Namaku Alam
Perkenalkan, namaku adalah alam
Aku adalah tempat tinggal bagi flora dan fauna
Dimana bagi hewan-hewan aku adalah rumah mereka
Tempat mereka bertumbuh
Berkembang biak, dan mencari makan
Melakukan semua aktivitas kehidupan alam
Semua itu adalah pada saat bumi masih dalam keadaan stabil
Ketika bumi tidak dipenuhi orang orang serakah
Menggunakan sumber dayaku sesuai kebuhannya saja
Tapi kini
Manusia hanya memikirkan kepentingannya sendiri
Mereka tak pernah memikirkan aku
Mereka slalu ingin lebih atas apa yg telah diberi oleh – Nya
Ketamakan, kerakusan, pemborosan
Telah membawaku kepada kerusakan
“Tentu,” jawabku sambil tersenyum. “Payung ini telah menjadi temanku sejak lama.”
“Yah, kok tiba-tiba hujan sih? Kita kan tidak bawa payung. Sepertinya kita harus menunggu
sampai hujannya agak reda,” ujarku. Kamu hanya diam saja sambil melihat keadaan sekitar.
“Hujannya sepertinya tidak terlalu deras. Kamu tunggu disini sebentar yah. Aku akan segera
kembali.” Kamu pun berlari menerjang rintik-rintik hujan di sore itu.
Aku masih berdiri sambil berteduh di tempat yang sama. Tidak lama kemudian, kamu kembali
dengan seukir senyum sambil membawa sebuah payung. Payung ungu bergambar kucing yang
cukup besar. Cukup untuk membuat kita berdua tidak kehujanan.
“Gimana? Bagus ga? Payung yang lain polos, ga ada gambarnya. Jadi aku pilih yang ini deh.
Suka?” tanyamu. Sebenarnya aku lebih suka anjing daripada kucing. Aku juga lebih menyukai
warna pink atau biru daripada warna ungu, tapi aku mengangguk sambil tersenyum, “Suka kok.”
Sejak hari itu, payung kucing itu selalu setia menemaniku di kala hujan datang.
“Payung ini hebat banget ya. Di saat payung yang lain rusak karena angin atau hilang karena
ketinggalan di suatu tempat, payung ini ga pernah kenapa-napa,” ujarku setelah melewatkan
beberapa tahun bersama payung itu.
“Oh iya dong. Payung cinta,” pamermu dengan bangga. “Dibeli dan selalu dipakai dengan cinta,
Setibanya di rumah, aku segera menjemur payung itu supaya tidak karatan terkena air hujan
yang masih belum kering. Aku meliriknya sekali lagi. Kenangan lama tentang kita berdua pun
muncul silih berganti. Aku tersenyum mengingat hal-hal yang sudah terjadi di bawah naungan
payung itu. Terima kasih, gumamku.