Anda di halaman 1dari 46

Makalah IPS "Dinamika Penduduk"

Tugas IPS

Makalah tentang Bab 2 “DINAMIKA PENDUDUK”


Daftar isi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Permasalahan

BAB II PEMBAHASAN
A. Permasalahan kependudukan di Indonesia, dampak dan upaya
mengatasinya
B macam pertumbuhan penduduk dan faktor-faktor yang
mampengaruhinya
C. jenis-jenis migrasi dan faktor penyebabnya
D. dampak-dampak migrasi dan upaya penanggulangannya

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran

Bab 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah yang
terbentang di sekitarnya. Ini menyebabkan keanekaragaman suku, adat istiadat dan
kebudayaan dari setiap suku di setiap wilayahnya. Hal ini sungguh sangat
menakjubakan karena biarpun Indonesia memiliki banyak wilayah, yang berbeda suku
bangsanya, tetapi kita semua dapat hidup rukun satu sama lainnya.

Namun, sungguh sangat disayangkan apabila para generasi penerus bangsa tidak
mengtehaui tentang permasalaan penduduk yang ada. Kebanyakan dari mereka hanya
mengetahui dan cukup mengerti tentang kebudayaan dari salah satu suku yang ada di
Indonesia, itu juga karena pembahasan yang sering dibahas selalu mengambil contoh
dari suku yang itu-itu saja.

Dan kebanyakan dari mereka tidak mau ikut campur tentang masalah
kependudukan yang ada di Indonesia. Dan Indonesia pun terpuruk akibat
permasalahan penduduk yang dihadapi. Dan bagaimana generasi muda mau
menyikapi hal tersebut.

B. PERMASALAHAN
1. Permasalahan kependudukan di Indonesia, dampak dan upaya
mengatasinya
2. macam pertumbuhan penduduk dan faktor-faktor yang mampengaruhinya
3. jenis-jenis migrasi dan faktor penyebabnya
4. dampak-dampak migrasi dan upaya penanggulangannya

Bab 2 PEMBAHASAN
1. Permasalahan Kependudukan di Indonesia, dampak dan
upaya mengatasinya
masalah kependudukan merupakan masalah umum yang dimiliki oleh setiap
negara di dunia ini. Secara umum, masalah kependududkan berbagai negara dapat
dibedakan menjadi dua,yaitu dalam hal kuantitas dan kualitas pendudukmya.
Kuantitas penduduk adalah jumlah penduduk yang menempati suatu wilayah tertentu.
Kuantitas atau jumlah penduduk dapat diketahui melalui beberapa cara diantaranya
melalui sensus penduduk, registrasi penduduk, dan survey penduduk.
Data tentang kualitas dan kuantitas penduduk tersebut dapat diketahui melalui
beberap cara, diantaranya melalui metode sensus,registrasi dan survei penduduk

1. Sensus Penduduk

Sensus adalah perhitungan jumlah penduduk, ekonomi, dan sebagainya yang


dilakukan oleh pemerintah dalam jangka watu tertentu, dilakuakan secara serentak, dan
bersifat menyeluruh dalam suatu batas untuk kepentingan demografi negara yang
bersangkutan. Pada pelaksanaannya, metode pencatatan atau sensus yang digunakan
dibedakan menjadi dua, yaitu metode house-holder dan metode canvaser

a. Metode Householder

Pada metode ini, pengisian daftar pertanyaan tentang data kependudukan


diserahkan kepada penduduk atau responden, sehingga penduduk diberi daftar
pertanyaan untuk diisi dan akan diambil kembali beberapa waktu kemudian. Metode
semacam ini hanya dapat dilakukan pada derah yang tingakat pendidikan penduduknya
relatif tinggi, karena mampu memahami dan menjawab pertanyaan yang diserahkan
kepada mereka.

b. Metode canvaser
Pada metode ini, pengisian daftar pertanyaan tentang data kependudukan
dilakuakan oleh petugas sensus dengan cara mendatangi dan mewawancarai
penduduk atau responden secara langsung. Petugas sensus mengajukan pertanyaan-
pertanyaan sesuai daftar dan penduduk yang ditatangi menjawab secara lisan sesuai
dengan keadaan atau kondisi yang sebenarnya.
Adapun berdasarkan status tempat tinggal penduduknya, sensus dapat
dibedakan menjadi sensus se facto dan sensus de jure

a. Sensus De Facto
Pada metide ini, pencatatan dilakukan oleh petugas pada setiap orang yang ada
di daerah tersebut pada saat sensus diadakan. Metode sensus ini tidak membedakan
antara penduduk asli yang mennetap ataupun penduduk yang hanya tinggal sementara
waktu.
b. Sensus De Jure

Pada metode ini, pencatatan penduduk dilakukan oleh petugas hanya untuk
penduduk yang secara resmi tercatat dan tinggal sebagai penduduk di daerah tersebut
pada saat dilakukannya sensus, sehingga dapat dibedakan antara penduduk asli yang
menetap dan penduduk yang hanya tinggal untuk sementara waktu atau yang belum
terdaftar sebagai penduduk setempat. Dengan menggunakan sensus de jure, penduduk
yang belum secara resmi tercatat sebagai penduduk di daerah tersebut tidak disertakan
dalam perhitungan.
Di indonesia, pada umumnya sensus penduduk dilakukan dengan metode
cansaver dengan mengombinasi anatar sensus de facto dengan sensus de jure. Bagi
mereka yang bertempat tinggal tetap memakai cara de jure, sedangkan untuk yang
tidak bertempat tinggal tetap dicacah dengan cara de facto.
Sensus penduduk perlu dilakukan agar pemerintah memiliki data kependudukan
yang ud to date (sesuai perkembangan zaman), sehingga pemerintah dapat :
· Mengetahui perkembangan jumlah penduduk,
· Mengetahui tingkat pertumbuhan penduduk,
· Mengetahui persebaran dan kepadatan penduduk,
· Mengetahui komposisi penduduk(berdasarkan jenis kelamin, tingakat pendidikan,
umur, mata pencaharian, dan sebagainya),
· Mengetahui arus migrasi, serta
· Merencanakan pembangunan sarana dan prasarana sosial sesuai dengan kondisi
kependudukan daerah.

2. Registrasi Penduduk

Registrasi penduduk adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah


setempat mengenai data kelahiran, kematian, migrasi, dan pernikahan. Tujuan
registrasi penduduk yaitu sebagai suatu catatan resmi dari peristiwa tertentu dan
sebagai sumber yang berharga bagi penyusunan yang langsung dapat digunakan
dalam proses perencanaan kemasyarakatan.
3. Survei Penduduk

Survei penduduk adalah penelitian ilmiah yang dilakukan hanya terhadap contoh
atau sampelnya saja yang mewakili keseluruhan. Pada umumnya suevei penduduk ini
dilaksanakan dengan sistem sampel atau dalam bentuk studi kusus.
Mengingat pelaksanaan sensus yang dilakukan hanya tiap 10 tahun, maka untuk
memperoleh data yang up to date dengan segera, pemerintah mengadakan
perhitungan penduduk di luar jadwal sensus, misalnya dengan melakukan Survai
Penduduk Antarsensus (Supas) dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Jenis
jenis penncatatan penduduk tersebut pada dasarnya untuk mengetahui permasalahan
kependudukan dari segi Kuantitas dan kualitas penduduk.

1. Kuantitas Penduduk

Masalah kependudukan Indonesia dalam hal kuantitas adalah masalah


kependudukan dalam hal jumlah. Permasalahan yang terkait dengan kuantitas
penduduk, dampak, dan upaya penanggulangannya, secara singkat diuraikan berikut
ini.
a. Jumlah Penduduk

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang besar
(mencapai 203.456.000 berdasarkan sensus penduduk tahun 2000), maka tidak heran
jika Indonesia dianggap sebagai pasar yang menjanjikan bagi kalangan dunia usaha.
Sebenarnya, jumlah penduduk yang besar merupakan salah satu modal dasar
pembangunan. Akan tetapi, hal tersebut dapat terjadi jika sumber daya manusia yang
ada merupakan sumber daya manusia yang berkualitas; namun jika sumber daya
manusia yang berkualitas tersebut jumlahnya terbatas, maka banyaknya jumlah
penduduk merupakan kendala dalam melaksanakan pembangunan. Hal ini dikarenakan
tingginya tingkat ketergantungan dari manusia yang tidak produktif terhadap manusia
yang produktif. Indonesia telah mengadakan sensus sebanyak
lima kali sejak tahun 1945 hingga tahun 2000. Perkembangan jumlah penduduk sejak
sensus pertama hingga terakhir (2000) dapat dilihat pada tabel di samping.
Saat ini, besarnya jumlah penduduk Indonesia menempati urutan pertama di antara
negara-negara ASEAN, menempati urutan ke tiga di Benua Asia setelah RRC dan
India, serta menempati urutan
ke empat dunia setelah RRC, India, dan Amerika Serikat. Perhatikan tabel berikut!

Kenaikan jumlah penduduk di tiap negara tersebut secara otomatis memengaruhi


banyaknya jumlah penduduk dunia. Kondisi ini merupakan bentuk dinamika penduduk
dunia.

1 ) Dampak
Jumlah penduduk Indonesia yang semakin banyak dari tahun ke tahun tentunya
menimbulkan dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi Indonesia. Beberapa
dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan dari banyaknya jumlah penduduk, antara lain:
a) meningkatnya kebutuhan akan berbagai fasilitas sosial;
b) meningkatnya persaingan dalam dunia kerja sehingga mempersempit lapangan dan
peluang kerja;
c) meningkatnya angka pengangguran (bagi mereka yang tidak mampu bersaing); serta
d) meningkatnya angka kriminalitas.

2 ) Upaya Penanggulangan
Berikut ini beberapa kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia dalam upaya
mengatasi masalah jumlah penduduk.

a) Mencanangkan program Keluarga Berencana (KB) sebagai gerakan nasional,


dengan cara memperkenalkan tujuan-tujuan program KB melalui jalur pendidikan,
mengenalkan alat-alat kontrasepsi kepada pasangan usia subur, dan menepis
anggapan yang salah tentang anak.
b) Menetapkan Undang-Undang Perkawinan yang di dalamnya mengatur serta
menetapkan tentang batas usia nikah.
c) Membatasi pemberian tunjangan anak bagi PNS/ABRI hanya sampai anak kedua.

b . Pertumbuhan Penduduk
Seperti halnya negara-negara berkembang pada umumnya, negara kita senantiasa
mengalami peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. Hal ini berarti Indonesia
mengalami laju pertumbuhan penduduk. Namun, jika diperhatikan, laju pertumbuhan
penduduk Indonesia

dari periode ke periode cenderung mengalami penurunan.

1 ) Dampak
Permasalahan kependudukan yang ditimbulkan dari pertumbuhan penduduk memiliki
kesamaan dengan permasalahan yang ditimbulkan dari banyaknya jumlah penduduk.
2 ) Upaya Penanggulangan
Adapun usaha-usaha yang dilakukan pemerintah dalam menekan laju pertumbuhan
penduduk antara lain meliputi hal-hal berikut ini.
a) Meningkatkan pelayanan kesehatan dan kemudahan dalam menjadi akseptor
Keluarga Berencana.
b) Mempermudah dan meningkatkan pelayanan dalam bidang pendidikan, sehingga
keinginan untuk segera menikah dapat dihambat.
c) Meningkatkan wajib belajar pendidikan dasar bagi masyarakat, dari 6 tahun menjadi
9 tahun.

c . Persebaran/Kepadatan Penduduk
Persebaran penduduk erat kaitannya dengan tingkat hunian atau kepadatan penduduk
Indonesia yang tidak merata. Sekitar 60% penduduknya tinggal di Pulau Jawa yang
hanya memiliki luas ± 6,9% dari luas wilayah daratan Indonesia. Secara umum, tingkat
kepadatan penduduk atau population density dapat diartikan sebagai perbandingan
banyaknya jumlah penduduk dengan luas daerah atau wilayah yang ditempati
berdasarkan satuan luas tertentu. Kepadatan penduduk dapat dibedakan menjadi tiga
macam, berikut ini.
1) Kepadatan Penduduk Berdasarkan Lahan Pertanian

Kepadatan penduduk berdasarkan lahan pertanian dapat dibedakan atas kepadatan


penduduk agraris dan kepadatan penduduk fisiologis.
a) Kepadatan penduduk agraris adalah perbandingan antara jumlah penduduk yang
bekerja di sektor pertanian dengan luas lahan pertanian.
b) Kepadatan penduduk fisiologis adalah perbandingan antara jumlah penduduk total
(baik ataupun tidak) yang bermata pencaharian sebagai petani dengan
luas lahan pertanian.

2) Kepadatan Penduduk Umum (Aritmatik)

Kepadatan aritmatik merupakan perbandingan antara jumlah penduduk total (tanpa


memandang mata pencaharian) dengan luas wilayah (baik lahan pertanian ataupun
tidak). Untuk perhitungan kependudukan di Indonesia, kita menggunakan perhitungan
kepadatan penduduk umum (aritmatik).

3) Kepadatan Penduduk Ekonomi

Kepadatan penduduk ekonomi adalah besarnya jumlah penduduk pada suatu wilayah
didasarkan atas kemampuan wilayah yang bersangkutan. Kepadatan penduduk di
tiaptiap wilayah Indonesia tidaklah sama, hal ini tentu saja menimbulkan permasalahan
kependudukan. Permasalahan ini terkait dengan penyediaan sarana dan prasarana
sosial, kesempatan kerja, stabilitas keamanan, serta pemerataan pembangunan.
Kepadatan penduduk berdasarkan provinsi dan pulau dapat dilihat pada
WWW.DATAST
ATISTIK-INDONESIA.COM

Tabel 2.5 Perbandingan Kepadatan Penduduk Indonesia Tiap Provinsi Tahun 1990 -
2005

Informasi kepadatan penduduk tiap daerah perlu diketahui untuk mengetahui ada
tidaknya gejala kelebihan penduduk (overpopulation), untuk mengetahui pusat-pusat
aglomerasi penduduk, serta untuk mengetahui penyebaran dan pusat-pusat kegiatan
ekonomi maupun budaya. Informasi-informasi tersebut pada akhirnya akan digunakan
sebagai dasar perencanaan pembangunan di tiap-tiap daerah.

1 ) Dampak
Pemusatan penduduk pada daerah tertentu (terutama di kawasan perkotaan dan pusat-
pusat kegiatan) akan menimbulkan berbagai permasalahan kependudukan, antara lain:
a) munculnya kawasan-kawasan kumuh kota dengan rumah-rumah yang tidak layak
huni.
b) sulitnya persaingan di dunia kerja, sehingga menyebabkan merebaknya sektor-
sektor informal, seperti pedagang kaki lima, pengamen, dan sebagainya yang
terkadang keberadaannya dapat mengganggu ketertiban;
c) turunnya kualitas lingkungan; serta
d) terganggunya stabilitas keamanan.

2 ) Upaya Penanggulangannya

Adapun usaha-usaha yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi dampak


ketidakmerataan penduduk meliputi hal-hal berikut ini.
a) Melaksanakan program transmigrasi.
b) Melaksanakan program pemerataan pembangunan dengan cara mendistribusikan
perusahaan atau industri di pinggir kota (dekat kawasan pedesaan) di pulau-pulau
selain Pulau Jawa.
c) Melengkapi sarana dan prasarana sosial masyarakat hingga ke pelosok desa,
sehingga pelayanan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat desa dapat dipenuhi sendiri
dan dapat mencegah atau mengurangi arus urbanisasi.

2. Kualitas Penduduk

Masalah kependudukan Indonesia dalam hal kualitas adalah masalah


kependudukan dalam hal mutu kehidupan dan kemampuan sumber daya manusianya.
Di Indonesia, masalah kualitas penduduk yang terjadi, antara lain, dipengaruhi oleh
masih rendahnya tingkat pendidikan dan kualitas sumber daya manusia, rendahnya
taraf kesehatan sehingga kesemuanya itu pada akhirnya mengarah pada rendahnya
pendapatan perkapita masyarakatnya.

a. Masalah Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu indikator kualitas penduduk. Semakin tinggi tingkat
pendidikan yang dicapai, maka semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia yang
dimiliki. Secara umum, tingkat pendidikan penduduk Indonesia masih tergolong relatif
rendah. Akan tetapi, tingkat pendidikan masyarakat tersebut senantiasa diupayakan
untuk selalu ditingkatkan dari tahun ke tahun. Perhatikan tabel berikut!

Hal-hal yang memengaruhi rendahnya tingkat pendidikan di negara Indonesia, antara


lain meliputi hal-hal berikut ini.
1) Kurangnya kesadaran penduduk akan pentingnya pendidikan, sehingga mereka tidak
perlu sekolah terlalu tinggi (khususnya untuk anak perempuan).
2) Rendahnya penerimaan pendapatan perkapita, sehingga orang tua tidak mampu
menyekolahkan anaknya lebih lanjut atau bahkan tidak disekolahkan sama sekali.
3) Kurang memadainya sarana dan prasarana pendidikan, khususnya di pedesaan dan
daerah-daerah terpencil.
4) Keterbatasan anggaran dan kemampuan pemerintah dalam mengusahakan program
pendidikan yang terjangkau masyarakat.

1 ) Dampak
Rendahnya tingkat pendidikan penduduk akan berdampak pada kemampuan penduduk
tersebut dalam memahami dan menghadapi kemajuan zaman, ilmu pengetahuan, dan
teknologi. Penduduk yang berpendidikan tinggi akan lebih mudah memahami dan
beradaptasi dalam menghadapi perkembangan zaman, sehingga mereka akan lebih
produktif dan inovatif.

2 ) Upaya Penanggulangan

Untuk menyikapi hal-hal tersebut, pemerintah telah mengambil beberapa upaya dalam
memperluas dan meratakan kesempatan memperoleh pendidikan, diantaranya dengan
jalan berikut ini.
a) Menggalakkan program wajib belajar 9 tahun.
b) Mendorong kesadaran masyarakat yang mampu atau badan-badan usaha untuk
menjadi orang tua asuh bagi anak-anak kurang mampu.
c) Menyediakan beasiswa bagi siswa berprestasi, khususnya bagi siswa berprestasi
yang kurang mampu.
d) Membuka jalur-jalur pendidikan alternatif atau nonformal (seperti kursus-kursus
keterampilan) sehingga dapat memperkaya kemampuan atau kualitas seseorang.
e) Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana belajar mengajar hingga
ke pelosok daerah.
Pengembangan sistem pendidikan nasional saat ini telah dipertegas dalam Undang-
Undang No 2 Tahun 1989, sehingga diharapkan mampu mempertegas arah
pembangunan yang dilakukan pemerintah dalam upaya mencerdaskan bangsa.

b . Masalah Kesehatan

Tingkat kesehatan merupakan salah satu indikator kualitas penduduk suatu negara.
Dalam hal ini, tingkat kesehatan dapat diindikasikan
dari angka kematian bayi, angka kematian ibu melahirkan, ketercukupan gizi makanan,
dan usia harapan hidup.
1) Angka kematian bayi di Indonesia masih relatif tinggi, meskipun terus menurun dari
tahun ke tahun. Pada tahun 1971, angka kematian bayi mencapai 218 tiap 1.000
kelahiran, akan tetapi pada tahun 1990, angka kematian bayi telah menurun menjadi 8
tiap 1.000 kelahiran. Menurunnya angka kematian bayi ini didukung oleh meningkatnya
derajat kesehatan dan gizi ibu. Kondisi ini juga berpengaruh terhadap angka kematian
ibu melahirkan yang cenderung menurun dari tahun ke tahun.
2) Tingkat ketercukupan gizi masyarakat juga mulai meningkat. Saat ini, pemerintah
melalui Departemen Kesehatan menetapkan standar ketercukupan gizi, yaitu 2.400
kalori/hari/kepala keluarga. Artinya, suatu keluarga dikatakan sejahtera jika mampu
memenuhi angka ketercukupan kalori tersebut.
3) Angka harapan hidup adalah perkiraan rata-rata umur yang dapat dicapai penduduk
suatu negara. Angka ini di Indonesia cenderung mengalami peningkatan, dari 45,73
tahun pada tahun 1971 menjadi 65,43 tahun pada tahun 2000. Akan tetapi, angka
tersebut masih tergolong relatif rendah, karena negaranegara lain dapat mencapai 70
bahkan lebih dari 80 tahun.
1 ) Dampak

Rendahnya tingkat kesehatan masyarakat akan memunculkan serangkaian dampak


yang berhubungan dengan kualitas sumber daya manusia. Generasi yang tidak
ketercukupan gizi tentu akan memiliki kondisi fisik dan psikis yang kurang bila
dibandingkan dengan generasi yang terpenuhi gizinya. Kondisi ini tentu sangat
berpengaruh pada pola pikir, ketahanan belajar, dan kreatifitasnya.
2 ) Upaya Penanggulangan
Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam meningkatkan taraf
kesehatan masyarakatnya ditempuh melalui langkah-langkah, berikut ini.
a) Menjalin kerja sama dengan badan kesehatan dunia (WHO) dalam mengadakan
program kesehatan, misalnya pelaksanaan Pekan Imunisasi Nasional, standarisasi obat
dan makanan, serta peningkatan gizi masyarakat.
b) Melaksanakan program peningkatan kualitas lingkungan, baik dengan kemampuan
sendiri ataupun melalui kerja sama dengan luar negeri (misalnya dengan menjalin kerja
sama dengan badan pembangunan dunia/UNDP). Salah satu contoh program
peningkatan kualitas lingkungan yang telah dan masih dilakukan adalah Kampoong
Improvement Programme (KIP).
c) Menggiatkan program pemerataan kesehatan dengan cara melengkapi sarana dan
prasarana kesehatan yang meliputi tenaga medis, obat-obatan, dan alat-alat penunjang
medis lainnya hingga ke pelosok desa.
d) Menghimbau penggunaan dan penyediaan obat-obat generik bermutu sehingga
dapat terjangkau oleh masyarakat.
e) Meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, misalnya melalui program asuransi
kesehatan keluarga miskin (Askeskin) untuk keluarga miskin (prasejahtera).

c . Rendahnya Pendapatan Perkapita

Pendapatan perkapita adalah banyaknya pendapatan kotor nasional dalam satu tahun
dibagi jumlah penduduk. Pendapatan perkapita mencerminkan tingkat kemakmuran
suatu negara. Pendapatan perkapita negara Indonesia masih tergolong rendah, data
tahun 2002 menyebutkan pendapatan perkapita Indonesia mencapai 2.800 dollar
Amerika Serikat. Di antara negara-negara anggota ASEAN saja, Indonesia menempati
urutan keenam setelah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Keadaan ini menggambarkan bahwa tingkat kehidupan masyarakat Indonesia masih
didominasi masyarakat miskin atau masyarakat prasejahtera dengan tingkat
penghasilan yang relatif rendah. Kondisi semacam ini dapat disebabkan keadaan
sumber daya alam yang tidak merata di tiap daerah, ataupun karena
ketidakseimbangan sumber daya manusia yang ada di tiap daerah.

1 ) Dampak

Rendahnya pendapatan perkapita akan berdampak pada kelangsungan pelaksanaan


pembangunan suatu negara. Beberapa rencana pembangunan akan sulit diwujudkan
karena pemerintah tidak memiliki anggaran yang cukup untuk membiayai pelaksanaan
pembangunan. Akibatnya keadaan negara menjadi statis, tidak berkembang karena
tidak mengalami kemajuan.

2 ) Upaya Penanggulangan

Untuk mengatasi rendahnya tingkat pendapatan penduduk, pemerintah telah


melakukan beberapa langkah, antara lain meliputi hal-hal berikut ini.
a) Memberikan subsidi keluarga miskin melalui berbagai program sosial.
b) Memberi keringanan biaya pendidikan dan kesehatan untuk masyarakat kurang
mampu.
c) Meningkatkan standar upah buruh atau upah minimum kota.
d) Memberikan modal atau pinjaman lunak dan pelatihan kepada para pengusaha mikro
dan pengusaha kecil agar dapat bertahan atau dapat lebih berkembang.
e) Melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana sosial, misalnya penyediaan air
bersih, WC umum, perbaikan lingkungan, ataupun sarana sanitasi lainnya.

Dari berbagai uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa keadaan penduduk sangat
memengaruhi dinamika pembangunan dalam suatu negara. Hal ini dikarenakan
penduduk merupakan titik sentral dari seluruh kebijakan dan program pembangunan
yang sedang dan akan dilakukan oleh pemerintah. Dengan kata lain, dalam konsep
pembangunan, penduduk adalah subjek dan sekaligus objek pembangunan. Sebagai
subjek pembangunan, manusia bertindak sebagai pelaku dan pelaksana
pembangunan. Adapun sebagai objek pembangunan, penduduk merupakan sasaran
pembangunan. Permasalahan penduduk di Indonesia baik dari jumlah penduduk
(kuantitas) maupun mutu (kualitas) merupakan suatu masalah yang dilematis dan
kontradiktif. Di satu sisi jumlah penduduk yang besar merupakan modal dan potensi
yang dapat meningkatkan produksi nasional apabila dapat dibina dan dikerahkan
sebagai tenaga kerja yang efektif sehingga sangat menguntungkan bagi usaha
pembangunan di segala bidang. Sebaliknya penduduk dengan mutu dan kualitas yang
rendah yang tidak mampu bersaing karena minimnya kesempatan kerja yang tersedia,
akan menjadi beban dan penghambat pembangunan. Oleh karena itu, sebagai subjek
pembangunan, penduduk harus terus dibina dan dikembangkan sehingga mampu
menjadi motor penggerak dan modal dasar pembangunan. Selain itu, pembangunan
juga harus dikembangkan dengan memperhitungkan kondisi dan kemampuan
penduduk sehingga penduduk dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan.

2. Macam Pertumbuhan Penduduk dan Faktor-faktor yang


Mempengaruhinya

1. Macam-macam pertumbuhan penduduk


a. Pertumbuhan Penduduk Alami

Pertumbuhan penduduk alami adalah pertumbuhan penduduk yang diperoleh dari


selisih kelahiran dan kematian. Pertumbuhan penduduk alami dapat dihitung
menggunakan rumus berikut ini
Pa = L – M

Keterangan :
Pa = Pertumbuhan penduduk alami
L = Jumlah kelahiran
M = Jumlah kematian

b. Pertumbuhan Penduduk Migrasi

Pertumbuhsn penduduk migrasi adalah pertumbuhan penduduk yang diperoleh dari


selisih migrasi masuk dan migrasi keluar. Pertumbuhan penduduk migrasi dapat
dihitung menggunakan rumus berikut ini.

Pm = I – E

Keterangan :
Pm = Pertumbuhan
penduduk migrasi
I = Jumlah migrasi
E = Jumlah emigrasi

c. Pertumbuhan Penduduk Total

Pertumbuhan penduduk total adalah pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh


faktor kelahiran,kematian, dan migrasi. Pertumbuhan penduduk migrasi dapat diitung
dengan rumus berikut ini.

P = (L – M) + (I – E )

Keterangan :
P = Pertumbuhan
penduduk total
L = Jumlah kelahiran
M = Jumlah kematiaan
I = Jumlah imigrasi
E = Jumlah emgrasi

2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan


Penduduk
Pertumbuhan penduduk suatu negara secara umum dipengaruhi oleh faktor-
faktor demografis(yang meliputi kelahiran, kematian dan migrasi) serta faktor
nondemografi (seperti kesehatan dan tinggkat pendidikan). Berikut ini dibahas faktor-
faktor demografi yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk yaitu kelahiran, kematian
dan migrasi

A. Kelahiran (Natalitas/Fertilitas)

Secara umum angka kelahiran


dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:

1. Angka kelahiran kasar ( Crude Birth Rate )


Angka kelahiran kasar yaitu angka yang menunjukkan banyaknya kelahiran bayi setiap
1.000 penduduk.
CBR dapat dihitung dengan rumus berikut ini.
CBR = x 1000
Keterangan :
CBR : Crude Birth Rate (Anka Kelahiran Kasar)
L : Jumlah kelahiran selama 1 tahun
P : jumlah penduduk pada pertengahan tahun
1000 : Konstanta
Keriterian angka kelahiran kasar (CBR) di bedakan menjadi tiga macam.
- CBR< 20, termasuk kriteria rendah
- CBR antara 20-30, termasuk kriteria sedang
- CBR > 30, termasuk kriteria tinggi

2. Angka kelahiran khusus ( Age Specific Birth Rate )


Angka kelahiran khusus yaitu angka yang menunjukkan banyaknya kelahiran bayi
setiap 1.000 penduduk wanita pada kelompok umur tertentu. ASBR dapat dihitung
dengan rumus berikut ini.
ASBR = x 1000
Keterangan :
- ASBR : Angka kelahiran khusus
- Li : Jumlah kelahiran dari wanita pada kelompok umur tertentu
- Pi : Jumlah penduduk wanita umur tertentu pada pertengahan tahun
- 1.000 : Konstanta

3. Angka kelahiran umum ( General Fertility Rate )


Anka kelahiran umum yaitu angka yang menunjukkan banyaknya kelahiran setiap 1000
wanita yang berusia 15-49 tahun dalam satu tahun.GFR dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut ini.
GFR = x 1.000
Keterangan :
GFR : Angaka Kelahiran Umum
L : Jumlah kelahiran selama 1 tahun
W(15-49) : Jumlah penduduk wanita yang berusia 15-49 tahun pada pertengahan
tahun
1000 : Konstanta
B. Angka Kematian (Mortalitas)
Angka kematian dibedakan menjadi 3 yaitu:
1. Angka kematian kasar ( Crude Death Rate )
Angka kematian kasar yaitu angka yang menunjukkan banyaknya kematian setiap
1.000 penduduk dalam waktu satu tahun. CBR dapat dihitung menggunakan rumus
berikut ini
CDR = x 1.000
Keterangan :
ASDR : Angka kematian kasar
M : Jumlah kematian selama satu tahun
P : Jumlah penduduk pertengahan tahun
1.000 : Konstanta
Keriterian angka kematian kasar (CDR) di bedakan menjadi tiga macam.
- CDR< 10, termasuk kriteria rendah
- CDR antara 10-20, termasuk kriteria sedang
- CDR > 20, termasuk kriteria tinggi

2. Angka kematian khusus ( Age Specific Death Rate )


Angka kematian khusus yaitu angka yang menunjukkan banyaknya kematian setiap
1.000 penduduk pada golongan umur tertentu dalam waktu satu tahun. ASDR dapat
dihitung menggunakan rumus berikut ini
ASDR = x 1.000
Keterangan :
ASDR : Angka kematian khusus
Mi : Jumlah kematian pada kelompok umur tertentu
Pi : Jumlah penduduk pada kelompok tertentu
1000 : Konstanta

3. Angka kematian bayi ( Infant Mortality Rate )


Anka kematian bayi yaitu angka yang menunjukkan banyaknya kematian bayi(anak
yang umurnya di bawah satu tahun) setiap 1.000 kelahiran bayi hidup dalam satu
tahun. IMR dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini.
IMR = x 1.000
Keterangan :
Keriterian angka kematian bayi di bedakan menjadi berikut ini
- IMR< 75, termasuk kriteria rendah
- IMR antara 35-75, termasuk kriteria sedang
- IMR antara 75-125, termasuk kriteria tinggi
- IMR > 125 , termasuk kriteria sangat tinggi

C. Migrasi

Migrasi adalah perpindahan penduduk.


1. Migrasi Keluar adalah keluarnya penduduk dari suatu wilayah meuju wilayah lain dan
bertujuan untuk menetap di wilayah yang didatangi.
2. Migrasi Masuk adalah masuknya penduduk dari wilayah lain ke suatu wilaya dengan
tujuan menetap di wilayah tujuan.

3. Jenis-jenis Migrasi dan Faktor penyebabnya


Migrasi merupakan bagian dari mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk adalah
perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk ada yang
bersifat permanen dan ada pula yang bersifat non permanen. Migrasi adalah
perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain di lokasi geografis yang
berbeda dengan tujuan menetap. Berdasarkan jangkauan kepindahannya, migrasi
dapat dibedakan menjadi migrasi lokal atau nasional dan migrasi internasional

1. Migrasi Lokal/Nasional

Migrasi lokal/nasional adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah


lain dalam satu negara. Bentuk-bentuk migrasi lokal dapat dibedakan, menjadi berikut
ini.

a. Sirkulasi

Sirkulasi merupakan bentuk perpindahan penduduk tidak menetap, namun ada


juga yang menetap atau tinggal untuk sementara waktu di daerah tujuan. Berdasarkan
intensitas waktunya, sirkulasi dapat dibedakan menjadi sirkulasi harian, mingguan, atau
bulanan.

b. Urbanisasi

Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota dalam satu pulau.
Urbanisasi pada umumnya bersifat menetap, sehingga dapat memengaruhi jumlah
penduduk kota yang dituju ataupun jumlah penduduk di desa yang ditinggalkan.

c. Ruralisasi

Ruralisasi adalah kebalikan dari urbanisasi, yaitu perpindahan penduduk dari


kota ke desa. Ruralisasi pada umumnya banyak dilakukan oleh mereka yang dulu
pernah melakukan urbanisasi, namun banyak juga pelaku ruralisasi yang merupakan
orang kota asli.

d. Transmigrasi

Transmigrasi yaitu perpindahan penduduk dari daerah atau pulau yang padat
penduduknya ke daerah (pulau) yang berpenduduk jarang. Pelaku transmigrasi disebut
dengan transmigran. Berdasarkan pelaksanaannya, transmigrasi dapat dibedakan,
menjadi
1. Transmigrasi umum
2. Transmigrasi spontan
3. Transmigrasi sektoral
4. Transmigrasi bedol desa

2. Migrasi Internasional

Migrasi internasional adalah perpindahan penduduk antarnegara. Migrasi


internasional terjadi karena beberapa hal, antara lain, karena terjadi peperangan,
bencana alam, atau untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Migrasi internasional
dapat dibedakan menjadi dua :

a. imigrasi masuknya penduduk dari luar negeri ke dalam negeri untuk tujuan menetap.
Pelaku imigrasi disebut dengan imigran.
b. Emigrasi yaitu perpindahan penduduk dari dalam negeri ke luar negeri untuk tujuan
menetap. Pelaku emigrasi disebut dengan emigran.

4. Dampak-Dampak Migrasi dan Upaya Penanggulangannya


1. Sirkulasi

A. Dampak Positif Sirkulasi


1) Terjadi penyerapan tenaga kerja dari luar daerah.
2) Memperoleh tenaga kerja dengan upah yang relatif lebih murah.
3) Adanya arus para penglaju dapat meningkatkan sarana dan prasarana transportasi.
4) Terjadi pemerataan pendapatan.

B. Dampak Negatif Sirkulasi

1) Menimbulkan kenaikan volume lalu lintas dan angkutan pada jam-jam atau hari-hari
tertentu, misalnya di pagi dan sore hari atau pada awal pekan dan akhir pekan.
2) Mengurangi peluang kerja bagi masyarakat atau penduduk asli.
3) Beban kota atau daerah yang didatangi semakin berat karena terjadinya kenaikan
jumlah penduduk (khususnya di siang hari) sehingga kota atau daerah tersebut terasa
lebih padat.

2. Urbanisasi

A. Dampak Positif Urbanisasi

1) Mengurangi angka pengangguran di daerah pedesaan.


2) Masyarakat desa yang bekerja di kota dapat meningkatkan kesejahteraan
keluarganya.
3) Para pelaku urbanisasi dapat menularkan pengalaman kerjanya di desa, misalnya
dengan membuka usaha sendiri di desanya.

B. Dampak Negatif Urbanisasi


1) Desa kehilangan tenaga kerja, khususnya generasi muda sebagai tenaga penggerak
pembangunan.
2) Peluang kerja di kota menjadi semakin sempit karena sebagian telah diisi oleh
tenaga kerja dari luar daerah.
3) Merebaknya kawasan-kawasan kumuh di kota.
4) Meningkatkan kesenjangan sosial masyarakat kota.
5) Merebaknya sektor-sektor informal, seperti PKL, yang dapat mengurangi keindahan
kota.
6) Peningkatan jumlah penduduk di kota menuntut penyediaan sarana dan prasarana
sosial.
7) Meningkatkan angka kriminalitas di kota karena dampak pengangguran.

3. Transmigrasi

A. Dampak Positif Transmigrasi

1) Memeratakan kepadatan penduduk.


2) Meningkatkan hasil pertanian dan kesejahteraan masyarakat.
3) Merangsang pembangunan di daerah baru.
4) Memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa melalui pembauran antarsuku bangsa.

B. Dampak Negatif Transmigrasi

1) Berkurangnya areal hutan untuk lahan permukiman.


2) Terganggunya habitat hewan liar di daerah tujuan transmigrasi.
3) Pada beberapa kasus, pelaksanaan transmigrasi terkadang menimbulkan
kecemburuan sosial antara penduduk asli dengan para pendatang.

Bab III PENUTUP

A. KESIMPULAN
Masalah kependudukan merupakan masalah umum yang dialami oleh setiap negara di
dunia, yaitu secara garis besar dapat dibedakan menjadi masalah yang berkaitan
dengan kuantitas penduduk dan masalah yang berkaitan dengan kualitas penduduk.

B. Saran
Permasalahan kependudukan di Indonesia sangatlah ko,pleks baik masalah-
masalah yang berkaitan dengan kuantitas penduduk maupun masalah-masalah yang
berkaitan dengan kualitas penduduk. Sejauh ini pemerintah kita sudah berupaya untuk
mengatasi berbagai masalah tersebut meskipun belum sepenuhnya berasil dengan
maksimal. Berkaitan dengan hal tersebut kita sebagai generasi muda yang merupakan
bagian dari penduduk Indonesia hendaknya terus mengasah diri agar kelak tidak
menjadi beban negara tetapi dapat menjadi bagian dari sumber daya manusia yang
berkualitas yang mampu menjadi motor penggerak pembangunan.

* Semoga Bermanfaat ^_^ *


MOBILITAS PENDUDUK

A. Sejarah Mobilitas di Indonesia


Dalam perjalanan sejarah mobilitas yang diwarnai dengan transmigrasi di Indonesia
yang sudah mencapai satu abad, sejak mulai dilaksanakan pada jaman pemerintahan kolonial
Belanda tahun 1905 hingga saat ini, telah melalui berbagai masa pemerintahan dan kekuasaan
yang berbeda. Walaupun secara demografis pengertian umum dari transmigrasi ini tetap sama
dari masa ke masa, yaitu memindahkan penduduk dari wilayah yang padat ke wilayah yang
kurang atau jarang penduduknya, tetapi dalam pelaksanaanya didasarkan pada latar belakang,
tujuan, dan kebijakan yang berbeda-beda, baik yang tertulis secara resmi maupun terselubung
(Nugraha, 2009).
1. Masa Percobaan Kolonisasi
Sejarah transmigrasi di Indonesia dimulai sejak dilaksanakannya kolonisasi oleh
pemerintah kolonial Belanda tahun 1905. Kebijakan kolonisasi penduduk dari pulau Jawa ke luar
Jawa dilatarbelakangi oleh:
1) Pelaksanaan salah satu program politik etis, yaitu emigrasi untuk mengurangi jumlah penduduk
pulau Jawa dan memperbaiki taraf kehidupan yang masih rendah.
2) Pemilikan tanah yang makin sempit di pulau Jawa akibat pertambahan penduduk yang cepat
telah menyebabkan taraf hidup masyarakat di pulau Jawa semakin menurun.
3) Adanya kebutuhan pemerintah kolonial Belanda dan perusahaan swasta akan tenaga kerja di
daerah-daerah perkebunan dan pertambangan di luar pulau Jawa.
Politik etis yang mulai diterapkan pada tahun 1900 bertujuan mensejahterakan masyarakat
petani yang telah dieksploitasi selama dilaksanakannya culture stelsel (sistem tanam paksa).
Sebab system tanam paksa tersebut secara empirik telah menyebabkan orang-orang pribumi
semakin menderita. Dari sisi ekonomi, telah menyebabkan pula berubahnya sistem
perekonomian tradisional ke arah pola perekonomian baru (dualisme ekonomi) dan bertambah
miskinnya penduduk terutama masyarakat petani.
2. Periode Lampongsche Volksbanks
Catatan akurat mengenai berapa banyak jumlah penduduk yang dipindahkan pada periode
ini masih perlu dicari. Data yang berasal dari beberapa dokumen antara lain memperlihatkan
antara tahun 1912-1922 jumlah penduduk yang diberangkatkan ke daerah kolonisasi sebanyak
16.838 orang. Kemudian pada tahun 1922 dibuka lagi pemukiman kolonisasi baru yang lebih
besar yang diberi nama Wonosobo di dekat Kota Agung Lampung Selatan serta pemukiman
kolonisasi dekat Sukadana di Lampung Tengah. Pemukiman yang lebih kecil dibuka di Sumatera
Selatan, Bengkulu, Kalimantan, dan Sulawesi.
Data yang lain menunjukkan sampai akhir tahun 1921 jumlah penduduk asal Jawa di desa-
desa kolonisasi Gedongtataan telah mencapai jumlah 19.572 orang. Ada juga yang menulis,
antara tahun 1905-1929 jumlah orang Jawa yang dipindahkan ke luar Jawa sudah mencapai
angka 24.300 orang. Dengan demikian jika dihitung berdasarkan jumlah orang yang
diberangkatkan antara tahun 1905-1911 sebanyak 4.800 orang, berarti antara tahun 1911-1929
pemerintah kolonial Belanda telah memindahkan penduduk melalui program kolonisasi sekitar
19.500 orang.
Pada periode Lampongsche volksbank, pelaksanaan kolonisasi belum dapat dikatakan
berhasil, penyebabnya adalah perencanaan yang kurang matang dan implementasi yang banyak
menyimpang. Masalah tempat pemukiman, pengairan, dan yang lainnya tidak direncanakan
secara matang, sehingga menyebabkan kerugian secara finansial. Kesehatan pemukim baru pun
menjadi terabaikan, berdampak pada tingkat mortalitas penduduk di pemukiman kolonisasi
menjadi tinggi. Walaupun pemerintah kolonial Belanda memiliki konsep, bahwa daerah tujuan
kolonisasi harus memiliki suasana sosial budaya dan system pertanian yang hampir sama dengan
daerah asal. Namun faktanya daerah yang telah dipersiapkan tersebut tidak memenuhi kriteria.
Sistem irigasi yang dibuat tidak memadai, demikian juga prasarana transportasi, sehingga banyak
pemukim baru yang tidak betah, dan kembali ke Jawa. Dalam perekrutan calon peserta
kolonisasi, pemerintah member instruksi kepada lurah-lurah yang diberi target untuk
mengirimkansejumlah orang ke daerah kolonisasi. Sistem seleksi yang diatur oleh lurah
menjadikan mereka mudah mengatur untuk menyingkirkan orangorang tidak disukai karena
dianggap saingan atau lawan politik lurah. Cara rekruitmen demikian menyebabkan orang tidak
siap untuk memulai kehidupan di daerah tujuan kolonisasi.
Sejalan dengan pencanangan kolonisasi, perkebunan-perkebunan di Sumatera Timur
mengalami kemajuan. Hal ini berdampak pada pelaksanaan kolonisasi, karena ada persaingan
antara calo tenaga kerja dengan petugas kolonisasi yang diberi target untuk mencari orang
sebagai peserta kolonisasi. Isu yang dikembangkan oleh calo tenaga kerja adalah hal-hal negatif
tentang kolonisasi, agar penduduk Jawa lebih tertarik untuk menjadi kuli kontrak di perkebunan
Sumatera. Pada akhirnya orang-orang di pulau Jawa sendiri lebih tertarik menjadi kuli kontrak
ketimbang ikut kolonisasi, sebab dianggap lebih menguntungkan secara ekonomi. Ada dugaan
pemerintah kolonial Belanda menjadi tidak terlalu serius menangani kolonisasi, setelah melihat
fenomena banyaknya orang Jawa yang tertarik untuk menjadi kuli kontrak pada
perkebunanperkebunan di Sumatera Timur. Hal ini disebabkan pemerintah kolonial Belanda
sendiri, dalam melaksanakan kolonisasi ini memiliki tujuan yang terselubung yaitu untuk
mendukung penyediaan tenaga kerja murah bagi perkebunan-perkebunan tanaman eksport dalam
rangka mendukung perkembangan ekonominya. Artinya program kolonisasi ini dianggap
menjadi tidak penting, manakala sudah banyak penduduk Jawa yang tertarik untuk menjadi kuli
kontrak di Sumatera (Nugraha, 2009).
3. Jaman Depresi Ekonomi Dunia
Terjadinya arus migrasi penduduk yang deras dari pulau Jawa untuk menjadi kuli kontrak
di Sumatera berlangsung menjelang terjadinya depresi ekonomi dunia. Himpitan kesulitan hidup
di Jawa telah mendorong mereka secara mandiri dan sukarela bermigrasi ke Sumatera. Hal ini,
pada akhirnya menyebabkan pemerintah kolonial Belanda mengubah kebijakan kolonisasi.
Pada masa peralihan antara tahun 1927- 1930 pemerintah hanya menyediakan biaya
transportasi untuk mereka yang mengikuti program kolonisasi. Depresi ekonomi yang terus
berlanjut telah berpengaruh terhadap perekonomian pemerintah kolonial Belanda. Permintaan
tenaga kerja dari perkebunan-perkebunan di Sumatera menjadi kurang, bahkan sebagian
mengurangi tenaga kerjanya, sehingga banyak kuli kontrak yang kembali ke pulau Jawa.
Pemerintah Belanda mulai merasa perlu mengintensifkan kembali kolonisasi. Pemerintah
memperketat persyaratan untuk mengikuti kolonisasi yaitu:
a. Peserta harus benar-benar petani, sebab jika bukan dapat menyebabkan ketidakberhasilan di
lokasi kolonisasi
b. Fisik harus kuat agar bisa bekerja keras
c. Harus muda untuk menurunkan fertilitas di pulau Jawa
d. Sudah berkeluarga untuk menjamin ketertiban di lokasi baru
e. Tidak memiliki anak kecil dan banyak anak karena akan menjadi beban
f. Bukan bekas kuli kontrak karena dianggap sebagai propokator yang akan menimbulkan
keresahan di pemukiman baru
g. Harus waspada terhadap “perkawinan koloniasai” sebagai sumber keributan
h. Jika wanita tidak sedang hamil karena diperlukan tenaganya pada tahun-tahun pertama
bermukim di tempat baru
i. Jika bujangan harus menikah terlebih dahulu di Jawa karena dikhawatirkan mengganggu istri
orang lain.
j. Peraturan tersebut tidak berlaku jika seluruh masyarakat desa ikut kolonisasi.
Sejalan dengan kesulitan ekonomi yang dialami oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai
dampak depresi ekonomi dunia sementara minat masyarakat Jawa untuk ikut kolonisasi cukup
tinggi, pemerintah akhirnya merubah pola kolonisasi untuk menekan biaya dengan system
bawon. Pemukim kolonisasi terdahulu diharapkan memakai tenaga kerja pemukim baru dengan
prinsip tolong-menolong dan gotong-royong. Pemekaran daerah kolonisasi baru dibuat tidak jauh
dari kolonisasi lama.
Penempatan pemukim baru dilakukan pada bulan Februari-Maret saat menjelang musim
panen padi di pemukiman lama, sehingga mereka bisa ikut bawon. Bagian hasil bawon pemukim
baru di Lampung dibuat lebih besar dengan perbandingan 1:7 atau 1:5, artinya buruh
mendapatkan satu bagian setiap tujuh atau lima bagian pemilik. Pada saat itu sistem bawon di
pulau Jawa umumnya menggunakan perbandingan 1:10. Peserta kolonisasi mandiri pada periode
ini boleh dikatakan lebih berhasil dibandingkan dengan peserta sebelumnya, walaupun masih ada
beberapa yang kembali ke pulau Jawa. Kondisi demikian, memberikan daya tarik pada
masyarakat Jawa untuk ikut kolonisasi. Akhirnya dikembangkan daerah kolonisasi baru di
Palembang, Bengkulu, Jambi, Sumatera Utara, Sulawesi, dan Kalimantan.
Walaupun pada pelaksanaan kolonisasi periode ini jumlah penduduk yang dipindahkan
dari pulau Jawa ke daerah kolonisasi cukup banyak dibandingkan dengan periode sebelumnya,
namun kalau dilihat dari aspek pengendalian penduduk pulau Jawa belum bisa disebut berhasil.
Pendapat ahli kependudukan Belanda pada saat itu, jika ingin mengendalikan penduduk Jawa,
penduduk yang dipindahlan harus mencapai 80.000 keluarga per tahun. Pemerintah kolonial
Belanda sampai menjelang akhir masa kekuasaannya, hanya mampu memindahkan penduduk
pulau Jawa kurang dari seperlima dari target yang diharapkan per tahunnya. Data lain
menunjukkan antara tahun 1905-1941 penduduk yang berhasil dipindahkan hanya berjumlah
189.938 orang. Akan tetapi jika dilihat dari aspek peningkatan kesejahteraan peserta kolonisasi,
mereka mungkin dapat disebut lebih baik tingkat kehidupannya dibandingkan pada saat berada di
daerah asalnya (Nugraha, 2009).
4. Transmigrasi Masa Pendudukan Jepang
Sejak tahun 1942 susunan pemerintahan di Lampung mengalami perubahan dengan
perginya pejabat-pejabat kolonial Belanda dari Binnenlands Bestuur. Ketika tentara Jepang
masuk ke Indonesia, kegiatan transmigrasi tetap dilaksanakan. Akan tetapi karena sibuk dengan
peperangan, rupanya penguasa Jepang tidak sempat melakukan pengadministrasian kegiatan
transmigrasi seperti halnya pada jaman pemerintah kolonial Belanda, sehingga sangat sedikit
dokumentasi mengenai transmigrasi yang bisa ditemukan.
Diperkirakan selama kekuasaan Jepang, penduduk pulau Jawa yang berhasil dipindahkan
ke luar Jawa melalui transmigrasi sekitar 2.000 orang. Tidak hanya di bidang transmigrasi,
kondisi kependudukan yang parah dimulai ketika tentara Jepang mengambil alih kekuasaan dari
pemerintahan Belanda. Pada periode ini kondisi perekonomian di Indonesia sangat buruk.
Beberapa komoditi seperti tekstil, alat-alat pertanian, bahan pangan menghilang dari pasaran.
Terjadi pula mobilisasi tenaga kerja (romusha) untuk dipekerjakan di perkebunanperkebunan dan
proyek-proyek pertahanan Jepang, baik di dalam maupun di luar negeri.
5. Transmigrasi Setelah Kemerdekaan
Sudrajat (2006) mengungkapkan ada 3 masa setelah kemerdekaan, yaitu: masa orde lama,
masa orde baru, dan masa reformasi.
a. Masa Orde Lama
Ketika baru merdeka dari penjajahan Jepang, di Indonesia masih terjadi gejolak politik,
sehingga permasalahan kepadatan penduduk masih terabaikan. Baru tahun 1948 pemerintah
Republik Indonesia membentuk panitia untuk mempelajari program serta pelaksanaan
transmigrasi yang diketuai oleh A. H. D. Tambunan. Walaupun telah terbentuk kepanitiaan,
keputusan yang menyangkut masalah transmigrasi baru diambil pada tahun 1950. Bulan
Desember 1950 merupakan awal mula pemberangkatan transmigran di jaman kemerdekaan ke
Sumatera Selatan. Pelaksananya ditangani oleh Jawatan Transmigrasi yang berada di bawah
Kementrian Sosial. Pada tahun 1960 Jawatan Transmigrasi menjadi departemen yang digabung
dengan urusan perkoperasian dengan nama Depertemen Transmigrasi dan Koperasi.
Pada masa ini, selain tujuan demografis, tujuan lainnya tidak jelas. Namun Presiden
Soekarno sendiri tidak fokus pada kelebihan penduduk Jawa, tetapi hanya melihat adanya
ketimpangan kepadatan penduduk pulau Jawa dan luar Jawa. Akan tetapi di kemudian hari yaitu
seperti tercantum pada Undang-undang No. 20/1960 jelas terbaca, bahwa tujuan transmigrasi
adalah untuk meningkatkan keamanan, kemakmuran, dan kesejahteraan rakyat, serta mempererat
rasa persatuan dan kesatuan bangsa. Target pemindahan penduduk pada jaman orde lama dinilai
sangat ambisius dan tidak realistis, dimana sasaran “Rencana 35 Tahun Tambunan” adalah
mengurangi penduduk pulau Jawa agar mencapai angka 31 juta jiwa pada tahun 1987 dari
jumlah penduduk sebanyak 54 juta jiwa pada tahun 1952. Pada kenyataannya antara tahun 1950-
1959 pemerintah hanya berhasil memindahkan transmigran sebanyak 227.360 orang.31 Revisi
target transmigran sebenarnya telah dilakukan dengan yang lebih realistis. Selama lima tahun,
antara tahun 1956-1960 direncanakan pemindahan penduduk Jawa sebanyak 2 juta orang, atau
rata-rata 400 ribu orang per tahun. Pada rencana delapan tahun selanjutnya, yaitu antara tahun
1961-1968, Jawatan Transmigrasi menurunkan lagi tergetnya menjadi 1,56 juta orang, atau rata-
rata 195 ribu orang per tahun.
Pada periode rencana delapan tahun, muncul kebijakan Transmigrasi Gaya Baru pada
musyawarah nasional gerakan transmigrasi yang diselenggarakan pada bulan Desember 1964.
Konsepnya memindahkan kelebihan fertilitas total yang diperkirakan mencapai angka 1,5 juta
orang per tahun. Pada kebijakan ini, muncul pula ide untuk melaksanakan transmigrasi
swakarya, artinya transmigran baru ditampung oleh transmigran lama seperti yang pernah
dilakukan pada jaman Belanda dengan sistem bawon, kemudian membuka hutan, membangun
rumah, dan membuat jalan sendiri, sehingga tanggungan pemerintah tidak terlampau besar.
Minat penduduk pulau Jawa untuk ikut transmigrasi pada periode ini cukup tinggi. Bahkan
mereka mau berangkat ke daerah transmigran atas biaya sendiri tanpa bantuan pemerintah. Di
tempat tujuan mereka cukup melapor untuk memperoleh sebidang lahan dan bantuan material
lainnya. Pada jaman orde lama, ada pengkategorian transmigrasi, sehingga dikenal istilah
transmigrasi umum, transmigrasi keluarga, transmigrasi biaya sendiri, dan transmigrasi spontan.
Dalam sistem transmigrasi umum segala keperluan transmigran, sejak pendaftaran sampai di
lokasi menjadi tanggungan pemerintah. Pemerintah juga menanggung biaya hidup selama
delapan bulan pertama, bibit tanaman, serta alat-alat pertanian.
Transmigrasi keluarga merupakan merupakan sistem transmigrasi beruntun, artinya jika
ada keluarga transmigran ingin mengajak keluarganya yang masih tinggal di pulau Jawa untuk
tinggal di daerah transmigrasi, maka transmigran lama harus menanggung biaya hidup dan
perumahan transmigran baru. Sistem ini tidak jalan, karena terlalumemberatkan peserta
transmigrasi, sehingga tidak dilaksanakan lagi sejak 1959. Transmigrasi biaya sendiri,
mengharuskan calon transmigran mendaftar di tempat asal, kemudian berangkat ke lokasi dengan
ongkos sendiri, setelah sampai di lokasi mereka mendapatkan lahan dan subsidi seperti
transmigran umum. Sedangkan transmigrasi spontan selain menanggung sendiri ongkos ke
lokasi, mereka pun harus mengurus sendiri keberangkatannya. Di tempat tujuan baru mereka
lapor untuk mendapatkan lahan di daerah yang telah ditentukan.
b. Masa Orde Baru
Pada jaman orde baru, tujuan utama transmigrasi tidak sematamata memindahkan
penduduk dari pulau Jawa ke luar Jawa, namun ada penekanan pada tujuan memproduksi beras
dalam kaitan pencapaian swasembada pangan. Pembukaan daerah transmigrasi diperluas ke
wilayah Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi, bahkan sampai ke Papua. Tahun 1965-
1969, belum ditentukan target jumlah transmigran yang harus dipindahkan. Bahkan terkesan
belum begitu perhatian terhadap progran transmigrasi. Daerah transmigran seperti Lampung,
Jambi, Sumatera Selatan yang pada awalnya banyak sekali menerima transmigran, pada periode
ini hanya menerima sekitar 52 persen dari total transmigran yang diberangkatkan. Jumlah yang
dikirim ke Sulawesi sekitar 25 persen, sisanya ke pulau-pulau lain seperti Kalimantan dan Papua.
Jika pada masa orde lama dikenal empat katagori transmigrasi, pada periode ini hanya dikenal
dua kategori yaitu transmigrasi umum dan transmigrasi spontan.
Pada transmigrasi spontan pemerintah hanya mengorganisir perjalanan dari daerah asal ke
tempat tujuan, ongkos ongkos semua ditanggung peserta. Sementara transmigrasi spontan, semua
ongkos ditanggung pemerintah, dan di lokasi memperoleh lahan seluah dua hektar, rumah, dan
alat-alat pertanian, serta biaya selama 12 bulan pertama untuk di daerah tegalan, dan 8 bulan
pertama di daerah pesawahan menjadi tanggungan pemerintah. Jumlah seluruh transmigran yang
berhasil dipindahkan pada periode ini sebanyak 182.414 orang atau sekitar 52.421 keluarga.
Masih pada jaman orde baru, tepatnya tahun 1974 ketika Gunung Merapi meletus, ada kejadian
seluruh warga desa diikutsertakan dalam program transmigrasi, di lokasi baru mereka menempati
daerah yang sama. Dari kejadian inilah kemudian muncul istilah transmigrasi bedol desa.
Pada periode rencana pembangunan lima tahun (repelita) ke-2 antara tahunn 1974-1979,
konsep transmigrasi diintegrasikan ke dalam pembangunan nasional. Dalam kerangka
pembangunan nasional tersebut, transmigrasi diharapapkan dapat meningkatkan ketahanan
nasional, baik di bidang ekonomi, sosial, maupun budaya, serta meningkatkan produksi pangan
dan komoditi eksport. Produksi pertanian diharapkan dapat mendukung sektor industri sebagai
cita-cita pembangunan.35 Selain itu mulai tercetus pemikiran untuk mengembangkan daerah
tujuan semenarik mungkin, sehingga akan banyak penduduk yang tertarik untuk pindah dari
pulau Jawa dengan biaya mandiri tanpa tergantung pada pemerintah. Target transmigrasi pada
repelita ke-2 adalah memberangkatkan 50 ribu keluarga atau 250 ribu orang per tahun, atau jika
dihitung selama selama lima tahun, transmigran yang harus diberangkatan sebanyak 1,25 juta
orang. Target yang tidak realistis tersebut pada tahun 1976 dikurangi menjadi 108 ribu keluarga
selama lima tahun, sedangkan realisasinya pemerintah hanya mampu memberangkatkan
sebanyak 204 ribu orang atau sekitar 16 persen dari target yang dicanangkan.
Masa selanjutnya, pada repelita ke-3 (1979-1983) ada penekanan yang lebih mendalam
terhadap kepentingan pertahanan dan keamanan. Pelaksanaan transmigrasi spontan lebih
didorong lagi dengan mengembangkan kegiatan ekonomi di luar pulau Jawa guna menarik minat
calon transmigran. Target pemindahan transmigran sebanyak 250 ribu keluarga dapat dicapai,
bahkan terlampaui sebanyak dua kali lipat. Pemerintah berhasil memberangkatkan sebanyak 500
ribu keluarga. Mengingat keberhasilan pada repelita ke-3, maka pada repelita ke-4 target
transmigran ditingkatkan lagi menjadi 750 ribu keluarga atau 3,75 juta orang. Pada akhir bulan
Oktober 1985 telah berhasil diberangkatkan sebanyak 350.606 keluarga atau 1.163.771 orang.
Pada periode ini diintroduksi konsep tentang pelestarian lingkungan, sehingga transmigrasi juga
diberi misi agar bisa memulihkan sumber daya alam yang sudah tereksploitasi dan memelihara
lingkungan hidup.
c. Masa Reformasi
Jumlah penduduk yang berhasil dipindahkan dalam program transmigrasi, terus meningkat
dari tahun ke tahun. Walaupun demikian tetap tidak bisa mengejar bertambahnya jumlah
penduduk di pulau Jawa. Sebab fertilitas di pulau Jawa jauh melebihi angka penduduk yang
dapat dipindahkan ke luar pulau Jawa. Dengan demikian, jika dilihat dari aspek demografis yang
dikaitkan dengan pengurangan penduduk di pulau Jawa, program transmigrasi ini tidak mencapai
sasarannya. Diakui pula oleh Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan, bahwa
pelaksanaan transmigrasi yang telah dilaksanakan hingga jaman orde baru belum memberikan
pengaruh yang merata, baik ditinjau dari sisi mikro yaitu tingkat perkembangan UPT/Desa,
maupun makro yaitu pada percepatan pertumbuhan wilayah. Pembangunan transmigrasi pun
belum berhasil menjadi pendorong pembangunan, karena belum dapat memberikan kontribusi
yang optimal dalam pembangunan wilayah. Mengingat kondisi seperti di atas, perlu dicari
paradigma baru dalam pembangunan transmigrasi. Paradigma baru yang sudah jauh berbeda
dengan paradigma lama, terjadi dengan dikeluarkannya Undangundang No. 5/1997. Pelaksanaan
transmigrasi tidak lagi difokuskan pada pemecahan masalah persebaran penduduk, yang selama
90 tahun terakhir memang tidak berhasil dipecahkan, namun bergeser pada pengembangan
ekonomi dan pembangunan daerah. Dalam Undang-undang tersebut dinyatakan, bahwa tujuan
transmigrasi adalah:
1) untuk meingkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitar,
2) meningkatkan pemerataan pembangunan daerah, dan
3) memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Melalui tujuannya itu diharapkan rakyat Indonesia yang berada di luar the circular flow of
income dalam sistem ekonomi nasional bisa lebih cepat mencapai tingkat kesejahteraannya.
Terjadinya ketimpangan akibat strategi industrialisasi yang terlalu bertumpu di pulau Jawa yang
telah menyebabkan ketimpangan antar daerah dapat dikurangi. Gejala disintegrasi dan separatis
memerlukan strategi dan kebijakan yang tepat termasuk dari pihak Departemen Transmigrasi dan
PPH.
Penyempurnaan pelaksanaan transmigrasi yang diperlukan antara lain, agar transmigrasi
diupayakan secara merata di wilayah tanah air, dan pemukiman transmigran tidak merupakan
enclave serta memiliki keterkaitan fungsional dengan kawasan di sekitarnya. Berbagai kelompok
etnis harus berbaur dalam kebhinekaan, penduduk setempat juga harus mendapat perhatian yang
sama, dengan tujuan untuk meredam potensi konflik antara pendatang dan penduduk asli.
Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka pemerintah daerah akan memiliki tanggung
jawab dan wewenang yang lebih besar dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan di daerahnya masing-masing. Sehingga, pembangunan transmigrasi harus
adiletakan pada kerangka pembangunan daerah yang selanjutnya harus dapat dijabarkan dalam
program-program transmigrasi.
Berdasarkan pada penjelasan di atas visi transmigrasi ke depan adalah “mewujudkan
komunitas baru yang merupakan hasil integrasi harmonis antara penduduk setempat dan
masyarakat pendatang, yang sejahtera serta dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri dan
berkelanjutan”. Adapun misinya adalah “engisi pembangunan di daerah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat setempat dan pendatang, serta sesuai dengan rencana pembangunan daerah dan
rencana pembangunan nasional”. Misi di atas dilakukan melalui konsep pengembangan wilayah
dan pengembangan masyarakat, antara lain dengan upaya peningkatan pembangunan daerah
dalam rangka mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang ada, dan mewujudkan
agropolitan baru sebagi pusat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, dilakukan pendekatan kultural
dengan memperhatikan sistem nilai dan perilaku serta adatistiadat masyarakat setempat,
sehingga pembangunan transmigrasi tidak lagi bersifat eksklusif dalam kehidupan siklis,
melainkan melalui berbagai teknik pembauran.
Konsep manajemen pembangunan transmigrasi yang dijalankan antara lain, pembangunan
transmigrasi yang reformis tidak lagi menekankan pada target pemindahan transmigran,
melainkan pada pencapaian pertumbuhan kesejahteraan transmigran yang dikaitkan dengan
kemampuan daya beli dari transmigran yang paling miskin dengan ukuran keberhasilan minimal
transmigran terhadap kebutuhan dasarnya. Selain itu, menjadikan transmigrasi sebagai suatu
kebutuhan yang diminta oleh masyarakat setempat, dunia usaha, dan pemerintah daerah.
A. Pengertian Mobilitas Penduduk
Mobilitas penduduk horizontal atau geografis meliputi semua gerakan (movement)
penduduk yang melintasi batas wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu pula (Mantra 1984,
4). Batas wilayah umumnya dipergunakan batas administrasi misalnya : propinsi, kabupaten,
kecamatan, kelurahan atau pedukuhan. Bentuk-bentuk mobilitas penduduk dapat pula dibagi
menjadi dua, yaitu mobilitas permanen atau migrasi, dan mobilitas non-permanen (mobilitas
sirkuler). Migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain dengan
maksud untuk menetap di daerah tujuan. Sedangkan mobilitas sirkuler ialah gerakan penduduk
dari satu tempat ke tempat lain dengan tidak ada niat untuk menetap di daerah tujuan. Secara
operasional, migrasi dapat diukur berdasarkan konsep ruang dan waktu. Seseorang dapat disebut
sebagai seorang migran, apabila orang tersebut melintasi batas wilayah administrasi dan lamanya
bertempat tinggal di daerah tujuan minimal enam bulan (Mantra, 1984).
Ada beberapa teori yang menerangkan mengapa seseorang mengambil keputusan
melakukan mobilitas. Pertama, seseorang mengalami tekanan (stres), baik ekonomi, sosial,
maupun psikologi di tempat ia berada. Tiap-tiap individu mempunyai kebutuhan yang berbeda-
beda, sehingga suatu wilayah oleh seseorang dinyatakan sebagai wilayah yang dapat memenuhi
kebutuhannya, sedangkan orang lain tidak. Kedua, terjadi perbedaan nilai kefaedahan wilayah
antara tempat yang satu dengan tempat lainnya. Apabila tempat yang satu dengan lainnya tidak
ada perbedaan nilai kefaedahan wilayah, tidak akan terjadi mobilitas penduduk.
Perilaku mobilitas penduduk menurut Ravenstein atau disebut dengan hukum-hukum
migrasi penduduk adalah sebagai berikut (Mantra, 2003).
1. Para migran cenderung memilih tempat terdekat sebagai daerah tujuan
2. Faktor paling dominan yang mempengaruhi seseorang untuk bermigrasi adalah sulitnya
memperoleh pekerjaan dan pendapatan di daerah asal dan kemungkinan untuk memperoleh
pekerjaan dan pendapatan yang lebih baik di daerah tujuan. Daerah tujuan harus memiliki
kefaedahan wilayah (place utility) lebih tinggi dibandingkan dengan daerah asal.
3. Berita-berita dari sanak saudara atau teman yang telah berpindah ke daerah lain merupakan
informasi yang sangat penting bagi orang-orang yang ingin bermigrasi.
4. Informasi negative dari daerah tujuan mengurangi niat penduduk (migrasi potensial) untuk
bermigrasi.
5. Semakin tinggi pengaruh kekotaan terhadap seseorang, semakin besar mobilitasnya.
6. Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin tinggi frekuensi mobilitanya.
7. Para migran cenderung memilih daerah tempat teman atau sanak saudara bertempat tinggal di
daerah tujuan. Jadi, arah dan arus mobilitas penduduk menuju ke arah asal datangnya informasi.
8. Pola migrasi bagi seseorang maupun sekelompok penduduk sulit diperkirakan. Hal ini karena
banyak dipengaruhi oleh kejadian yang mendadak seperti bencana alam, peperangan, atau
epidemi.
9. Penduduk yang masih muda dan belum kawin lebih banyak melakukan mobilitas dari pada
mereka yang berstatus kawin.

B. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Penduduk


Mobilitas penduduk mempunyai pengertian pergerakan penduduk dari satu daerah ke
daerah lain. Baik untuk sementara maupun untuk jangka waktu yang lama atau menetap seperti
mobilitas ulang-alik (komunitas) dan migrasi. Mobilitas penduduk adalah perpindahan penduduk
dari suatu tempat ke tempat yang lain atau dari suatu daerah ke daerah lain.
Penduduk yang melakukan mobilisasi tidaklah semata mata untuk berpindah tempat
saja, tetapi hal itu dilakukan oleh karena dorongan dari tiga faktor yaitu:
a) Penarik.
b) Pendorong.
c) Kendala.
Pada tahun 1885 E.G. Ravenstin ( Bogue, 1969: 755, dalam Suhardi, 2007)
mempublikasikan yang dia sebut sebagai 7 hukum-hukum perpindahan penduduk (migrasi),
yang terdiri dari:
1) Migrasi dan jarak, kebanyakan migran melakukan perpindahan dalam jarak dekat. Bila jaraknya
bertambah maka jumlah migrant yang berpindah menurun.
2) Migrasi bertahap, penduduk semula pindah dari daerah pedesaan ke tepi kota besar sebelum
masuk ke dalam kota besar tersebut.
3) Arus dan arus balik, tiap adanya arus migrasi akan terjadi juga migrasi arus balik.
4) Daerah urban (perkotaan) dan rural (pedesaan), penduduk perkotaan kurang melakukan migrasi
dibandingkan dengan penduduk daerah pedesaan.
5) Dominasi wanita pindah jarak dekat, dalam jarak dekat wanita pindah lebih banyak daripada
laki-laki.
6) Teknologi dan migrasi, perkembangan teknologi cenderung meningkatkan migrasi.
7) Dominasi motif ekonomi, walaupun berbagai jenis faktor dapat mendorong terjadinya
perpindahan akan tetapi keinginan untuk meningkatkan keadaan ekonomi merupakan kekuatan
yang paling potensial.
Faktor pendorong (push) yang bersifat sentrifugal dan penarik (pull) yang bersifat
sentripetal. Ardy (2008) mngungkapkan perpindahan dari daerah asal (area of origin)
dimungkinkan oleh karena adanya beberap faktor pendorong yaitu:
1. Turunnya sumber daya alam.
2. Hilangnya mata pencaharian.
3. Diskriminasi yang bersifat penekanan atau penyisihan
4. Memudarnya rasa ketertarikan oleh karena kesamaan kepercayaan, kebiasaan atau kebersamaan
perilaku baik antar anggota keluarga maupun masyarakat sekitar.
5. Menjauhkan diri dari masyarakat oleh karena tidak lagi kesempatan untuk pengembangan diri,
pekerjaan atau perkawinan.
6. Menjauhkan diri dari masyarakat oleh karena bencana alam seperti banjir, kebakaran,
kekeringan, gempa bumi, atau epidemic penyakit.
Perpindahan ke daerah tujuan (area of destination) dimungkinkan oleh karena adanya
beberapa faktor penarik yaitu:
1. Kesempatan yang melebihi untuk bekerja sesuai dengan latar belakang profesinya dibandingkan
di daerah asal.
2. Kesempatan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi.
3. Kesempatan yang lebih tinggi memperoleh pendidikan atau pelatihan sesuai dengan spesialisasi
yang dikehendaki.
4. Keadaan lingkungan yang menyenangkan, seperti cuaca perumahan, sekolah, da fasilitas umum
lainnya.
5. Ketergantungan, seperti dari seorang isteri terhadap suaminya yang tinggal di tempat yang
dituju.
6. Penyediaan untuk melakukan berbagai kegiatan yang berbeda atau yang baru dilihat dari
berbagai sisi lingkungan, penduduk atau budaya masyarakat sekitar.
”Faktor pendorong dan penarik perpindahan penduduk ada yang negatif dan ada yang
positif” (Abidin, 2010). Faktor pendorong yang positif yaitu para migran ingin mencari atau
menambah pengalaman di daerah lain. Sedangkan faktor pendorong yang negatif yaitu fasilitas
untuk memenuhi kebutuhan hidup terbatas dan lapangan pekerjaan terbatas pada pertanian.
Faktor penarik yang positif yaitu daerah tujuan mempunyai sarana pendidikan yang memadai
dan lebih lengkap. Faktor penarik yang negatif adalah adanya lapangan pekerjaan yang lebih
bervariasi, kehidupan yang lebih mewah, sehingga apa saja yang diperlukan akan mudah didapat
dikota.
Pada masing-masing daerah terdapat faktor-faktor yang menahan seseorang untuk tidak
meninggalkan daerahnya atau menarik orang untuk pindah ke daerah tersebut (faktor +), dan ada
pula faktor-faktor yang memaksa mereka untuk meninggalkan daerah tersebut (faktor -). Selain
itu ada pula faktor-faktor yang tidak mempengaruhi penduduk untuk melakukan migrasi (faktor
o). Diantara keempat faktor tersebut, faktor individu merupakan faktor yang sangat menentukan
dalam pengambilan keputusan untuk migrasi. Penilaian positif atau negatif terhadap suatu daerah
tergantung kepada individu itu sendiri.
Besarnya jumlah pendatang untuk menetap pada suatu daerah dipengaruhi besarnya
faktor penarik (pull factor) daerah tersebut bagi pendatang. Semakin maju kondisi sosial
ekonomi suatu daerah akan menciptakan berbagai faktor penarik, seperti perkembangan industri,
perdagangan, pendidikan, perumahan, dan transportasi. Kondisi ini diminati oleh penduduk
daerah lain yang berharap dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Pada sisi lain, setiap
daerah mempunyai faktor pendorong (push factor) yang menyebabkan sejumlah penduduk
migrasi ke luar daerahnya. Faktor pendorong itu antara lain kesempatan kerja yang terbatas
jumlah dan jenisnya, sarana dan prasarana pendidikan yang kurang memadai, fasilitas
perumahan dan kondisi lingkungan yang kurang baik.
Everet S. Lee (1996, dalam Chotib,) menambahkan bahwa selain kedua faktor
pendorong dan penarik tersebut terdapat juga faktor kendala antar daerah asal dengan daerah
tujuan, yang kemudian dikenal dengan faktor-faktor penarik kebutuhan (demand pull) pendorong
penyediaan (supply push) dan jejaring (network).

C. Macam-Macam Mobilitas Penduduk


Mobilitas penduduk dapat dibedakan antara mobilitas penduduk vertikal dan mobilitas
penduduk horinzontal. Mobilitas penduduk vertikal sering disebut dengan perubahan status, atau
perpindahan dari cara-cara hidup tradisional ke cara-cara hidup yang lebih modern. Dan salah
satu contohnya adalah perubahan status pekerjaan. Seseorang mula-mula bekerja dalam sektor
pertanian sekarang bekerja dalam sektor non pertanian. Mobilitas penduduk horizontal atau
sering pula disebut dengan mobilitas penduduk geografis adalah gerak (movement) penduduk
yang melintas batas wilayah menuju ke wilayah yang lain dalam periode waktu tertentu (Mantra,
1987). Penggunaan batas wilayah dan waktu untuk indikator mobilitas penduduk horizontal ini
mengikuti paradigma ilmu geografi yang berdasarkan konsepnya atas wilayah dan waktu (space
and time concept).
Mobilitas penduduk adalah gerakan atau arus perpindahan penduduk dari suatu tempat
ke tempat lain. Peranan mobilitas penduduk terhadap laju pertumbuhan antara wilayah yang satu
dengan wilayah yang lain berbeda-beda.Untuk Indonesia secara keseluruhan tingkat
pertumbuhan penduduknya lebih di pengaruhi oleh tinggi rendahnya sifat fertilitas dan
mortalitas,karena migrasi netto hampir dikatakan nol,tidak banyak orang Indonesia yang pindah
keluar negeri,begitu juga orang luar negeri pindah ke Indonesia.
Mobilitas penduduk di bagi menjadi dua macam yaitu:
1. Mobilitas permanen atau migrasi
Migrasi adalah perpindahan penduduk dari satu wilayah ke wilayah lain dengan maksud untuk
menetap di daerah tujuan. Secara garis besar migrasi dapat dibagi menjadi dua,yaitu :
a. Migrasi internasional yang dapat di bedakan atas migrasi masuk (imigrasi) dan migrasi keluar
(emigrasi).
 Imigrasi adalah masuknya penduduk suatu negara ke negara lain baik untuk maksud berkunjung,
bekerja ataupun kepentingan lain dalam waktu tertentu atau untuk selamanya, seperti datangnya
orang Eropa yang masuk ke Amerika.
 Emigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain dengan tujuan untuk
menetap atau bekerja(penduduk yang keluar dari suatu negara lain untuk menetap atau bekerja).
Contoh: perginya orang Indonesia (TKI atau TKW) ke timur tengah untuk bekerja.
b. Migrasi internal yang disebut juga Transmigrasi
Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain dalam suatu wilayah
negara. Contoh:pindahnya penduduk dari jawa kedaerah daerah di Sumatra, Kalimantan, Irian
jaya dsb. Tujuan Transmigrasi:
1. Mengusahakan kekayaan alam di luar pulau jawa.
2. Supaya terjadi asimilasi antar suku, sehingga perasaan kesukuan hilang. Dan ini merupakan
salah satu realisasi dari Sumpah Pemuda.
3. Untuk peertahanan keamanan dan ketahanan nasional.
4. penyebaran penduduk supaya merata,sehingga program pembangunan dapat merata ke seluruh
pelosok tanah air. Faktor faktor penghambat dan usaha mengatasi transmigrasi umumnya tradisi
dan adat istiadat, rakyat petani umumnya sangat terikat pada tanah dan kampung
halamannya.Sangat terkenal pepatah jawa yang berbunyi “makan tak makan asal kumpul”.
Usaha usaha untuk mengatasinya:
 Meningkatkan kelancaran komonikasi antara daerah asal dan daerah transmigrasi sekurang
kurangnya melalui hubungan pos.
 mengadakan persiapan yang intensip bagi calon transmigran baik fisik maupun mental melalui
penerangan pendidikan dan latihan.
 Perlu ditingkatkan koordinasi dan singkronisasi antara daerah pengirim dan daerah penerima
transmigrasi.

2. Mobilitas non permanen atau mobilitas serkuler


Mobilitas penduduk sirkuler atau mobilitas non permanen adalah gerak penduduk dari suatu
wilayah menuju ke wilayah lain dengan tidak ada niatan menetap di daerah tujuan. Sebagai
contoh, di Indonesia (menurut batasan sensus penduduk) mobilitas penduduk sirkuler dapat
didefinisikan sebagai gerak penduduk yang melintas batas propinsi menuju ke propinsi lain
dalam jangka waktu kurang enam bulan. Hal ini sesuai dengan paradigma geografis yang
didasarkan atas konsep ruang (space) dan waktu (time). Data mobilitas penduduk sirkuler sukar
didapat. Hal ini disebabkan para pelaku mobilitas sirkuler tidak memberitahu kepergian mereka
kepada kantor desa di daerah asal, begitu juga dengan kedatangan mereka di daerah tujuan.
Meskipun deminian, dengan segala keterbatasan data, mobilitas penduduk Indonesia, baik
permanent maupun nonpermanent (sirkuler) diduga frekuensinya akan terus meningkat dan
semakin lama semakin cepat. Menurut Ananta (1995), suatu revolusi mobilitas tampaknya juga
telah terjadi di Indonesia. Hal ini dipengaruhi oleh tersedianya prasarana transport dan
komunikasi yang mewadai dan modern.

D. Bentuk-Bentuk Mobilitas Penduduk


Mobilitas tradisional, dimana penduduk melakukan mobilitas atas dasar untuk
memenuhi kebutuhan primer terutama pangan. Aktivitas mobilitas tradisional merupakan arus
desa ke kota yang termasuk dalam pengertina urbanisasi.
Mobilitas pra-modern, yang merupakan transisi drai mobilitas tradisional menuju
mobilitas modern. Dalam hal ini penduduk mulai melakukan mobilitas dengan tujuan yang lebih
luas bukan hanya sekedar untuk cukuppangan. Aktivitas dari desa ke kota sangat meningkat
disertai dengan mobilitas antar kota dan juga mobilitas dari kota ke luar kota (pedesaan).
Sehingga terjadi dengan apa yang disebut urbanisasi modern. Penduduk mobilitas atau migrasi
dengan tujuan yang lebih luas termasuk kesenangan dan kenyamanan
Mobilitas modern, dimana mobiolitas penduduk telah mmelampaui batas-batas Negara
dengan berbgai macam-macam tujuan baik kegiatan perdagangan maupun berwiraswasta.
Mobilitas canggih atau super-modern, dimana mobilitas dilakukan telah melampaui
pengertian berwiraswasta secara wajar yang dapat dimasukkan dalam kategori berfoya-foya
dengan konsumsi yang berlebihan.
Bentuk mobilitas penduduk dapat dipahami berkaitan dengan keberhasilan dalam
aktivitas ekonomi yang meliputi 2 komponen yaitu kesempatan kerja (produktifitas) dan
pendapatan (atau dana). Komponen mobilitas tersebut dapat di pandang sebagai indikator
kualitas kehidupan masyarakat.
E. Perilaku Mobilitas Penduduk
Perilaku mobilitas penduduk oleh Ravenstain disebut dengan hukum-hukum migrasi
sebagai berikut: Para migran cenderung memilih tempat terdekat sebagai daerah tujuan. Faktor
paling dominan yang mempengaruhi seseorang untuk bermigran adalah situasinya memperoleh
pekerjaan di daerah asal dan kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan yang
lebih baik di daerah tujuan. Daerah tujuan mempunyai nilai kefaedahan wilayah (place utility)
lebih tinggi dibanding dengan daerah asal. Semakin tinggi pengaruh kekotaan terhadap
seseorang, semakin besat tingkat mobilitasnya. Semakin tinggi pendapatan seseorang, semakin
tinggi frukuensi mobilitasnya
Penduduk yang masih muda dan belum kawin lebih banyak melakukan mobilitas dari
pada mereka yang berstatus kawin. Penduduk yang berpendidikan tinggi biasanya lebih banyak
melaksanakan mobilitas dari pada yang berpendidikan rendah. Kepuasan terhadap kehidupan di
masyarakat baru tergantung pada hubungan sosial para pelaku hubungan sosial para pelaku
mobilitas dengan masyarakat tersebut. Kepuasan terhadap kehidupan di kota tergantung pada
kemampuan perseorangan untuk mendapatkan pekerjaan dan adanya kesempatan bagi anak-anak
untuk berkembang. Setelah menyesuaikan diri dengan kehidupan kota, para pelaku mobilitas
pindah ke tempat tinggal dan memilih daerah tempat tinggal dipengaruhi oleh daerah tempat
bekerja.

F. Sumber Data Mobilitas Penduduk dan Analisis


Pada umumnya ada tiga sumber data mobilitas penduduk yaitu: sensus penduduk,
registrasi penduduk dan survei penduduk. Diantara ketiga sumber data mobilitas penduduk data
yang didapat dari sensus penduduk dan survei penduduk yang paling lengkap, hanya
kelemahannya data yang didapat dari sensus penduduk hanya meliputi mobilitas penduduk yang
bersifat permanen saja. Dan hasil registrasi penduduk dan survei penduduk diperoleh data baik
mobilitas permanen maupun nonpermanen, hanya kelemahannya tidak semua mobilitas
penduduk dapat dicatat.

G. Perubahan Mobilitas Penduduk Selama Transisi Demografi


Pada masa pretransisi, menurut Sutomo (2010:7) merupakan ”fase yang memiliki ciri-
ciri adanya tingkat kelahiran yang tinggi, tetai diikuti pula dengan tingkat kematian yang tinggi.
Dengan demikian, tidak terjadi perrtumbuhan penduduk”. Pada fase ini sumber daya manusia
masih sangat rendah. pendidikan yang diteriama oleh setiap orang sangat terbatas. Hal ini
menyebabkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang pada saat itu sangat rendah.
Pengetahuan yang rendah ini sangat berdampak pada cara hidup mereka. Dalam memenuhi
kebutuhannya orang-orang pada masa itu sangat bergantung pada alam. Terutama masalah
kebutuhan pokok yaitu pangan, orang-orang pada masa itu melakukan kegiatan ”hunting and
gathering” yaitu berburu dan mengumpulkan makanan. Demikian pula dengan kebutuhan-
kebutuhan yang lainnya, mereka memenuhinya dengan cara yang paling sederhana. Karena
ketersediaan sumber daya alam di suatu daerah terbatas jika di pakai terus-menerus suatu saat
pasti akan habis juga. Jika hal ini terjadi maka terjadilah perpidahan penduduk. Mereka mencari
tempat baru yang menurut mereka memiliki sumber daya alam yang melimpah yang bisa dipakai
dalam beberapa waktu yang lama. Perpidahan ini relatif sering dilakukan oleh masyarakat pada
saat itu sehingga mobilitasnya sangat tinggi.
Fase transisi dibagi menjadi 3 yaitu ”awal transisi, pertengahan transisi, dan akhir
transisi” (Sutomo, 2010:7). Awal transisi memiliki ciri-ciri tingkat kematian mulai menurun,
tetapi tidak diikuti oleh penurunan tingkat kematian. Pertengahan transisi ditandai menurunnya
tingkat kelahihan, sementara tingkat kematian juga terus menurun. Sedangkan akhir transisi
dicirikan menurunnya tingkat kematian dengan cepat, sementara laju penurunan tingkat kematian
sudah melambat.
Sedangkan pada masa transisi, pendidikan sudah mulai berkembang. Masyarakat pada
masa ini sudah memiliki cukup pengetahuan untuk memenuhi kebutuhannya dan tidak terlalu
bergantung dengan alam. Penemuan-penemuan mulai bermunculan, baik dalam bidang
kesehatan maupun yang lainnya. Hal ini berdampak besar bagi kualitas kehidupan manusia pada
saat itu. Suatu perubahan yang paling besar adalah masyarakat pada saat itu sudah dapat
menernakkan dan membudidayakan tanaman(domestikasi). Dengan berubahnya sistem hidup
mereka dari hunting and gathering menjadi system yang lebih efisien yaitu domestikasi maka
masyarakat pada saat itu mulai tingal menetap di suatu daerah. kebutuhan-kebutuhan mereka
mulai dapat dipenuhi sendiri, ketergantungan pada alam pun mulai berkurang. Maka mobilitas
masyarakat pun berkurang.
Fase terakhir yaitu fase posttransisi, menurut Sutomo (2010:7) mempunyai ciri-ciri
”baik tingkat kelahiran maupun tingkat kematian keduanya berada pada tingkat yang rendah.
Dengan demikian, laju pertumbuhan penduduk menjadi sangat kecil, bahkan dapat terjadi tidak
ada lagi pertumbuhan penduduk”
Pada fase terakhir yaitu fase posttransisi, dimana pendidikan yang didapatkan oleh
setiap masyarakat sudah sangat tinggi, pengetahuan yang dimiliki pun bertambah dengan pesat.
Banyak penemuan –penemuan baru di segala bidang. Kualitas kesehatan dan bidang-bidang
lainnya sangat meningkat. Peningkatan teknologi menyebabkan semua kebutuhan yang
diperlukan tersedia dalam suau tempat. Orang-orang idak perlu lagi bepergian ke tempat-tempat
yang jauh untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini menyebabkan mobilitas penduduk pada masa
itu sangat rendah.

H. Permasalahan kependudukan berkaitan dengan mobilitas penduduk


Berbagai jenis migrasi yang terjadi membawa dampak yang berbeda-beda bagi masyarakat asal
maupun masyarakat tujuan.
1) Migrasi internasional
1. Dampak negatif adanya imigrasi dan cara penanggulangannya
a. Masuknya budaya-budaya asing yang tidak sesuai Makin banyak orang asing yang masuk ke
Indonesia berarti makin banyak pula budaya yang masuk. Karena orang-orang asing tersebut
juga membawa budaya Negara asalnya yang sudah melekat. Banyak budaya asing yang tidak
sesuai dengan budaya asli bangsa Indonesia. Hal tersebut lambat laun dapat merusak budaya
bangsa Indonesia. Contohnya adalah sikap konsumtif dan pergaulan bebas. Untuk mengatasi
dampak negatif tersebut, kita harus menjaga budaya bangsa agar tidak terpengaruh dengan
budaya luar. Di samping itu penduduk juga harus bersikap selektif dan mempertebal keimanan
dan ketakwaan sehingga terhindar dari budaya-budaya yang bertentangan dengan nilai agama
dan budaya bangsa. Pemerintah juga dapat berperan dengan menciptakan iklim kondusif bagi
berkembangnya budaya-budaya daerah dan nasional, seperti dengan menetapkan undang-undang
dan kebijakan-kebijakan yang mendukung upaya pelestarian nilai dan budaya bangsa.
b. Masuknya orang-orang asing yang bermasalah. Imigran-imigran yang masuk ke Indonesia tidak
semuanya berniat baik. Ada kalanya beberapa di antara imigran tersebut mempunyai tujuan yang
tidak baik, seperti mengedarkan narkoba, menjual barang-barang ilegal, melarikan diri dari
jeratan hukum di negaranya (buronan), untuk melakukan kegiatan memata-matai, dan lain-lain.
Hal tersebut sangatlah mengganggu bagi kestabilan politik, ekonomi, sosial, dan budaya
Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan ketahanan nasional yang tinggi dengan
melibatkan semua elemen bangsa. TNI dan Polri perlu meningkatkan kewaspadaan penjagaan
terutama di daerah-daerah perbatasan dan melakukan pemeriksaan rutin dan disiplin terhadap
imigran (WNA). Pemerintah melalui petugas keimigrasian dan bea cukai menerapkan aturan
yang ketat dan disiplin dalam membuat ijin, memeriksa, dan menindak imigran beserta barang-
barang yang masuk ke Indonesia. Masyarakat dapat bertindak proaktif dengan melaporkan ke
pihak yang berwajib jika melihat kejanggalan-kejanggalan yang berkaitan dengan imigran
(WNA).
2. Dampak negatif adanya emigrasi dan cara penanggulangannya
a. Keengganan orang-orang Indonesia di luar negeri untuk kembali ke Indonesia. Banyak orang
Indonesia yang bekerja di luar negeri enggan untuk kembali ke Indonesia. Mereka beralasan
bahwa upah pekerja di luar negeri lebih tinggi bila dibandingkan dengan di Indonesia. Selain itu,
juga suasana dan kehidupan di luar negeri dianggap lebih kondusif. Keengganan para pekerja
tersebut terutama tenaga ahli untuk kembali ke Indonesia dapat mengurangi tenaga ahli di
Indonesia. Usaha untuk menanggulangi hal tersebut dapat dilakukan dengan memperkokoh rasa
nasionalisme. Juga dapat dilakukan dengan menciptakan iklim dalam negeri yang kondusif,
terutama dalam dunia industri dan investasi, sehingga memicu membaik dan meningkatnya
kehidupan ekonomi masyarakat.
b. Rusaknya citra Indonesia di mata negara lain. Rusaknya citra Indonesia di mata negara lain
disebabkan oleh ulah orang-orang Indonesia di negara lain yang tidak bertanggung jawab, seperti
melakukan tindak kejahatan di negara lain, buron yang lari ke negara lain, dan lain-lain. Untuk
menanggulangi masalah tersebut dapat dilakukan oleh pemerintah melalui pihak keimigrasian
untuk lebih memperketat perijinan pengajuan paspor/visa ke negara lain.
Pemerintah juga bisa menjalin kerja sama secara baik dengan aparat-aparat yang berwenang
negara lain ataupun membuat kebijakan-kebijakan dan perjanjian-perjanjian dengan Negara lain,
misalnya perjanjian ekstradisi dan lain-lain.
2) Migrasi nasional
Migrasi nasional antara lain transmigrasi dan urbanisasi.
1. Dampak negatif adanya transmigrasi dan cara penanggulangannya
a. Memerlukan banyak biaya. Program transmigrasi terutama yang bukan swakarsa memerlukan
banyak biaya. Biaya-biaya tersebut untuk pemberangkatan sejumlah transmigran dan pembukaan
lahan baru. Untuk menanggulangi masalah tersebut pemerintah dapat memprioritaskan
transmigrasi swakarsa, sehingga biaya ditanggung oleh transmigran sendiri. Adapun pemerintah
hanya
sebatas menyediakan lahan baru saja. Namun untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar
melakukan transmigrasi swakarsa bukanlah pekerjaan yang mudah. Oleh karena itu pemerintah
harus senantiasa memberikan penyuluhanpenyuluhan pada masyarakat.
b. Sering timbulnya konflik antarmasyarakat Masyarakat setempat, khususnya masyarakat tujuan
transmigrasi yang berada di pedalaman sangat sulit menerima pendatang baru, apalagi mereka
menganggap bahwa transmigran mengambil lahan garapan mereka. Hal tersebut seringmemicu
kecemburuan antara masyarakat setempat terhadap para transmigran, bahkan di antara mereka
sering terjadi konflik. Untuk menanggulangi masalah tersebut perlu dilakukan penyuluhan dan
pembinaan terhadap masyarakat setempat di daerah tujuan transmigrasi. Di samping itu, juga
diberikan bantuan berupa fasilitas-fasilitas yang serupa yang diberikan pada para transmigran
sehingga dapat meminimalisir kecemburuan sosial. Pemerintah juga bisa mengadakan forum
bersama yang mempertemukan antara masyarakat setempat dan para transmigran, sehingga lebih
mempererat hubungan di antara mereka.
2. Dampak urbanisasi dan upaya penanggulangannya
Urbanisasi yang terus menerus berlangsung dapat meningkatkan
jumlah penduduk di kota dengan cepat. Di sisi lain jumlah penduduk di desa makin berkurang.
Hal ini menyebabkan ketimpangan pembangunan dan ketimpangan sosial antara desa dengan
kota.
a. Dampak negatif urbanisasi bagi kota

 Meningkatnya jumlah pengangguran. Urbanisasi mengakibatkan, persaingan kerja makin


tinggi dan kesempatan kerja makin kecil, sehingga orang sulit mencari pekerjaan.
 Meningkatnya angka kriminalitas. Kebutuhan hidup di kota sangatlah kompleks, namun
usaha pemenuhannya kian sulit. Hal itulah yang membutakan mata sebagian orang,
sehingga nekat menghalalkan segala cara demi memenuhi kebutuhan, seperti merampok,
menipu, mencuri korupsi, dan lain-lain.
 Munculnya slum area (daerah kumuh). Dengan adanya urbanisasi menjadikan lahan
pemukiman

makin sempit. Jumlah lahan yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah penduduknya, sehingga
sulit untuk mencari lahan untuk mendirikan rumah. Meskipun ada, lahan tersebut harganya
sangat mahal, karena banyak orang yang menginginkannya. Mahalnya harga tanah tersebut
menjadikan masyarakat tidak mampu membeli. Akhirnya mereka lebih memilih tinggal di
kolong jembatan, bantaran sungai, membuat rumah kardus, bahkan ada yang tinggal di daerah
pemakaman.
b. Dampak negatif bagi desa
Urbanisasi ternyata membawa pengaruh yang besar bagi masyarakat di desa. Pembangunan dan
dinamisasi desa menjadi menurun. Hal tersebut disebabkan karena:

 Tenaga terampil di desa berkurang karena berpindah ke kota.


 Penduduk desa yang bersekolah di kota umumnya enggan kembali ke desa.
 Tenaga yang tertinggal di desa, umumnya orang-orang tua yang sudah tidak terampil dan
produktif lagi. Untuk menanggulangi atau bahkan mencegah munculnya dampak-dampak
negatif urbanisasi tersebut, perlu diupayakan untuk menekan dan memperkecil laju
urbanisasi. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan:

1. Pemerataan pembangunan industri sampai ke desa-desa.


2. Pembangunan infrastruktur jalan ke desa-desa, sehingga memperlancar hubungan desa
dengan kota.
3. Mengoptimalkan usaha pertanian, sehingga tingkat pendapatanmasyarakat desa.
4. Pembangunan fasilitas umum di desa, seperti listrik, puskesmas, sekolah, pasar, dan lain-
lain.
Kependudukan - Teori Kependudukan dan Transisi Demografi

08.32 No comments
Tugas Makalah Kependudukan dan Kesehatan Ibu Anak
Teori Kependudukan dan Transisi Demografi

Oleh :

Ahrytul Syahrida Aliem 70200114041


Rahmawati. SM 70200114049
Syamsinar 70200114053
Nur Windy 70200114067
Mahfud Noor Husaini 70200114069
Jurusan Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar
2015
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah subhanahu wata’ala yang senantiasa
melimpahkan rahmat-Nya,ridho-Nya dan nikmat-Nya kepada kita semua,terutama nikmat
Islam.Begitu banyak orang diluar sana yang masih mencari-cari ketenangan dalam hidupnya
namun belum menemukan ketenangan itu, menghabiskan uang-uang mereka hanya untuk
mendapatkan ketengangan walau hanya beberapa jam saja.Namun ketenangan itu tidaklah kekal,
hanya sementara saja.
Patutlah kita mengucapkan Alhamdulillah kita lahir dari orang tua-orang tua yang
memeluk agama yang mulia ini yaitu agama Islam.Dengan berdzikir kepada Allah,mengingat
kepadanya dan melakukan segala perintah serta menjauhi larangan akan membuat hati menjadi
tenang.Kemudian, shalawat kita ucapkan kepada baginda Rasulullah Sallaulahu’aliahi
wasallam,keluarga dan sahabat beliau yang telah menegakkan kalimat tauhid dan telah
menegakkan Islam hingga saat sekarang ini.
Alhamdulillah, tugas yang diberikan kepada kami dalam mata kuliah
“Kependudukan dan Kesehatan Ibu Anak” telah kami selesaikan.Dalam makalah ini kami diberi
tugas menjelaskan Teori Kependudukan dan Transisi Demografi . Dalam makalah ini kami
mencoba untuk memberikan penjelasan tentang teori-teori dalam kependudukan dan transisi
demografi. Semoga Allah Azza Wajalla merahmati kita dan memudahkan kita dalam
memperoleh ilmu.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada ibu dosen selaku pemberi tugas dan
pengajar kami, tempat kami untuk memperoleh ilmu dan meminta saran yang bersifat
membangun dalam makalah maupun pelajaran kami, dan kami juga ucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari jika dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu,dengan hati yang terbuka kami mengharapkan adanya kritik serta
saran yang konstruktif guna kesempurnaan makalah ini. Demikian makalah ini kami susun,
apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dan banyak terdapat kekurangan, kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya.Semoga bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh

Makassar,7 September 2015

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................ ii

I. PENDAHULUAN................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1

1.2 Maksud dan Tujuan................................................................................. 1

II. POKOK PERMASALAHAN............................................................... 2

III. PEMBAHASAN..................................................................................... 3

2.1 Teori-teori Kependudukan.........................................................................3

2.2 Transisi Demografi.................................................................................... 9

IV. PENUTUP................................................................................................13

3.1 Kesimpulan................................................................................................. 13

3.2 Saran............................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, berbicara tentang laju pertumbuhan penduduk dunia sangat meningkat
dengan cepat. Pada tahun 1650 jumlah penduduk negara-negara eropa, amerika serikat, amerika
tengah dan amerika selatan sebesar 113 juta jiwa, pada tahun 1750 menjadi 152,4 juta, dan
kemudian pada tahun 1850 menjadi 325 juta jiwa. Jadi, dalam dua abad jumlahnya menjadi 3
kali lipat. Sedangkan untuk benua asia afrika dalam jangka waktu yang sama jumlah
penduduknya hanya berubah 2 kali banyaknya.
Tingginya laju pertumbuhan penduduk di beberapa bagian dunia ini menyebabkan jumlah
penduduk meningkat dengan cepat. Di beberapa bagian dunia ini telah terjadi kemiskinan dan
kekurangan pangan. Fenomena ini menggelisahkan beberapa ahli, dan masing-masing dari
mereka berusaha mencari faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan tersebut. Kalau faktor-
faktor penyebab tersebut telah diketemukan maka masal;ah kemiskinan akan dapat diatasi.
Umumnya para ahli dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari
penganut aliran Malthusian. Aliran malthusian dipelopori oleh Thomas Robert Malthus, dan
aliran Neo malthusan dipelopori oleh Garreth Hardin dan Paul Ehrlich. Kelompok kedua terdiri
dari penganut aliran Marxist yang dipelopori oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Kelompok
ketiga terdiri dari pakar-pakar teori kependudukan mutakhir yang merupakan reformulasi teori-
teori kependudukan yang ada.
Untuk dapat memahami keadaan kependudukan di suatu daerah atau negara maka perlu
didalami kajian demografi. Demikian halnya yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. Untuk
dapat menyelenggarakan pelayanan atau program kesehatan maka terlebih dahulu harus mampu
memahami keadaan di daerah atau negara tersebut. Keadaan yang dimaksud ialah keadaan
kesehatan, sosial ekonomi, kebudayaan, lingkungan atau jumlah kepadatan penduduk.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengertian kependudukan.
2. Mengetahui teori-teori kependudukan.
3. Mengetahui transisi kependudukan dari dulu hingga saat ini.

BAB II
POKOK PERMASALAHAN

Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kependudukan ?
2. Apa saja teori-teori kependudukan ?
3. Bagaimana transisi kependudukan dari dulu hingga saat ini?
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Kependudukan


Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia. Jadi, apakah kependudukan itu? Kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan
dengan jumlah, struktur, umur, jenis kelamin, agama, kelahiran, perkawinan, kehamilan,
kematian, persebaran, mobilitas dan kualitas serta ketahanannya yang menyangkut politik,
ekonomi, sosial, dan budaya.

Pengelolaan kependudukan dan pembangunan keluarga adalah upaya terencana untuk


mengarahkan perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga untuk mewujudkan
penduduk tumbuh seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk pada seluruh dimensi
penduduk. Perkembangan kependudukan adalah kondisi yang berhubungan dengan perubahan
keadaan kependudukan yang dapat berpengaruh dan dipengaruhi oleh keberhasilan
pembangunan berkelanjutan.

3.2 Teori-Teori Kependudukan


a. Aliran Malthusian dan Neo-Malthusian
1. Aliran Malthusian
Aliran ini dipelopori oleh Thomas Robert Malthus, seorang pendeta Inggris, hidup pada tahun
1766 hingga tahun 1834. Pada permulaan tahun 1798 lewat karangannya yang berjudul : “Essai
on Principal of Population as it effect the Future Improvement of Society, with Remarks on the
Speculations of Mr. Godwin, M. Condorcent and other writers”, menyatakan bahwa penduduk
(seperti juga tumbuh-tumbuhan dan binatang) apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang
biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini
(Weeks, 1992).
Tingginya pertumbuhan penduduk ini disebabkan karena hubungan kelamin antara laki-laki
dan perempuan tidak bisa dihentikan. Disamping itu Malthus berpendapat bahwa manusia untuk
hidup memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan bahan makanan jauh lebih
lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan
terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan.
Inilah sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia. Hal ini jelas diuraikan oleh Malthus
sebagai berikut:
… Human species would increase as the number 1, 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, 256, and the
substance as 1,2,3,4,5,6,7,8,9. In two centuries the population would be to the means of
subsistance as 236 to 9; in three centuries as 4096 to 13 and in two thousand years the difference
would be almost incalculable… (Malthus, edisi Fogarty, 1948).
Seperti telah disebutkan diatas, untuk dapat keluar dari permasalahan kekurangan pangan
tersebut, pertumbuhan penduduk harus dibatasi. Menurut Malthus pembatasan tersebut, dapat
dilaksanakan dengan dua cara yaitu preventive checks, dan positive checks. Preventive checks
ialah pengurangan penduduk melalui penekanan kelahiran. Preventive checks dapat dibagi
menjadi dua, yaitu: moral restraint dan vice. Moral restraint (pengekangan diri) yaitu segala
usaha untuk mengekang nafsu seksual, dan vice pengurangan kelahiran seperti: pengguguran
kandungan, penggunaan alat-alat kontrasepsi, homoseksual, promiscuity, adultery. Bagi Malthus
moral restraint merupakan pembatasan kelahiran yang paling penting, sedangkan penggunaan
alat-alat kontrasepsi belum dapat diterimanya (Yaukey, 1990).
Tabel 2.1
Pembatasan Pertumbuhan Penduduk

Sumber : Weeks, 1992 yang disesuaikan


Positive checks adalah pengurangan penduduk melalui proses kematian. Apabila suatu
wilayah jumlah penduduk melebihi jumlah persediaan bahan pangan, maka tingkat kematian
akan meningkat mengakibatkan terjadinya kelaparan, wabah penyakit dan lain sebagainya.
Proses ini akan terus berlangsung sampai jumlah penduduk seimbang dengan persediaan bahan
pangan.
Positive checks dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu: vice dan misery. Vice (kejahatan) ialah
segala jenis pencabutan nyawa sesama manusia seperti pembunuhan anak-anak (infancitide),
pembunuhan orang-orang cacat, dan orangorang tua. Misery (kemelaratan) ialah segala keadaan
yang menyebabkan kematian seperti berbagai jenis penyakit dan epidemic, bencana alam,
kelaparan, kekurangan pangan dan peperangan.
Pendapat Malthus banyak mendapat tanggapan para ahli dan menimbulkan diskusi yang terus
menerus. Pada umumya gagasan yang dicetuskan Malthus dalam abad ke-18 pada masa itu
dianggap sangat aneh. Asumsi yang mengatakan bahwa dunia akan kehabisan sumber daya alam
karena jumlah penduduk yang selalu meningkat, tidak dapat diterima oleh akal sehat. Dunia baru
( Amerika, Afrika, Australia, dan Asia) dengan sumber daya alam yang berlimpah, baru saja
terbuka untuk para migran dari dunia lama (misalnya Eropa Barat). Mereka mempekirakan
bahwa sumber daya alam di dunia baru tidak akan dapat dihabiskan. Beberapa kritik terhadap
teori Malthus adalah sebagai berikut:
a. Malthus tidak memperhitungkan kemajuan-kemajuan transportasi yang menghubungkan daerah
satu dengan yang lain sehingga pengiriman bahan makanan ke daerah-daerah yang kekurangan
pangan mudah dilaksanakan. 2. Dia tidak memperhitungkan kemajuan yang pesat dalam bidang
teknologi, terutama dalam bidang pertanian. Jadi produksi pertanian dapat pula ditingkatkan
secara cepat dengan mempergunakan teknologi baru.
b. Malthus tidak memperhitungkan usaha pembatasan kelahiran bagi pasanganpasangan yang
sudah menikah. Usaha pembatasan kelahiran ini telah dianjurkan oleh Francis Place pada tahun
1822. (Flew, 1976)
c. Fertilitas akan menurun apabila terjadi perbaikan ekonomi dan standard hidup penduduk
dinaikkan. Hal ini tidak dapat diperhitungkan oleh Malthus.

2. Aliran Neo-Malthusians
Pada akhir abad ke-19 dan permulaaan abad ke-20, teori Malthus mulai diperdebatkan lagi.
Kelompok yang menyokong aliran Malthus tetapi lebih radikal disebut dengan kelompok Neo-
Malthusianism. Kelompok ini tidak sependapat dengan Malthus bahwa dengan mengurangi
jumlah penduduk cukup dengan moral restraint saja. Untuk keluar dari perangkap Malthus,
mereka menganjurkan menggunakan semua cara-cara “preventive checks” misalnya dengan
penggunaan alat-alat kontrasepsi untuk mengurangi jumlah kelahiran, pengguguran kandungan
(abortions). Paul Ehrlich mengatakan:
…The only way to avoid that scenario is to bring the birth rate under control-perhaps even by
force (week, 1992)
Paul Ehrlich (1971) dalam bukunya “The Population Bomb” ambarkan penduduk dan
lingkungan yang ada di dunia ini sebagai dunia ini telah terlalu banyak manusia. Keadaan bahan
makanan terbatas, karena terlalu banyak manusia di dunia dan juga lingkungan sudah banyak
yang rusak dan tercemar.
Pada tahun 1972 Meadow menulis buku “The Limit to Growth” memuat ungan variabel
lingkungan, yaitu penduduk, produksi pertanian, Industri, eraaya alarn, dan polusi. Pada waktu
persediaan sumberdaya alam masih maka bahan makanan per kapita, hasil industri dan penduduk
bertambah dan cepat. Pertumbuhan ini akhimya menurun sejalan dengan menurunnya persediaan
makanan. Walaupun begitu malapetaka itu akan terjadi, atau manusa ini membatasi
pertumbuhannya dan mengeola Iingkungan alam dengan baik (Jones, 1981)

b. Aliran Marxis
Marx dan Engels tidak sependapat dengan yang menyatakan bahwa apabIa tidak
diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan kekuranqan bahan
pangan. Menurut Marx tekanan penduduk di suatu negara bukannya tekanan penduduk terhadap
bahan pangan, tetapi tekanan penduduk terhadap kesempatan kerja. Kaum Kapitalis membeli
mesin-mesin untuk menggantikan pekerjaanyang dilakukan oleh buruh. Jadi penduduk yang
melarat tidak disebabkan oleh kekurangan bahan makanan, karena kaum Kapitalis mengambil
sebagian pendapatan mereka. Untuk mengatasi hal-hal tersebut maka struktur masyarakat harus
dirubah dan sistim kapitalis dengan sistem sosialis.

c. Beberapa Teori Kependudukan Mutakhir


Pada akhir abad ke.19 dan awal abad ke-20 diadakan reformulasi kembali teori kependudukan
terutama teori Maithus dan Marx yang merupakan rintisan teori kependudukan mutakhir. Teori
ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Teori Fisiologis dan Sosial Ekonomi
1) John Stuart Mill
John Stuart Mill, seorang ahli filsafat dan ahli ekonomi berkebangsaan Inggris menerima
pendapat Maithus bahwa laju pertumbuhan penduduk melampaui laju pertumbuhan bahan
makanan sebagai aksioma. Pada situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi perilaku
demografinya. Apabila produktivitas seseorang tinggi Ia cenderung ingin mempunyai keluarga
kecil, dengan fertilitas rendah. Jadi standard hidup merupakan determinan fertilitas. Kalau pada
suatu waktu di suatu wilayah terjadi kekurangan pangan, maka keadaan itu hanya bersifat
sementara saja. Ada dua macam pemecahan, yaitu mengimport bahan makanan atau
memindahkan penduduk ke wilayah lain. Tinggi rendahnya tingkat kelahiran ditentukan oleh
manusia itu sendiri. Mill menyarankan untuk meningkatkan keadaan sosial ekonomi kaum
miskin dengan jalan meningktkan pendidikan penduduk. Maka secara rasional mereka
mepertimbangkan perlu tidaknya menambah anak. Umumnya perempuan tidak menghendaki
anak yang banyak, apabila kehendak mereka diperhatikan mafra tingkat kelahiran akan rendah.
2) Arsene Dumont
Arsene Dumont adalah ahli demografi bangsa Perancis, yang hidup pada abad ke-19. Pada
tahun 1890 menyajikan teori kapilaritas sosial. Kapilaritas sosial mengacu pada seseorang yang
ingin mencapai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat. Konsep ini mengacu atas analogi
bahwa cairan akan naik pada sebuah pipa kapiler. Untuk dapat mencapai kedudukan yang tinggi
dalam masyarakat, keluarga yang besar merupakan beban yang berat dan menjadi perintang.
Teori kapilaritas sosial dapat berkembang dengan baik pada negara demokrasi. Dimana setiap
individu mempunyai kebebasan untuk memperoleh kedudukan yang Iebih tinggi di masyarakat.
Di Negara Perancis pada abad ke-19 sistem demokrasi berjalan dengan baik, setiap orang
berlomba-lomba mencapal kedudukan yang tinggi sehingga angka kelahiran turun dengan cepat.
3) Emile Durkeim
Emile Durkeim adalah ahli sosiologi Perancis yang hidup pada akhir abad ke-19. Durkeim
menekankan perahatiannya kepada keadaan akibat dan adanya pertumbuhan penduduk yang
tinggi, akan timbul persaingan di antara penduduk untuk dapat mempertahankan hidup. Dalam
usaha memenangkan persaingan setiap orang berusaha untuk meningkatkan pendidikan dan
ketrampilan dan mengambil spesialisasi tertentu. Masyarakat tradisional tidak terdapat
persaingan yang ketat dalam memperoleh pekerjaan, tetapi pada masyarakat Industri akan terjadi
sebaliknya, karena pada masyarakat Industri tingkat pertumbuhan dan kepadatannya tinggi.
4) Michael Thomas Sadler dan Doubleday
Kedua ahli ini adalah penganut teori fisiologis. Sadler mengemukakan bahwa daya reproduksi
manusia dibatasi jumlah penduduk yang ada di suatu negara atau wilayah.Jika kepadatan
penduduk tinggi, daya reproduksi manusia akan menurun, sebaliknya jka kepadatan pendudduk
rendah, daya reproduksi manusia akan meningkat. Teori Doubleday hampir sama dengan teori
Sadler, hanya titik tolaknya berbeda. Kalau Sadler mengatakan bahwa daya reproduksi penduduk
berbanding terbalik dengan tingkat kepadatan penduduk, maka Doubleday berpendapat bahwa
daya reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan bahan makanan yang tersedia. Jadi
kenaikan kemakmuran menyebabkan turunnya daya reproduksi manusia. Menurut Doubleday
kekurangan bahan makanan akan merupakan perangsang bagi daya reproduksi manusia, sedang
kelebihan pangan justru merupakan faktor pengekang perkembangan penduduk. Dalam
masyarakat berpendapatan rendah seringkali terdiri dan penduduk dngan keluarga besar,
sebaliknya orang yang mempunyai kedudukan balk biasanya jumlah keluarganya kecil.

5) Teori Teknologi.
Penganut Kelompok Teknologi yang Optimis Mereka beranggapan bahwa manusia dengan
ilmu pengetahuannya mampu melipatgandakan produksi pertanian. Mereka mampu mengubah
kembali barang-barang yang sudah habis dipakai, sampai akhirnya dunia ketiga mengakhiri
masda transisi demografinya. Dengan tingkat teknologi yang ada sekarang ini mereka
memperkirakan hahwa dunia ini dapat menampung 15 milyar orang dengan pendapatan melebihi
Amerka Serikat dewasa ini. Dunia tidak kehabisan sumberdaya alam, karena seluruh bumi ini
terdiri dari mineral-mineral. Proses pengertian dan recycling akan terus terjadi dan era ini disebut
dengan Era Substitensi.

3.3 Transisi Demografi


Berdasarkan Multilingual Demographic Dictionary (IUSSP, 1982), demografi mempelajari
penduduk (suatu wilayah) terutama mengenai jumlah, struktur (komposisi penduduk) dan
perkembangannya (perubahannya). Donald J Bogue di dalam bukunya yang berjudul “Principle
of Demography “ memberikan definisi demografi sebagai berikut : “Demografi adalah ilmu yang
mempelajari secara statistik dan matematika tentang besar, komposisi dan distribusi penduduk
dan perubahan-perubahannya sepanjang masa melalui bekerjanya 5 komponen demografi yaitu
kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), perkawinan, migrasi, dan mobilitas sosial.
Pada dasarnya transisi demografi menjelaskan tentang perubahan dari suatu situasi stasioner
di mana pertumbuhan penduduk nol atau pun sangat rendah sekali karena, baik tingkat fertilitas
maupun mortalitas sama-sama tinggi, menjurus ke keadaan di mana tingkat fertilitas dan
mortalitas sama-sama rendah, sehingga pertumbuhan penduduk kembali nol atau sangat rendah.
Dari stasioner pertama (fertilitas dan mortalitas tinggi ) menuju stasioner kedua ( fertilitas
dan mortalitas rendah ) mengalami dua tahap proses, yakni tahap kedua dan ketiga. Dan tahapan-
tahapan inilah yang disebut dengan transisi demografi.
Peralihan keadaan demografis tersebut dibagi menjadi 4 tingkat yang dapat lebih jelas dilihat
dari gambar berikut ini :
Dari gambar 2.1 diatas dapat dilihat bahwa transisi demografi di bagi atas empat tahap yaitu
I,II, III dan IV.
1. Pada transisi pertama di mana tingkat kelahiran dan tingkat kematian masih sama-sama tinggi
sekitar 40-50, sedangkan angka perumbuhan penduduk sangat rendah. Reproduksi atau kelahiran
tidak terkendali. Kematian bervariasi setiap tahunnya. Panen yang gagal, harga yang tinggi
menyebabkan kelaparan dan daya tahan tubuh terhadap penyakit yang sangat lemah. Ditambah
lagi dengan meluasnya penyakit menular, menyebabkan angka kematian tinggi.
2. Pada transisi ke dua dimana tingkat kematian menurun akibat diperbesarnya anggaran kesehatan
dan juga mulai adanya penemuan obat-obatan yang makin maju. Sementara itu angka kelahiran
tetap pada tingkat yang tinggi. Mengakibatkan tingkat pertumbuhan meningkat dengan pesatnya.
3. Pada transisi ke tiga , dimana tingkat kematian terus menurun tetapi tidak secepat pada tahap II.
Tingkat kelahiran mulai menurun akibat urbanisasi, pendidikan dan peralatan kontrasepsi yang
makin maju.
4. Pada tingkat ini kelahiran dan kematian mencapai tingkat yang rendah dan pertumbuhan
penduduk kembali lagi seperti pada kategori pertama yaitu mendekati nol.

Transisi demografi muncul dengan terjadinya banyak perubahan di masyarakat, juga


diantaranya adalah perubahan sosio-ekonomi yang berhubungan timbal balik dengan kesehatan.
Finlandia adalah contoh yang telah menyelesaikan transisi demografinya, tingkat kelahiran dan
kematiannya tinggi pada 1785-1790 yang kemudian semua ini menjadi rendah pada 1970-1976.
Finlandia menyelesaikan transisi demografinya dalam waktu lebih dari satu setengah malahan
mendekati dua abad. Bagaimana dengan Indonesia? Indonesia sedang mengalami transisi
demografi, dalam suasana pembangunan nasional yang berlangsung cepat. Data kependudukan
memang tidak lengkap.
Pada gambar tingkat kematian dan kelahiran yang masing-masing diukur dengan Crude
Death Riate (CDR) dan Crude Birth Rate (CBR), sangat tinggi pada sebelum 1930 atau
sebelumnya lagi yaitu sebelum tahun 1920-an. Dewasa ini angka harapan hidup bangsa
Indonesia (LE) cenderung bergerak dari 60 ke 70-an. Demikian pula dengan tingkat kesuburan,
TFR, dari sekitar 3 menuju 2. Transisi demografi Indonesia telah didahului dengan revolusi
penurunan kelahiran. NRR pada beberapa propinsi sedang mendekati 1, yaitu DI Yogyakarta,
Jawa Timur, DKI Jakarta dan Bali. Konon menyusul Sulawesi Utara. Dengan NRR(Net
Reproduction Rate) sama dengan satu, rata-rata seorang ibu setelah masa hidupnya akan diganti
oleh seorang anak perempuannya, dengan kata lain tidak ada pertumbuhan kelahiran pada
penduduk.
Pertanyaannya, apakah transisi demografi Indonesia dapat selesai pada tahun 2020-an? Pada
penghujung Pembangunan Jangka Panjang Tahap II nanti? Bila ini terjadi berarti transisi tersebut
berlangsung sekitar seabad; suatu transisi dengan percepatan. Bukankah itu suatu prestasi
pembangunan bangsa? Apakah demikian adanya? Situasi Indonesia yang Negara kepulauan,
sungguh sangat beraneka. Indonesia belum lagi menjadi Negara makmur. Mengikuti proyeksi
dan prediksi yang ada, apakah trnasisi itu dapat selesai dengan sendirinya, tanpa intervensi
kebijaksanaan pembangunan yang memadai? Telah banyak keberhasilan pembangunan diperoleh
pada masa lalu, namun tidak serta merta demikian pula pada masa depan. Dengan terbatasnya
kemampuan Negara dan bangsa, akankah nantinya masa transisi menjadi berkepanjangan?
Karenanya, Indonesia memerlukan konsep pembangunan nasional masa depan.
Kecenderungan mortalitas yang menurun dapat saja meningkat lagi, bila kemampuan masyarakat
menolong dirinya dan menopang keluarganya sendiri berkurang. Penurunan mortalitas di
Indonesia tidak akan berjalan lancar, mandeg, bila kesenjangan antar berbagai lapisan
masyarakat bertambah besar. Singkatnya, kematian yang meningkat dapat menginduksi
terjadinya peningkatan kelahiran baru. Penurunan fertilitas kemudian dapat berhenti atau malah
meningkat apabila keinginan jumlah anak yang dimiliki membesar lagi dan komitmen
pemerintah dan masyarakat pada masa mendatang menjadi kurang mendukung. Bila proses
transisi berkepanjangan, berarti masalah yang dihadapi masih berubah terus dan selalu
menghadapi masalah baru sementara yang lama masih ada terus. Beban untuk mendorong terus
roda pembangunan masih terus tinggi.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ada 3 kelompok ahli dalam merumuskan atau menggagaskan teori kependudukan.
1. Aliran Malthusian dan neo-malthusian
Malthusian berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk yang tinggi dengan ketersediaan
makanan/pangan yang terbatas lama kelamaan akan membuat ketersediaan pangan menjadi
berkurang, sehingga terjadi kemiskinan dan kemelaratan. Penduduk pertumbuhannya 2 kali lebih
cpt daripada pangan. Maka Thomas Robet Malthus menyarankan untuk melakukan pembatasan
penduduk dengan cara preventif check dan positive checks. Preventive check ada 2 yaitu moral
restraint (pengekangan diri) dan vice (usaha pengurangan kelahiran). Positive check ada 2 yaitu
vice (pengurangan penduduk/pencabutan nyawa) dan misery (keadaan yang menyebabkan
kematian). Tapi teori ini ada sebagian ahli yang tidak setuju karena : Malthus tidak
memperhitungkan kecepatan pengiriman, perkembangan teknologi dalam produksi makanan dan
juga jika ekonomi atau kualitas kehidupan penduduk baik bahkan tinggi, itu akan mengurangi
tingkat fertilitas penduduk. Malthusian lebih mengutamakan cara moral reistaint.
Neo-malthusian adalah pengikut dari malhtus yang berpendapat bahwa jika hanya dengan
cara moral reistaint saja itu tidak akan membuat dampak besar bagi penurunan jumlah penduduk,
maka kelompok ini berpendapat untuk mengontrol populasi penduduk menggunakan alat
kontrasepsi (metode vice)
2. Aliran Marxist
Aliran ini oleh Marx dan Engels tidak sependapat dengan pandangan Malthusian, bahwa
tingginya perubahan penduduk berdampak pada habisnya sumber daya (pangan). Kelompok ini
berpendapat, bahwa tingginya perubahan penduduk bukan berdampak pada sumber daya pangan
namun berdampak pada kesempatan kerja yang membuat terjadinya kemiskinan. Orang-orang
kapitalis yang memiliki perusahaan itulah yang membuat masyarakat miskin, mereka membeli
mesin-mesin untuk mempermudah dan mempercepat proses produksi. Mereka
mengeyampingkan penduduk yang banyak namun lapangan kerja yg makin sedikit, sehingga
sedikit saja penduduk yg dapat bertahan lalu jatuh miskin.
3. Teori Mutakhir
Merupakan teori reformulasi dari aliran Malthusian dan Marxist, teori ini di bedakan
menjadi 2 yaitu Fisiologis-sosial ekonomi dan teknologi. Teori Fisiologi-sosial ekonomi ada 4
tokoh :
a. Jhon Stuart Mill
Ia setuju dengan pendapat Malthus bahwa pertumbuhan penduduk yang tinggi akan membuat
pangan menjadi sedikit. Untuk mengatasi itu ia mengemukakan 2 cara yaitu mengimport bahan
pangan atau memindahkan sebagian penduduk ke wilayah lain.Ia juga berpendapat jika
produktivitas seseorang tinggi ia cenderung memiliki keluarga yg kecil, sebaliknya jika
produktivitas seseorang rendah ia cenderung tinggi. Mill berpendapat tinggi rendahnya tingkat
kelahiran ditentukan dari manusia itu sendiri. Mill menyarankan untuk meningkatkan kualitas
ekonomi penduduk dengan jalan pendidikan
b. Arsene Dumont
Arsene berpendapat bahwa untuk mengatasi tingginya petumbuhan penduduk, menggunakan
kapilaritas sosial. Dalam system kapitalis ini, orang-orang akan bersaing memperebutkan
kedudukan dalam pekerjaan dan sebagainya, tentunya keluarga yang besar akan menghambat
dalam mencampai hal tersebut, sehingga pertumbuhan penduduk menjadi menurun. Teori ini
berhasil di Negara demokrasi yang memiliki kebebasan memperoleh kedudukan lebih tinggi di
masyarakat.
c. Emile Durkeim
Ia menekankan pada akibat dari tinggi pertumbuhan penduduk, jika pertumbuhan tinggi maka
akan timbul persaingan untuk bertahan hidup. Dalam usaha memenangkan persaingan setiap
orang berusaha untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan. Masyarakat tradisional
persaingannya kecil,kemudian pada masyarakat industri persaingannya besar sehingga menunt
mereka untuk memiliki keluarga yang kecil.
d. Michael Thomas Sadler dan Doubleday
Sadler mengatakan jika kepadatan penduduk tinggi, maka usaha reproduksi manusia menjadi
kecil, begitupun sebaliknya. Sedangkan Doubleday hampir sama dengan sadler hanya saja titik
tolaknya berbeda, ia bertolak pada bahan makanan. Ia berpendapat bahwa daya reproduksi
penduduk berbanding terbalik dengan bahan makanan. Jadi kenaikan kemakmuran menyebabkan
turunnya daya reproduksi manusia.

Sedangkan teori teknologi yaitu mereka berpendapat bahwa dengan kemajuan teknologi akan
melipatgandakan produksi pertanian. Mereka mampu mengubah kembali barang-barang yang
habis dipakai. Dunia tidak kehabisan sumber daya karena seluruh bumi terdiri dari mineral-
mineral dan jika dilakukan juga recycling terus menerus.
Pada dasarnya transisi demografi,menjelaskan tentang perubahan dari suatu situasi
stasioner di mana pertumbuhan penduduk nol atau pun sangat rendah sekali karena, baik tingkat
fertilitas maupun mortalitas sama-sama tinggi, menjurus ke keadaan di mana tingkat fertilitas
dan mortalitas sama-sama rendah, sehingga pertumbuhan penduduk kembali nol atau sangat
rendah.
Dari stasioner pertama (fertilitas dan mortalitas tinggi ) menuju stasioner kedua ( fertilitas
dan mortalitas rendah ) mengalami dua tahap proses, yakni tahap kedua dan ketiga. Dan tahapan-
tahapan inilah yang disebut dengan transisi demografi.

4.2 Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada
saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada kami.

Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena kami
adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, Alfa dan lupa.

Wabillah Taufik Walhidayah


Wassalamu'alaikumWr.Wb.
Daftar Pustaka
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/685/1559
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23173/4/Chapter%20II.pdf
Mantra,ida bagoes. 2000. Demografi umum. Yogyakarta: pustaka pelajar offset.

Anda mungkin juga menyukai