Panduan Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent)
Panduan Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu dasar moral dari adanya suatu persetujuan tindakan kedokteran
adalah menghormati martabat manusia (respect for person), yang mana setiap
individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak
untuk menentukan nasib sendiri). Pasien sendiri-lah yang berhak menentukan apa
yang boleh dilakukan terhadap dirinya.
Seperti diketahui bersama bahwa tindakan kedokteran dapat berupa preventif,
diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif. Persetujuan tindakan kedokteran telah diatur
dalam UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada Pasal 45 ayat (1)
sampai dengan ayat (6) dan dalam Permekes No. 290/Menkes/ Per/III/2008 tentang
persetujuan tindakan kedokteran. Dengan adanya UU dan Permenkes yang mengatur
tentang Persetujuan tindakan kedokteran, maka setiap tenaga medik wajib
melaksanakannya.
Tentu saja, persetujuan yang diberikan oleh pasien terjadi setelah pasien
mendapatkan penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran
tersebut. Persetujuan yang diberikan pasien dapat secara tertulis maupun tidak tertulis.
Persetujuan tidak tertulis dapat diberikan dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk
gerakan menganggukkan kepala yang dapat diartikan sebagai ucapan setuju. Namun
apabila persetujuan lisan yang diberikan dianggap meragukan maka dapat dimintakan
persetujuan secara tertulis.
B. Definisi
1. Persetujuan Tindakan Kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien
atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
2. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak
kandung atau saudara-saudara kandung.
3. Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya disebut tindakan
kedokteran adalah suatu tindakan medis berupa preventif, diagnostic, terapiutik
atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien.
4. Tindakan invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh pasien.
5. Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah tindakan medis yang
berdasarkan tingkat probabilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian atau
kecacatan.
6. Dokter atau dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi
spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam
maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
1
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Sebagai panduan dalam pelaksanaan pelayanan di RS Mutiara Hati yang berkaitan
dengan persetujuan tindakan kedokteran.
b. Tujuan Khusus
1. Menghargai hak pasien dan keluarganya dalam segala tindakan kedokteran
yang akan dilakukan.
2. Melaksanakan persetujuan tindakan kedokteran sesuai dengan undang-udang,
budaya dan adat-istiadat yang berlaku.
3. Sebagai dasar dalam pendokumentasian persetujuan tindakan kedokteran.
BAB II
RUANG LINGKUP
A. Pelaksana Panduan
Panduan ini dilaksanakan oleh staf yang berwenang memberikan penjelasan tentang
tindakan kedokteran (informed) dan memintakan persetujuan pasien dan keluarga
(consent).
2
B. Tempat Pelaksanaan
Panduan ini dilaksanakan di Instalasi-instalasi yang melaksanakan tindakan kedokteran
yang memerlukan persetujuan pasien sebelum dilakukannya tindakan tersebut.
C. Waktu Pelaksanaan
Panduan ini dlaksanakan sebelum dilakukannya persetujuan tindakan kedokteran.
BAB III
TATA LAKSANA
3
Pernyataan persetujuan (lnformed Consent) dari pasien didapat melalui suatu proses yang
ditetapkan rumah sakit dan dilaksanakan oleh staf yang terlatih, dalam bahasa yang
dipahami pasien
Informed consent diperoleh sebelum operasi, anestesi, penggunaan darah atau produk darah
dan tindakan serta pengobatan lain yang berisiko tinggi.
Semua tindakan kedokteran harus mendapat persetujuan pasien dan atau keluarga setelah
mendapat penjelasan yang cukup tentang hal-hal yang berkaitan dengan tindakan tersebut
dari Dokter Penanggungjawab Pelayanan (DPJP).
4
Informed consent menginformasikan tentang : diagnosis (Working Diagnosis/WD &
Differential Diagnosis/DD), dasar diagnosis, tindakan kedokteran, indikasi tindakan, tata
cara, tujuan, risiko, komplikasi, prognosis, alternatif & risiko.
Sebuah tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi harus mendapatkan
persetujuan secara tertulis dan ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
Dalam keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah
kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran. Keputusan untuk melakukan
tindakan kedokteran pada saat gawat darurat dilakukan oleh dokter atau dokter gigi yang
dicatat di dalam rekam medik. Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran saat gawat
darurat, dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada
pasien setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat.
Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang
memberi persetujuan sebelum dimulainya tindakan. Pembatalan persetujuan tindakan
kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan. Segala akibat
yang timbul dari pembatalan persetujuan tindakan kedokteran menjadi tenggung jawab yang
membatalkan persetujuan.
Pemberian persetujuan tindakan kedokteran tidak menghapuskan tanggung gugat
hukum dalam hal terbukti adanya kelalaian dalam melakukan tindakan kedokteran yang
mengakibatkan kerugian pada pasien.
5
c. Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya dibandingkan
dengan tindakan yang direncanakan
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing alternatif
tindakan
e. Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat
akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaa tak terduga lainnya.
BAB IV
DOKUMENTASI
Persetujuan tindakan kedokteran diitulis dan dicatat dalam lembar informed consent, (RM
17K) termasuk informed consent anestesi sedasi.