Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting karena
pendidikan mempunyai tugas untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM)
bagi pembangunan bangsa dan negara. Peningkatan kualitas sumber daya
manusia merupakan salah satu penekanan dari tujuan pendidikan. Upaya
pemerintah dalam meingkatkan kualitas pendidikan dengan cara melakukan
revisi terhadap kurikulum yang akhirnya berdampak pada proses pembelajaran
dan berujung pada hasil belajar.
Purwanto (2006) dalam Simatupang 2017, mengatakan bahwa ada
beberapa faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar pada setiap
orang, di antaranya faktor dari luar diri individu (eksternal) dan faktor dari
dalam diri (internal). Adapun faktor dari luar diri individu (eksternal) antara
lain lingkungan (alam dan sosial), instrumental (kurikulum/ bahan pelajaran,
guru, sarana dan prasarana, adminitrasi/ manajemen). Sedangkan faktor dari
dalam diri (internal) antara lain fisiologis (kondisi fisik dan panca indera) dan
psikologis (bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif).
Permasalahan pendidikan yang terjadi di Indonesia masih pada tahap
partisipasi siswa di sekolah, pemerintah masih fokus untuk anak bersekolah
saja belum sampai bagaimana menekankan kualitas pembelajaran. Padahal
jika tingkat partisipasi yang tinggi tidak diimbangi dengan pembelajaran yang
bermakna maka tujuan pembelajaran yang diharapkan pun tidak akan
mencapai maksimal. Maka diperlukanlah inovasi pembelajaran dengan
perkembangan IPTEK guru dengan mudah mencari refrensi untuk membantu
dalam pembelajaran. Perkembangan IPTEK juga mampu memudahkan siswa
untuk belajar seperti mencari informasi tentang tugas yang belum di mengerti.
Dewasa ini begitu pesatnya IPTEK yaitu perkembangan teknologi saat ini
berdampak pada prilaku negatif anak dalam belajar. Siswa cenderung merasa
memudahkan segala urusan karena beranggapan semuana mudah dicari dalam
internet. padahal tidak semua pengetahuan dapat dipahami begitu saja melalui
teknologi atau internet. misalnya pembelajaran matematika diperlukan latihan

1
secara terus-menerus untuk melatih kemampuan menghitungnya. Terkadang
siswa juga lalai akan tugasnya karena terlalu asik berselancar di internet.
Kemampuan meregulasi diri bagi siswa dapat sangat efektif berdampak pada
hasil belajar karena secara psikologis siswa dapat memilih hal yang harus
didahulukan maupun hal yang dianggap belum penting. Demikian pula guru
jika memiliki regulasi diri yang baik mampu memotivasi diri untuk berpikir
maju adaptasi akan perkembangan zaman karena dewasa ini guru yang sudah
tua cenderung merasa kurang motivasinya karena menggangg sudah tidak
mampu lagi mengiringi perkembangan zaman
Maka untuk menanggulangi hal tersebut diperlukan model pembelajaran
yang dapat memaksa guru dan siswa untuk belajar mandiri sehingga mampu
meregulasi dirinya. Model yang tepat untuk melakukan hal tersebut adalah
model self-regulated learning. Bandura dalam (Rohmah, 2015) mendefinisikan
self-regulated learning sebagai suatu keadaan dimana individu yang belajar
sebagai pengendali aktivitas belajarnya sendiri, memonitor motivasi dan
tujuan akademik, mengelola sumber daya manusia dan benda, serta menjadi
perilaku dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksana dalam proses
belajar. Model ini secara teoritis dapat meregulasi diri siswa mamupun guru
untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai hal ini dibuktikan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Shofiyatul tahun 2016 berjudul Self Regulated Learning
Salah Satu Modal Kesuksesan Belajar dan Mengajar. Siswa-siswa akan sukses
belajarnya jika memperoleh prestasi belajar yang baik bila dia menyadari,
bertanggung jawab, dan mengetahui cara belajar yang efesien, Jika siswa
tersebut yang belajar dengan regulasi diri (self-regulated learner). Bagi
seorang guru self regulated learning (SRL) juga dibutuhkan. Guru dituntut
untuk mengembangkan diri dan profesionalismenya dengan belajar mandiri
untuk memecahkan permasalahan di kelas. Secara mandiri guru dapat
mencoba metode, strategi maupun model pembelajarannya sendiri untuk dapat
mengatasi permasalahan pembelajaran di kelasnya, atau bekerja secara
kolaboratif dengan guru lain atau peneliti bidang pendidikan untuk
menemukan solusi dari masalah-masalah pembelajarannya, hal ini merupakan
kesuksesan guru dalam mengajar.

2
Makalah ini mencoba menyajikan deskripsi self-regulated learning,
hubungannya dengan motivasi belajar, dan mampu mensukseskan
pembelajaran. Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu
sumber dalam rangka melakukan inovasi pembelajaran khususnya dalam
model self-regulated learning.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan Self-regulated Learning?
2. Bagaimana Hubungan Motivasi Belajar dengan Self-regulated learning ?
3. Bagaimana Self-regulated learning dalam Modal Kesuksesan
Pembelajaran ?
1.3 Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah maka adapun tujuan pembahasan sebagai
berikut.
1. Untuk mengetahui Self-regulated Learning.
2. Untuk mengetahui Hubungan Motivasi Belajar dengan Self-Regulated
Learning.
3. Untuk mengetahui Self-regulated learning dalam Modal Kesuksesan
Pembelajaran.
1.4 Manfaat Pembahasan
1. Manfaat Teoritis
Makalah ini dapat bermanfaat sebagai kajian teori untuk
mengembangkan pembelajaran dengan model self-regulated learning
2. Manfaat Praktis
Makalah ini dapat bermanfaat sebagai refrensi guru untuk
memvariasikan model pembelajaran, dan membantu meregulasi diri guru
dan siswa.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Self-Regulated Learning
2.1.1 Pengertian Self-Regulated Learning
Bandura dalam (Rohmah, 2015) mendefinisikan self-regulated learning
sebagai suatu keadaan dimana individu yang belajar sebagai pengendali aktivitas
belajarnya sendiri, memonitor motivasi dan tujuan akademik, mengelola sumber
daya manusia dan benda, serta menjadi perilaku dalam proses pengambilan
keputusan dan pelaksana dalam proses belajar. Lebih lanjut Santrock (2008BAB2)
mendefinisikan Self-regulated learning atau pembelajaran regulasi diri adalah
memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk
mencapai tujuan. Senada dengan hal tersebut Ormrod (2009) menambahkan self-
regulated learning adalah pengaturan terhadap proses-proses kognitif sendiri agar
belajar sukses.
Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan self-regulated
learning adalah Suatu keadaan dalam proses kognitif agar belajar lebih sukses
dengan melakukan pengendalian aktivitas belajar mandiri, memotivasi dan
mengelola diri sendiri dan benda yang bertujuan untuk pengambilan keputusan
dan pelaksana dalam proses belajar. Kemampuan meregulasi diri bagi siswa dapat
sangat efektif berdampak pada hasil belajar karena secara psikologis siswa dapat
memilih hal yang harus didahulukan maupun hal yang dianggap belum penting.
Demikian pula guru jika memiliki regulasi diri yang baik mampu memotivasi diri
untuk berpikir maju adaptasi akan perkembangan zaman karena dewasa ini guru
yang sudah tua cenderung merasa kurang motivasinya karena menggangg sudah
tidak mampu lagi mengiringi perkembangan zaman contohnya IPTEKS. Padahal
jika guru mau untuk meregulasi dirinya hal tersebut tidak akan terjadi.
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Regulated Learning
Menurut Stone, Schunk & Swartz (Cobb, 2003 dalam Fasikhah, 2013)
self-regulated learning, dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu keyakinan diri
(self-efficacy), motivasi dan tujuan.

4
a. Self-efficacy, mengacu pada kepercayaan seseorang tentang
kemampuan dirinya untuk belajar atau melakukan keterampilan pada
tingkat tertentu.
b. Motivasi, menurut Bandura (Cobb, 2003) merupakan sesuatu yang
menggerakkan individu pada tujuan, dengan harapan akan
mendapatkan hasil dari tindakannya itu dan adanya keyakinan diri
untuk melakukannya.
c. Tujuan, merupakan kriteria yang digunakan individu untuk memonitor
kemajuan belajarnya.
Ketiga faktor tersebut di atas, yakni self-efficacy, tujuan, dan motivasi
saling berhubungan dengan SRL. Self-efficacy merefleksikan kepercayaan akan
kemampuan diri seseorang untuk menyelesaikan tugas, yang akan mempengaruhi
tujuan (apakah orientasi pada tujuan belajar atau kinerja. Tinggi rendahnya
kepercayaan seorang dalam belajar tergantung pada intensitas belajarnya, siswa
yang jarang belajar berdampak minimnya pembendaharaan ilmu yang dimiliki
yang berakibat ketidakyakinan pada kemampuannya sebaliknya jika siswa
memiliki pengetahuan yang banyak dengan cara belajar maka kepercaaan dirinya
pun bertambah karena sudah benar-benar memahaminya. Selanjutnya self-
efficacy yang tinggi, akan lebih memotivasi individu untuk meningkatkan regulasi
diri, sehingga individu dapat belajar dengan mengimplementasikan lebih banyak
strategi self-regulated learning, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap prestasi
akademiknya.
2.1.3 Fase-fase Self-Regulated Learning
Self-regulated learning mencakup proses-proses di bawah ini, dimana
proses-proses self-regulated learning ini pada dasarnya bersifat metakognitif
Ormrod, 2009 dalam (Rohmah, 2015):
a. Penetapan tujuan (Goal setting) siswa yang mengatur diri tahu apa
yang ingin dicapai ketika membaca atau belajar. siswa mengaitkan
tujuan-tujuan dalam mengerjakan suatu aktivitas belajar dengan tujuan
dan cita-cita jangka panjang.

5
b. Perencanaan (Planning) siswa yang mengatur diri sebelumnya sudah
menentukan bagaimana baiknya menggunakan waktu dan sumber daya
yang tersedia untuk tugas-tugas belajar.
c. Motivasi Diri (Self-motivation) siswa yang mengatur diri biasanya
memiliki efficacy diri yang tinggi akan kemampuannya dalam
menyelesaikan suatu tugas belajar dengan sukses.
d. Kontrol Atensi (Attention control) siswa yang mengatur diri berusaha
memfokuskan perhatian pada pelajaran yang sedang berlangsung dan
mengosongkan fikiran dari hal-hal lain yang mengganggu.
e. Penggunaan strategi belajar yang fleksibel (flexible use of learning
strategis). siswa yang mengatur diri memiliki strategi belajar yang
berbeda tergantung tujuan-tujuan spesifik yang ingin di capai. Sebagai
contoh siswa membaca sebuah artikel majalah tergantung pada apakah
siswa membacanya hanya sekedar hiburan atau sebagai persiapan
ujian.
f. Monitor diri (self monitoring). Siswa yang mengatur diri terus
memonitor kemajuan dirinya dalam kerangka tujuan yang telah
ditetapkan, dan siswa mengubah strategi belajar atau memodifikasi
tujuan bila dibutuhkan.
g. Mencari bantuan yang tepat (appropriate help seeking). Siswa yang
benar-benar mengatur diri tidak selalu harus berusaha sendiri.
Sebaliknya, siswa menyadari bahwa dirinya membutuhkan orang lain
dan mencari bantuan semacam itu. Siswa khususnya mungkin meminta
bantuan yang akan memudahkan mereka bekerja secara mandiri
dikemudian hari.
h. Evaluasi diri (self evaluation). Siswa yang mampu mengatur diri
menentukan apakah yang dipelajari itu telah memenuhi tujuan awal
atau belum. Idealnya siswa juga menggunakan evaluasi diri untuk
menyesuaikan penggunaan berbagai strategi belajar dalam
kesempatan-kesempatan dikemudian hari.

6
2.1.4 Strategi Self-Regulated Learning
Strategi self-regulated learning adalah himpunan rencana yang dapat
digunakan siswa agar mencapai tujuan (Rohmah, 2015). Penggunaan strategi self-
regulated learning mengurangi kecemasan dan meningkatkan self-efficacy, yang
secara langsung berhubungan dengan pencapaian tujuan dan prestasi belajar.
Strategi self-regulated learning diklasifikasikan menjadi dua kategori,
yaitu strategi kognitif dan strategi metakognitif. Strategi kognitif adalah strategi
yang memfokuskan pada proses informasi seperti latihan (rehersal), perluasan
(elaboration), dan organisasi. Strategi metakognisi membicarakan perilaku yang
diperlihatkan siswa selama situasi belajar. Beberapa taktik ini membantu siswa
dalam mengontrol perhatian, kecemasan, dan efek. Metakognisi adalah kesadaran,
pengetahuan, dan kontrol terhadap kognisi.
Strategi dalam self-regulated learning mengarah pada tindakan dan proses
yang berhubungan dengan perolehan informasi atau keterampilan yang
melibatkan pengorganisasian, tujuan dan persepsi individu. Zimmerman
mengemukakan 14 tipe strategi yang dibagi dalam tiga fungsi untuk pembentukan
self-regulated learning, yaitu: (Tjalla & Elvina, 2008).
a. Strategi untuk mengoptimalkan fungsi personal meliputi: 1)
pengorganisasian, 2) transformasi, 3) penetapan tujuan, dan 4)
perencanaan, 5) melatih dan 6) menghafal.
b. Strategi untuk mengoptimalkan fungsi tingkah laku, meliputi: 1)
evaluasi diri, 2) konsekuensi diri.
c. Strategi untuk mengoptimalkan fungsi lingkungan, meliputi: 1)
pencarian informasi, 2) pembuatan catatan, 3) memonitor diri, 4)
penyusunan lingkungan, 5) pencarian bantuan sosial, 6) melihat
kembali referensi.
Berbagai strategi dapat siswa terapkan untuk mengelola dirinya dalam
proses belajar secara maksimal sehingga prestasi dapat diraih. Namun yang
terpenting ialah siswa dapat menggunakan strategi yang sesuai dengan dirinya dan
sesuai dengan tujuan yang akan diraihnya.

7
2.2 Hubungan Motivasi Belajar dengan Self-Regulated Learning
Motivasi sangat mempengaruhi sukses atau tidaknya seseorang dalam
melakukan sesuatu, serta berfungsi sebagai pendorong individu untuk memulai
maupun meneruskan kegiatannya. Misalnya, ketika peserta didik menghadapi
tugas-tugas kuliah, mahasiswa yang dihadapkan pada berbagai sumber belajar
yang melimpah yang dengan kebutuhan dan tujuan mahasiswa bersangkutan. Pada
kondisi demikian, mereka harus memiliki inisiatif sendiri dan motivasi ,
menganalisis kebutuhan, dan merumuskan tujuan, memilih dan menerapkan
strategi pemecahan masalah, menseleksi sumber yang relevan, serta mengevaluasi
diri.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi dapat dipandang
sebagai pendorong dalam belajar dan belum sampai pada self regulatred learning,
yang dimana self regulated learning merupakan sebuah energi membuat peserta
didik berusaha secara gigih dengan menggunakan berbagai strategi belajar untuk
meregulasi dirinya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Salah satu strategi
belajar yang dapat dilakukan dengan self-regulated learning yaitu dengan
berbantuan media pembelajaran electronic seperti e-learning. Menurut Munir
(2008) e-learning berarti pembelajaran dengan menggunakan media atau jasa
bantuan perangkat elektronika. Penggunaan e-learning dalam proses pembelajaran
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga menumbuhkan semangat
peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dan
mampu mendorong peserta didik untuk mencapai hasil belajar yang lebih tinggi.
Kesuksesan dalam proses pembelajaran dalam aktivitas e-learning
menuntut para pelajar untuk memiliki motivasi yang kuat apabila ingin sukses
dalam proses pembelajaran. Terlebih lagi sistem e-learning adalah sistem yang
menuntut usaha dari individu, sehingga motivasi diri haruslah kuat dan datang
dari individu tersebut. Hal ini di dukung juga oleh hasil penelitian dari (Ulva,
2018) penerapan e-learning dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
Selain motivasi belajar di dalam proses belajar dengan menggunakan internet,
juga menuntut peserta didik memiliki pengaturan diri belajar yang lebih baik
dalam penguasaan pengetahuan, keterampilan dan motivasi dalam menggunakan
strategi belajar yang disebut dengan self regulated learning. Misalnya dalam

8
implementasi e-learning dilakukan saat berada diluar sekolah siswa yang tidak
memiliki motivasi belajar yang tinggi dan strategi belajar self-regulated learning
maka media yang telah dikembangkan akan menjadi mubasir karena tidak
gunakan secara efisien.
2.3 Self-regulated learning dalam Modal Kesuksesan Pembelajaran
Perhatian pemerintah dalam dunia pendidikan bisa dibilang serius hal ini
ditandai dengan perubahan kurikulum menjadi kurikulum 2013. Masyarakat juga
mulai berbenah diri untuk memaksa garis keturunannya untuk melanjutkan
pendidikan supaya kelak nanti bisa menjadi yang diinginkan. Hal ini memaksa
guru untuk terus melakukan inovasi-inovasi dengan terutama dalam proses
pembelajaran. Salah satunya yaitu menggunakan beragam jenis model
pembelajaran dalam proses pembelajaran. Namun guru kini tidak hanya fokus
pada mengajar tetapi juga disibukan untuk mengurus administrasi lain maka
model ang tepat untuk mengimbangi hal tersebut adalah model Self Regulated
Learning atau disingkat SRL.
Pada model pembelajaran Self Regulated Learning (SRL) siswa
diharapkan bisa menguasai bagaimana cara dan kondisi yang terbaik bagi dirinya
untuk belajar. Siswa juga mungkin mencari teman sebaya atau bantuan guru jika
menemukan kesulitan dalam belajar. Ada empat prinsip Self Regulated Learning
(SRL), yaitu: 1) mempersiapkan lingkungan belajar, 2) mengorganisasi materi, 3)
Memonitoring kemajuan, 4) melakukan evaluasi kinerja terhadap proses belajar.
Penerapan SRL diharapkan mampu mengubah cara belajar pebelajar/siswa yang
instan, menjadi cara belajar yang lebih baik yaitu menerapkan SRL. (Shofiyatul:
2016)
Self regulated learning (SRL) sebagai model pembelajaran seperti
digunakan oleh guru-guru atau peneliti sebagai salah satu cara meningkatkan
pembelajaran dalam kelas. Pada waktu pembelajaran siswa tidak menerima begitu
saja apa yang disajikan, melainkan juga membangun hubungan-hubungan baru
dari konsep dan prinsip yang dipelajari berdasarkan pengetahuan sebelumnya.

9
Kesuksesan Belajar dan Mengajar dimulai dari Self Regulated Learning
(SRL) yaitu:
1. Kesuksesan Belajar Siswa
Keberhasilan pembelajaran tersebut dipengaruhi oleh factor dari
dalam (intern) yaitu IQdiri maupun dari luar (ektern) yaitu EQ.
Sedangkan Belajar merupakan sebuah proses yang terdiri dari masukan
(input), proses (process), dan keluaran (output). Menurut Sunaman
(2005) dalam pembelajaran self regulated learning (SRL) ada 3 unsur
yang ada dalam proses pembelajaran. Menurut Sunaman (2005) dalam
pembelajaran self regulated learning (SRL) ada 3 unsur yang ada
dalam proses pembelajaran. Untuk mengoptimalkan hasil belajar
diperlukan antara lain: 1) self motivasi, Motivasi dapat diartikan
sebagai daya penggerak yang ada dalam diri sesorang untuk
melakukan aktivitas tertentu. 2)self efikacy, keyakinan tentang
kemampuan yang dimiliki untuk dapat menyelesaikan tugas yang
diberikan.dan 3) self evaluation, penilaian terhadap kinerja yang
ditampilkan oleh diri sendiri dalam upaya mencapai tujuan dan
menyebabkan yang signifikan terhadap hasil yang dicapainya.
2. Kesuksesan Mengajar bagi Guru
Seorang guru yang menghadapi masalah dalam pembelajaran di
kelas dituntut belajar mandiri juga, dalam hal memecahkan
permasalahan di kelas. Secara mandiri guru dapat mencoba metode,
strategi maupun model pembelajarannya sendiri untuk dapat mengatasi
permasalahan pembelajaran di kelasnya.
Kalau dimungkinkan seorang gurupun dapat bekerja sama dengan
guru lain atau peneliti untuk mencari solusi permasalahan yang
dihadapi dalam pembelajaran, sehingga beliau dapat menemukan
sendiri cara menyelesaikan masalah pembelajarannya. Menemukan
sendiri model, strategi, maupun metode pembelajaran yang baru dalam
mengatasi masalah pembelajarannya, ternyata temuannya itu sebagai
obat atau cara memecahkan masalah pembelajaran yang dihadapinya,
yang bisa ditularkan pada guru lain. Sehingga dengan guru

10
melaksanakan Self Regulated Learning (SRL), belajar mandiri
mengatasi masalah pembelajaran, tidak perlu sering-sering guru
diadakan kursus atau penataran mengimplementasikan cara
pembelajaran milik orang lain, modelmodel temuan orang lain.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Self-regulated learning adalah Suatu keadaan dalam proses kognitif agar
belajar lebih sukses dengan melakukan pengendalian aktivitas belajar mandiri,
memotivasi dan mengelola diri sendiri dan benda yang bertujuan untuk
pengambilan keputusan dan pelaksana dalam proses belajar.
Motivasi dapat dipandang sebagai pendorong dalam belajar dan belum
sampai pada self regulatred learning, yang dimana self regulated learning
merupakan sebuah energi membuat peserta didik berusaha secara gigih dengan
menggunakan berbagai strategi belajar untuk meregulasi dirinya untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan.
Kesuksesan Belajar dan Mengajar dimulai dari Self Regulated Learning
(SRL) yaitu: Untuk mengoptimalkan hasil belajar diperlukan antara lain: 1)
self motivasi, 2)self efikacy, dan 3) self evaluation. Seorang guru yang
menghadapi masalah dalam pembelajaran di kelas dituntut belajar mandiri
juga, dalam hal memecahkan permasalahan di kelas. Secara mandiri guru
dapat mencoba metode, strategi maupun model pembelajarannya sendiri untuk
dapat mengatasi permasalahan pembelajaran di kelasnya.

3.2 Saran
Menurut saya self-regulated learning ini memang tepat untuk diterapkan
untuk mampu merelugasi diri sendiri. Namun siswa merupakan makhluk
sosial perlu kerjasama dengan siswa lain. Tidak hanya fokus pada dirinya
sendiri.

12
Daftar Pustaka

Elvina, A dan Tjalla, A. (2008). Hubungan antara Self Regulation Learning


Dengan Kemampuan Memecahkan Masalah Pada Pembelajaran
Matematika Pada Siswa SMUN 53 Di Jakarta Timur. Jurnal Fakultas
Psikologi Universitas Gunadharma

Fasikhah,S, S & Siti, F. 2013. “Self-regulated learning (SRL) dalam


Meningkatkan Prestasi Akademik Pada Mahasiswa”. Jurnal Ilmiah
Psikologi Terapan: Fakultas Psikologi UMM, Vol. 01, No.01. Tersedia
pada http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt/article/download/1364/1459.
Diakses pada tanggal 5 Januari 2018.

Rohmah, W. 2015. “Self Regulated Learning Pada Mahasiswa Berprestasi”.


Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya. Tersedia pada
http://digilib.uinsby.ac.id/3071/. Diakses pada tanggal 3 Januari 2018.

Fatihatuh, N,K. Siswati. 2016. “Hubungan Antara Psychological Well Being


dengan Self Regulated Learning Pada Remaja Putri Penghafal Al-Qur’an
Di Pondok Pesantren Khalafi Kabupaten Demak”. Jurnal Empati, Volume
5(4), 738-743. Tersedia pada https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/
empati/article/view/15408/14900. Diakses pada tanggal 6 Januari 2018.

Munir. 2008. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.


Bandung: Alfabeta.

Simatupang S N B, Nur, Muhammad N. 2017. Hubungan Motivasi Belajar Dan


Self-regulated learning Dengan Hasil Belajar Fisika Siswa Kelas Xi Sma
Negeri 4 Pekanbaru Tahun Pelajaran 2016/ 2017. Jurnal Online
Mahasiswa FKIP UNRI, Vol 4, No 2 (2017). Tersedia pada https://jom.
unri.ac.id/index.php/jomfkip/article/view/15927. Diakses pada tanggal 6
Januari 2018.

Shofiyatul, A. 2016. Self Regulated Learning Salah Satu Modal Kesuksesan


Belajar dan Mengajar. Disampaikan pada Seminarasean 2nd Psychology &
Humanity: Psychology Forum UMM, Tersedia pada http://mpsi.umm.ac.id
/files/file/400-406%20Shofiyatul%20Azmi.pdf. Diakses pada tanggal 6
Januari 2018.

Ulva, N L, Sri K, & Joko W. 2018. Penerapan E-Learning dengan Media


Schoology Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Pada
Kompetensi Dasar Mendeskripsikan Konsep Badan Usaha Dalam
Perekonomian Indonesia. Jurnal Pendidikan Ekonomi: FKIP Universitas
Jember, ISSN 2548-7175. Tersedia pada https://jurnal.unej.ac.id/index.
php/JPE/article/view/6453. Diakses pada tanggal 7 Januari 2018.

13

Anda mungkin juga menyukai