Anda di halaman 1dari 5

Pasukan Kancil Merah

(Mengangkat Kisah Heroik Masyarakat Cirebon)

Oleh Indra Yusuf

Sejarah atau kisah heroik perjuangan semasa perang kemerdekaan yang dialami

masyarakat Cirebon kini hampir terlupakan. Hanya sebagian kecil saja warga masyarakat

yang mengetahui sejarah perang kemerdekan yang terjadi di wilayah Cirebon dan

sekitarnya. Itupun jumlahnya semakin sedikit seiring waktu terus berjalan. Bukan tidak

mungkin peristiwa-peristiwa ‘kecil’ tersebut (namun tentunya tetap memiliki arti dan

makna yang besar bagi kemerdekaan bangsa) termasuk yang terjadi di wilayah Cirebon

akan hilang begitu saja.

Seringkali sejarah perjuangan masyarakat lokal kadang terlupakan dari perhatian

pemerintah ataupun luput dari pengamatan para sejarawan. Sehingga agak sulit

menyelusuri bagaimana sesungguhnya peristiwa tersebut terjadi. Satu-satunya yang

sering dijadikan sumber sejarah utama hanyalah tuturan langsung dari narasumber yang

merupakan sang pelaku sejarah. Tentu sumber lisan (oral history) atau primer sangat

mengkhawatirkan karena jumlah pelaku sejarah amat langka dan nyaris punah.

Disamping itu sumber lisan juga sangat dipengaruhi sekali oleh daya ingat dan sifat-sifat

penyampainya. Minimnya bukti sejarah yang ada menambah kesulitan untuk melakukan

penelusuran tentang peristiwa sejarah tersebut.

Hal ini bisa kita maklumi karena sejarah biasanya hanya mencatat tokoh-tokoh

nasional atau orang-orang tertentu saja, seperti dari kalangan bangsawan. Ini terjadi

mungkin karena berbagai keterbatasan yang ada baik teknis maupun non teknis. Metode

pendekatan sejarah yang dipakaipun tentu mempengaruhi uraian isinya, oleh karenanya

biasanya kiprah perjuangan yang dilakukan kaum bangsawan jauh lebih populer dari
pada semangat heroik yang ditunjukan oleh rakyat jelata. Baik rakyat jelata maupun

kaum bangsawan mereka tetap adalah pahlawan yang dengan kerelaan dan ketulusan

telah mengorbankan harta, benda, tenaga, pikiran bahkan nyawa bagi terbebasnya ibu

pertiwi dari belenggu penjajahan.

Memahami sejarah perjuangan lokal pada masa kemerderkaan atau sebelumnya

sangatlah penting bagi masyarakat. Menggali sejarah lokal yang notabene merupakan

bagian dari sejarah perjalanan bangsa akan sangat bermakna bagi pembentukan sejarah

nasional sebagai identitas bangsa. Setiap peristiwa (lokal) yang terjadi akan memiliki

nilai sejarah, peristiwa yang memiliki nilai sejarah akan lebih mengandung makna dalam

sejarah perjalanan bangsa, terlebih lagi mengenai sejarah perjuangan bangsa dalam

rangka merebut kemerdekaan. Sebab itulah kita semua harus dapat melestarikan

sekaligus mewariskan nilai-nilai kepahlawanan dan perjuangan dalam kehidupan

kebangsaan. Sejarawan Cicero mengatakan “Historia MagistraVitae’ yang artinya sejarah

adalah guru kehidupan.

Salah satu peristiwa sejarah yang terjadi masayarakat Cirebon pernah ditulis oleh

Saudara Maharyono, yang diterbitkankan oleh PT. Grasindo pada tahun 2003. Sampai

saat ini buku tersebut mungkin merupakan satu-satunya buku yang ditulis secara khusus

mengupas tentang perjuangan yang dilakukan masyarakat Kota Cirebon dan sekitarnya

pada masa perang kemerdekaaan (1945 – 1949). Buku itu selain menceritakan tentang

bagaimana kondisi yang dialami masyarakat Cirebon pada masa kemerdekaan, juga

menceritakan secara khusus kisah heroik Pasukan Kancil Merah dan peritiwa Palagan

Mandala.
Pasukan Kancil Merah pada saat itu memang keberadaanya sangat dikenal oleh

masyarakat Cirebon dan sekitarnya. Pasukan Kancil Merah adalah nama samaran

Pasukan Siliwangi yang berkedudukan di wilayah Cirebon dengan komandannya yang

bernama Letnan Abdul Kadir. Pasukan Kancil Merah, merupakan salah satu pasukan

gerilya yang memiliki persenjataan yang lengkap dengan jumlah personil yang cukup

banyak serta dikenal dengan kedisiplinan dan keberaniannya.

Tercatat dalam buku yang berjudul “Semuanya Untuk Cirebon” (Maharyono :

2003), Pasukan Kancil Merah mengalami beberapa kali kontak senjata dengan Belanda

serta melakukan tindakan sabotese untuk memperlambat gerak pasukan Belanda.

Beberapa anggota Pasukan Kancil Merah yang gugur dalam medan pertempuran,

diantarnya kini diabadikan menjadi nama jalan di Kota Cirebon, seperti jalan Kusnan,

Jalan Saleh dan Jalan Suratno.

Sedangkan Palagan Mandala merupakan peristiwa yang berawal ketika

meletusnya Agresi Belanda I sebagai bentuk pengingkaran Belanda terhadap kesepakatan

hasil perjanjian Linggarjati. Belanda melakukan agresinya yang pertama pada tanggal 21

Juli 1947 dengan melakukan penyerangan diberbagai daerah termasuk wialayah Cirebon.

Tepat pada pukul 09.00, bertepatan dengan Bulan Puasa, serangan udara dilancarkan oleh

Belanda, sebagai tanda dimulainya agresi militer Belanda ke Cirebon. Padahal saat itu

Belanda masih terikat oleh perjanjian Linggarjati. Kota Cirebon diserang dari udara

dengan pesawat pemburu dan pembom yang melepaskan tembakan senapan mesin, roket

dan bom yang terdiri dari jenis seberat sepuluh hingga seratus kilogram.

Pada tanggal 22 Juli Belanda terus melakukan penyerangan dari udara dan laut.

Beberapa daerah yang dijadikan sasaran tembak diantaranya adalah jembatan kereta api
Krian, Stasiun Kejaksan, Kutagara, Prujakan dan Pagongan. Akibat insiden tersebut

puluhan orang tewas termasuk anak-anak, kaum perempuan serta masyarakat sipil

lainnya.

Pasukan Siliwangi yang berkedudukan di Cirebon waktu itu tidak dapat menahan

serangan Belanda yang pesenjataannya lebih lengkap dan modern. Atas segala

pertimbangan dan untuk menghindarkan dari kehancuran yang lebih fatal Pasukan

Siliwangi menjauh ke Desa Mandala untuk mengatur siasat gerilya. Desa Mandala adalah

salah satu desa yang berada di bawah kaki Gunung Ciremai, secara administratif berada

di wilayah Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon. Selanjutnya pertempuran terus terjadi

antara pasukan TNI dibawah pimpinan Letnan Budhi Hardjo dengan pasukan Belanda

sampai dengan tercapainya persetujuan penghentian tembak menembak pada bulan

Agustus 1949, yang kemudian dilanjutkan dengan Konferensi Meja Bundar (KMB).

Selama pertempuran yang terjadi di Desa Mandala puluhan pejuang gugur

termasuk diantaranya Kapten Hendrik bersama putranya yang baru berusia 10 tahun. Kini

sebagian besar para pahlawan dalam pertempuran Palagan Mandala dimakamkan di

Taman Makam Pahlawan Kesenden Kota Cirebon. Masyarakat Desa Mandala pun

banyak yang menderita kerugian, baik materi maupun immateri, semuanya dilakukan

demi kecintaan terhadap tanah air dan bangsa serta adanya dorongan kuat untuk

mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Mungkin masih banyak kisah perjuangan masyarakat Cirebon pada khususnya

dan masyarakat Jawa Barat pada umumnya yang sarat dengan nilai –nilai heroik, namun

belum tergali. Semua itu merupakan potensi khasanah sejarah bangsa yang tiada ternilai

harganya. Sebagai bagian dari generasi muda yang hidup di masa kemerdekaan, tentu
akan merasa sangat bangga jika membaca atau mengetahui kisah heroik yang pernah

dilakukan oleh para generasi sebelumnya. Sehingga akan timbul rasa kecintaan terhadap

bangsa dan tanah air, sekaligus akan tumbuh juga rasa tanggung jawab untuk mengisi

kemerdekaan ini dengan sesuatu yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa dan negara.

Seperti apa yang telah diberikan oleh para pahlawan bangsa terhadap negeri ini.

INDRA YUSUF, Praktisi Pendidikan, tinggal di Kota Cirebon.

Alamat : Jl Majalengka No 11 /B7 Nuansa Majasem Kota Cirebon 45135. No HP

081324229522

Anda mungkin juga menyukai