) kemarin, dinyatakan bahwa ada 5 (lima)
permasalahan utama pembangunan infrastruktur di Indonesia. Hambatan tersebut meliputi :
“Dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo, pembangunan infrastruktur menjadi salah satu
prioritas utama. Belajar dari pengalaman selama ini, berbagai langkah terobosan untuk
mempercepat implementasinya sangat diperlukan, bahkan merupakan prasyarat mutlaknya,”
jelas Menteri Perekonomian Darmin Nasution pada Infrastructure Oulook Indonesia 2016
itu.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 4,73 persen per September 2015 masih jauh dari
harapan, terutama karena Indonesia membutuhkan pertumbuhan minimal 7 persen agar dapat
menjadi negara maju pada tahun 2025. Dengan menganut semangat percepatan, pemerintah
Indonesia telah melakukan sejumlah upaya dalam rangka mendorong investasi untuk
beragam sektor terkait infrastruktur. Perbaikan dalam regulasi, fiskal, dan kelembagaan telah
dilakukan guna mendorong pencapaian milestones proyek prioritas.
Di luar hal di atas, untuk menangani kendala pengadaan tanah, telah diterbitkan Undang-
Undang No. 2 tahun 2012 untuk percepatan proses pengadaan tanah untuk kepentingan
umum. Peraturan tersebut dilengkapi dengan peraturan turunan yang telah direvisi sesuai
kebutuhan.
Mengingat dukungan Pemerintah sangat penting untuk menarik investasi Badan Usaha,
Pemerintah telah menerbitkan peraturan terkait pemberian VGF dan pembayaran
ketersediaan layanan /availability payment. Untuk melengkapi dukungan Pemerintah
tersebut, pemberian penjaminan Pemerintah telah diperluas sehingga dapat diberikan kepada
BUMN yang mendapatkan penugasan pembangunan infrastruktur.
Perkembangan dukungan untuk infrastruktur di Indonesia.
Di tahun 2015, Pemerintah telah giat menyusun dan menerbitkan Paket Kebijakan Ekonomi
yang mencakup perbaikan kebijakan dan peraturan untuk mendorong perekonomian
Indonesia, termasuk di dalamnya perumusan Peraturan Presiden tentang Proyek Strategis
Nasional dan Peraturan Presiden tentang Pengembangan dan Pembangunan Kilang Minyak di
Dalam Negeri. Dalam sisi kebijakan fiskal, Pemerintah telah menyediakan fasilitas direct
lending ke BUMN dan fasilitas availability payment dari APBN yang diharapkan dapat
meningkatkan kelayakan proyek. Selain itu, perbaikan di sisi kelembagaan dapat dilihat
dengan adanya peleburan antara PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) dengan Pusat
Investasi Pemerintah disertai dengan pengembangan mandat PT Penjaminan Infrastruktur
Indonesia (PT PII)
Penjelasan tentang setiap Paket Kebijakan Ekonomi dan dampak positif yang diharapkan
adalah sebagai berikut :
Peraturan Presiden No. 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis
Nasional dan Instruksi Presiden No. 6 tahun 2016 tentang Percepatan Proyek Strategis
Nasional telah diterbitkan pada bulan Januari 2016.
Pemerintah menugaskan pengusahaan jalan tol Trans Sumatera yang disebutkan sebelumnya
kepada PT Hutama Karya (Persero) dimana penugasan mencakup pelaksanaan pendanaan,
perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian, dan pemeliharaan, dengan masa
konsesi selama 40 tahun. Dalam pelaksanaannya, pengoperasian dan pemeliharaan ruas jalan
tol ini dilakukan paling lambat pada akhir tahun 2019.
Peraturan ini menjadi panduan pelaksanaan dan upaya percepatan yang dapat dilakukan jika
proyek kilang minyak akan dilakukan oleh Pemerintah dengan skema KPBU atau penugasan,
dan Badan Usaha. Selain itu, Peraturan Presiden juga memberikan ruang kepada PT
Pertamina untuk menjadi PJPK apabila proyek menggunakan skema KPBU. Selanjutnya,
Peraturan Presiden juga mengatur tentang insentif yang dapat diberikan oleh Pemerintah
Indonesia dan pihak yang bertindak sebagai pembeli bahan bakar (offtaker).
Sebagai tindak lanjut, telah diterbitkan Peraturan Kepala LKPP No. 19 tahun 2015 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur pada
September 2015 yang mengatur pengadaan Badan Usaha penyiapan dan Badan Usaha
pelaksana proyek KPBU.
Dalam pengadaan badan usaha pelaksana, pengadaan bertujuan untuk memilih badan usaha
yang akan menjadi mitra kerjasama bagi PJPK untuk melaksanakan proyek KPBU. Untuk
pemilihannya, dapat dilakukan metode lelang dengan prakualifikasi atau penunjukan
langsung. Penunjukan langsung dapat dilakukan dengan persyaratan tertentu. Dengan adanya
penunjukan langsung diharapkan kegagalan lelang dapat dimitigasi dan proses pengadaan
dapat dipercepat.
Dalam pengadaan badan usaha penyiapan, pengadaan bertujuan untuk memilih badan usaha
atau lembaga/institusi/organisasi nasional atau internasional yang dipilih melalui kesepakatan
atau seleksi untuk melakukan pendampingan, penyiapan, atau transaksi KPBU.
Dukungan Yang Diberikan KPPIP untuk
Penyusunan dan Revisi Peraturan
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2014, KPPIP memiliki mandat untuk
melakukan pendampingan, memfasilitasi, mengoordinasikan, memberikan rekomendasi
perubahan dan/atau penerbitan baru peraturan perundang-undangan dengan tujuan untuk
percepatan penyediaan infrastruktur, termasuk menyelesaikan hambatan yang timbul dalam
pelaksanaannya. Sesuai dengan mandat yang diberikan, beberapa kegiatan dilakukan oleh
KPPIP untuk menyusun dan merevisi peraturan perundang – undangan yang berkaitan
dengan penyediaan infrastruktur.
Pada bulan Oktober 2015, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri
Keuangan No. 190/PMK.08/2015 untuk mengatur mekanisme pembayaran availability
payment yang bersumber dari APBN. Selanjutnya akan disusun Peraturan Menteri Dalam
Negeri untuk mengatur mekanisme pembayaran availability payment dari dana APBD.
Dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan No. 189/PMK.08/2015, maka cakupan proyek
yang dapat menerima jaminan pun diperluas dengan mengikutsertakan proyek yang
ditugaskan kepada BUMN melalui Peraturan Presiden atau kepemilikannya 100% milik
pemerintah.
Bersama dengan PMN tersebut, PT SMI telah mengembangkan perannya menjadi pusat
pembiayaan infrastruktur di Indonesia dengan kapasitas untuk memberikan pendanaan
kepada BUMN, BUMD, dan Pemerintah Daerah dalam pengembangan infrastruktur.
Dengan adanya perbaikan dan inisiatif baru yang dilakukan Pemerintah dalam kebijakan
regulasi, skal, dan kelembagaan, diharapkan agar kendala yang dihadapi dalam penyediaan
infrastruktur dapat diatasi sehingga keputusan percepatan yang dilakukan di tingkat
pemerintah pusat dan daerah dapat segera terlaksana.
Dalam era globalisasi saat ini, di tengah perjuangan semua negara untuk meningkatkan taraf
kehidupan bangsanya, Indonesia relatif tertinggal dan sulit untuk bersaing. Padahal Indonesia
memiliki modal untuk unggul dalam persaingan gobal karena Indonesia memiliki sumber daya alam
yang melimpah, disamping sumber daya manusia yang handal. Keunggulan ini tidak membuat
Indonesia menjadi lebih baik, nyatanya banyak persoalan yang ada dan membuat bangsa Indonesia
semakin jauh tertinggal. Hal ini salah satunya disebabkan tidak adanya infrastruktur yang merata,
cukup dan berkualitas.
Menyadari hal ini PT. Intraco Penta, melalui INTA Institute berupaya berperan serta
membuka wawasan masyarakat khususnya profesional di industri infrastruktur dan yang
terkait untuk memiliki pemahaman mengenai besarnya peluang di industri ini sekaligus apa
yang menjadi tantangan-tantangannya melalui Seminar yang bertajuk Peluang dan Tantangan
Industri Manufaktur. Seminar ini berlangsung pada Rabu, 13 April 2016 dengan mengambil
tempat di Auditorium INTA, Gedung D, kantor pusat Intraco Penta Group, Cakung Jakarta
Utara. Sebagai narasumber adalah Frans S. Sunito, Managing Director PT. Pembangunan
Jaya Infrastruktur yang memiliki banyak pengalaman di berbagai perusahaan konstruksi
terkemuka di Indonesia.
Seminar dimulai pada pukul 13.30 dengan didahului oleh pembacaan doa oleh Andi Hanif
Mursid, sebagai General Manager Learning and Development PT. Intraco Penta, Tbk. dan
dilanjutkan dengan sambutan dari Fred Manibog, yang mewakili manajemen PT. Intraco
Penta, Tbk.
Hal yang juga sangat mengagetkan peserta seminar ini adalah fakta yang disampaikan oleh
Frans mengenai sangat sedikitnya jumlah perusahaan infrastruktur di Indonesia yang
berkategori perusahaan besar (mampu menangani proyek-proyek infrastruktur di atas 1
trilyun rupiah), Indonesia hanya memiliki 7 perusahaan yang mayoritas adalah BUMN. Hal
ini tidak mengherankan jika belakangan ini banyak perusahaan infrastruktur dari berbagai
negara masuk dan menggarap berbagai proyek-proyek infrastruktur. Menurut Frans, ada 4 isu
besar yang dihadapi industri infrastruktur Indonesia, yaitu ruang fiskal yang terbatas,
paradigma yang keliru mengenai peran swasta, masalah pembebasan lahan serta kapasitas
dan kualitas pengelola dari industri pendukung. Ruang fiskal yang terbatas semestinya bisa
disiasati dengan melibatkan swasta dengan skema pembiayaan dan pembayaran yang
menguntungkan. Pihak badan usaha baik BUMN khususnya swasta yang motivasinya adalah
keuntungan bisnis tentunya harus difasilitasi sehingga mau berpartisipasi dalam proyek-
proyek infrastruktur, terutama proyek-proyek infrastruktur yang tidak memberikan
keuntungan bisnis dengan cara pemerintah yang memiliki dana menjadi penyandang dana.
Ada 2 skema pembiayaan dan pembayaran yang dapat dilakukan pemerintah yaitu skema
pembiayaan oleh swasta yang dibayar oleh pemerintah berdasarkan tingkat pemanfaatan yang
diberikan proyek tersebut. Hal ini bisa dilakukan di proyek-proyek yang tidak memiliki
kelayakan bisnis namun diperlukan masyarakat sehingga tidak bisa diharapkan pengembalian
modal dari masyarakat penggunanya. Skema kedua lebih cocok digunakan di proyek-proyek
yang mengharapkan masyarakat pengguna melakukan pembayaran untuk pengembalian
modalnya, seperti di jalan-jalan tol di Jabodetabek.
Disamping faktor pembiayaan dan pembayaran, tantangan-tantangan yang ada dalam industri
infrastruktur juga datang dari internal pemerintah dan pelaku bisnisnya, dimana pemerintah
belum sepenuhnya memahami konsep kelayakan finansial proyek infrastruktur dan pada saat
yang sama masih ada badan usaha yang mau berinvestasi dalam proyek infrastruktur tanpa
mempertimbangkan aspek kelayakan finansial. Hal ini disebabkan euforia yang berlebihan di
awal proyek-proyek infrastruktur. Masih sering terjadi pemerintah maupun badan usaha tidak
memperhitungkan resiko finansial di kemudian hari.
Seminar diakhiri dengan ucapan terima kasih yang disampaikan oleh Fred Manibog mewakili
manajemen dan penyerahan kenang-kenangan kepada narasumber.
Tapi, pada September 2016 silam saya bersama tim dari Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan kunjungan
lapang ke wilayah timur Indonesia yaitu Maluku. Kami berkunjung ke
Kota Ambon, Pulau Buru, Pulau Seram (Seram Bagian Barat) dan
Kepulauan Kei, Tual – Langgur di Maluku Tenggara. Satu hal yang
menjadi kebingungan kami di lapang ialah tentang statement yang
selama ini terdengar bahwa “…kesenjangan infrastruktur antarwilayah
terutama di wilayah Indonesia bagian timur masih tinggi. Kualitas dan
kapasitas infrastruktur di wilayah tersebut masih jauh dari memadai
sementara itu kemampuan pemerintah daerah dalam penyediaannya
sangat terbatas”
Capaian Penting
dok: Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden RI (2015), diolah
FGD terkait pelaksanaan kegiatan DAK dan TP-OP bidang irigasi di Nias Selatan, Sumatera
Utara (dok: pribadi)
FGD pelaksanaan kegiatan DAK bidang irigasi di Pulau Buru, Malauku (dok: pribadi)
Masalah: Fungsi layanan irigasi mengalami penurunan akibat
tingginya tingkat kerusakan, rendahnya kehandalan sumber air
irigasi, dan belum optimalnya kegiatan operasi dan pemeliharaan.
Tindak lanjut: Mengingat tersedianya sarana dan prasarana irigasi
menjadi salah satu prasyarat kunci yang mendukung upaya
peningkatan kedaulatan pangan, khususnya pertanian padi, maka
sebaiknya pemerintah dapat mewujudkan terbangunnya lahan
sawah beririgasi dan memulihkan fungsi jaringan irigasi yang rusak.
Selain itu, diperlukan pula pembangunan tampungan air baru dan
pembentukan unit pengelola satuan irigasi sebagai unit yang
bertanggung jawab menjamin keandalan daerah irigasi.
Tangki penampung yang merupakan bagian dari Model Instalasi Pengolahan Air berlokasi di
Kab. Bandung, Jawa Barat (dok: pribadi)
Belum lekang dari ingatan kisah di awal tahun 2014 yang memicu duka
mendalam atas musibah banjir bandang yang melanda Kota Manado,
Sulawesi Utara. Aktivitas perekonomian Manado lumpuh total diakibatkan
infrastruktur yang rusak parah. Kota yang saya diami 23 tahun lamanya
tersebut mengalami permasalahan yang cukup pelik dalam hal perubahan
eksplorasi dan tata guna lahan khususnya pada Daerah Aliran Sungai
(DAS) yang lantas tidak diimbangi konservasi.
Capaian Penting
Referensi: