Perjuangan Rakyat Indonesia Melawan Belanda Di Sulawesi
Perjuangan Rakyat Indonesia Melawan Belanda Di Sulawesi
MELAWAN BELANDA
Disusun oleh :
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
2. Pernyataan SOB (Staat Van Oorlog en Beleg) atau Keadaan Darurat Perang
Pada tanggal 23 September 1945 mendaratlah tentara Australia sebagai salah satu bagian
dari tentara sekutu, dan bersama mereka membonceng pula aparat belanda yang terkenal
dengan NICA (Netherlands Indische Civil Administration) yang mempunyai tugas khusus
membangun pemerintahan sipil yag dipusatkan kepada kantor gubernur Sulawesi selatan.
Dalam pembentukan pemerintahan sipil oleh NICA ini adalah selain dengan aparat yang
dipersiapkannya pada akhir perang dunia ke 2 di Australia juga membujuk pamom praja
Sebagai langkah pertama dalam usahanya memancing simpati dan perhatian rakyat
dengan melelui badan yang khusus mereka bentuk untuk itu yakni bagian penerangan yang
bahwa republic Indonesia adlah ciptaan dan hadiah dari boneka-boneka jepang. Selain itu
bertujuan pula untuk memperkuat pemerintahannya yang telah mereka bentuk dengan
mengecilkan arti pemerintah republic di Sulawesi selatan yang telah ada sebelumnya dan
Pemerintah republic Indonesia di dulawesi selatan yang dipimpin oleh gubernur Ratulangi
adalah merupakan lambing kekuasaaan republic Indonesia yan menjadi pegangan bagi
seluruh rakyat, para pemimpin dan raja-raja khususnya di Sulawesi selatan. Dan untuk
memperkokoh benteng pertahanan dalam menghadapi kegiatan-kegiatan NICA, maka
lain beberapa tokoh pemimpin yang merupakan staf pemerintahan RI provinsi Sulawesi yang
terdiri dari Lanto Daeng Pasewang, Hajarati, abdul madjid dan sebagainya mengadakan
perjalanan perjalanan di pedalaman Sulawesi selatan untuk lebih membulatkan tekad dan
menginsyafkan rakyat bahwa kemerdekaan itu adalah merupakan perjuangan suci dan mulia.
Demikian obor kemerdekaan kian hari kian menyala di dada rakyat terutama pemuda-
pemuda, aksi-aksi pemogokan sabotase, blockade ekonomi terhadap belanda dan aparatnya
penting menjaga sepanjang pantai dan poros-poros lainnya agar segala bahan makanan baik
yang diangkut dengan perahu maupun angkutan-angkutan lainnya, dicegah agar tidak jatuh di
tangan belanda.
menghadapi NICA, dan salah satu putusannya adalah berupa pernyataan tetap setia terhadap
sehingga belanda pada situasi yang tidak menguntungkan itu mengajak pemerintah Republik
sebagaimana yang diucapkan oleh gubernur Dr. ratulangi pada waktu itu “ memang suatu
waktu orang bisa mentaati hasrat pemuda” dalam situasi yang tegang ini pihak NICA ingin
segera usaha dan cara membuat pancingan-pancingan baik terhadap rakyat lebih-lebih kepada
imannya, cara-cara yang digunakan antara lain di bidang politk yaitu pecah belah antara
pimpinan dengan pimpinan, pimpinan dengan rakyatnya sedang di bidang ekonomi dengan
kantor-kantor distribusi dan peredaran uang NICA nya karena praktis kegiatan ini bertujuan
mengecilkan arti republic bagi rakyat banyak dan untuk lebih mengokohkan kekuasaannya
dengan pemerintah yang telah dibentuknya itu. Politik adu domba dilangsungkan tidak hanya
antara pemimpin tetapi juga antara rakyat dimana pada puncaknya berhasil menimbulkan
peristiwa ambon di Makassar yang dimulai dengan tindakan provokatif KNIL suku ambon
yang berkedudukan di Fort Rotterdam dengan sepasukan KNIL terdiri dari satu pleton
mengendarai empat truk mengadakan penembakan terhadap pemuda dan rakyat dipinggir
jalan sepanjang Lajangiru, Maccini, dan Maricaya di kota Makassar pada tanggal 2 oktober
1945.
Tentara belanda menjalankan siasat ampuh mengadakan kontak dengan pihak raja-raja
atau golongan bangsawan atau intelektual, bahwa mereka akan membangun kembali
Indonesia yang telah hancur ditindas dan diperas oleh facisme jepang. Ternyata perhitungan
NICA meleset, mereka lupa bahwa diujunga abad 20 adalah kebangkitan bangsa-bangsa kilit
berwarna terutama di asia dan di afrika secara serentak bergolak untuk melepaskan diri dari
pada saat itu, tidak begitu tajam meneropong gerak dari perubahan dan peralihan sejarah di
mengadakan konferensi malino pada tanggal 16 juli 1946 yang dihadiri oleh wakil-wakil dari
irian barat (new guinea), Maluku utara dan selatan, timur, flores, Sumbawa, Lombok, bali
2. Sebelum Negara federal itu dibentuk harus dilalui masa peralihan, selama itu
3. Biarpun Negara pederal ini merdeka, tetapi harus ada hubungannya dengan Negara
belanda
Menurut dokumen politik belanda, bahwa konferensi malino sebagai realisasi pidato ratu
belanda tahun 1942 untuk memberikan hak menentukan nasib sendiri kepada hindia belanda.
B. Pernyataan SOB (Staat Van Oorlog en Beleg) atau Keadaan Darurat Perang
Selatan, bukan hanya ditempuh melalui diplomasi tetapi juga lewat perlawanan
bersenjata.Hal itu dibuktikan dengan berdirinya orgaisasi kelasykaran dan organisasi politik.
Kegagalan gerakan pemuda merebut tempat-tempat strategis yang dikuasai NICA di kota
Makassar tangga 29 oktober 1945, dan makin sulitnya perjuangan melalui dipolomasi politik,
kembali kekuasaan pemeritah di Sulawesi Selatan. Jiwa dan semangat mereka makin kooh
Sejak itu gerakan pemuda pejuang kemerdekaan Republik Indonesia beralih ke luar kota
Makassar atau daeah pedalaman. Perjuangan bersenjata tersebut berhasil diorganisir berkat
dorongan jiwa dan semangat revolusioner para pemuda perjuangan kemerdekaan, sehingga
dapat menarik sebagian tokoh-tokoh masyarakat setempat berpihak pada Republik Indonesia,
serta dukungan pengaruh dan kewibawaan serta sikap beberapa bangsawan tinggi di Sulawesi
Indonesia yang telah diproklamasikan. Hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap perlawanan
Selain itu, hadirnya utusan Sulawesi Selatan di Jawa mendorong pemerintah pusat dan
pejuang-pejuang RI di Jawa membentuk pasukan bantuan (TRIPS) yang kelak akan di kirik
ke Sulawesi Selatan. Kehadiran TRIPS dari Jawa yang membantu perjuangan rakyat di
Sulawesi Selatan menambah semangat juang perlawanan rakyat terhadap NICA. Kenyataan
itu merupakan salah satu sebab yang mengharuskan pihak NICA ( Belanda) mendatangkan
pasukan bantuan di Sulawesi Selatan, baik yang langsung didatangkan dari negeri Belanda
yakni divisi 7 desember maupun dari Jawa yaitu Detasemen Speciale Troepsen (DST) di
bawah pimpinan Westerling untuk meredam perlawanan rakyat Sulawesi Selatan. Pemerintah
Belanda selanjutnya mengeluarkan perintah keadaan darurat perang atau SOB (Staat Van
Oorlog en Beleg) tanggal 11 desember 1946, yang bukan hanya berlaku untuk afdeling
Makassar, Pare-Pare, Bantaeng, dan Mandar saja tetapi di seluruh wilayah Sulawesi Selatan.
Perintah keadaan darurat perang yang diumumkan oleh belanda itu dilaksanakan dalam
bentuk aksi pembersihan yang berakibat jatuhnya korban jiwa yang tidak sedikit.
Di bulan terakhir tahun 1946 dapat dikatakan bahwa seluruh Sulawesi selatan telah jatuh
ke tanga NICA, akan tetapi bukan berarti belanda sudah merasa aman dan tentram dimana-
mana. Praktis yang dikuasai hanya di dalam kota saja. Semua sector terdapat kubu-kubu
melayu) NICA telah mencium rentan pendaratan-pendaratan dari ekspedisi dari Tentara
Rakyat Indonesia (T.RI.) dari Yogyakarta yang tergabung dari organisasi brigade 16 yang
dipimpin oleh kahar muzakkar dan kesatuan ALRI sebrang dipimpin andi rachmad ariessalah
Ekspedisi pertama mendarat di tanah Mandar di mangkoso oleh kapten andi sarifin
bersama andi sapada dan Muh. Daeng Patompo, di suppa oleh mayor M. Saleh Lahade
bersama andi oddang dan Achmad Lamo dan di barru oleh mayor andi mattalatta bersama
dengan Alim Bachri dan Bachtiar. Ini 6terjadi pada kuartal akhir 1946. Pendaratan berikutnya
Januari 1947 di Bulo-Bulo oleh letnan Bakri dan A.R. Makmur, di Kajuara Bone oleh
Andi Mumang Yusuf dan maret 1947 pendaratan selalu dibumbui dengan pertempuran-
pertempuran sengit, sehingga bertambah gelisah dan rawan menghadapi 2 kekuatan, yaitu
serangan-serangan oleh TRI dari Jawa dan gempuran-gempuran Gerilya dari dalam hutan ke
Keadaan ini membuat belanda khawatir akan kekuatan dan kemampuan militernya,
serdadunya sehingga mempercepat datangnya bala bantuan dari Jawa untuk membalas
dendam kepada pemuda-pemuda pejuang dan rakyat Sulawesi Selatan. Tepat 7 desember
penembakan terhadap puluhan orang yang tidak berdosa di dalam kampung di kota Makassar,
terutama di distrik Mariso dan ujung tanah pembakaran rumah-rumah penduduk, pencabutan
jiwa pemuda pejuang, perampasan harta-harta rakyat berlangsung hingga 10 desember 1946.
D. Pembantaian Rakyat Sulawesi Selatan oleh Kapten Westerling
mulai menyelimuti sejarah perjuangan kita.40.000 rakyat Sulawesi Selatan meregang nyawa
akibat pembersihan yang tidak berperikemanusiaan yang dilakukan oleh Kapten Westerling.
pembersihan di dalm kota. Pada hari itu juga Westerling memberangkatkan pasukan
disangkanya TRI dari Jawa, setelah mendarat rakyat dipaksa untuk menunjukkan tempat-
tempat persembunyian TRI, di daerah Gowa. Rakyat tetap setia terhadap TRI tidak ada
rahasia yang dibocorkan, hantu-hantu belanda marah. Pertunjukan maut dimulai, peluru—
peluru berdesing meninggalkan larasnya, rakyat rebah bergelimpangan tanpa proses demi
untuk menunutk hak yang bernama kemerdekaan mereka gugur satu demi satu. Baret
merah melanjutkan perjalanan ke selatan dan menembaki rakyat setiap kampung yang
dilewati. Mungkin lebih sukar membunuh ayam ketika itu dari pada membunuh manusia.
Belanda yangt bernapaskan peluru maut berjalan terus seperti drakula yang haus darah.
2. 12 desember 1946 Westerling dengan pasukannya menyerbu Bulukimba dari dua jurusan
yaitu dari Bantaeng dan Sinjai. Di perbatasan Bantaeng dan Bulukmba, baret merah
menembak semua yang bernyawa. Kalau ada rakyat yang serombongan menuju ke pasar,
penjajah di bulukmba) menderita korban yang terbanyak. Keseluruhan dalam satu hari
saja meliputi ratusan jiwa di kirim ke akhirat tanpa perangko yang sebenarya.
3. 14 desember 1946 Westerling kembali ke Makassar dan langsung mengepung kampung
diperintahkan berkumpul di lapangan. Rakyat diperiksa satu per satu sekedar penundaan
tadi di berondong peluru dan rebah masuk lubang yang menganga lebar menanti korban-
korbannya. Hari itu menurut catatan harian seseorang yang berhasil lolos dari maut tidak
kurang dari 1000 jawa melayang di Kalukuang. Masa terror hanya 12 jam saja dari fajar
4. 16 desember 1946, kampung Jongaya di sebelah selatan kota Makassar mendapat giliran.
Caranya lain lagi, tengah malam penduduk dibangunkan dari tidurnya yang nyenyak. Di
pagi buta rakyat bekerja di pelabuhan Makassar, begitupun pegawai-pegawai dan guru-
guru bergegas menuju tempat tugasnya masing-masing tiba-tiba di hadang oleh pasukan
pencabut nyawa alias Westerling penentu jiwa manusia ketika itu. Siapa saja yang lewat,
semua digiring kelapangan dekat masjid. Setelah lapangan mulai sesak dengan manusia,
manusia dimulai dengan senjata-senjata otomatis. Hamper 2000 jiwa melayang dalam
beberapa hari, siapa saja yang memiliki lencana dan bendera merah putih serta tanda
anggota PNI sudah cukup alasan digiring ke lapanga dan tamatlah riwayatnya.
5. 8 januari 1947, banjir darah di sepuluh kampung, yaitu di daerah Bonto Ramba,
Bangkala, Taroang, dan Laju. Rakyat bergantian rebah ketanah diterkam oleh Macan
Westerling. Tindakan ini adalah pembalasan sewaktu diserang dan diusir dari Bulo-bulo
oleh pasukan TRI yang barui mendarat dari Jawa pada 7 januari 1947
6. 28 januari 1947, Westerling membunuh Andi Makkasau dan Andi Abdullah Bau
Maseppe dengan menenggelamkan di laut dan diseret dibelakang mobil sampai mati.
7. 1 februari 1947. Pembersihan di Mandar, juga oleh Westerling di kampung Paputta dan
Galung Lombok. 500 orang yang baru ditangkap kemarin, hari itu dijejer dekat lubang,
kemudian disapu dengan senapan mesin. Tanggal 2 februari 1947, adegan maut
dilanjutkan di Tinambung-Balannipa tepat pada hari pasar. Baret merah belum puas,
Dari sejumlah opersai pembersihan tersebut barulah berupa tangal dan tempat peristiwa
yang diketahui sedangkna jumlah korban dan penembakan yang pasti serta nama-nama
dari yang bersangkutan sebagian besar belum lagi ditemukan dan masih dalam proses
penelitian lebih lanjut, terlebih pada operasi pembersihan yang dilakukan oleh pasukan
mengorbankan 10.000 jiwa penduduk yang tiada berdosa.Ini meliputi sector selatan. Di
sector utara meliputi Mandar, pinrang, pare-pare, barru, soppeng, maros, dan camba,
mencapai 5000 orang. Di daerah Luwu dan Sulawesi Tenggara mendekati 2000 orang.
1. Afdeling Makassar
Setelah gagalnya perlawanan para pejuang RI, khususnya pemuda di kota Makassar
tanggal 29 Oktober 1945 maka mereka meninggalkan kota itu dan menyingkir ke daerah
pedalaman untuk membangkitkan jiwa dan semangat perjuangan rakyat serta mengorganisir
wadah kekuatan bersenjata dalam melakukan perlawanan terhadap NICA. Para pemuda
Makassar, seperti daerah Polong Bangkeng dan sekitarnya sebagai pusat perlawanan
bersenjata yang kuat dalam melawan NICA. Demikian pula jiwa dan semangat perjuangan
rakyat Polong Bangkeng dan sekitarnya yang sejak awal telah bertekad untuk
dating ke daerah itu untuk bergabung dalam rangka memperjuangkan terwujudnya Negara
yang tiba Polong Bangkeng dan daerah sekitarnya bukan saja memperkuat organisasi
perjuangan di daerah itu sebagai pusat perjuangan bersenjata yang gigih dan yang paling
lama di Sulawesi Selatan tetapi juga merubah taktik perjuangan kea rah yang lebih ofensif.
Sejak itu serangkaian peristiwa pertempuran antara para pemuda yang tergabung dalam
Umtuk mewujudkan taktik perjuangan yang lebih matang, maka dalam pertemuan
uang diselenggarakan tanggal 15 dan 17 desember 1945, para pemuda pejuang memutuskan
akan melancarkan seranga ke kota Makassar. Berdasarkan keputusan itu, para pemuda
pejuang di bawah pimpinan Syamsudin Daeng Ngerang melakukan penyerangan akhir bulan
Desember 1945 berkekuatan kurang lebih 500 orang pejuang yang bekerja sama dengan
organisasi-organisasi pemuda yang masih bertahan di kota Makassar. Sasaran serangan itu
adalah markas tentara KNIL di tangsi KIS. Namun dalam perjalanan ke Makassar para
pemuda pejuang bertemu dengan patrol KNIL di baling baru Jongayya, di pinggiran kota
Makassar sehingga terjadi pertempuran antara kedua belah pihak. Dalam peristiwa itu, pihak
pejuang berhasil menghancurkan dua buah mobil patrol KNIL, namun 2 pejuang gugur dan
beberapa pemimpin mereka di tawan. Serangan dilancarkan oleh pemuda itu dapat
digagalkan pasukan KNIL sehingga mereka mengalihkan aksi perlawanan menjadi aksi
sabotase, seperti pemutusan kawat telefon, pembakaran gudang, dan pertempuran kecil di
kota Makassar.
Karena peristiwa baling baru tersebut, pasukan NICAkeluar melakukan patroli dan
tersebut mendapat serangan dari pemuda pejuang yang tergabung dalam gerakan pemuda
musuh sedangkan lascar GMB tidak ada yang mengalami korban jiwa.Tanggal 19 februari
1946, pasukan NICA melancarkan lagi serangan di kubu pertahanan pejuang Bajeng di
pimpinan karaeng polombangkeng, Padjonga Daeng Ngalle dan berhasil memukul mundur
berlangsung pada hari-hari berikutnya.Tanggal 21 februari 1946, sekitar 100 pemuda pejuang
di bawah pimpinan Ranggong Daeng Romo menyerang polisi NICA yang berpatroli di Pappa
Takalar. Tanggal 22 februari 1946, pertempuran pecah antara pemuda pejuang pimpinan
Ranggong Daeng Romo dengan pasukan KNIL di Bontocinde, pertempuran di malaka tangga
Tanggal 1 Maret 1946 para pemuda pejuang di bawah pimpinan Ranggong Daeng
Romo yang berkekuatan 1 peleton yang bersenjata lengkap dan didukung satuan pasukan
bersenjata tombak dan pelontar geranat yang terlatih, menghadang dan menyerang sebuah
mobil patrol serdadu KNIL di sekitar jembatan Parririsi. Kontak senjata terjadi antara kedua
belah pihak dan korban jatuh di pihak lawan, 14 pucuk senjata beserta pelurunya berhasil
pertahanan para pemuda pejuang. Pertempuran pertempuran berikutnya hamper terjadi setiap
bulan sepanjang tahun 1946 dan korban dari kedua belah pihak saling berjatuhan.
perjalanan dinas di daerah Tombolo yang dikawal beberapa polosi NICA. Dia membawa
pangan dan pakaian untuk dibagi-bagikan kepada rakyat yang dianggap memihak NICA.
Ketika mereka tiba di Tombolo, para pejuang di bawah pimpinan karaeng Pado bermaksud
menyerang dan merampas senjata-senjata mereka, namun atas anjuran kepala disrtik Pao,
banyak. Atas pertimbangan itu, para pemuda pejuang memutuskan menghadangnya beserta
Pado, bersenjata badik, keris, tombak, dan parang melakukan penyerangan. R.F. Westhoof
terbunuh bersama beberapa pengawalnya, dan beberapa pucuk senjata berhasil
dipeintahkan menghubungi 2 polisi bumi putra yang bertugas di penjara Malino bernama
Sattu Bampa dan Nya’la Kacing. Keduanya diperintahkan agar esok pagi melarikan diri
berbekal senjata beserta para tahanan yang berada dalam pengawasan keduanya.Kedua polisi
bumi putra itu bersedia memenuhi keinginan para pejuang dan siap melaksanakan perintah
itu. Dini hari tanggal 18 Desember 1946, Sattu Bampa yang berbekal sepucuk senjata Stan
Gun dan Nya’la Kacing yang membawa sepucuk senjata Karaben Jepang serta 40 orang
tahanan berhasil melarikan diri dari penjara Malino. Selanjutnya mereka bergabung dengan
para pejuang di kampung Longka, markas perlawanan pejuang, dan bersiap-siap melancarkan
serangan umum terhadap kedudukan NICA di Malino. Rencana serangan umum itu
mengerahkan sekitar 500 orang pejuang di bawah pimpinan R. Endang di pos-pos NICA di
Malino malam tanggal 18 Desember 1946, namun kurang membuahkan hasil. Pihak Belanda
Pernyataan keadaan darurat perang (S.O.B) yang disusul aksi pembersih oleh
Westerling dan anak buahnya ternyata tidak melemahkan jiwa dan semangat perjuanga rakyat
Sulawesi Selatan dalam menentang Belanda, bahkan makin gigih terhadap upaya NICA yangt
hendak membangun kembali pengaruh dan kekuasaan pemerintah colonial Belanda di daera
ini, terlebih lagi LAPRIS telah menjalin kerja sama dengan pasukan TRIPS yang tiba dari
Jawa di bawah pimpinan letnan A.R. Makmur Sitakka dan Letnan M. Bachri yang mendarat
di daerah Jeneponto. Buktinya, tanggal 23 Januari 1947 gabungan pasukan LAPRIS dan
TRIPS yang antara lain dipimpin oleh R.W. Monginsidi, Letnan A.R Makmur Sitakka, Bapa
Jawa, dan Mino mengomandoi penyerbuan pos-pos militer NICA di kota Makassar dan
sekitarnya. Serangan gabungan pasukan LAPRIS dan TRIPS berkekuatan sekitar 100 orang
pasukan itu mendapat perlawanan dari serdadu-serdadu KNIL dan kaki tangan NICA di
Batua. Korban berjatuhan di pihak LAPRIS dan TRIPS, dan yang selamat melarikan diri ke
Polombangkeng. ,
Sejak peristiwa di Batua tersebut aktvitas perlawanan pasukan LAPRIS mulai agak
menurun karena sebagian pemimpinnya gugur dan tertawan, dan kebanyakan senjata mereka
dirampas musuh, di tambah lagi operasi pembersihan semakin merajalela dilakukan oleh
LAPRIS yang selama ini yang mengorganisir para pejuang dalam melakukan
perlawanan terhadap NICA merupakan salah satu ancaman Belanda dalam upaya
memulihkan kekuasaannya di daerah ini.Karena itu, tanggal 27 Februari 1947, serdadu KNIL
pasukan LAPRIS yang dipimpin langsung oleh panglima LAPRIS Ranggong Daeng
Romo.Pertempuran tak terelakkan antara kedua belah pihak. Markas LAPRIS di bakar dan
2. Afdeling Pare-Pare
Perjuangan yang dilakukan di Pare-Pare dipimpin oleh Andi Makkasau. Hal ini terjadi
karena teentara sekutu yang mendarat di kota Pare-Pare semakin condong membantu tentara
NICA seperti usaha NICA mengedarkan uang Belanda dan mendatangkan bahan-bahan
keerluan sehari-hari kemudian NICA memberikan kepada orang tertentu untuk dijual di
bawah harga. Propaganda ini menarik perhatian orang-orang yangbtidak teguh pendiriannya,
bahkan sudah ada diantara mereka yang membantu NICA yang tentunya merugikan
perjuangan bangsa. Sebagai langkah yang ditempuh para pejuang untuk mengimbangi
a) Andi Makkasau sesudah shalat Jum’at di masjid Jami’ menyampaikan kepda jamaah
masjid bahwa kita harus meningkatkan persatuan karena kita sudah ditantang musuh
atau NICA, maka dianjurkan agar rakyat memboikot orang-orang yang
membelanjakan uang NICA dimana mendapat sambutan baik, yakni keesokan harinya
serentak para penjual di pasar tidak ada yang mau menerima uang NICA.
pedagang beras untuk menjual berasnya di Kalimantan Timur yaitu Balikpapan dan
berusaha membeli senjata api. Perintah ini cukup membawa hasil berupa beberapa
daerah Suppa yang diterima oleh Andi Selle, selanjutnya menhkoordinir para pemuda
untuk bergerak di bawah tanah dan memerintahkan bekas Heiho untuk melatih
Dengan adanya kesiapan pemuda –pemuda beserta bekas Heiho untuk mengadakan
aksi atau gerakan, maka disiapkan perlengkapan secukupnya (beberapa pucuk senjata
diperoleh dari bantuan pasukan ekspedisi TRIPS yang berhasil mendarat di Suppa
seperti letnan Abdul Latif, Andi Manjulai, dan Muhammad Tahir Daeng Tompo. Pada
kota. Letusan granat, tembakan pistol terdengar dimana-mana pada malam hari,
berakibat semua orang yang dicurigai ditahan tanpa alasan yang jelas. Patrol-patroli
polisi militer belanda yang dipimpin oleh sersan Onken dengan beberapa temannya,
NICA dijalan-jalan raya, dengan demikian kekacauan semakin meluas, karena selain
dalam kota pare-pare dan Suppa, juga didaerah sidenreng, rappang dan barru tentara
Dengan kekacauan di daerah Sulawesi Selatan pada umumnya sudah tidak dapat lagi
diatasi oleh NICA. Menurut Edward L.Poelinggomang dinyatakan bahwa telah terjadi
hunungan kerja sama antar pejuang di daerah ini dengan pemerintah republic di Jawa.
federasi maka dikirmlah pasukan bantuan ke Makassar.Pada awal Desember 1946 tiba
battalion tebtara Belanda dari divisi 7 Desenber yang didatangkan langsung dari negri
Belanda. Kemudian menyusul dikirim satu pasukan khusus yang dikenal dengan
sebutan Depoot Speciale Tropen (DST) yang dipimpin oleh Westerling dan tiba di
Bangsa di SulSel).
Pasukan khusus yang dipimpin oleh Westerling itu sesungguhnya telah dipersiapkan
bula Juli 1945. Karena itu sebelum mendapat perintah untuk berangkat ke Makassar
dengan tugas memberantas dan membinasakan terror yang telah dilakukan ole
kelaskaran rakyat pada bulan November (Ijzereet, 1984;95), oia telah mengutus
Makassar) dan di Suppa (Afdeling pare-pare). Cara untuk menumpas perlawanan itu
harus dilakukan dengan tindakan kekerasan militer, tindakan tandingan yang tegas
dan keras yang dengan system yamg ia istilahkan (Standrecht) yaitu metode
pemuda pejuang kelaskaran yang langsung diadili di tempat, dijatuhi hukuman, dan
ditembak mati dihadapan rakyat banyak yang berkumpul itu. Metode Westerling itu
mendapatkan persetujuan dari pihak Belanda di Batavia, karena Van Mook hanya
pada tanggal 11 desember 1946 Van mook sebagai Letnan gubernur jendral
mengeluarkan surat keputusan No. 1 yang berisi pernyataan keadaan perang (SOB)
Metode Standrecht yang sering diterjemahkan tembak ditempat tanpa proses atau
oleh lembaga pengadilan tinggi Belanda disebut metode hokum darurat (noodrecht)
3. Afdeling Bantaeng
dan sekitarnya terjadi pula aksi-aksi perlawanan terhadap NICA dan kaki tangannya.
Perlawana yang dilakukan oleh para pejuang melalui wadah organisasi kelaskaran itu, baik
memulihkan kembali pengaruh dan kekuasaan pemerintahan colonial Belanda di daerah itu.
Adapun perlawan bersenjata terhadap NICA itu, antara lain membunub kepala pos Bantaeng
oleh pemuda pejuang bulan oktober 1945, penyerangan kedudukan pasukan NICA di
pasanggarangan bulan desember 1945 serta penghadangan patrol KNIL di Malakaji tanggal
15 Mei 1946. Selain itu terjadi pula kontak senjata antara para pejuang dengan pasukan
NICA di Bontolojang (april dan mei 1946), Arungkeke (20 mei 1946), Banyorang, Malakaji
dan Kanang-kanang tahun 1946, serta aksi sabotase lainnya berupa pemutusan kawat telefon,
terhadap mata-mata NICA, serta pembakaran kantor dan rumah aparat-aparat NICA dan kaki
tangannya.
4. Afdeling Mandar
Disertai bantuan sekutu, aparat-aparat NICA dating ke Balanipa bulan oktober 1945.
Ketika mereka hendak menurunkan bendera merah putih di depan rumah kediaman ibu Depu
yang juga adalah markas komando perjuangan KRIS MUDA di Tinambung tanggal 28
Oktober 1945, semangat heroic ibu depu bangkit, dan segera menuju tiang bendera itu dan
memeluknya. Ibu Depu lalu menyerukan kepada rakyat untuk mempertahankan bendera
merah putih dan memperingatkan dengan lantang pasukan NICA yang hendak menurunkan
bendera itu, bahwa “tuan-tuan jangan coba-coba menurunkan bendera ini, dan kalau mau
paksakan juag, tembaklah saya baru bisa turunkan”.Seruan ibu Depu itu, disambut secara
sponta oleh rakyat dengan semangat patriotisme dan segera berdatangan ke tempat
merah putih dapat dipertahanka berkibar dengan megahnya. Gagal di Tinambung, pasukan
NICA meneruskan perjalanan ke Pambusuang dan Campalagian. Di kedua daerah itu mereka
Tanggal 1 Februari 1947, pasukan Westerling bersama tentar KNIL dan polisi NICA
melaksanak sapu bersig terhadap para pejuang republic di kota Majene, Baruga, Simullu,
Segeri, Lembang, Tende, dan daerah-daerah sekitarnya. Aksi pembersiha itu bukan saja
bertujuan menumpas mereka, tetapi juga menteror mental rakyat agar tidak membantu
pejuang. Tindakak militer pasukan Belanda itu antara lain membakar rumah rakyat dan
memaksa mereka berkumpul di lapangan terbuka dan digiring ke Galung Lombok disertai
penganiayaan dan penembakan bagi yang berani melawan atau melarikan diri serta membawa
senjata. Namun dalam perjalanan ke Galung Lombok pasuka Belanda itu di sergap dan
diserang oleh lascar GAPRI 5.3.1.yang antara lain terdiri dari Onggang, Basong, Habo, Dose,
Hammasa, Sulemena Kube, Suharno, dan Mariono di bawah pimpinan Harun. Pertempuran
sengit terjadi antara 2 belah pihak di Talolo. 3 serdadu Belanda tewas dalam pertempuran itu
yaitu van Eeuw berpangkat sersan mayor, Dickson berpangkat prajurit dan seorang lagi yang
tidak diketahui namanya. Sedangkan di pihak lascar GAPRI 5.3.1 dua orang gugur sebagai
kusuma bangsa, yaitu Onggang dan Sukirno.Dalam pertempuran itu, lascar GAPRI 531
berhasil merampas 1 pucuk senjata dan 1 pucuk pistol Colt otomatis berlambang kuda.
Dari data-data sementara yang ada dan setelah melihat peristiwanya itu sendiri maka
dapatlah dikemukakan bahwa makna dan hakekat korban 40.000 itu bukanlah mengandung
pengertian kuantitatif yang dalam arti menghitung angka-angka, akan tetapi makna dan
hakikatnya jauh dari pengertian kuantitatif tersebut yaitu yaitu korban 40.000 jiwa di
Sulawesi Selatan haruslah dilihat dari segi pendekatan kualitatif yang makna dan hakekatnya
Secara politis tentunya korban 40.000 jiwa di Sulawesi Selatan merupakan suatu
komsumsi yang sangat baik bagi public opini dunia internasional, terutama terhadap rakyat
Belanda sendiri yang baru saja membebaskan dirinya dari penjajahan Jerman, batas tindakan
dunia internasional menaruh perhatian besar sehingga mengurangi simpati terhadap Belanda
Secara Sosiologis-Kulturil maka makna dan hakekat korban 40.000 jiwa itu
Selatan dikenal dengan istilah “tau assalupa appaka” yang berarti orang yang paling
sempurna dan tangguh.Yang bersifat religeus dan dipandang sebagai pemberani yang
memiliki kesempurnaan ketahan fisik dan mental.Jika ada kematian dikenal pula dengan
Bangi/allo patampullonatau matea. Bagi golongan islam patareka ada yang disebut dengan
sifat-sifat yang wajib dan mustahil ALLAh jumlahnya 40 demikian pula nabbi patampulona.
Banyak lagi hal-hal yang bersifat magies religious yang hubungannya dengan angka
empat yang tentunya pada masa perjuangan mengandung arti yang sangat penting deni
kepentingan perjuangan membela tanah air ibu pertiwi dalam usaha pengobaran semangat
Secara historis istilah 40.000 diucapkan oleh pak kaham muzakkar pada saat beberapa
anggota pasukan expedisi TRIPS ke Sulawesi Selatan kembali ke Yogyakarta akhir tahun
1947 dan melaporkan kekejaman Westerling yang mana hal tersebut diteruskan pula kepada
Atas laporan kahar muzakkar kepada presiden RI bung Karno terhadap semua
peristiwa di SulSel terutama tindakan Westerling dengan pasukannya maka pada saat itu pak
Kahar Muzakkar dengan penuh emosi mengemukakan bahwa kenapa bapak rebut tentang
korban 46 orang yang gugur di wagon kereta api barabg dari Bondowoso ke Surabaya
Bung Karno dengan sangat terharu menerima laporan pada saat itu dengan bercucuran
air mata dan segera memerintahkan untuk menyiapkan pasukan istimewa untuk di kirim ke
Sulawesi Selatan dan dilatih sebagai pasukan PARA Maguwo-Yogyakarta dan pak Kahar
secara rahasia di TRI Maguwo no. 10 Yogyakarta menyiapkan 35 orang perwira TRI
Maguwo-Yogyakarta untuk dilatih 3 bulan antara lain Bambang Sutrisno, Yansin Bandhu dan
lain-lain.
Pada saat itulah Bung Karno mengambil alih istilah kotban 40.000 di SulSel dalam
semangat perlawanan putra putri Indonesia di seluruh tana air khususnya di SulSel. Jelaslah
bahwa makna dan hakekat untuk bidang perjuangan adalah untuk membangkitkan semangat
patriotism putra putri Indonesia dalam masa perjuangan membela dan mempertahankan
Pada kenyataannya bahwa istilah 40.000 tidak hanya dikobarkan pada masa perang
kemerdekaan RI tetapi malah sampai masa konferensi pembebasan Irian Barat tetap
dikumandangkan oleh presiden RI Bung Karno. Dengan demikian jelaslah bahwa makna dan
hakekat korban 40.000 di SulSel bukanlah mengandung pengertian kuantitatif karena selain
belum adanya statistic dan registrasi penduduk serta administrasi yang rapi, juga perjuangan
di daerah pendudukan identitas para pejuang sangat merahasiakan sehingga ada kemungkinan
para pahlawan yang tidak dikenal masih banyak berserakan yang tidak diketahui.
Hal ini dapat dimungkinkan karena di Eropa sendiri yang telah memiliki administrasi,
registrasi, statistic, yang rapih tetapi masih banyak monument-monumen prajurit yang tidak
Penentuan tanggal 11 desember 1946 sebagai hari korban 40.000 jiwa adalah karena
pada saat itu pulalah peningkatan korban para pahlawan yang paling menonjol pada masa
S.O.B, akan tetapi korban 40.000 sebenarnya telah terjadi jauh sebelim S.O.B diputuskan
KST/KNIL Westerlung tetapi juga yang tidak kurang jumlahnnya judtru penembakan yang
dilakukan oleh pos-pos KNIL, polosi NICA dan malah pasukan Pasoso, Poke, Pangese yang
tersebar di desa-desa. Belum lagi termasuk rakyat yang korban dalam suatu V.C antara
perlawanan yang gigih yang dilakukan oleh putra putri patriot bangsa di SulSel sebagai
konsekuensi logis dari akibat suatu peperangan.Apakah korban yang ditimbulkan oleh pihak
lawan maupun kawan, dan kesemuanya itu termasuk korban 40.000 di SulSel.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhirnya dapatlah kita kemukakan bahwa korban 40.000 rakyat dan pejuang di Sulawesi
Selatan merupakan sebagai suatu kenyataan dan saksi sejarah atas korban yang jatuh akibat
peperangan yang terjadi melawan Belanda dalam masa perang kemerdekaan, dan merupakan
lambing patriotisme yang menyebabkan ribuan mayat dan tulang-tulang berserakan yang
menentukan andilnya dalam perjuangan yang tidak dapat diputarbalikkan karena mereka mati
untuk kita hidup guna untuk meneruskan cita-cita yang agung dari para pahlawan-pahlawan
bangsa.
Dalam suatu peperangan maka fakta sejarah membuktikan akan timbulnya korban tidak
hanya para pasukan dan tentara yang ikut terlibat langsung dalam peperangan, akan tetapi
justru rakyatlah yang lebih besar jumlahnya yang ikut serta membantu dalam perlawanan
kepada Belanda, dan hal yang sedemikian inilah maka perlawanan yang sangat gigih di
Sulawesi Selatan dari kelasykaran, TRI/ALRI meminta korban jiwa yang sedemikian
besarnya rakyat Sulawesi Selatan terutama pada saat dinyatakan dalam keadaan darurat
perang (S.O.B) tanggal 11 desember 1946 sehingga tanggal itu pulalah dijadikan sebagai
tonggak sejarah korban 40.000 rakyat dan di pejuang Sulawesi Selatan, karena sejak
dinyatakan ke empat afdeling Makassar, Bonthain, Pare-Pare, dan Mandar dalam keadaan
Makna dan arti korban 40.000 rakyat dan pejuang Sulawesi Selatan adalah dilihat sevara
kuantitatif, karena jumlah korban secara pasti sukardiketemukan karena registrasi dan
administrasi pasukan dan rakyat yang gugur sangat sulit dilakukan lebih-lebih untuk daerah
perang dunia 2 di Eropa ternyata juga banyak pula monument-monumen berserakan bagi
prajurit-prajurit yang tidak dikenal namun administrasi dan registrasi rakyat dan pasukannya
sangat sempurna.
Monument korban 40.000 rakyat dan pejuang Sulawesi Selatan yang berlokasi di tempat
penembakan rakyat san pejuang kalukalukuang sebagai salah satu tempat penembakan yang
dilakukan oleh KST/KNIL, dimaksudkan untuk dapatnya dihayati dan diwariskan semangat
pengorbanan mereka khususnya kepada generasi muda sebagai generasi pemangku dan
pelanjut cita-cita luhur perjuangan bangsa yang tercermin dalam semangat kerelaan
berkorban dan kebulatan tekad yang nendarah daging bagi setiap patriot bangsa yaitu
Dalam menghadapai proses regenerasi yang akan dating maka penghayatan semangat rela
berkorban oleh generasi muda sangat diperlukan dalam usaha mengisi kemerdekaan dengan
Dengan demikian bina dan kembangkanlah nilai-nilai perjuangan 1945 dan khususnya
nilai semangat pengorbanan 40.000 rakyat dan pejuang di Sulawesi Selatan itu dengan
mengabdikan diri di dalam karya dengan meningkatkan prestasi kerja dan pengabdian yang
pembangunan.