Penyebab :
Latar belakang terjadinya peperangan ini adalah karena adanya insiden hotel
yamato surabaya. Dimana ketika itu orang-orang belanda di bawah pimpinan Mr.
Ploegman mengibarkan bendera Merah Putih Biru yaitu bendera Belanda di atas hotel
Yamato di Surabaya. Hal ini tentunya membuat kemarahan di hati masyarakat
Surabaya tatkala itu. Karena hal ini dianggap telah menghina kedaulatan bangsa
Indonesia dan juga kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan pada bulan
Agustus tanggal 17 beberapa bulan yang lalu.
Sehingga hal ini membuat sebagian pemuda bertindak tegas dengan menaiki hotel
yamato dan merobek berdera belanda warna birunya sehingga tinggal tersisa warna
bendera bangsa Indonesia Merah Putih. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 27 Oktober.
Inilah yang memicu terjadi peristiwa bersejarah pertempuran 10 November tersebut.
Hotel Yamato dulu dikenal dengan istilah Yamato Hoteru (bernama Oranje Hotel
atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang bernama Hotel Majapahit) di Jl.
Tunjungan no. 65 Surabaya. Kemudian meletuslah pertempuran pertama antara
Indonesia melawan tentara Inggris pada 27 Oktober 1945. Serangan-serangan kecil itu
ternyata dikemudian hari berubah menjadi serangan umum yang hampir
membinasakan seluruh tentara Inggris, sebelum akhirnya Jenderal D.C. Hawthorn
meminta bantuan Presiden Sukarno untuk meredakan situasi.
Kronologi Pertempuran :
Tanggal 10 November 1945 pihak sekutu marah dan Mayor Jenderal Eric Carden
Robert Mansergh yang ditunjuk sebagai pengganti Brigadir Jenderal Mallaby
mengeluarkan ultimatum yang berisi pernyataan bahwa pihak Indonesia harus
menghentikan perlawanan terhadap AFNEI dan NICA serta menyerahkan semua
senjata yang dimiliki. Waktu ultimatum ditentukan yakni sampai pukul 06.00 di
tanggal 10 November 1945.
Rakyat Surabaya merasa dihina dengan adanya ultimatum tersebut dan sama sekali
tidak berniat untuk mengiyakan ultimatum tersebut. Rakyat Surabaya merasa hal
tersebut tidak seharusnya dilakukan karena Negara Indonesia telah ada dengan
membentuk pasukan Negara yakni TKR. Pada tanggal 10 November 1945 pula
pasukan sekutu melakukan aksi Ricklef atau dikenal pula dengan pembersihan darah.
Mereka memborbadir kota Surabaya dengan serangan dari darat maupun laut dengan
menggunakan tank, pesawat, dan kapal perang.
Alih-alih mundur, rakyat Surabaya justru semakin tak gentar. Seluruh penduduk
turut serta dalam melawan aksi pasukan sekutu meski artinya banyak mengorbankan
nyawa penduduk. Pasukan sekutu pun dibuat tercengang dengan kuatnya lapisan
pertahanan rakyat Surabaya yang mereka kira dapat dikalahkan hanya dalam waktu
tiga hari.
Selain itu kekuatan rakyat Surabaya juga disokong dari para santri dengan
dukungan tokoh-tokoh agama seperti KH. Hasyim Asy’ari dan K.H Wahab Hasbullah
yang perannya lebih besar kala itu dibandingkan pemerintah. Pertempuran ini pun
berlangsung berhari-hari hingga berminggu-minggu. Dari mulai pola serangan yang
tidak teratur (spontan) hingga menjadi teratur dan berstrategi.
Sosok Bung Tomo yang merupakan seorang revolusioner menjadi api pembakar
semangat rakyat Surabaya pun hingga kini terus dikenang jasa dan perjuangannya.
Beliau menyuarakan pidato yang memacu keinginan rakyat Surabaya untuk
mempertahankan Indonesia hingga titik darah penghabisan. Bung Tomo mengatakan
dengan lantang “Merdeka atau mati?” yang lantas dijawab oleh ratusan ribu rakyat
dengan kata ‘Merdeka’ daripada mati sia-sia ditangan para sekutu.
Pertempuran tersebut memakan korban tewas hingga lebih dari 10.000 orang
pejuang Indonesia dan rakyat sipil sebanya 200.000 orang harus mengungsi dari
Surabaya lantaran kota Surabaya belum layak ditempati akibat kerusakan parah.
Sementara dari pihak sekutu terdapat sekitar 2000 orang tewas. Perlawan rakyat
Indonesia tak ternilai harganya demi menyelamatkan bangsa dan melepaskan belenggu
penjajah.
Banyaknya pejuang dan rakyat yang tewas pada 10 November 1945 membuat
tanggal ini dikenang sebagai Hari Pahlawan hingga saat ini. Tak hanya itu, dibangun
pula Tugu Pahlawan setinggi 41,15 meter yang menjadi marka kota Surabaya.
Dibawah tugu tersebut terdapat museum yang menyimpan banyak peninggalan sejarah
terkait pertempuran 10 November 1945.
Penyebab :
Kronologi Pertempuran :
Peristiwa di Bojong Kokosan merupakan salah satu faktor penyebab dari peristiwa
Bandung Lautan Api pada 24 Maret 1946. Hal ini disebabkan karena ditinjau dari strategi
nasional, daerah jalur Jakarta-Bogor-Sukabumi-Bandung merupakan urat nadi kekuatan
sekutu untuk menguasai daerah yang dilalui jalur tersebut. Pertempuran Bojong Kokosan
atau perang konvoi ini terjadi dalam dua periode. Pertama terjadi pada tanggal 9 sampai 12
Desember 1945, kedua terjadi dari tanggal 10 sampai 14 Maret 1946.
Dimana pertempuran ini berawal dari berita yang diterima prajurit TKR Sukabumi di
Pos Cigombong tentang kedatangan tentara Inggris, Gurkha, dan NICA yang berusaha
memasuki wilayah Sukabumi. Pimpinan Kompi III saat itu, Kapten Murad dan laskar
rakyat Sukabumi segera menghadang dan menduduki tempat pertahanan di pinggir tebing
utara dan selatan jalan di Bojongkokosan. Penghadangan yang dilakukan oleh rakyat
Sukabumi dan Tentara Keamanan Rakyat atau TKR ini menyebabkan terjadinya
pertempuran sengit yang dikenal dengan nama Pertempuran Bojong Kokosan. Barisan
pejuang yang terlibat dalam peristiwa Bojong Kokosan diperkuat oleh senjata rampasan
dari tentara Jepang.
Selain pasukan TKR, penghadangan terhadap sekutu juga dilakukan oleh Laskar
Rakyat Sukabumi seperti Barisan Banteng pimpinan Haji Toha, Hizbullah pimpinan Haji
Akbar dan Pesindo. Penghadangan ini terjadi sepanjang 81 kilometer. Dimulai dari daerah
Cigombong, Bogor sampai dengan Ciranjang, Cianjur. Sementara, pertahanan pasukan
sekutu diperkuat dengan puluhan tank, panser wagon, dan truk berisi ribuan pasukan
Gurkha.
Konvoi yang dilakukan pasukan sekutu berhasil masuk ke garis pertahanan TKR. Saat
mendekati tebing Bojong Kokosan, pasukan TKR segera melepaskan tembakan dan
melakukan serangan. Pasukan tentara sekutu yang bersenjatakan peralatan perang modern
segera membombadir pertahanan pejuang dengan tank baja, mortir, dan senapan mesin.
Namun, tentara TKR berhasil meloloskan diri dari serangan sekutu setelah terjadinya
hujan deras disertai kabut mengguyur kawasan Bojong Kokosan.
Pertempuran kembali terjadi di sepanjang jalan Bojong kokosan hingga perbatasan
Cianjur seperti Ungkrak, Selakopi, Cikukulu, Situawi, Ciseureuh hingga Degung. Perang
juga meluas hingga lintasan Ngaweng, Cimahpar, Pasekon, Sukaraja, hingga Gekbrong di
perbatasan Sukabumi-Cianjur. Tentara sekutu yang dalam perjalanan ke Bandung dibuat
gentar oleh terjadinya penyerangan di Bojong Kokosan sehingga mengajak pemimpin
TKR dan pemerintah setempat untuk berunding.
Diwakili Komadan Resimen III, Letnan Kolonel Edi Sukardi, akhirnya usulan
gencatan senjata disetujui. Namun, gencatan senjata yang dirundingkan oleh komandan
tentara sekutu ternyata hanya berlangsung sehari, karena pada tanggal 10 Desember 1945,
tentara sekutu kembali membombardir Kecamatan Cibadak. Pengeboman itu tercatat
dalam majalah Belanda Fighting Cocks karangan Kolonel Doulton. Serangan pesawat-
pesawat tempur yang dilakukan tentara sekutu terhadap tentara TKR di Bojong Kokosan
bahkan tercatat sebagai yang terbesar sepanjang Perang Dunia II.
Sekutu melakukan pengeboman udara setelah mengetahui puluhan tentaranya tewas
di tangan pasukan TKR. Pada persitiwa pengeboman itu, 73 pejuang meninggal dunia.
Sebagian nama pejuang yang gugur dalam Pertempuran Bojong Kokosan tercatat di tugu
Palagan Bojong Kokosan. Tidak hanya gugur, Peristiwa Bojong Kokosan juga
menewaskan dan melukai ratusan rakyat sipil. Ratusan rumah hancur setelah Angkatan
Udara Inggris (Royal Air Force) melakukan serangan balasan. Sekutu mengebom
beberapa desa di Kompa, Parung Kuda, dan Cibadak hingga hancur dan rata dengan tanah.
Pertempuran Bojong Kokosan telah mengakibatkan banyak korban jiwa baik dari
pihak sekutu, maupun pihak TKR. Pada pertempuran periode pertama tidak satu pun
prajurit TKR yang gugur. Sementara, di pihak sekutu telah mengakibatkan 50 orang
meninggal dunia, 100 orang luka berat, dan 30 pasukan menyerah. Pada pertempuran
periode kedua, 73 orang prajurut TKR dinyatakan meninggal dunia.
3. PERTEMPURAN MEDAN AREA (10 DESEMBER 1945)
Penyebab :
a. Bekas tawanan yang menjadi arogan dan sewenang-wenang.
b. Ulah seorang penghuni hotel yang merampas dan menginjak-injak lencana
merah putih.
c. Pemberian batas daerah Medan secara sepihak oleh Sekutu
Kronologi Pertempuran :
Sekutu mengultimatum rakyat Medan untuk menyerahkan senjatanya.NICA
melakukan aksi teror yg menyebabkan pecahnya pertempuran shg banyak korban di
pihak Inggris. Tgl 1 Des 1945 Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed
Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan. Pada bulan April
1946 pasukan Sekutu berhasil mendesak pemerintah RI keluar Medan. Pasukan
Inggris dan NICA mengadakan pembersihan terhadap unsur Republik yang berada di
kota Medan. Hal ini jelas menimbulkan reaksi para pemuda dan TKR untuk melawan
kekuatan asing yang mencoba berkuasa kembali.
Akibat Pertempuran
Pertempuran Medan Area berakhir pada 15 Februari 1947 pukul 24.00 setelah
ada perintah dari Komite Teknik Gencatan Senjata untuk menghentikan kontak
senjata. Sesudah itu Panitia Teknik genjatan senjata melakukan perundingan untuk
menetapkan garis-garis demarkasi yang definitif untuk Medan Area. Dalam
perundingan yang berakhir pada tanggal 10 Maret 1947 itu, ditetapkanlah suatu garis
demarkasi yang melingkari kota Medan dan daerah koridor Medan Belawan. Panjang
garis demarkasi yang dikuasai oleh tentara Belanda dengan daerah yang dikuasai oleh
tentara Republik seluruhnya adalah 8,5 Km. Pada tanggal 14 Maret 1947 dimulailah
pemasangan patok-patok pada garis demarka-si itu. Akan tetapi kedua pihak,
Indonesia dan Belanda, selalu bertikai mengenai garis demarkasi ini. Empat bulan
setelah akhir pertempuran ini, Belanda melaksanakan Operatie Product atau disebut
Agresi Militer Belanda I.
Akhir Pertempuran
Kronologi Pertempuran :
Penyebab :
Penyebab terjadinya peristiwa merah putih di manado karena pada tahun 1945
pasukan sekutu menyerahkan sulawesi utara kepada NICA, dan pasukan NICA
sewenang-wenang terhadap rakyat, kemudian rakyat sulawesi membentuk pasukan
pemudan indonesia yang sekarang dikenal dengan nama PPI,Pada tanggal 14 feb 1946
para pejuang PPI menyerbu markas NICA di Telling dan membebaskan pimpinan PPI
yang ditawan oleh NICA beserta pasukannya. Selanjutnya para pejuang merobek
merah putih biru milik bellanda dan menjadikannya , Bendera Merah Putih. Oleh
karena itulah disebut peristiwa merah putih di Manado
Kronologi Pertempuran :
Pada 11 Desember 1945, Kolonel Sudirman mengadakan pertemuan dengan
Komandan dan Tentara Sektor TKR. Pada 12 Desember 1945 pukul 4.30 pagi,
serangan dimulai. Pembukaan serangan dimulai dengan menembak pertama kali,
kemudian diikuti oleh penembak karabin. Pertempuran pecah di Ambarawa. Satu
setengah jam kemudian, jalan raya Semarang-Ambarawa dikendalikan oleh unit TKR.
Kronologi Pertempuran :
Para pejuang Republik Indonesia yang sangat tidak rela jika kotanya diambil
oleh pihak musuh dan sebenarnya keputusan untuk mundur sangat menyakiti hati para
pejuang. Akhbar (anggota Laskar Pemuda) saat itu menyatakan ketidakrelaannya jika
Bandung dikuasai sekutu, berkata :
“Kami waktu itu sudah diajari oleh Jepang tentang politik bumi hangus, dan kami
tidakrela kembali di jajah. Jadi ketika kami mundur, semua rumah dibakar oleh
pemiliknya”.
“Supaya tidak jatuh ke tangan Belanda, Bapak rela bakar rumah. Saya masih kecil
waktu itu dan mengungsi ke Bale Endah”. kata Iin
Ribuan warga Bandung lainnya melakukan hal sama. Lebih baik membakar
rumah daripada membiarkannya jatuh ke tangan sekutu. Saksi mata yang melihat dari
ketinggian melihatnya seperti lautan api karena Bandung terbakar di mana-mana dan
asap melambung tinggi.
Kesimpulan
Peristiwa Bandung Lautan Api pada tanggal 24 Maret 1946, disebabkan oleh tiga hal,
yaitu perebut pangkalan udara Andir dan pabrik senjata bekas Artil-lerie Constructie
Winkel, pembentukan Majelis Dewan Perjuangan, dan tidak ditanggapinya ultimatum
Sekutu pada tanggal 21 November 1945.
Kronologi Pertempuran :