Sejarah
Fase E Kelas 10
Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa sejarah merupakan ilmu yang mengkaji aktivitas manusia
dalam ruang dan waktu. Sebuah peristiwa sejarah juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor lain
seperti latar belakang budaya dan nilai sosial pada masanya. Jadi, pelajaran Sejarah seharusnya
mengajak siswa atau pembacanya untuk merasakan pengalaman nyata dari peristiwa atau
pelaku sejarah dalam peristiwa masa lampau dengan belajar proses terjadinya peristiwa dan
kondisi masyarakat pada masa lalu. Oleh karena itu, dalam mengkaji ilmu sejarah, terdapat dua
cara berpikir yang dapat digunakan, yaitu diakronis dan sinkronis.
1 Konsep Diakronis
Kata diakronis berasal dari bahasa Yunani, yaitu dia yang berarti ‘melampaui’, ‘melintas’,
atau ‘melalui’, dan chronos yang berarti ‘waktu’. Jadi, diakronis adalah sesuatu yang melintas,
melalui, dan melampaui dalam batasan waktu. Sejarah dalam konsep diakronis adalah
ilmu yang mempelajari gejala-gejala atau peristiwa masa lampau yang memanjang dalam
waktu, tetapi terbatas dalam ruang. Dengan demikian, cara berpikir diakronis adalah
mengkaji peristiwa sejarah yang di dalam prosesnya melewati perjalanan waktu.
Sejarah adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala yang memanjang dalam waktu
tetapi terbatas dalam ruang. Melalui cara berpikir diakronis, sejarawan bertujuan untuk
menganalisis perubahan dari waktu ke waktu. Selain itu, berpikir secara diakronis juga
memungkinkan untuk menganalisis penyebab dan dampak sebuah peristiwa. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa sejarah dalam konsep diakronis, berarti lebih mementingkan proses.
Selain itu, sejarah akan membicarakan peristiwa tertentu yang terjadi di suatu tempat
(ruang) tertentu sesuai dengan urutan waktu kejadiannya.
Pertempuran Ambarawa
Sejarah pertempuran atau Palagan Ambarawa pernah terjadi antara Indonesia yang
sudah merdeka dengan Sekutu. Embel Sekutu yang saat itu meyakini Indonesia akan
Pada 19 Oktober 1945, militer Inggris di bawah pimpinan Brigadir R.G. Bethell,
dikirim ke Semarang satu brigade campuran yang diberi nama CRA's Brigade,"
tulis R.H.A. Saleh dalam Mari Bung Rebut Kembali (2000:77). CRA's Brigade bukan
kesatuan organik, melainkan campuran dari satuan-satuan infanteri. Brigadir
Bethell sendiri sejatinya Komandan Satuan Artileri Divisi 23 militer Inggris. Pasukan
inilah yang ikut mengurusi pembebasan tawanan di sekitar Semarang, Ambarawa,
dan Magelang.
Sekutu berhasil dikepung dan hanya satu celah pelarian yang tersisa, yakni ke Desa
Banyubiru, Semarang. M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern (2009:455 —
456) menambahkan, pada masa akhir November, pertempuran antara kedua belah
pihak ini berhasil memundurkan Sekutu ke pesisir Semarang. Kendati bertahan di
sana, pasukan Sekutu akhirnya lenggang pada 5 Desember 1945 karena gempuran
militer Indonesia. Lalu, pada 12 Desember 1945 terjadi lagi penyerangan terhadap
Perang ini disebut Kemendikbud sebagai pengepungan yang terjadi selama empat
hari empat malam. Pertempuran Ambarawa usai pada 15 Desember 1945 karena
pasukan Sekutu merasa tersudutkan hingga akhirnya kabur (Poesponegoro, Marwati
Djoened, dan Nugroho, 1990:118).
Sumber:
Artikel "Pertempuran Ambarawa, Kemenangan yang Memakan Banyak Korban", https://tirto.id/cBj
Artikel "Sejarah Palagan Ambarawa: Latar Belakang & Tokoh Pertempuran", https://tirto.id/gaNB
Artikel di atas menunjukkan konsep berpikir diakronis dalam sejarah. Rentang waktu dari
kedatangan Sekutu di Semarang pada 19 Oktober 1945 dan berakhirnya Pertempuran
Ambarawa pada 15 Desember 1945 menunjukkan waktu yang memanjang, tetapi dalam
ruang yang terbatas, yaitu di Ambarawa saat terjadinya perang tersebut. Selain itu, dari
artikel di atas dapat diketahui latar belakang dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa
Pertempuran Ambarawa yang berakhir pada 15 Desember 1945.
2 Konsep Sinkronis
Rekonstruksi sejarah bukan hanya dilakukan dengan berpikir diakronis, melainkan juga
melalui cara berpikir sinkronis. Kata sinkronis berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata syn
yang berarti ‘dengan’ dan chronos yang berarti ‘waktu’. Jika didefinisikan, sinkronis adalah
mengkaji sejarah dengan mementingkan struktur kehidupan masyarakat dalam satu
peristiwa tertentu. Jadi, cara berpikir sinkronis dalam sejarah membahas peristiwa secara
spesifik dan mendalam.
Melalui cara berpikir sinkronis, sejarawan tidak berusaha untuk membahas perkembangan
atau proses terjadinya sebuah peristiwa, tetapi menganalisis kondisi kehidupan dalam
waktu tertentu pada masa lalu. Sinkronis adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala
yang meluas dalam ruang, tetapi dalam waktu yang terbatas. Singkatnya, sinkronis berarti
meluas dalam ruang, tetapi menyempit dalam waktu. Kajian sejarah secara sinkronis
berhubungan erat dengan ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, ilmu politik, antropologi, atau
ilmu ekonomi.
Cara berpikir sinkronis dalam belajar sejarah dilakukan untuk menjelaskan secara
terperinci mengenai konteks (situasi dan kondisi) suatu masyarakat pada waktu tertentu,
hubungan sebab-akibat, hubungan (korelasi) berbagai faktor terjadinya peristiwa.
Konteks yang dapat dijelaskan dapat dilihat dari kondisi ekonomi, adat-istiadat, struktur
sosial, komposisi penduduk, kondisi politik, dan aspek-aspek lainnya. Dengan demikian,
Dalam Sejarah Nasional Indonesia VI “Jaman Jepang dan Jaman Republik Indonesia
1942–1970” (1993), Marwati dan Nugroho Susanto menerangkan, setelah ekonomi
menurun, diubah sistemnya menganut ekonomi perang. Kebutuhan sumber daya
untuk menyokong pertempuran melawan Sekutu membawa Jepang mengeluarkan
berbagai penerapan yang menyiksa para Romusha. Mulai dari anak kecil, hingga
orang dewasa, diberikan tugas secara paksa untuk mengurus lahan kosong agar
pangan bisa berlipat ganda. Bukan hanya ekonomi, bahkan pada awal 1943, militer
Dai Nippon yang terpojok oleh kubu musuhnya malah mengajak para petani untuk
ikut serta di medan pertempuran sebagai prajurit cadangan.
Dalam Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa 1941 — 1945 (2015),
Kurasawa menjelaskan, Jepang yang tidak memiliki transportasi untuk bisa
menjangkau berbagai daerah di pulau Jawa, menarik penduduk Indonesia untuk
membangun rel kereta. Salah satu hasil kerja romusha adalah jalur Saketi menuju
Bayah yang digunakan ketika mengangkut barang. Selama masa pembuatannya,
rel yang dijuluki “Death Railway” ini telah menelan banyak korban jiwa karena musti
bekerja tanpa henti.
Sumber: Artikel "Apa Itu Romusha di Masa Penjajahan Jepang, Tujuan, dan Dampaknya?” https://tirto.
id/f96K
Artikel di atas menunjukkan konsep berpikir sinkronis dalam sejarah. Artikel membahas
kehidupan sosial masyarakat Indonesia pada saat pelaksanaan romusha pada masa
pendudukan Jepang (1942 — 1945). Jadi, artikel di atas tidak membahas proses terjadinya
romusha, tetapi bagaimana kondisi masyarakat pada saat itu terjadi. Dengan demikian,
sinkronis dalam sejarah menggambarkan aspek ruang yang meluas (kondisi masyarakat
Indonesia), pada waktu yang sempit (1942 — 1945).
Ayo, berlatih!
Pembahasan:
1. Sejarah bersifat diakronis dan sinkronis karena fokus kajian sejarah adalah
mempelajari berbagai peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Konsep
diakronis dan sinkronis akan menjelaskan dan menganalisis mengenai
kehidupan/aktivitas manusia dalam waktu dan ruang tertentu dari suatu
peristiwa sejarah. Hal ini akan membantu proses interpretasi dan penjelasan
yang sesuai untuk merekonstruksi sejarah.
2. Tujuan berpikir diakronis adalah untuk menganalisis perubahan dari waktu
ke waktu. Selain itu, berpikir secara diakronis juga memungkinkan untuk
menganalisis penyebab dan dampak sebuah peristiwa. Cara berpikir
sinkronis bertujuan untuk menganalisis kondisi kehidupan dalam waktu
tertentu pada masa lalu. Selain itu, sinkronis juga bertujuan untuk mengkaji
sebuah peristiwa dari berbagai aspek secara spesifik.
Jawaban
No. Refleksi
Ya Ragu Tidak
Petunjuk:
Isi dengan tanda centang pada salah satu jawaban Ya, Ragu, atau Tidak.