Anda di halaman 1dari 21

AGRESI MILITER KEDUA TAHUN 1946 -1947 DI KOTA MAKASSAR

DRAF PROPOSAL

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Gelar Sarjana Humaniora


Pada Prodi Sejarah dan Kebudayaan Islam
Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Alauddin Makassar

Oleh:

NURAIDA
NIM: 40200118072

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2022
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setelah dinyatakan mendeka pada 17 Agustus tahun 1945 dengan

diprokilamirkannya Proklamasi yang merupakan cita-cita bagi bangsa Indonesia tak

membuat rakyat Indonesia dapat menghela nafas lega sebab, ternyata Belanda

kembali melakukan agresi militer kedua. Kedatangannya di dasari oleh keinginan

untuk kembali menguasai Indonesia dengan membentuk pemerintahan sipil dengan

nama NICA (Netherlands Indische Civil Administration) pada 23 September 1945.

dengan rencana pembentukan Negara Indonesia Timur ini merupakan tantangan yang

luar biasa bagi masyarakat Sulawesi Selatan maka dengan itu mereka membentuk

beberapa organisasi penjajahan, antara lain kebangkitan rakyat Indonesia Sulawesi

(KRIS), Harimau Indonesia (HI), Lipang Bajeng, Laptur, PPNI dan masih banyak

lagi organisasi lainnya yang bertujuan sama, yakni Indonesia merdeka. Pada 2

November 1945 ratulangi setuju membantu, namun dengan syarat bahwa semua

pegawai NICA dibawa tentara Australia ke pedalaman Sulawesi Selatan harus ditarik

kembali dan pemerintahan dikembalikan oleh kepada orang Republik.1

Perjuangan rakyat Sulawesi Selatan untuk menolak pembentukan Negara

Indonesia timur mendapatkan reaksi yang berlebihan oleh pemerintahan Belanda.

Pemerintahan NICA bertujuan menumpas pemberontakan yang di anggap sebagai

ekstrimis. Dalam kondisi seperti ini Belanda rupanya merasa terusik dengan kaum

pro Republik di Sulawesi Selatan. Colonel de Vries pemimpin KL dan KNIL dan

Residen Leon Cachet sebagai kepala pemerintahan di seluruh Sulawesi Selatan

Nampak kewalahan menghadapi perang gereliya yang terjadi di Sulawesi Selatan

1
Zainudin Tika, dkk “ Sulawesi Selatan Berdarah”,2016, h. 6
maka timbullah akal busuk guna meredam perlawan rakyat menggunakan cara-cara

Fasisme yang cenderung otoriter2. melalui hadat tinggi surat dengan maksud

“memohon agar sulawesi di amankan dari para perampok dan pengacau-pengacau

yang menggunakan senjata api” disampaikan kepada Gubernur jendral Hindia

Belanda dan Panglima Perang Belanda yakni H.J Van Mook dan Jendral Spoor di

Jakarta yang dikerluarkan pada tahun 1946 No. 139 yang menyatakan Sulawesi

Selatan dalam keadaan perang (SOB-Staat Van Oorlog en Beleg) untuk daerah

Makassar, Bantaeng, Parepare, dan Mandar. Itu artinya wilayah Makassar, Gowa,

Luwu, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, Selayar, Maros, Pangkep,

Barru, Parepare, Pinrang, Sidrab, Enrekang, Polmas, Majene, dan Mamuju berlaku

Stand Recht yang berarti setiap tentara dan polisi Belanda berhak menembak setiap

orang yang dicurigai di tempat, tanpa melalui proses hukum3.

Hingga tahun 1946 demi melancarkan aksi tersebut maka Jendral Spoor

menugaskan Kapten Roymond Westerling dengan mendatangkan 123 anggota

prajurit pilihan CSST (Corps Speciale Stoot Troeve) dengan baret merah untuk ke

Sulawesi Selatan yang ditugaskan untuk membantu KL Devisi 7 Desember dan

KNIL dalam membasmi setiap pemberontak dan orang-orang yang dicurigai anti
Belanda. Kapten Roymond Westerling kemudian sampai di Makassar pada tanggal 5

Desember 1946 bersama para pasukan andalannya bersama dengan prajurit Belanda

dan Indonesia. Enam hari setelah kedatangannya tepat tanggal 11 Desember 1946

pasukan Kapten Roymond Westerling mulai melakukan tindakan yang brutal dimulai

dengan menyisir kota Makassar kemudian merembes ke perkampungan lainnya,

hingga akhirnya meluas ke seluruh daerah-daerah yang ada di Sulawesi Selatan yang

kemudian dikenal dengan peristiwa korban 40.000 jiwa.


2
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Fasisme adalah prinsip atau paham golongan
nasionalis ekstrem yang menganjurkan pemerintah otoriter.
3
Zainudin Tika, dkk “ Sulawesi Selatan Berdarah”. 2016. H. 11
B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah ini mengacu pada pada latar belakang yang membahasan

mengenai Agresi Militer Kedua yang terjadi di kota makassar pada tahun 1946 –

1947 dengan tiga fokus pembahasan sebagai berikut :

1. Bagaimana latar belakang terjadinya Agresi Militer Kedua di Kota Makssar ?

2. Bagaimana kronologi terjadinya Agresi Militer Kedua di kota Makassar ?

3. Bagaimana dampaknya terhadap masyarakat pasca terjadinya Agresi Militer

Kedua Tahun 1946-1947 ?

C. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

Fokus penelitian merupakan pemusatan konsentrasi mengenai tujuan

penelitian yang sedang dilaksanakan. Fokus penelitian harus ditulis secara eksplisit

untuk pempermudah peneliti dalam melakukan pengumpulan data dan interpetasi

data.

1. Fokus Penelitian

Penelitian ini berjudul Agresi Militer Kedua Tahun 1946-1947 di Kota

Makassar. Penelitian ini berfokus pada latar belakang terjadinya Agresi Militer
Kedua, bagaimana Proses dan dampaknya terhadap masyarakat khususnya yang ada

di Kota Makassar.

2. Deskripsi Fokus

Agresi Militer Kedua Adalah agresi yang terjadi setelah Jepang dikatakan

Mundur dan dipoklamasikanya Proklamasi pada 17 Agustus 1945. Namun setelah itu

kembalilah Belanda dengan niat menguasai kembali Indonesia dengan mendirikan

Negara Indonesia Timur untuk memperluas Kekuasaannya. Istilah Agresi militer


kedua juga digambarkan sebagai suatu peristiwa yang menelan banyak korban jiwa

pada tahun 1946-1947 di kota Makassar. Agresi Militer Kedua ini berfokus pada

perjuangan bangsa Indonesia yang menolak pembentukan Indonesia Timur.

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan Pustaka merupakan aspek penting yang dapat memandu peneliti dalam

menentukan sikap dari aspek ketersediaan sumber. Baik itu berupa hasil-hasil

penelitian maupun literatur-literatur yang berhubungan dengan pokok permasalahan

yang akan diteliti. Berikut adalah beberapa acun dalam penelitian ini, diantanya:

1. Buku, Zainudin Tika, dkk dengan judul buku “Sulawesi Selatan Berdarah”.

Operasi militer itu dimulai pada tanggal 11 Desember 1946 dengan memporak

poranda kampong Jongaya. Masih dengan keadaang pagi buta pasukan

wasterling mendatangi setiap rumah penduduk demi menemukan siapa saja

yang dianggap ekstrimis, teroris, perampok dan semua masyarakaat yang di

anggap mengancam.

2. Buku, Dudung Abdurahman, 2011 dengan judul “metodologi penelitian

sejarah islam”. Sejarah merupakan suatu kisah dan peristiwa masa lampau
umat manusia yang bersifat subjektif, sebab peristiwa yang terjadi diluar

pengetahuan manusia.

3. Buku, Kuntowijoyo, 2018 dengan judul buku, “Pengantar Ilmu Sejarah”.

Sejarah Pergerakan Nasional menimbulkan gagasan Nasionalisme, golongan-

golongan sosial, gerakan-gerakan agama, sosial, budaya dan politik

dekolonisasi. Hingga saat ini membicarakan periode penduduk jepang dan

periode revolusi yang terlibat dalam terbentuknya Negara Kesatuan Indonesia.


4. Buku, Syafaruddin Usman Mhd, 2009 dengan judul buku, ”Tragedi Patriot

dan Pemberontakan Kahar Muzakkar”. Sulawesi selatan dalam kurun revolusi

fisik 1945-1949 cukum menonjol sebagai tempat perlawanan paling hebat

diluar pusat republik dalam menantang upaya kembalinya kekuasaan Kolonial

Belanda. Kebijakan itu terkesan menyusul kebijakan yang pernah dan telah

dilakukannya untuk timur besar pada 1938, dan sedikit waktu untuk masa

pemerintahan angkatan laut Jepang (Kaigun) Maret 1942 hingga Agustus

1945.

5. Artikel, Surayah Rasyid, 2017 dengan judul, “Persemesta Menggugat”.

Kemerdekaan Indonesia, diartikan sebagai awal dari pelaksanaan pembagunan

di segala bidang yang kemudian akan dikelola oleh bangsa sendiri. Namun

upaya ini nyatanya tidak disikapi secara bijak oleh pemerintah, sehingga

persemesta mengambil tindakan untuk tidak lagi kompromi. Tuntutan otonomi

daerah dijadikan prioritas bagi persemesta, sebab sudah menjadi amanat untuk

UUD1945, juga merupakan system pemerintahan yang cukup efektif dalam

rangka pemberdayaan potensi daerah untuk pembagunan, dan kesejahteraan

rakyat dapat terwujud.


E. Tujuan dan Kegunaan

1. Tujuan Penelitian

Dengan rumusan masalah tersebut maka dapat dikemukakan bahwa tujuan

dari penelitian adalah sebagai berikut.

a. Untuk menjelaskan latar belakang terjadinya Agresi Militer Kedua di Kota

Makassar.

b. Untuk mengetahui bagaimana kronologi terjadinya Agresi Militer Kedua di

Kota Makassar.
c. Untuk menjelaskan bagaimana dampak yang terjadi akibat Agresi Militer

Kedua di Kota Makassar.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.

a. Kegunaan Ilmiah

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya

dalam sejarah dan pengetahuan budaya lokal. Hasil penelitian ini diharapkan

dapat bermamfaat untuk penelitian selanjutnya. Penelitian ini diharapkan dapat

menjadi sumber referensi dalam mengkaji suatu sejarah atau budaya yang

berkaitan dengan Agresi Militer Kedua di Kota Makassar.

b. Kegunaan Praktisi

Penelitian ini diharapkan dapat bermamfaat untuk lembaga pendidikan

sebagai acuan dalam mengembangkan gagasan.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. Agresi Militer Kedua

Secara umum Agresi dimaknai dengan suatu tindakan yang bertujuan untuk

menyakiti orang lain baik secara fisik maupun psikis. Penjelasan ini sudah sapatutnya

dapat menjadi gambaran bagaimana Agresi Militer kedua terjadi di Kota Makassar.

Setelah Perang Dunia ke II pecah di Eropa pada tanggal 3 September 1939 yang

mengguncang seluruh masyarakat di Dunia. Jerman dibawa pimpinan Adolf Hitler

dan para sekutunya merajalel diseluruh Eropa. Sedangkan Jerman mendapat sekutu di

wilayah Asia Fasifik yakni Jepang yang berkeinginanuntuk menguasai Asia Timur.

Masa penjajahan yang terjadi di Indonesia tidak dimuai ketika orang-orang

Belanda pertama kali datang di Indonesia pada akhir abad ke-16. Sebab, proses

penjajahan Belanda terjadi dengan lambat dan bertahap sebelum mencapai batas

wilayah Indonesia yang sekarang. Hingga abad ke-18 Vereeningde Oost-indische

Compagnie (VOC) mengakui dirinya sebagai bagian dari kekuatan ekonomi juga

politik di pulau jawa setelah runtuhnya Kesultanan Mataram. Perusahaan dagang

Belanda ini telah menjadi kekuata utama dalam hal kemaritiman. Hingga pada abad

ke-18 mulai mengembangkan minat untuk ikut dalam politik pribumi demi

meningkatkan kekuasaan pada bidang ekonomi lokal4. Menjelang akhir abad ke-18,
tepatnya pada ahun 1796, VOC mengalami kemunduran yang kemudian di

nasionalisasikan oleh Belanda. Akibatnya adalah seluruh harta dari VOC di

Nusantara diserahkan kepada Belanda pada tahun 1800. Namun pada tahun 1800-

1815 ketika prancis menguasai Belanda semua harta kemudian dipindah alihkan ke

Inggris, setelah kekalahan Nepoleon di Waterloo maka diputuskan bahwa sebagai

dari wilayah Nusantara jatuh ketangan Belanda5. Ini berarti bahwa jajahan Inggris di
4
Cahyono Edi, perburuan dari masa kemasa: jaman colonial Hindia Belanda sampai orde baru.
Jakarta: Hasta Mitra 2003.h.50
5
Konon salah satu penyebab atas Kekalahan Nepoleon di Waterloo ialah perubahan cuaca yang terjadi
secara drastis yang disebabkan oleh meletusnya Gunung Tambora yang terletak di Pulau Sumbawa,
Nusa Tenggara Barat, Indonesia.
Indonesia yang dulu direbut dari belanda harus dikembalikan lagi ke Belanda. Yang

artinya Indonesia akan kembali dijajah oleh Belanda dimana penindasan juga akan

kembali terjadi pada rakyat Indonesia. Itu sebabnya, rakyat Indonesia kembali

melakukan perlawanan yang diawali oleh perlawan masyarakat Saparua di Maluku.

Bagi Belanda Maluku merupakan salah satu wilayah penting kerna rempah-

rempahnya. Hal tersebut dilakukan masyarakat Maluku untuk mencegah terulangnya

system monopoli VOC dengan nnharga yang sangat murah terhadap perdagangan

yang dilakukan oleh masyarakat Maluku. Akibat dari penderitaan yang dialami oleh

masyarakat Maluku maka pada tahun 1817 mereka bangkit mengangkat senjata

melawan kekuasaan Belanda. Tak sedikit penduduk yang ikut terlibat dalam perang

tersebut, baik mereka yang beragama Kristen maupun Islam bersatu melawan

penjajah. Perlawanan ini dipimpin oleh Thomas Matualessi yang akrab disapa dengan

sebutan Pattimura. Pada saat itu banteng Durstede di pulau saparua berhasil di

hancurkan oleh pasukan Maluku hingga pertempuran ini merembes ke pulau-pulau

lainnya. Untuk memadamkan perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat Maluku,

Belanda kemudia mendatangkan pasukan dari jawa, Maluku kemudian diblokade

oleh Belanda. Sampai akhirya masyarakat Maluku menyerah kerna kekurangan bahan
makanan. Sampai akhirnya Pattimura menyerahkan diri kerna tak mau rakyatnya

tersiksa kelaparan. Setelah Pattimura wafat akibat dihukum mati pimpinan

perlawanan masyarakat Maluku diberikan kepada Khristina yang merupakan pejuang

perempuan. Tapi tak berselang lama khristina juga ikut wafat saat di perjalanan

menuju tempat perasingan di pulau jawa.

Setelah Kongre Wina mengakhiri perang Nepoleo dan mengembalikan jawa

ke Belanda, maka pemerintatah kerajaan Belanda berkuasa penuh atas wilayah Hindia

Belanda seperti yang tercantum dalam undang-undang kerajaan Belanda tahun 1814
dan diamandemen tahun 1848,1872 dan tahun1922, hingga tahun 1942 keika jepang

datang pada perang ke II. Pada saat itu perjadi perang besar-besaran di Jawa dan

Sumatera, yang dikenal dengan mana perang Diponegoro. Tidak hanya itu

ketegangan yang terjadi semakin memuncak dengan hadirnya politik sentris yang

mengkhususkan daera jawa sehingga menghambat daerah diluar adri jawa yang

berakibat menjadi penentang pemerintahan pusat yang berpotensi untuk memecah

Indonesia yang baru saja memerdekakan dirinya. Salah satunya dalah tuntutan untuk

otonomi khusus yang sering kita dengan dengan sebutan Persemesta.

Hingga pada tanggal 9 Februari 1942 Jepang berhasil mendarat di Makassar.

Dalam waktu yang relatif singkat, seluruh kawasan Hindia Belanda dapat di kuasa

Jepang tanpa perlawanan berarti. Menurut cerita orang-orang tua dulu, warga pada

saat itu banyak membuat lubang untuk berlindung yang tak jauh dari tempat

tinggalnya. Ketika mereka mendengar ada pesawat tempur yang datang maka mereka

akan segerah bergegas turun ke lubang untuk menyelamatkan diri. Sedangkan, orang

Belanda yang ada di Makassar termasuk tentaranya mundur ke Enrekang. Hingga

akhirnya seluruh tentara Belanda menyerah kepada Jepang yang terus menerus

mengejar hingga gunung dan rimba. Mereka kemudian di Internir dan di haruskan
kerja paksa dengan makanan yang sangat minim.

Bangsa Indonesia, khususnya yang bertempat tinggal di Makassar tidak ingin

lagi dijajah oleh belanda. Kedatangan Jepang di Indonesia agaknya memberi angin

segar untuk bangsa Indonesia sebab, kedatangannya untuk membantu mengusir

Belanda dari Indonesia.ketika bom atom jatuh di kota Hirosima dan Nagasaki pada

bulan Agustus 1945, maka tentara Jepang pada saat itu tak berkutik dan menyerah

tanpa syarat. Kesempatan itu dimamfaatkan bangsa Indonesia untuk segarah

memplomirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 di pengangsaan Timur.


Setelah Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan, maka inilah yang menjadi

cita-cita bagi bangsa Indonesia untuk tetap mempertahankannya menuju Indonesia

yang Merdeka dan Berdaulat. Tapi ternyata, Belanda kemudian melakukan Agresi

Kedua, bahkan kedatangannya tidak sendirian maka perjuangan untuk merebut

Kemerdekaan Indonesia sudah selayaknya dibayar dengan malah, darah dan air mata

adalah dua hal yang menghiasi perjuangan para pendahulu kita. Tidak sedikit dari

para pejuang dan masyarakat kita yang memilih mati demi mempertahankan cita-cita

Ploklamasi. Puncak dari perlawan bangsa Indonesia terjadi pada tahun 1946-1947

dimana pada saat itu, Belanda ingin kembali berkuasa dengan cara membentuk

Negara Indonesia Timur (NIT). Namun hal tersebut mendapatkan banyak perlawanan

dari masyarakat Sulawesi Selatan untuk menolak kehadiran Negara Indonesia Timur

(NIT) dan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia yang pada saat itu

berpusat di Yogyakarta. Melihat reaksi masyarakat Sulawesi Selatan pada saat itu,

sehingga Belanda berinisiatif untuk mendatangkan pasukan khusus yang di pimpin

oleh Kapten Raymon Wasterling dengan membawa ikut serta 123 pasukan

khususnya.

B. Sekilas tentang Wasterling


Wasterling lahir sebagai anak kedua dari Paul Wasterling dan Shopia

Moutzou. Wasterling dijuluki sebagai “si Turki” karena lahir di Istanbul dan

menpat pelatihan khusus di Skotlandia. Memasuki dinas militer pada tanggal 26

Agustus 1941 di kanada. Pada 27 Desember 1941 dia tiba di Inggris dan

ditugaskan di Brigade Prinses Irene. Wasterling dan 48 orang temannya

merupakan angkatan pertama yang memperoleh latihan khusus di Commando

Basic Training Center di Achnacarry di pantai Skotlandia yang tandus. Melalui

pelatihan dank eras dan berat mereka di persiapkan untuk menjadi pasukan
khusus Belanda di Indonesia. Seseorang instruktur Inggris mengatakan pelatihan

ini sebagai It’s hell on earth yang berarti neraka di dunia. Pada 20 juli 1946,

Wasterling diangkat menjadi komandan pasukan khusus, Depot Speciale Troepen

(DST) Depot pasukan khusus6. Awalnya, penunjukan Wasterling sebagai

pemimpin DST hanya bersifat sementara sampai diperoleh komanda yang lebih

tepat, dan pangkatnyapun tidak dinaikkan, tetapi letnan II (cadangan). Namun ia

berhasil meningkatkan mutu pasukan menjelang penugasa ke Sulawesi Selatan,

dan setelah dinyatakan berhasil menumpas perlawanan rakyat pendukung

Republik di Sulawesi Selatan, dia dianggap sebagai pahlawan dan namanya

melambung tinggi.

Teror Wasterling dicatat sebagai salah satu peristiwa paling berdarah

dalam perjalanan bangsa Indonesia. Pasukan yang di pimpin oleh kapten

Raymood Pierre Paul Wasterling ini merupakan catatan hitam dalam perjalanan

bangsa Indonesia. Dalam rangka mengulang kekuasaan Belanda di Indonesia.

Sulawesi Selatan tercatat sebagai daerah yang paling banyak dibantai oleh militer

belanda. Kota Medan merupakan gelandang pertama kekuasaan Wasterling di

Indonesia. Pada 14 september 1945, ratusan parasut tanpa mengembang di langit


kota Medan. Berkaloborasi dengan Letnan Brondgeest yang merupakan seorang

perwira angkatan laut bersamasama menegakkan kekuasaan Belanda di wilayah

Sumatera bagian timur yang kaya akan hasil perkebunan. Hingga pada 23 juli

1946, Wasterling dipindah dari seksi intelijen ke suatu pasukan komando.

Pemindahan itu sekaligus mengakhiri tugasnya di medan. Hingga pada 5

Desember 1946, Wasterling dan letnan dua Jan Vermeulen beserta unit baret hijau

pimpinannya, tiba di Sulawesi Selatan. Sebagai pasukan khusus, Wasterling dan

6
Hendi Jo, kisah pemburuan kapten wasterling, 22 juni 2022, https://historia.id/politik/articles/kisah-
pemburuan-wasterling-P9jqz
pasukannya memiliki hak yang berbeda dan istimewah dari unit lainnya. Sehingga

wajar jika dalam menjalankan aksinya, Wasterling tidak takut kalau tindakannya

berlebihan. Menurut sejarawan J.A de Moor dalam Wasterling Oorlog, cara yang

digunakan wasterling dalam melancarkan aksinya nyaris selalu sama yaitu,

mengepung dan mengunci area operasi, menggiring pendudukan pada satu titik,

menggeledah, mengeksekusi7.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Lokasi Penelitian

7
M. Fazil Pamungkas, Enam hal penting tentang wasterling, 22 Juni 2022,
https://historia.id/amp/militer/articles/enam-hal-penting-tentang-wasterling-Db2A9
1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian sejarah dengan tema Agresi Militer Kedua

yang terjadi di Kota Makassar yang bertujuan untuk memberika gambaran yang

bersifat menyeluruh dan sistematis mengenai fakta yang terjadi. Sedangkan jika

ditinjau dari jenis penelitian, maka penelitian ini merupakan penelitian lapangan

dengan mengumpulkan data yang didukung oleh sumber data kepustakaan.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kota Makassar dengan alasan bahwa kota

tersebut merupakan lokasi yang potensial untuk mengumpulkan data mengingat kota

tersebut merupakan salah satu lokasi terjadinya Agresi Militer kedua di Indonesia.

Secara geografis Kota Makassar merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Selatan yang

terletak dibagian ujung selatan Pulau Sulawesi yang merupakan Kota terbesar

dibagian Timur. Posisi Kota Makassar berbatasan dengan 2 kabupaten yang

diantaranya adalah Maros yang terletak dibagian utara dan timur sedangkan Gowa

berada di sebelah selatan, serta Selat Makassar dibagian barat. Topografi Kota

Makassar merupakan dataran rendah dengan rata-rata ketinggian mencapai 1-25

meter di atas permukaan laut. Secara administrif, Kota Makassar terdiri atas 15
kecamatan, yaitu Kecematan Mariso, Kecamatan Mamajang, Kecamatan Tamalate,

Kecamatan Rappocini, Kecamatan Makassar, Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan

Wajo, Kecamata Bontoala, Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan kep. Sangkarrang,

Kecamatan Tallo, Kecamatan Panakukang, Kecamatan Manggala, Kecamatan

Biringkanaya, Kecamatan Tamalanrea dengan jumlah penduduk sebayak 1.469.601

jiwa.

B. Pendekatan Penelitian
Adapun metode pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu :

1. Pendekatan historis

Pendekatan historis merupakan suatu rangkaian peristiwa yang meliputi

beberapa unsur seperti waktu, tempat, objek, latar belakang dan pelaku yang terdapat

dalam peristiwa tersebut. Unsur terpenting terhadap pendekatan historis adalah

peristiwa, selain itu pendekatan daya kritis sejarah juga tidak kaIah penting karena

adanya penelitian dimana peneliti dapat mengungkapkan kebenaran makna yang

terkandung dalam peristiwa sejarah.

2. Pendekatan Antropologi

Antropologi merupakan ilmu yang me mpelajari tentang manusia dan tata cara

kehidupan manusia yang bertujuan untuk memahami nilai-nilai filososfis lokal atau

kearifan lokal dalam menyelesaikan problem yang ada dimasyarakat. Oleh kerna itu

pendekatan Antropologi berusaha untuk memperlihatkan aspek sejarah dan

penjelasan menyeluru mengenai bagaimana Agresi Militer Kedua terjadi di Kota

Makassar.

3. Pendekatan Sosiologi
Metode ini berupaya untuk memahami kondisi masyarakat dengan melihat

peranan masyarakat yang ada didalamya. Sosiologi dalam ilmu sejarah diharapkan

dapat menjadi konsep dalam penyajian sejarah yang mampu mengungkap keadaan

social dan struktur masyarakat yang mengalami peperangan.

4. Pendekatan politik

Pendekatan ini bertujuan untuk mengetahui apakah unsur politik ikut terlibat

dalam peristiwa ini. Mengingat peristiwa ini juga di picu oleh keserakahan
pihak-pihak tertentu untuk mengambil keuntungan dan menguasai wilayah

Indonesia.

C. Sumber Data

Adapun sumber data dalam penelitian ini yaitu :

1. Sumber Data Premier

Data primer merupakan data yang diperoleh dengan cara penelitian lapangan

atau melalui proses wawancara. Dalam penelitian ini, penulis mendapatkan data dari

berbagai narasumber yang mengetahui tentang penelitian ini, data yang didapatkan

diperoleh secara langsung melalui hasil wawancara kepada informan.

2. Sumber Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari beberapa buku atau data

pendukung yang tidak diambil langsung dari informan akan tetapi melalui dokumen

atau hasil penelitian yang relevan untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan

dalam penelitian

D. Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode

pengumpulan data sebagai berukut:

1. Observasi, yang berarti peneliti harus mengunjungi tempat-tempat yang

berhubungan dengan tema penelitian seperti balai arsip dan perpustakaan

guna mendapatkan informasi terkait penelitian


2. Wawancara, hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi langsung

mengenai bagaimana peristiwan ini terjadi dan bagaimana dampaknya

terhadap masyarakat.

3. Dokumentasi, pada dasarnya dokumentasi bertujuan untuk mendapatkan

bukti yang otentik terkait suatu hal dalam sebuah penelitian.

E. Metode Pengolahan Data Dan Analisis Data

1. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan suatu prosedur atau cara dalam penyajian serta

penafsiran data. Ada 4 macam metode pengolahan data, yaitu:

a. Heuristik.

Heuristik berarti kegiatan yang berkaitan dengan pencarian mengenai

jejak-jejak masa lampau, peninggalan sejarah dan informasi mengenai suatu

sejara. Data dalam penelitian ini berdasarkan pada sumber data, arsip dan

dokumen-dokumen pada masa lampau ataupun literature-literatur yang ada

kaitannya dengan penelitian ini.

b. Kritik Sumber

Kritik sumber ialah upaya yang dilakukan oleh penulis untuk

menyelidiki apakah sumber-sumber yang diterima sudah dianggap

autentik dan merupakan fakta sejarah.

c. Interpretasi

Interpretasi merupakan penafsiran terhadap data melalui suatu analisis.

melalui metode ini peneliti berupaya untuk membandingkan data yang


dianggap sebagai fakta melalaui keterkaitan, dan kegunaan hingga layak

menjadi bagian dasar dalam penulisan sejarah.

d. Historigrafi

Historigrafi merupakan metode pengumpulan data tahap akhir dari

metode penelitian sejarah menggunakan data atau sumber-sumber yang telah

diyakini sebagai cerita sejarah dalam bentuk tulisan yang isinya dapat

dipertanggungjawabkan.

KOMPOSISI BAB

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Fokus Penelitian Dan Deskripsi Fokus

D. Tinjauan Pustaka

E. Tujuan dan Kegunaan

BAB II. TINJAUAN TEORITIS

A. Agresi Militer Kedua

B. Sekilas tentang Wasterling

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Dan Lokasi Penelitian

B. Pendekatan Penelitian

C. Sumber Data

D. Metode Pengumpulan Data

E. Metode Pengolahan Data Dan Analisis Data

BAB VI. HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

B. Latar belakang terjadinya Agresi Militer ke Dua di Kota Makassar

C. Kronologi Terjadinya Agresi Militer ke Dua di Kota Makassar

D. Dampat terjadinya Agresi Militer ke Dua di Kota Makassar

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Implikasi

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Edi Cahyo,” perburuan dari masa kemasa: jaman colonial Hindia Belanda sampai
orde baru”. Jakarta, Hasta Mitra 2003.h.50
Poelinggaomang, Edward L. “perubahan politik dan hubungan kekuasaan Makassar

1906-1942”, 2004, h. 5.

Jo Hendi. “kisah pemburuan kapten wasterling”, 22 juni 2022,

https://historia.id/politik/articles/kisah-pemburuan-wasterling-P9jqz

Kuntowijoyo.”pengantar ilmu sejarah”, 2018, h 13.

Pamungkas Fasil M. “Enam hal penting tentang wasterling”, 22 Juni

2022,https://historia.id/amp/militer/articles/enam-hal-penting-tentang-

wasterling-Db2A9

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Fasisme adalah prinsip atau paham

golongan nasionalis ekstrem yang menganjurkan pemerintah otoriter.

Tika Zainuddin, dkk.” Sulawesi Selatan Berdarah”, 2016, h. 6.

Tika Zainuddin,dkk. Sulawesi Selatan Berdarah ,2016, h.11.

Anda mungkin juga menyukai