Anda di halaman 1dari 13

Pendahuluan

A. Latar Belakang Perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama penjajahan dilanjutkan dengan era merebut dan mempertahankan kemerdekaan sampai dengan era mengisi kemerdekaan, menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan zamannya. Kondisi dan tuntutan yang berbeda tersebut ditanggapi oleh bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nilai-nilai semangat kebangsaan kejuangan yang senantiasa tumbuh dan berkembang yang dilandasi oleh jiwa, tekad dan semangat kebangsaan. Kesemuanya itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses terwujudnya NKRi dalam wadah Nusantara. Penelitian dan penulisan yang membahas peristiwa Plataran Kisah Perjuangan Kadet A.M Yogya 1949 , merupakan kisah patriotisme dan heroisme para kadet A.M Yogya pada zaman revolusi. Peristiwa plataran mencerminkan keberanian para kadet A.M Yogya melawan tentara Belanda demi keutuhan RI yang baru saja merdeka. Mereka berjuang dengan dijiwai rasa persatuan dan kesatuan, sehingga tergalang kekuatan yang hebat dan didukung oleh jiwa dan semangat patriotic. Bagi generasi terdahulu kisah perjuangan dalam perang kemerdekaan merupakan sebuah masa lalu yang penuh kesan dan kenangan. Akan tetapi bagi generasi muda kisah perjuangan seperti itu harus dapat menumbuhkan dan membangkitkan patriotisme yang pada gilirannya sangat bermanfaat bagi pembangunan nasional. Monumen Plataran Adalah Monumen Perjuangan Taruna AKMIL (Akademi Militer) Terletak di Dusun Plataran Kiyudan, Selomartani Kalasan Sleman. Monumen ini dibangun pada tahun 1982 sebagai tugu peringatan perjuangan TNI (AKMIL) bersama rakyat dalam perang

melawan penjajah Belanda, juga merupakan bukti sejarah perjuangan para pahlawan yang telah mengorbankan jiwa, raga dan harta demi menegakkan berdirinya NKRI. Di tempat ini telah terjadi pertempuran dan perlawanan sengit TNI bersama rakyat melawan tentara Belanda hingga terjadinya peristiwa kebiadaban yaitu disembelihnya/dipenggalnya kepala seorang komandan TNI bernama Letnan Husein. Menurut cerita sesepuh desa pada saat itu tentara Belanda menyerbu daerah ini untuk mencari dan mengajar seorang komandan tentara bernama Letnan Komarudin yang terkenal ampuh sakti mandra guna tidak mempan pedang dan peluru senapan Belanda, karena konon Komarudin ini mempunyai aji-aji yang dinamai "Lembu Sekilan", yang rumahnya di Macanan letaknya sebelah utara daerah Plataran kira-kira 1 km. Ketika tentara kompeni sampai di Plataran dan terjadilah pertempuran sengit melawan TNI, pada saat itu tertangkaplah seorang tentara TNI bernama Husein dan oleh tentara Belanda dikira Komarudin, maka dipenggalah kepala Husein untuk dilaporkan dan sebagai bukti pada pimpinan tentara Belanda Bahwa Komarudin telah ditangkap dan dipenggal kepalanya. Begitulah sekilas ceritanya. Sebagai symbol sejarah perjuangan. Pertempuran plataran, 24 Februari 1949 merupakan lembaran duka dalam sejarah

Akademi Militer Yogya, Akademi militer pertama yang lahir di awal revolusi. Dalam peristiwa itu 7 warga Akademi Militer (AM) gugur dalam pertempuran dengan pasukan Belanda di Dukuh Plataran, Kalasan, Yogyakarta. Pada tanggal 31 Oktober 1945 di buka Akademi Militer darurat di Yogyakarta, hal ini dilakukan oleh Urip Sumohardjo untuk memenuhi kebutuhan tenaga perwira yang mendesak, karena Tentara Keamanan Rakyat (TKR) kekurangan anggota yang terdidik dan terlatih. Pendirian Akademi militer di Yogya ini, kemudian diikuti oleh TKR di daerah-sdaerah lain untuk membentuk lembaga pendidikan perwira darurat serupa , seperti Akademi Militer di Tanggerang, Sekolah Kadet di Surabaya/Mojoagung.

Para perwira atau kadetnya, tugasnya tidak hanya belajar dan berlatih , melainkan juga bertugas di front, turut bertempur menghadapi musuh RI, suatu hal yang tidak lazim di Negara normal. Dalam menunaikan tugas tersebut ada beberapa di antaranya yang gugur. Kisah perjuangan para kadet (Taruna) AM Yogya telah diawali sejak pembentukan AM, yaitu dalam pertempuran Surabaya, November 1945 dan di Front Jawa Barat 1946 serta berbagai penugasan lainnya. Dalam peristiwa tersebut ada beberapa kadet dan warga AM Yogya yang gugur, seluruhnya berjumlah 30 orang termasuk korban pertempuran Plataran. B. Rumusan Masalah Masalah pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : a. Bagaimana sejarah berdirinya akademi militer Yogyakarta ? b. Bagaimana peran dan bantuan warga masyarakat khususnya di daerah Kalasan dalam membantu para gerilyawan perang ? c. Bagaimana latar belakang terjadinya pertempuran Plataran ? d. Bagaimana jalannya pertempuran Plataran ? e. Bagaimana akhir dari pertempuran Plataran ?

C. Tujuan Penelitian Penelitian ini akan mengarahkan kajiannya secara teliti pada : a. Sejarah berdirinya Akademi Militer Yogyakarta b. Berbagai bentuk partisipasi para warga masyarakat Kalasan dalam membantu para gerilyawan melaksanakan tugasnya membela dan mempertahankan NKRI dari serangan tentara Belanda.

c. Mengungkapkan latar belakang pertempuran, dengan menganalisis peristiwa yang mendahului sebelum terjadinya pertempuran Plataran. Peristiwa yang mendahului menjadi sebab terjadinya pertempuran Plataran. d. Menguraikan jalannya pertempuran Plataran, dari pertahanan TNI dalam menghadapi serangan-serangan tentara Belanda yang mengepung posisi keberadaan TNI, hingga TNI harus perlahan-lahan mundur. e. Menguraikan akhir dari petempuran Plataran yang memaksa TNI harus mundur

perlahan-lahan dari daerah pertahanan karena serangan tentara Belanda lebih kuat dan berhasil melemahkan pertahanan TNI.

D. Manfaat penelitian Hasil penelitian yang menguaraikan Peristiwa Plataran Kisah Perjuangan Kadet Akademi Militer (A.M) Yogya 1949, dengan perjuangan TNI (AKMIL) bersama rakyat dalam perang melawan penjajah Belanda, merupakan bukti sejarah perjuangan para pahlawan yang telah mengorbankan jiwa, raga dan harta demi menegakkan berdirinya NKRI. Bagi generasi terdahulu kisah perjuangan dalam perang kemerdekaan merupakan sebuah masa lalu yang penuh kesan dan kenangan. Akan tetapi bagi generasi muda kisah perjuangan seperti itu harus dapat menumbuhkan dan membangkitkan patriotisme yang pada gilirannya sangat bermanfaat bagi pembangunan nasional.

E. Kajian pustaka Bagi bangsa Indonesia, peristiwa-peristiwa yang terjadi pada periode 1945-1949 merupakan revolusi yang dipandang sebagai manifestasi tertinggi dari tekad nasional, lambang kemandirian suatu bangsa, dan bagi mereka yang terlibat di dalamnya maka revolusi adalah pengalaman emosional luar biasa dengan rakyat yang berpartisipasi langsung (J.D.Legge, 1993). Revolusi adalah perubahan radikal dan fundamental dalam tata kehidupan secara cepat. Umumnya, revolusi ditandai dengan penggulingan kekuasaan dan sering berdarah-darah akibat konflik kekerasan yang ditimbulkan antara dua kekuatan yang bertahan dan berusaha saling menjatuhkan. Dari sejarah, kita tahu bahwa tanpa revolusi maka dinamika masyarakat akan berjalan lamban. Juga tidak ada loncatan historis guna membangun perdaban baru dalam aspek sosial, ekonomi, politik, hukum, kebudayaan, sains dan teknologi, serta keagaman ( Musa Asyarie, 2005) Para penulis lebih mencurahkan perhatian pada peneliti terhadap aliran-aliran ideology di dalam revolusi, misalnya nasionalis, sosial-demokrat, komunis, dan Islam. Mereka juga mempelajari pergeseran kekuasaan yang menyertai perjuangan ini, atau mengkaji kemungkinankemingkinan yang muncul untuk perubahan-perubahan sosial yang mendasar. Sedangkan penulis lain justru mengamati jalannya peristiwa-peristiwa di tingkat local dan mengkaji cara agar isu-isu nasional bisa terjalin dengan tekanan-tekanan dari keadaan local ( J.D.Legge, 1993 ). Pertempuran Plataran, 24 Februari1949 merupakan lembaran duka dalam sejarah Akademi Militer Yogya, Akademi Militer Nasional pertama yang lahir di awal revolusi. Dalam peristiwa itu 7 warga Akademi Militer (AM) gugur dalam pertempuran dengan pasukan Belanda di Dukuh Plataran, Kalasan, Yogyakarta. Peristiwa Plataran tidak bisa dipisahkan dengan

peristiwa yang mendahuluinya. Yaitu peristiwa gugurnya kadet Abduljalil di Sambiroto dan serangan pasukan AM terhadap pos Belanda di Bogem, malam 23 Februari 1949. Dalam peristiwa Sambiroto tersebut, buku harian Abduljalil yang kemana-mana selalu dibawanya dalam saku, jatuh ke tangan Belanda. sejak itu tentara Belanda selalu mengetahui lokasi basis gerilya AM Yogya di Kalasan. Dua hari kemudian terus dilakukan operasi pembersihan sehingga terjadilah peristiwa Plataran. Sumber Belanda mencatat pula peristiwa Plataran Letkol. J.F. Scheers, komandan pasukan khusus Belanda yang memimpin penyerbuan dan pendudukan kota Yogya, dalam bukunya Djojakarta, menilai pasukan AM adalah pasukan pilihan ( keur-troepen), karena pasukan ini telah lama dicari. Kompi pasukan Belanda, anak buah Mayor J.F Scheers, yang berhasil menemukan dan melakukan serangan terhadap kedudukan pasukan AM di Plataran, adalah kompi 3 dari Batalyon I, Resimen Infantri 15. Hasil wawancara Kolonel C.A Heshius, kepala seksi sejarah perang tentara pelajar Kerajaan Belanda tahun 1977 dengan P.A. Roubos dan J.P. Bos, keduanya veteran anggota pasukan Belanda yang terlibat langsung di lapangan dalam peristiwa Plataran tersebut. Menurut penuturan kedua veteran itu, besarnya pasukan Belanda yang beroperasi di Plataran adalah satu kompi tak lengkap, beranggota 75 orang dan terbagi dalam tiga peleton masing-masing 25 orang. Tiap peleton bersenjata tiga bren (senjata senapan mesin), sejumlah sten (senapan mesin ringan), karabein, dan granat tangan. Dalam operasi tersebut tak ada bantuan tembakan mortir, artileri, kavaleri, maupun serangan udara. Dalam serangan di Plataran, peleton II Belanda menduduki posisi paling depan dan menyerang Plataran dari arah selatan. Peleton III yang menduduki posisi belakang melakukan gerakan melingkar, melalui Karangbatu di utara terus bergerak ke timur memotong garis mundur pasukan AM dari barat dan barat laut. Peleton I sebagai sayap-kanan disebelah timur, tidak memainkan peran berarti. Pertempuran Plataran menelan korban delapan orang tewas dan dua

orang menderita luka parah. Lima diantaranya yang tewas adalah kadet, dua orang adalah perwira instruktur, termasuk Letda Utoyo, dan seorang anggota TP, yang menderita luka parah adalah dua orang kadet, termasuk B. Sunarto. Kadet Sunarto yang menderita luka parah dan dapat menyelamatkan diri dengan cara tidur terlentang di lumpur sawah sempat mendengar abaaba seradadu Belanda yang melewatinya. Dalam memoarnya ia menyebut operasi tentara Belanda itu berakhir setelah dalam gerak majunya ke utara mereka mendapat tembakan dari desa Kiyudan, di seberang utara sawah tersebut. Tembakan balas tersebut diduga berasal dari kesatuan Hisbullah, yang menurut keterangan B.Sormin, desa Kiyudan adalah basis dari pasukan Hisbullah kompi Komarudin. Keberhasilan taktis Belanda di Plataran tersebut, faktanya ternyata tak mampu mematahkan perlawanan gerilya Indonesia. Belu genap sebulan setelah peristiwa Plataran pasukan AM telah mampu melancarkan serangan gerilya lagi terhadap pos tentara Belanda di Kaliurang tanggal 11 Maret ( Moehkardi, 2008). F. Historiografi yang relevan Historiografi adalah rekonstruksi sejarah melalui proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman masa lampau. Menurut Louis Gottschalk, historiografi adalah rekonstruksi yang imajinatif dari masa lampau bedasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses menguji dan menganalisis secara kristis rekaman masa lampau. Tujuan historiografi yang relevan adalah untuk mengembangkan suatu teori guna memberikan arah dalam pemecahan suatu permasalahan. Kajian historiografi dilakukan dengan mengadakan review terhadap literaturliteratur yang relevan. Dari historiografi yang relevan itu diharapkan dapat diungkap suatu teori yang dapat memberikan jalan keluar terhadap pertanyaan-pertanyaan penulisannya, atau setidaktidaknya memberikan inspirasi bagi lahirnya pemecahan permasalahan, atau bahkan melahirkan suatu teori baru. Bagi penulisan sejarah yang orisinal, artinya belum pernah diteliti dan ditulis

orang, dan karenaya belum ada historiografinya yang ditulis, maka dalam hubungan ini studi historiografinya dapat diganti dengan studi bibliografik. Sedikit sekali penelitian yang secara khusus membahas peristiwa Plataran, 24 Februari1949 G. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian, orang dapat menggunakan berbagai macam metode, sesuai dengan rencana penelitiannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah dengan cara penjelajahan dokumenter, wawancara dan kajian pustaka yang relevan. Metode penelitian sejarah merupakan suatau penyelidikan yang mengaplikasikan metode pemecahan yang ilmiah dari prespektif historis suatu masalah. Metode ini mempunyai maksud untuk memastikan dan menyatakan kembali fakta masa lampau, gejala sosial, atau gejala kebudayaan yang memerlukan imajinasi dan empati. Landasan utama dari metode sejarah ialah bagaimana menangani buktibukti dan bagaimana menghubungkannya. Tujuan penelitian sejarah adalah untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan objektif. Menurut Louis Gottschalk, prosedur penelitian dan penulisan sejarah bertumpu pada empat kegiatan pokok, yaitu; heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Heuristik, yaitu kegiatan untuk menghimpun jejak-jejak masa lampau yang dikenal sebagai data-data sejarah. Data-data inilah yang akan menjadi sumber penelitian penulis. Sartono Kartodirjo mengatakan bahwa sumber merupakan langkah awal dari rekonstruksi sejarah. Sumber pentung untuk menciptakan suatu fakta sejarah yang kemudian menjadi dasar usaha menghidupkan masa lampau. Menurut sifatnya, sumber dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. 1. Sumber primer

Louis Gottschalk memberikan definisi bahwa yang dimaksud dengan sumber primer adalah kesaksian langsung dari seseorang dengan mata kepala sendiri atau kesaksian panca indera yang lain atau bisa juga dengan alat mekanis. Secara singkat suatu sumber primer dapat dikatakan sumber primer apabila disampaikan oleh saksi mata. Sumber primer yang dipakai dalam penelitian ini yaitu dengan melalui oral history terhadap pelaku peristiwa yang masih hidup. Meskipun demikian hanya beberapa orang yang dapat dijangkau untuk diwawancarai. Berikut adalah daftar narasumber dalam penelitian ini: 1. Jenderal Mayor. R. Soewardi 2. Djatikoesoemo 3. Wijogo Atmodarminto 4. Soerjowidodo 5. Sormin B 6. Sahirdjan 7. Soesila Soedarman 8. Sudirman Saleh 9. Gunawan Wibisono 10. Hariono Soejono 2. Sumber sekunder Menurut Louis Gottschalk yang dimaksud dengan sumber sekunder adalah kesaksian dari seseorang yang tidak hadir dalam peristiwa yang dikisahkan. Adapun menurut Kuntowijoyo bahwa yang disebut sumber sekunder adalah apabila disampaikan oleh seseorang yang bukan saksi mata. Menurut penulis, sumber sekunder sangat berguna untuk memahami secara tepat dan mendalam mengenai latar belakang sumber-sumber dan dokumen sejaman. Selain itu buku-buku ( gubernur A.M. Yogya ) ( colonel wakil Direktur A.M yogya ) ( Kadet, Letda, Dan.kie AM Yogya ) ( kadet / Letda Instruktur AM Yogya ) ( kadet wadan Ton Tar ) ( Letkol Instruktur A.M Yogya ) ( Letda Instruktur AM. Yogya ) ( anggota tentara pelajar (TP) Yogya ) ( anggota TP Yogya ) ( anggota TP Yogya )

yang menjadi sumber sekuder dapat membantu dalam menentukan langkah penelitian selanjutnya, Verifikasi atau kritik sumber, yaitu kegiatan meneliti apakah sumber-sumber sejarah itu asli, baik bentuk maupun isinya sehingga akan diperoleh fakta-fakta sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan. Agar dapat dipertanggungjawabkan, harus dilakukan kritik ekstern dan intern terhadap sumber-sumber tersebut. Kritik eksternal adalah pemerikasaan otentisitas (keaslian) suatu sumber, agar diperoleh sumber yang sungguh-sungguh asli. Berbeda dengan kritik eksternal yang lebih menitikberatkan pada uji fisik suatu dokumen, maka kritik internal ingin menguji lebih jauh lagi mengenai isi dokumen (kredibilitas). Interpretasi, yaitu

menetapkan makna yang saling berhubungan dari fakta-fakta sejarah yang telah diperoleh setelah diterapkan kritik ekstern dan intern. Beberapa sumber memiliki makna-makna yang tidak tampak atau harus ditelusuri lebih dalam. Interpretasi diperlukan untuk mengungkapkan makna dari sumber-sumber sejarah yang telah terkumpul tersebut. Historiografi adalah yang terakhir, yaitu penyampaian sintesa yang disajikan dalam bentuk karya sejarah. Kegiatan ini merupakan tahap akhir dari serangkaian proses yang telah dilakukan penulis. Hasil sintesa sangat ditentukan oleh tiga tahap sebelumnya. H. Pendekatan Penelitian Di dalam suatu penelitian, suatu totalitas sangat diperlukan, dan untuk itu pendekatan. pendekatan dari ilmu-ilmu lain sangat diperlukan untuk memahami penyebab, proses dan dampak dari terjadinya kasus yang menjadi studi penulis. Selain itu pendekatan penelitian bertujuan untuk menjelaskan dari segi mana kajian sejarah hendak dilakukan, dimensi mana yang diperhatikan dan unsur-unsur mana yang diungkapkannya. Untuk mendukung dan mencapai tujuan dalam penenelitian ini, penulis menggunakan berbagai macam pendekatan. Pendeksatan-pendekatan dalam penelitian ini yang digunakan adalah; pendekatan sosiologi,

pendekatan antropologi, pendekatan ilmu politik, pendekatan psikologi, pendekatan militer dan pendekatan ekonomi. Pendekatan sosiologi dalam ilmu sejarah, menurut Max Weber, dimaksudkan sebagai upaya pemahanan interpretatif dalam kerangka memberikan penjelasan (eksplanasi) kausal terhadap perilaku-perilaku sosial dalam sejarah. Penelitian ini sangat memerlukan pendekatan sosiologi, mengingat peristiwa yang menjadi kajian penulis sangat dipengaruhi dan berdampak pada tatanan sosial yang ada. Pendekatan antropologi mengungkapkan nilai-nilai, status dan gaya hidup, sistem kepercayaan dan pola hidup, yang mendasari perilaku tokoh sejarah. Antropologi dan sejarah pada hakikatnya memiliki objek kajian yang sama, ialah manusia dan dimensi kehidupannya. Pendekatan antropologi diperlukan penulis untuk memahami hubungan antaretnis yang bertikai serta benturan-benturan budaya yang mengikutinya. Pendekatan ilmu politik, sejarah politik dapat menggunakan berbagai pendekatan sesuai dengan topik yang dipilih. Kegunaan pendekatan politik di dalam peristiwa Plataran Kisah Perjuangan Kadet AM Yogya 1949 adalah untuk memahami gejala-gejala politk yang menunjang terjadinya peristiwa tersebut. Pendekatan militer, diperlukan untuk memahami taktik, trik dan strategi yang digunakan Tentara nasional Indonesia (TNI) untuk mengahadapi musuh yaitu tentara Belanda. Sedangkan pendekatan ekonomi, diperlukan untuk memahami kondisi ekonomi di desa Kalasan sebelum dan sesudah peristiwa Plataran tersebut. I. Sitematika Pembahasan Pertempuran Plataran, 24 Februari1949 merupakan lembaran duka dalam sejarah Akademi Militer Yogya, Akademi Militer Nasional pertama yang lahir di awal revolusi. Dalam peristiwa itu 7 warga Akademi Militer (AM) gugur dalam pertempuran dengan pasukan Belanda

di Dukuh Plataran, Kalasan, Yogyakarta. Peristiwa Plataran tidak bisa dipisahkan dengan peristiwa yang mendahuluinya. Yaitu peristiwa gugurnya kadet Abduljalil di Sambiroto dan serangan pasukan AM terhadap pos Belanda di Bogem, malam 23 Februari 1949. Dalam peristiwa Sambiroto tersebut, buku harian Abduljalil yang kemana-mana selalu dibawanya dalam saku, jatuh ke tangan Belanda. sejak itu tentara Belanda selalu mengetahui lokasi basis gerilya AM Yogya di Kalasan. Dua hari kemudian terus dilakukan operasi pembersihan sehingga terjadilah peristiwa Plataran. Sumber Belanda mencatat pula peristiwa Plataran Letkol. J.F. Scheers, komandan pasukan khusus Belanda yang memimpin penyerbuan dan pendudukan kota Yogya, dalam bukunya Djojakarta, menilai pasukan AM adalah pasukan pilihan ( keur-troepen), karena pasukan ini telah lama dicari. Kompi pasukan Belanda, anak buah Mayor J.F Scheers, yang berhasil menemukan dan melakukan serangan terhadap kedudukan pasukan AM di Plataran, adalah kompi 3 dari Batalyon I, Resimen Infantri 15. Hasil wawancara Kolonel C.A Heshius, kepala seksi sejarah perang tentara pelajar Kerajaan Belanda tahun 1977 dengan P.A. Roubos dan J.P. Bos, keduanya veteran anggota pasukan Belanda yang terlibat langsung di lapangan dalam peristiwa Plataran tersebut. Menurut penuturan kedua veteran itu, besarnya pasukan Belanda yang beroperasi di Plataran adalah satu kompi tak lengkap, beranggota 75 orang dan terbagi dalam tiga peleton masing-masing 25 orang. Tiap peleton bersenjata tiga bren (senjata senapan mesin), sejumlah sten (senapan mesin ringan), karabein, dan granat tangan. Dalam operasi tersebut tak ada bantuan tembakan mortir, artileri, kavaleri, maupun serangan udara. Dalam serangan di Plataran, peleton II Belanda menduduki posisi paling depan dan menyerang Plataran dari arah selatan. Peleton III yang menduduki posisi belakang melakukan gerakan melingkar, melalui Karangbatu di utara terus bergerak ke timur memotong garis mundur pasukan AM dari barat dan barat laut. Peleton I sebagai sayap-kanan disebelah timur, tidak

memainkan peran berarti. Pertempuran Plataran menelan korban delapan orang tewas dan dua orang menderita luka parah. Lima diantaranya yang tewas adalah kadet, dua orang adalah perwira instruktur, termasuk Letda Utoyo, dan seorang anggota TP, yang menderita luka parah adalah dua orang kadet, termasuk B. Sunarto. Kadet Sunarto yang menderita luka parah dan dapat menyelamatkan diri dengan cara tidur terlentang di lumpur sawah sempat mendengar abaaba seradadu Belanda yang melewatinya. Dalam memoarnya ia menyebut operasi tentara Belanda itu berakhir setelah dalam gerak majunya ke utara mereka mendapat tembakan dari desa Kiyudan, di seberang utara sawah tersebut. Tembakan balas tersebut diduga berasal dari kesatuan Hisbullah, yang menurut keterangan B.Sormin, desa Kiyudan adalah basis dari pasukan Hisbullah kompi Komarudin. Keberhasilan taktis Belanda di Plataran tersebut, faktanya ternyata tak mampu mematahkan perlawanan gerilya Indonesia. Belu genap sebulan setelah peristiwa Plataran pasukan AM telah mampu melancarkan serangan gerilya lagi terhadap pos tentara Belanda di Kaliurang tanggal 11 Maret ( Moehkardi, 2008).

Anda mungkin juga menyukai