Sejarah atau kisah heroik perjuangan semasa perang kemerdekaan yang dialami
masyarakat Cirebon kini hampir terlupakan. Hanya sebagian kecil saja warga masyarakat
yang mengetahui sejarah perang kemerdekan yang terjadi di wilayah Cirebon dan
sekitarnya. Itupun jumlahnya semakin sedikit seiring waktu terus berjalan. Bukan tidak
mungkin peristiwa-peristiwa ‘kecil’ tersebut (namun tentunya tetap memiliki arti dan
makna yang besar bagi kemerdekaan bangsa) termasuk yang terjadi di wilayah Cirebon
pemerintah ataupun luput dari pengamatan para sejarawan. Sehingga agak sulit
sering dijadikan sumber sejarah utama hanyalah tuturan langsung dari narasumber yang
merupakan sang pelaku sejarah. Tentu sumber lisan (oral history) atau primer sangat
mengkhawatirkan karena jumlah pelaku sejarah amat langka dan nyaris punah.
Disamping itu sumber lisan juga sangat dipengaruhi sekali oleh daya ingat dan sifat-sifat
penyampainya. Minimnya bukti sejarah yang ada menambah kesulitan untuk melakukan
Hal ini bisa kita maklumi karena sejarah biasanya hanya mencatat tokoh-tokoh
nasional atau orang-orang tertentu saja, seperti dari kalangan bangsawan. Ini terjadi
mungkin karena berbagai keterbatasan yang ada baik teknis maupun non teknis. Metode
pendekatan sejarah yang dipakaipun tentu mempengaruhi uraian isinya, oleh karenanya
biasanya kiprah perjuangan yang dilakukan kaum bangsawan jauh lebih populer dari
pada semangat heroik yang ditunjukan oleh rakyat jelata. Baik rakyat jelata maupun
kaum bangsawan mereka tetap adalah pahlawan yang dengan kerelaan dan ketulusan
telah mengorbankan harta, benda, tenaga, pikiran bahkan nyawa bagi terbebasnya ibu
sangatlah penting bagi masyarakat. Menggali sejarah lokal yang notabene merupakan
bagian dari sejarah perjalanan bangsa akan sangat bermakna bagi pembentukan sejarah
nasional sebagai identitas bangsa. Setiap peristiwa (lokal) yang terjadi akan memiliki
nilai sejarah, peristiwa yang memiliki nilai sejarah akan lebih mengandung makna dalam
sejarah perjalanan bangsa, terlebih lagi mengenai sejarah perjuangan bangsa dalam
rangka merebut kemerdekaan. Sebab itulah kita semua harus dapat melestarikan
Salah satu peristiwa sejarah yang terjadi masayarakat Cirebon pernah ditulis oleh
Saudara Maharyono, yang diterbitkankan oleh PT. Grasindo pada tahun 2003. Sampai
saat ini buku tersebut mungkin merupakan satu-satunya buku yang ditulis secara khusus
mengupas tentang perjuangan yang dilakukan masyarakat Kota Cirebon dan sekitarnya
pada masa perang kemerdekaaan (1945 – 1949). Buku itu selain menceritakan tentang
bagaimana kondisi yang dialami masyarakat Cirebon pada masa kemerdekaan, juga
menceritakan secara khusus kisah heroik Pasukan Kancil Merah dan peritiwa Palagan
Mandala.
Pasukan Kancil Merah pada saat itu memang keberadaanya sangat dikenal oleh
masyarakat Cirebon dan sekitarnya. Pasukan Kancil Merah adalah nama samaran
bernama Letnan Abdul Kadir. Pasukan Kancil Merah, merupakan salah satu pasukan
gerilya yang memiliki persenjataan yang lengkap dengan jumlah personil yang cukup
2003), Pasukan Kancil Merah mengalami beberapa kali kontak senjata dengan Belanda
Beberapa anggota Pasukan Kancil Merah yang gugur dalam medan pertempuran,
diantarnya kini diabadikan menjadi nama jalan di Kota Cirebon, seperti jalan Kusnan,
hasil perjanjian Linggarjati. Belanda melakukan agresinya yang pertama pada tanggal 21
Juli 1947 dengan melakukan penyerangan diberbagai daerah termasuk wialayah Cirebon.
Tepat pada pukul 09.00, bertepatan dengan Bulan Puasa, serangan udara dilancarkan oleh
Belanda, sebagai tanda dimulainya agresi militer Belanda ke Cirebon. Padahal saat itu
Belanda masih terikat oleh perjanjian Linggarjati. Kota Cirebon diserang dari udara
dengan pesawat pemburu dan pembom yang melepaskan tembakan senapan mesin, roket
dan bom yang terdiri dari jenis seberat sepuluh hingga seratus kilogram.
Pada tanggal 22 Juli Belanda terus melakukan penyerangan dari udara dan laut.
Beberapa daerah yang dijadikan sasaran tembak diantaranya adalah jembatan kereta api
Krian, Stasiun Kejaksan, Kutagara, Prujakan dan Pagongan. Akibat insiden tersebut
puluhan orang tewas termasuk anak-anak, kaum perempuan serta masyarakat sipil
lainnya.
Pasukan Siliwangi yang berkedudukan di Cirebon waktu itu tidak dapat menahan
serangan Belanda yang pesenjataannya lebih lengkap dan modern. Atas segala
pertimbangan dan untuk menghindarkan dari kehancuran yang lebih fatal Pasukan
Siliwangi menjauh ke Desa Mandala untuk mengatur siasat gerilya. Desa Mandala adalah
salah satu desa yang berada di bawah kaki Gunung Ciremai, secara administratif berada
antara pasukan TNI dibawah pimpinan Letnan Budhi Hardjo dengan pasukan Belanda
Agustus 1949, yang kemudian dilanjutkan dengan Konferensi Meja Bundar (KMB).
termasuk diantaranya Kapten Hendrik bersama putranya yang baru berusia 10 tahun. Kini
Taman Makam Pahlawan Kesenden Kota Cirebon. Masyarakat Desa Mandala pun
banyak yang menderita kerugian, baik materi maupun immateri, semuanya dilakukan
demi kecintaan terhadap tanah air dan bangsa serta adanya dorongan kuat untuk
dan masyarakat Jawa Barat pada umumnya yang sarat dengan nilai –nilai heroik, namun
belum tergali. Semua itu merupakan potensi khasanah sejarah bangsa yang tiada ternilai
harganya. Sebagai bagian dari generasi muda yang hidup di masa kemerdekaan, tentu
akan merasa sangat bangga jika membaca atau mengetahui kisah heroik yang pernah
dilakukan oleh para generasi sebelumnya. Sehingga akan timbul rasa kecintaan terhadap
bangsa dan tanah air, sekaligus akan tumbuh juga rasa tanggung jawab untuk mengisi
kemerdekaan ini dengan sesuatu yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa dan negara.
Seperti apa yang telah diberikan oleh para pahlawan bangsa terhadap negeri ini.
081324229522