Anda di halaman 1dari 9

1.

PERTEMPURAN SURABAYA (10 NOPEMBER 1945)

Penyebab :

Latar belakang terjadinya peperangan ini adalah karena adanya insiden hotel
yamato surabaya. Dimana ketika itu orang-orang belanda di bawah pimpinan Mr.
Ploegman mengibarkan bendera Merah Putih Biru yaitu bendera Belanda di atas hotel
Yamato di Surabaya. Hal ini tentunya membuat kemarahan di hati masyarakat
Surabaya tatkala itu. Karena hal ini dianggap telah menghina kedaulatan bangsa
Indonesia dan juga kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan pada bulan
Agustus tanggal 17 beberapa bulan yang lalu.

Sehingga hal ini membuat sebagian pemuda bertindak tegas dengan menaiki hotel
yamato dan merobek berdera belanda warna birunya sehingga tinggal tersisa warna
bendera bangsa Indonesia Merah Putih. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 27 Oktober.
Inilah yang memicu terjadi peristiwa bersejarah pertempuran 10 November tersebut.

Hotel Yamato dulu dikenal dengan istilah Yamato Hoteru (bernama Oranje Hotel
atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl.
Tunjungan no. 65 Surabaya. Kemudian meletuslah pertempuran pertama antara
Indonesia melawan tentara Inggris pada 27 Oktober 1945. Serangan-serangan kecil itu
ternyata dikemudian hari berubah menjadi serangan umum yang hampir
membinasakan seluruh tentara Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn
meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.

Kronologi Pertempuran :

Tanggal 10 November 1945 pihak sekutu marah dan Mayor Jenderal Eric Carden
Robert Mansergh yang ditunjuk sebagai pengganti Brigadir Jenderal Mallaby
mengeluarkan ultimatum yang berisi pernyataan bahwa pihak Indonesia harus
menghentikan perlawanan terhadap AFNEI dan NICA serta menyerahkan semua
senjata yang dimiliki. Waktu ultimatum ditentukan yakni sampai pukul 06.00 di
tanggal 10 November 1945.

Rakyat Surabaya merasa dihina dengan adanya ultimatum tersebut dan sama sekali
tidak berniat untuk mengiyakan ultimatum tersebut. Rakyat Surabaya merasa hal
tersebut tidak seharusnya dilakukan karena Negara Indonesia telah ada dengan
membentuk pasukan Negara yakni TKR. Pada tanggal 10 November 1945 pula
pasukan sekutu melakukan aksi Ricklef atau dikenal pula dengan pembersihan darah.
Mereka memborbadir kota Surabaya dengan serangan dari darat maupun laut dengan
menggunakan tank, pesawat, dan kapal perang.

Alih-alih mundur, rakyat Surabaya justru semakin tak gentar. Seluruh penduduk
turut serta dalam melawan aksi pasukan sekutu meski artinya banyak mengorbankan
nyawa penduduk. Pasukan sekutu pun dibuat tercengang dengan kuatnya lapisan
pertahanan rakyat Surabaya yang mereka kira dapat dikalahkan hanya dalam waktu
tiga hari.
Selain itu kekuatan rakyat Surabaya juga disokong dari para santri dengan
dukungan tokoh-tokoh agama seperti KH. Hasyim Asy’ari dan K.H Wahab Hasbullah
yang perannya lebih besar kala itu dibandingkan pemerintah. Pertempuran ini pun
berlangsung berhari-hari hingga berminggu-minggu. Dari mulai pola serangan yang
tidak teratur (spontan) hingga menjadi teratur dan berstrategi.

Sosok Bung Tomo yang merupakan seorang revolusioner menjadi api pembakar
semangat rakyat Surabaya pun hingga kini terus dikenang jasa dan perjuangannya.
Beliau menyuarakan pidato yang memacu keinginan rakyat Surabaya untuk
mempertahankan Indonesia hingga titik darah penghabisan. Bung Tomo mengatakan
dengan lantang “Merdeka atau mati?” yang lantas dijawab oleh ratusan ribu rakyat
dengan kata ‘Merdeka’ daripada mati sia-sia ditangan para sekutu.

Pertempuran tersebut memakan korban tewas hingga lebih dari 10.000 orang
pejuang Indonesia dan rakyat sipil sebanya 200.000 orang harus mengungsi dari
Surabaya lantaran kota Surabaya belum layak ditempati akibat kerusakan parah.
Sementara dari pihak sekutu terdapat sekitar 2000 orang tewas. Perlawan rakyat
Indonesia tak ternilai harganya demi menyelamatkan bangsa dan melepaskan belenggu
penjajah.

Banyaknya pejuang dan rakyat yang tewas pada 10 November 1945 membuat
tanggal ini dikenang sebagai Hari Pahlawan hingga saat ini. Tak hanya itu, dibangun
pula Tugu Pahlawan setinggi 41,15 meter yang menjadi marka kota Surabaya.
Dibawah tugu tersebut terdapat museum yang menyimpan banyak peninggalan sejarah
terkait pertempuran 10 November 1945.

2. PERTEMPURAN BOJONGKOKOSAN (9 DESEMBER 1945)

Penyebab :

Terjadinya Pertempuran Bojong Kokosan dimulai ketika pasukan tentara Inggris,


Gurkha, dan NICA sebanyak satu batalyon berusaha masuk ke Sukabumi. Kedatangan
tentara sekutu ke Sukabumi dilatarbelakangi oleh tiga tujuan utama yaitu, mengambil
tawanan Jepang di daerah Sukabumi dan sekitarnya, memberikan bantuan ke Bandung
yang pada saat itu sedang terjadi pergolakan antara pihak pemuda dengan tentara sekutu
dan menjaga kelancaran hubungan jalan darat antara Bogor-Sukabumi-Cianjur.

Kronologi Pertempuran :

Peristiwa di Bojong Kokosan merupakan salah satu faktor penyebab dari peristiwa
Bandung Lautan Api pada 24 Maret 1946. Hal ini disebabkan karena ditinjau dari strategi
nasional, daerah jalur Jakarta-Bogor-Sukabumi-Bandung merupakan urat nadi kekuatan
sekutu untuk menguasai daerah yang dilalui jalur tersebut. Pertempuran Bojong Kokosan
atau perang konvoi ini terjadi dalam dua periode. Pertama terjadi pada tanggal 9 sampai 12
Desember 1945, kedua terjadi dari tanggal 10 sampai 14 Maret 1946.
Dimana pertempuran ini berawal dari berita yang diterima prajurit TKR Sukabumi di
Pos Cigombong tentang kedatangan tentara Inggris, Gurkha, dan NICA yang berusaha
memasuki wilayah Sukabumi. Pimpinan Kompi III saat itu, Kapten Murad dan laskar
rakyat Sukabumi segera menghadang dan menduduki tempat pertahanan di pinggir tebing
utara dan selatan jalan di Bojongkokosan. Penghadangan yang dilakukan oleh rakyat
Sukabumi dan Tentara Keamanan Rakyat atau TKR ini menyebabkan terjadinya
pertempuran sengit yang dikenal dengan nama Pertempuran Bojong Kokosan. Barisan
pejuang yang terlibat dalam peristiwa Bojong Kokosan diperkuat oleh senjata rampasan
dari tentara Jepang.
Selain pasukan TKR, penghadangan terhadap sekutu juga dilakukan oleh Laskar
Rakyat Sukabumi seperti Barisan Banteng pimpinan Haji Toha, Hizbullah pimpinan Haji
Akbar dan Pesindo. Penghadangan ini terjadi sepanjang 81 kilometer. Dimulai dari daerah
Cigombong, Bogor sampai dengan Ciranjang, Cianjur. Sementara, pertahanan pasukan
sekutu diperkuat dengan puluhan tank, panser wagon, dan truk berisi ribuan pasukan
Gurkha.
Konvoi yang dilakukan pasukan sekutu berhasil masuk ke garis pertahanan TKR. Saat
mendekati tebing Bojong Kokosan, pasukan TKR segera melepaskan tembakan dan
melakukan serangan. Pasukan tentara sekutu yang bersenjatakan peralatan perang modern
segera membombadir pertahanan pejuang dengan tank baja, mortir, dan senapan mesin.
Namun, tentara TKR berhasil meloloskan diri dari serangan sekutu setelah terjadinya
hujan deras disertai kabut mengguyur kawasan Bojong Kokosan.
Pertempuran kembali terjadi di sepanjang jalan Bojong kokosan hingga perbatasan
Cianjur seperti Ungkrak, Selakopi, Cikukulu, Situawi, Ciseureuh hingga Degung. Perang
juga meluas hingga lintasan Ngaweng, Cimahpar, Pasekon, Sukaraja, hingga Gekbrong di
perbatasan Sukabumi-Cianjur. Tentara sekutu yang dalam perjalanan ke Bandung dibuat
gentar oleh terjadinya penyerangan di Bojong Kokosan sehingga mengajak pemimpin
TKR dan pemerintah setempat untuk berunding.
Diwakili Komadan Resimen III, Letnan Kolonel Edi Sukardi, akhirnya usulan
gencatan senjata disetujui. Namun, gencatan senjata yang dirundingkan oleh komandan
tentara sekutu ternyata hanya berlangsung sehari, karena pada tanggal 10 Desember 1945,
tentara sekutu kembali membombardir Kecamatan Cibadak. Pengeboman itu tercatat
dalam majalah Belanda Fighting Cocks karangan Kolonel Doulton. Serangan pesawat-
pesawat tempur yang dilakukan tentara sekutu terhadap tentara TKR di Bojong Kokosan
bahkan tercatat sebagai yang terbesar sepanjang Perang Dunia II.
Sekutu melakukan pengeboman udara setelah mengetahui puluhan tentaranya tewas
di tangan pasukan TKR. Pada persitiwa pengeboman itu, 73 pejuang meninggal dunia.
Sebagian nama pejuang yang gugur dalam Pertempuran Bojong Kokosan tercatat di tugu
Palagan Bojong Kokosan. Tidak hanya gugur, Peristiwa Bojong Kokosan juga
menewaskan dan melukai ratusan rakyat sipil. Ratusan rumah hancur setelah Angkatan
Udara Inggris (Royal Air Force) melakukan serangan balasan. Sekutu mengebom
beberapa desa di Kompa, Parung Kuda, dan Cibadak hingga hancur dan rata dengan tanah.
Pertempuran Bojong Kokosan telah mengakibatkan banyak korban jiwa baik dari
pihak sekutu, maupun pihak TKR. Pada pertempuran periode pertama tidak satu pun
prajurit TKR yang gugur. Sementara, di pihak sekutu telah mengakibatkan 50 orang
meninggal dunia, 100 orang luka berat, dan 30 pasukan menyerah. Pada pertempuran
periode kedua, 73 orang prajurut TKR dinyatakan meninggal dunia.
3. PERTEMPURAN MEDAN AREA (10 DESEMBER 1945)
Penyebab :
a. Bekas tawanan yang menjadi arogan dan sewenang-wenang.
b. Ulah seorang penghuni hotel yang merampas dan menginjak-injak lencana
merah putih.
c. Pemberian batas daerah Medan secara sepihak oleh Sekutu

Kronologi Pertempuran :
Sekutu mengultimatum rakyat Medan untuk menyerahkan senjatanya.NICA
melakukan aksi teror yg menyebabkan pecahnya pertempuran shg banyak korban di
pihak Inggris. Tgl 1 Des 1945 Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed
Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan. Pada bulan April
1946 pasukan Sekutu berhasil mendesak pemerintah RI keluar Medan. Pasukan
Inggris dan NICA mengadakan pembersihan terhadap unsur Republik yang berada di
kota Medan. Hal ini jelas menimbulkan reaksi para pemuda dan TKR untuk melawan
kekuatan asing yang mencoba berkuasa kembali.

Akibat Pertempuran

Pertempuran Medan Area berakhir pada 15 Februari 1947 pukul 24.00 setelah
ada perintah dari Komite Teknik Gencatan Senjata untuk menghentikan kontak
senjata. Sesudah itu Panitia Teknik genjatan senjata melakukan perundingan untuk
menetapkan garis-garis demarkasi yang definitif untuk Medan Area. Dalam
perundingan yang berakhir pada tanggal 10 Maret 1947 itu, ditetapkanlah suatu garis
demarkasi yang melingkari kota Medan dan daerah koridor Medan Belawan. Panjang
garis demarkasi yang dikuasai oleh tentara Belanda dengan daerah yang dikuasai oleh
tentara Republik seluruhnya adalah 8,5 Km. Pada tanggal 14 Maret 1947 dimulailah
pemasangan patok-patok pada garis demarka-si itu. Akan tetapi kedua pihak,
Indonesia dan Belanda, selalu bertikai mengenai garis demarkasi ini. Empat bulan
setelah akhir pertempuran ini, Belanda melaksanakan Operatie Product atau disebut
Agresi Militer Belanda I.

Akhir Pertempuran

Pada tgl 10 Agustus 1946 di Tebing tinggi diadakan pertemuan antara


komandan-komandan pasukan yang berjuang di Medan Area.Pertemuan tersebut
memutuskan dibentuknya satu komando yang bernama Komando Resimen Laskar
Rakyat Medan Area. Komando tersebut meneruskan perjuangan di Medan Area.
4. PERTEMPURAN AMBARAWA (12 – 15 DESEMBER 1945)
Penyebab :
Pertempuran ini yakni dimulai sejak kedatangan pasukan sekutu yang
dipimpin oleh Brigadir Jenderal Bethel yang tergabung dalam Brigade Artileri Divisi
India ke-23 ternyata diboncengi oleh NICA (Nederlands Indies Civil Administration).
Kedatangan sekutu pada awalnya diterima oleh pihak Indonesia lantaran untuk
mengurus bekas tawanan perang atau Interniran Belanda. Namun, pihak sekutu dan
NICA justru malah membebaskan para tawanan secara sepihak tanpa adanya
perjanjian dengan pihak Indonesia.
Merasa telah dibohongi maka marahlah pihak Indonesia hingga akhirnya
terjadi insiden yang bermula di kota Magelang pada tanggal 26 Oktober 1945. Pihak
sekutu yang berupaya menguasai wilayah Kota Magelang membuat kekacauan dan
melucuti senjata anggota TKR. Presiden Soekarno dan Brigadir Jenderal Bethel
akhirnya dapat menghentikan insiden tersebut setelah mengadakan kesepakatan
tanggal 2 November 1945.

Kronologi Pertempuran :

Pada tanggal 21 November 1945 pula TKR divisi V/Purwokerto yang


dipimpin oleh Imam Androngi melakukan serangan fajar, mereka merebut desa-desa
yang sebelumnya telah diduduki sekutu dan berhasil menduduki desa pingit.
Pengejaran kembali dilakukan oleh Batalyon Imam Androngi dan pasukannya.
Batalyon 10 Divisi III dibawah kepemimpinan Mayor Soeharto, Batalyon 8 dibawah
kepemimpinan Mayor Sardjono, dan Batalyon Sugeng yang merupakan Batalyon dari
Yogyakarta menyusul Batalyon Imam Androngi. Pasukan sekutu mencoba
mengancam kedudukan pasukan Batalyon dengan tank-tank dan gerakan melambung
setelah akhirnya mereka berhasil terkepung. Namun, pasukan Batalyon memilih
mundur ke Bendano untuk menghindari jatuhnya korban.
Letnan Kolonel M. Sarbini yang memimpin TKR Resimen Magelang
berupaya membalas perlakuan pihak sekutu dengan melakukan pengepungan kembali
dari segala penjuru. Tak berhenti sampai disitu, pasukan sekutu memasuki daerah
Ambarawa secara diam-diam dan pergerakan mereka pun mendapatkan pengejaran
dari TKR Resimen Kedu Tengah yang juga dipimpin oleh Letnan Kolonel M. Sarbini.
Beruntung kala itu pasukan angkatan muda pimpinan Oni Sastrodiharjo yang
diperkuat pasukan gabungan Ambarawa, Suruh, dan Surakarta berhasil menghadang
pasukan sekutu di desa jambu sehingga pergerakan mereka tertahan. Di desa Jambu,
Kolonel Holland Iskandar memimpin rapat koordinasi dengan para komandan
pasukan.
Markas Pimpinan Pertempuran di Magelang adalah hasil rapat koordinasi
yang mana terdpaat pembagian empat sektor (sektor utara, sektor barat, sektor selatan,
dan sektor timur) atas Ambarawa dengan disiagakannya pasukan tempur secara
bergantian.
Kabar duka pun menyelimuti. Letnan Kolonel Isdiman yang memimpin
pasukan dari Purwokerto gugur pada 26 November 1945. Meski begitu situasi
pertempuran menguntungkan pasukan TKR ketika pengambil alihan pasukan
dilakukan oleh Kolonel Soedirman yang merupakan Panglima Divisi V/Purwokerto.
Sementara itu daerah Banyubiru yang merupakan garis pertahanan terdepan berhasil
ditinggalkan pasukan sekutu setelah diusir pada 5 Desember 1945.
Usai memikirkan beberapa upaya mengenai strategi penyerangan pada tanggal
11 Desember 1945, Kolonel Soedirman memanggil tiap komandan sektor dan
melakukan diskusi. Kolonel Sudirman berpendapat bahwa serangan terakhir harus
segera dilakukan karena keadaan pasukan sekutu tengah terdesak. Waktu penyerangan
pada semua sektor dijadwalkan pukul 04.30 pada 12 Desember 1945 dimana masing-
masing komandan akan memimpin serangan secara tiba-tiba. TKR berhasil
mengepung pasukan sekutu di dalam kota hanya dalam waktu tiga puluh menit pada
dini hari tanggal 12 Desember 1945 setelah bergerak menuju sasaran masing-masing.
Meski begitu pertahanan musuh yang terkuat tetap masih ada yakni di tengah-tengah
kota Ambarawa tepatnya di Benteng Willem.
Pengepungan yang dilakukan oleh TKR berlangsung selama empat hari empat
malam. Kolonel Soedirman memimpin langsung penyerangan dengan melakukan
strategi gelar supit urang dan membuat pengepungan rangkap dua sisi sehingga
membuat pasukan sekutu semakin terperangkap. Pasukan sekutu akhirnya
meninggalkan Ambarawa menuju Semarang pada tanggal 15 Desember 1945. Tangga
tersebut ditetapkan sebagai hari Infanteri.
Pertempuran Ambarawa telah memberikan memori bagi bangsa Indonesia.
Perjuangan para pemuda untuk mempertahankannya bukan hanya semata-mata karena
kota Ambarawa merupakan kota yang strategis karena berdekatan dengan tiga kota
besar di Jawa Tengah yakni Surakarta, Magelang, dan markas tertinggi TKR yakni
Yogyakarta. Jauh diatas semua mempertahankan Ambarawa adalah sebuah amanah
yang harus dijalankan atas nama bangsa Indonesia dan seluruh isinya.

5. PERISTIWA MERAH PUTIH DI MANADO (14 PEBRUARI 1946)

Penyebab :
Penyebab terjadinya peristiwa merah putih di manado karena pada tahun 1945
pasukan sekutu menyerahkan sulawesi utara kepada NICA, dan pasukan NICA
sewenang-wenang terhadap rakyat, kemudian rakyat sulawesi membentuk pasukan
pemudan indonesia yang sekarang dikenal dengan nama PPI,Pada tanggal 14 feb 1946
para pejuang PPI menyerbu markas NICA di Telling dan membebaskan pimpinan PPI
yang ditawan oleh NICA beserta pasukannya. Selanjutnya para pejuang merobek
merah putih biru milik bellanda dan menjadikannya , Bendera Merah Putih. Oleh
karena itulah disebut peristiwa merah putih di Manado
Kronologi Pertempuran :
Pada 11 Desember 1945, Kolonel Sudirman mengadakan pertemuan dengan
Komandan dan Tentara Sektor TKR. Pada 12 Desember 1945 pukul 4.30 pagi,
serangan dimulai. Pembukaan serangan dimulai dengan menembak pertama kali,
kemudian diikuti oleh penembak karabin. Pertempuran pecah di Ambarawa. Satu
setengah jam kemudian, jalan raya Semarang-Ambarawa dikendalikan oleh unit TKR.

Pertempuran Ambarawa sangat sengit. Kol. Sudirman segera memimpin


pasukannya untuk menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan ganda di
kedua sisi sehingga musuh benar-benar terkurung. Pasokan dan komunikasi dengan
kekuatan utama sepenuhnya terputus. Setelah berjuang selama 4 hari, pada 15
Desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil membawa Ambarawa
dan Sekutu kembali ke Semarang. Kemenangan pertempuran ini kini diabadikan
dengan didirikannya Monumen Palagan Ambarawa dan diperingatinya Hari Jadi TNI
Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika.

6. BANDUNG LAUTAN API (23 MARET 1946)


Penyebab :
a) Kemarahan sekutu atas usaha para pemuda untuk merebut pangkalan udara
Andir dan pabrik senjata bekas Artillerie Constructie Winkel (ACW-sekarang
Pindad).
b) Pembentukan Majelis Dewan Per-juangan yang dipimpin panglima TKR,
Aruji Kartawinata, yang terdiri atas wakil-wakil TKR dan berbagai
kelaskaran.
c) Pada tanggal 21 November 1945 Sekutu mengeluarkan ultimatum agar para
pe-juang menyerahkan senjata dan men-gosongkan Bandung Utara. Ternyata
ul-timatum itu tidak diindahkan oleh pihak pejuang. Insiden terjadi, para
pemuda melakukan penyerobotan ter-hadap kendaraan-kendaraan Belanda
yang berlindung di bawah Sekutu.

Kronologi Pertempuran :
Para pejuang Republik Indonesia yang sangat tidak rela jika kotanya diambil
oleh pihak musuh dan sebenarnya keputusan untuk mundur sangat menyakiti hati para
pejuang. Akhbar (anggota Laskar Pemuda) saat itu menyatakan ketidakrelaannya jika
Bandung dikuasai sekutu, berkata :

“Kami waktu itu sudah diajari oleh Jepang tentang politik bumi hangus, dan kami
tidakrela kembali di jajah. Jadi ketika kami mundur, semua rumah dibakar oleh
pemiliknya”.

TRI pun melancarkan serangan terus menerus ke pos-pos tentara sekutu.


Malam itu sejalan dengan pengosongan rakyat yang mengungsi, pembakaran pun
terjadi dimana-dimana. Bangunan pertama yang dibakar adalah bangunan Indische
Restaurant (Saat ini lokasinya sekitar Bank BRI Jalan Asia Afrika) sekitar pukul
21.oo. Di tengah-tengah pertempuran hebat para pejuang dan sekutu, munculah sosok
pemuda berumur 19 tahun yang bernama Mohammad Toha dan Mohammad Ramdan
yang menjalankan misi untuk meledakkan gudang mesiu menggunakan granat tangan,
sehingga menjadikan kota Bandung diselimuti oleh api yang berkobar. Persitiwa ini
dikenang dengan nama Bandung Lautan Api. Kedua pemuda itu rela mengorbankan
nyawa mereka gugur dalam ledakan dahsyat itu, demi menjalankan tugas untuk
bangsa dan negara agar tidak kembali di jajah.
Langkah kedua pemuda itupun diikuti oleh seluruh warga Bandung, mereka
membakar sendiri rumah-rumah mereka. Bandung yang sudah diledakkan pun benar-
benar menjadi lautan api. Iin (75) masih mengenang peristiwa itu, dia ingat saat
ayahnya sendiri membakar rumah mereka di Kebon Kalapa bersaksi :

“Supaya tidak jatuh ke tangan Belanda, Bapak rela bakar rumah. Saya masih kecil
waktu itu dan mengungsi ke Bale Endah”. kata Iin

Ribuan warga Bandung lainnya melakukan hal sama. Lebih baik membakar
rumah daripada membiarkannya jatuh ke tangan sekutu. Saksi mata yang melihat dari
ketinggian melihatnya seperti lautan api karena Bandung terbakar di mana-mana dan
asap melambung tinggi.

Kesimpulan
Peristiwa Bandung Lautan Api pada tanggal 24 Maret 1946, disebabkan oleh tiga hal,
yaitu perebut pangkalan udara Andir dan pabrik senjata bekas Artil-lerie Constructie
Winkel, pembentukan Majelis Dewan Perjuangan, dan tidak ditanggapinya ultimatum
Sekutu pada tanggal 21 November 1945.

7. PUPUTAN MARGARANA (20 NOPEMBER 1946)


Penyebab :
Latar belakang munculnya puputan Margarana sendiri bermula dari
Perundingan Linggarjati. Pada tanggal 10 November 1946, Belanda melakukan
perundingan linggarjati dengan pemerintah Indonesia. Salah satu isi dari perundingan
Linggajati adalah Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan
wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Selanjutnya Belanda
diharuskan sudah meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949.

Kronologi Pertempuran :

Pada tanggal 2 dan 3 Maret 1949 Belanda mendaratkan pasukannya kurang


lebih 2000 tentara di Bali yang diikuti oleh tokoh-tokoh yang memihak Belanda.
Tujuan dari pendaratan Belanda ke Bali sendiri adalah untuk menegakkan berdirinya
Negara Indonesia Timur. Pada waktu itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai yang
menjabat sebagai Komandan Resiman Nusa Tenggara sedang pergi ke Yogyakarta
untuk mengadakan konsultasi dengan Markas tertinggi TRI, sehingga dia tidak
mengetahui tentang pendaratan Belanda tersebut.
Di saat pasukan Belanda sudah berhasil mendarat di Bali, perkembangan
politik di pusat Pemerintahan Republik Indonesia kurang menguntungkan akibat
perundingan Linggajati, di mana pulau Bali tidak diakui sebagai bagian wilayah
Republik Indonesia. Pada umumnya Rakyat Bali sendiri merasa kecewa terhadap isi
perundingan tersebut karena mereka merasa berhak masuk menjadi bagian dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Terlebih lagi ketika Belanda berusaha membujuk Letnan Kolonel I Gusti


Ngurah Rai untuk diajak membentuk Negara Indonesia Timur. Untung saja ajakan
tersebut ditolak dengan tegas oleh I Gusti Ngurah Rai, bahkan dijawab dengan
perlawanan bersenjata Pada tanggal 18 November 1946. Pada saat itu I Gusti Ngurah
Rai bersama pasukannya Ciung Wanara Berhasil memperoleh kemenangan dalam
penyerbuan ke tangsi NICA di Tabanan.

Karena geram, kemudian Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya di Bali


dan Lombok untuk menghadapi perlawanan I Gusti Ngurah Rai dan Rakyat Bali.
Selain merasa geram terhadap kekalahan pada pertempuran pertama, ternyata pasukan
Belanda juga kesal karena adanya konsolidasi dan pemusatan pasukan Ngurah Rai
yang ditempatkan di Desa Adeng, Kecamatan Marga, Tabanan, Bali. Setelah berhasil
mengumpulkan pasukannya dari Bali dan Lombok, kemudian Belanda berusaha
mencari pusat kedudukan pasukan Ciung Wanara.

Anda mungkin juga menyukai