Anda di halaman 1dari 9

westerling


Latar Belakang
Pada 16 September 1945 rombongan perwakilan Sekutu mendarat di Tanjung Priok
● (Jakarta) dengan menggunakan kapal Cumberland. Rombongan ini dipimpin Laksamana
● Muda W.R. Patterson. Dalam rombongan ini ikut pula C.H.O. Van der Plas yang mewakili Dr. H.J. van Mook, kepala NICA.
Sekutu menugaskan sebuah komando khusus untuk mengurus Indonesia dengan nama Allied Forces Netherlands East Indies
(AFNEI).
● Melucuti dan memulangkan tentara Jepang. Memulihkan keamanan dan ketertiban.
● Mencari dan mengadili para penjahat perang.
● AFNEI mulai mendaratkan pasukannya di Jakarta pada 29 September 1945. pasukan ini hanya bertugas di Sumatra dan Jawa,
sedangkan daerah Indonesia lainnya diserahkan kepada Angkatan Perang Australia.
● Kedatangan pasukan Sekutu ke Indonesia semula mendapat sambutan baik. Akan tetapi, setelah diketahui mereka datang disertai
orang-orang NICA, sikap bangsa Indonesia berubah menjadi penuh kecurigaan dan bahkan akhirnya bermusuhan. Bangsa
Indonesia mengetahui bahwa NICA berniat menegakkan kembali kekuasaannya. Situasi berubah memburuk manakala NICA
mempersenjatai kembali bekas anggota Koninklijk Nederlands Indies Leger (KNIL). Satuan-satuan KNIL yang telah dibebaskan
Jepang kemudian bergabung dengan tentara NICA. Di berbagai daerah, NICA dan KNIL yang didukung Inggris (Sekutu)
melancarkan provokasi dan melakukan teror terhadap para pemimpin nasional sehingga pecahlah berbagai pertempuran di
daerah-daerah, salah satunya Ambarawa. khusus yang dipimpin Letjen. Sir Philip Christison ini mempunyai tugas sebagai
berikut:
● Menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Indonesia. Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu
○ ”
pembahasan
Perjuangan heroik rakyat Indonesia dalam mempertahankan dan memperjuangkan Kemerdekaannya sungguh tidak bisa diabaikan
begitu saja, mereka bahu membahu dengan segala golongan, mulai dari petani, pedagang, guru, hingga para pelajar bersama
dengan tentara tanpa mengenal rasa lelah, takut serta kelaparan berjuang menghadapi desingan peluru serta berondongan
persenjataan modern milik para penjajah. Sungguh perjuangan yang sangat menguras tenaga dan airmata, mengorbankan
segalanya baik nyawa ataupun harta. Beribu bahkan berjuta nyawa rakyat Indonesia melayang demi kemerdekaan bangsa ini,
mereka rela menyerahkan nyawanya menjadi martir demi anak cucunya nanti. Seperti yang terjadi di 13 daerah : Makassar,
Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng,
Bulukumba, Sinjai, Maros, Pangkajene, Barru, Sidenreng Rappang, Pinrang, Polewali, dan Mandar di Sulawesi Selatan, dimana rakyat
beserta tentara Indonesia berjuang mempertahankan daerahnya dari cengkeraman tentara sekutu yang mencoba membebaskan
para tahanan tentara Belanda ( NICA ) yang dikenal sebagai Peristiwa Pembantaian Westerling atau peristiwa Korban
40.000 jiwa.

○ ”
A.LATAR BELAKANG
pembahasan
● Peristiwa bersejarah ini, diawali kedatangan sebanyak 123 tentara pasukan Depot Speciale Troepen dipimpin Kapten Westerling,
5 Desember 1946 di kota Makassar. Pasukan yang ditempatkan di kamp militer Mattoangin itu merupakan tentara pembunuh
terlatih. Diperintahkan pemimpin militer Belanda membantu tentara NICA (Nederlands Indisch Civil Administration) yang
mendapat perlawanan pejuang dan rakyat di Sulsel.
● Tentara NICA/Belanda sudah terlebih dahalu mendarat bersama tentara sekutu, 23 September 1945 di Kota Makassar.
Dimaksudkan bertugas membantu membebaskan tawanan perang dan melucuti tentara Jepang di Sulsel, setelah dinyatakan kalah
perang. Akan tetapi, dalam kenyataan kehadiran tentara NICA membonceng tentara Sekutu justeru berupaya melakukan
pendudukan dan penguasaan wilayah di Sulsel dalam suasana Indonesia saat itu baru saja menyatakan kemerdekaan, 17 Agustus
1945. Mereka mendapat perlawanan dari para pejuang dan rakyat di Sulsel dan semua daerah yang kini masuk wilayah Provinsi
Sulawesi Barat.
● Setelah tentara NICA mendapat bantuan dari Westerling dan pasukannya, keinginan penguasaan Belanda terhadap wilayah
Indonesia khusunya di Sulsel makin tampak. Gubernur Jenderal Belanda mengeluarkan surat keputusan No.1 Stbl. No.139 Tahun
1946, menyatakan Keadaan Darurat Perang (SOB) mulai 11 Desember 1946 di seluruh wilayah Sulsel, termasuk yang kini telah
menjadi bagian dari Provinsi Sulawesi Barat. Padahal setahun sebelumnya, 17 Agustus 1945, atas nama bangsa Indonesia,
Soekarno – Hatta Indonesia telah menyatakan Proklamasi kemerdekaan Indonesia

○ ”
● B.ANGKA KORBAN SEBENARNYA
pembahasan
● Prof Salim Said, seorang analis militer, ketika mewancarai Kapten Westerling pada tahun 1969, menyebut angka 40 ribu jiwa itu
sebagai “klaim politik” Kahar Muzakkar. Salim Said menyamakan klaim politik Kahar Muzakkar itu dengan klaim bohong
bahwa Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun lamanya. Westerling sendiri, dalam pengakuannya kepada Salim Said,
mengaku jumlah korban hanya 463 orang. Meski demikian pada tahun 1947, delegasi Republik Indonesia menyampaikan klaim
resmi ke Dewan Keamanan PBB mengenai aksi kebrutalan Belanda dalam agresi Militernya, bahwa jumlah korban pembantaian
terhadap Sulsel oleh Westerling mencapai 40.000 jiwa.
● Tak urung hal ini menimbulkan kegaduhan internasional sampai pemerintah Belanda perlu untuk menurunkan tim investigasi
tahun 1969 dan menyatakan bahwa korban hanya sekitar angka 3.000 rakyat Sulawesi yang dibantai oleh Pasukan Khusus
pimpinan Westerling Angka 40.000 jiwa sejatinya memiliki keganjilan. Prosesi pembantaian Westerling yang dimulai pada subuh
hari tanggal 11 Desember 1946 di desa Batua Makassar, dari 3000 jiwa yang

○ ”
● B.ANGKA KORBAN SEBENARNYA
pembahasan
● dikumpulkan di lapangan terbuka, ada 44 lelaki yang dianggap “teroris” kemudian dieksekusi di tempat, termasuk 9 pemuda yang
mencoba melarikan diri. Dua hari kemudian, 12-13 desember 1946 korban Westerling bertambah 81 orang, dengan menembaki
membakar hangus desa-desa di Tanjung Bunga dan sekitarnya. Tanggal 14-15 desember 1946, ada 23 orang dibunuh oleh tentara
Westerling, kemudian tanggal 16-17 desember 1946 ada 33 penduduk Sulsel yang dianggap gerilyawan dibunuh . Yang paling
parah adalah periode dari tanggal 26 Desember 1946 hingga 3 Januari 1947, ada 257 orang yang dibunuh pasukan DST pimpinan
Westerling di daerah Gowa.
● Aksi Westerling baru berakhir di 16-17 Februari 1947 di Mandar dengan korban 364 jiwa, dan benar-benar berhenti tanggal 21
Februari 1947 dimana Belanda kemudian menarik penuh pasukan DST dari Sulawesi Selatan, lebih dikarenakan bnerita
kebrutalan pasukan ini sudah menyebar luas ke luar negeri. Kalau dihitung rata-rata korban perhari yang dibunuh Westerling,
tarohlah sekitar 40- 100 orang perhari, maka dari tanggal 11-Desember 1946 hingga 17 Februari 1947 yang memiliki rentang 68
hari sekira tanpa jeda, Westerling telah membunuh rakyat Sulawesi Selatan sekitar 2700 – 6800 jiwa. Angka ini jauh dari
anggapan yang diyakini masyarakat saat ini dan kemudian dicetak resmi dalam buku-buku sejarah: 40,000 jiwa!

○ ”
C. KRONOLOGI PERISTIWA
pembahasan
Keesokan harinya, 11 Desember 1946, seperti dicatat dalam Sejarah Perjuangan
Angkatan 45 di Sulsel, di kampung Kalukuang, sekarang lokasi Monumen Peristiwa Korban 40.000 Jiwa, dan sekitarnya. Semua
penduduk dewasa pria kembali dikumpulkan di lapangan, tanpa terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan semua lalu ditembak mati.
Pembunuhan dipimpin langsung oleh Westerling.
Hari-hari selanjutnya, Westerling bersama pasukannya kemudian bergerak ke berbagai daerah di Sulsel, melakukan pembunuhan
terhadap pejuang dan rakyat dengan alasan melakukan pembersihan terhadap kaum pemberontak. Pendiri Badan Perjuangan
Rakyat Republik Indonesia (BPRI) Parepare tahun 1945,
Andi Abdullah Bau Masseppe yang kini telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia, menjadi salah satu dari korban
pembunuhan sadis yang dilakukan oleh Westerling dan pasukannya.
Bau Massepe bersama sejumlah pejuang ditembak mati oleh pasukan Westerling pada 2 Pebruari 1947 di Pinrang. Setelah sebelumnya
pasukan Belanda melakukan pembakaran rumah dan penembakan terhadap banyak rakyat di Suppa, Pinrang. Pimpinan Gerakan
Pemuda Tanete (GPT) di Barru, Andi Abdul Muis La Tenridolong yang juga kala itu digiring bersama Andi Abdullah Bau
Massepe oleh pasukan Westerling ke Pinrang, sampai saat ini tidak diketahui dimana pusaranya. Tak mau ditangkap pasukan
Westerling, Emmy Sailan meledakkan granat yang menyebabkan dirinya ikut gugur pada 22 Januari 1947 di Kampung Kassi-
kassi, Makassar.

○ ”
penutup
KESIMPULAN
Perjuangan rakyat Sul – sel sudah mencerminkan sikap nasionalisme, yang dimana mereka rela mati demi Negaranya yaitu Indonesia.
Diceritkan bahwa telah terjadi pembantaian di Sul – sel yang membunuh rakyat secara massal dengan Jumlah korban yang
mencapai ribuan tersebut yang dilakukan oleh Raymond Pierre Paul Westerling. Pembantaian yang dilakukan selama kurang lebih
3 bulan ( 11 Desember 1946 – 21 Februari 1947) dengan rentang 72 hari tersebut.Demi menarik simpati Presiden Soekarno,
Kahar Muzakkar mengklaim bahwa jumlah korban mencapai 40.000 .Saat itu, Bung Karno mengajak bangsa Indonesia berduka
atas tewasnya 40 penumpang kereta akibat tindakan Belanda. Kahar pun mengomentari pernyataan Bung Karno itu dengan
melaporkan bahwa tak begitu lama dari persitiwa kecelakaan kereta api itu, di Sulsel juga terjadi pembantaian oleh Westerling
dengan angka korban mencapai 40 ribu jiwa. Saat itu Kahar Muzakkar protes karena peristiwa memilukan ini tidak mendapat
perhatian pemerintah pusat dan tidak dijadikan hari berkabung nasional. Meski demikian pada tahun 1947, delegasi Republik
Indonesia menyampaikan klaim resmi ke Dewan Keamanan PBB mengenai aksi kebrutalan Belanda dalam agresi Militernya, .

○ ”
penutup
KESIMPULAN
Meski demikian, berapapun angka tepatnya korban yang jatuh di masa keberingasan Westerling tahun 19461947 di Sulawesi- Selatan,
tetap bahwa peristiwa itu merupakan lembaran kelam sejarah penjajahan Belanda di Indonesia. Kekacauan pemerintahan dan
dibiarkannya hukum rimba berlaku saat itu mengakibatkan seorang jagal bernama Westerling leluasa membunuh penduduk sipil
tanpa didahului proses pengadilan yang benar. Rakyat Indonesia, khususnya keluarga korban pembantaian Westerling berhak
untuk mendapatkan keadilan dari pemetintah Belanda, yang hingga saat ini sepertinya menganggap bahwa kekejaman Westerling
dapat dimaklumi karena dalam keadaan darurat perang. Karenanya, pengadilan Belanda di tahun 1954 menyatakan Westerling
tidak menanggung kesalahan apapun atas perbuatannya semasa perang. Untuk mengenang peristiwa tersebut, rakyat Sul – sel
menjadikan tanggal 11 Desember sebagai hari pengorbanan
,.

○ ”

Anda mungkin juga menyukai