Malaikat Mikail AS (Michael dalam bahasa Inggris, Mokoholo dalam bahasa Jawa kuno) adalah
malaikat yang mengatur air, menurunkan hujan/petir, membagikan rezeki pada manusia,
tumbuh-tumbuhan juga hewan-hewan dan lain-lain di muka bumi ini. Dikatakan setiap satu
makhluk yang memerlukan rezeki untuk hidup di dunia ini akan diselia rezekinya oleh satu
malaikat Karubiyyuun.
Malaikat Mikail adalah salah satu di antara Pembesar Malaikat yang empat. Ia dicipta oleh Allah
selepas malaikat Israfil dengan selisih kira-kira lima ratus tahun. Jumlah malaikat yg wajib
dipercayai oleh orang Islam itu ada sepuluh berserta tugas nya
Dalam Islam Mikhael dikenal sebagai malaikat Mikail, satu dari malaikat utama Allah setelah
Jibril. Menurut salah satu sumber, dalam tradisi Islam Mikail dikatakan memakai jubah berwarna
hijau jamrud, memenuhi bentangan langit. Tiap helai rambutnya berisi ribuan wajah yang
mengagungkan nama Allah. Menurut sumber lain dikatakan sejak neraka diciptakan Allah,
Mikail tidak pernah lagi bisa tertawa.
Malaikat Mikail as adalah termasuk salah satu diantara 4 Malaikat yang menjadi pembesar
seluruh Malaikat.
Dalam sebuah sumber dinyatakan bahwa ia diciptakan oleh Allah Swt, sesudah Malaikat Israfil
dengan selisih kira-kira 500 tahun lamanya. Seluruh anggota tubuhnya terbuat dari nur (cahaya)
dan berbulu za’faran. Yang istimewa, ada satu juta wajah diatas setiap bulu-bulu yang
dimilikinya. Dan setiap wajah memiliki sejuta mat. Padahal, tiap mata yang ada senantiasa
menangis untuk memohon rahmat bagi orang-orang mukmin yang berdosa. Di samping itu,
kelebihan yang dimiliki adalah tiap wajah mempunyai mulu sebanyak 1 juta, yang mana mulut
tersebut memiliki lidah dengan jumlah yang sama dan menguasai satu juta macam bahasa.
Padahal setiap lisan yang dimiliki membaca istighfar untuk orang-orang mukmin yang berdosa.
Dari sekian banyak mata yang ada, maka senantiasa meneteskan air mat sejumlah tujuh ribu
tetesan. Lalu dari tiap tetesan air mata itu ALLAH menciptakan malaikat sejenis yang serupa
dengan bentuk Malaikat Mikail. Tugas mereka adalah membaca tasbih hingga hari Kiamat.
Mereka itu bernama KARUBIYUN. Di samping bertasbih, mereka juga memiliki tugas sebagai
pembantu Malaikat Izrafil menjalankan tugas, yaitu membagi hujan, menjaga tumbuh-tumbuhan,
buah-buahan, serta membagi rizeki.
Dan sebutkan dalam sebuah keterangan, untuk menjaga kelangsungan kehidupan makhluk di
dalam laut, buah – buahan di pohon maupun tumbuh – tumbuhan yang berada di atas bumi, maka
ALLAH mengutus seorang malaikat untuk menjaganya. Jadi, satu butir buah misalnya akan
senantiasa dijaga oleh seorang malaikat.
Disamping bertugas membagi rezeki dan hujan, Malaikat Mikail juga sering mendampingi
Malaikat Jibril dalam menjalankan tugas – tugasnya. Di antara tugas yang pernah dilakukan
bersam Malaikat Jibril adalah :
A. Ketika Malaikat jibril menjalankan tugas membelah dada Nabi muhammad Saw. Untuk dicuci
hatinya karna akan diisi dengan iman, islam, yakin dan sifat hilim. Ketika itu peran Malaikat
Mikail tidak kalah penting. Beliaulah yang mengambil air Al-Kautsar (air zam-zam) untuk
akhirnya dijadikan sebagai pencubi hati Nabi Muhammad Saw.
B. Saat Nabi Muhammad Saw. mendapat kepercayaan untuk melakukan ISRA’ dan Mi’raj,
Malaikat Mikail besama Jibril ikut mendampingi beliau selama perjalanan.
C. Malaikat Mikail juga sebagai pesuruh ALLAH untuk menyampaikat lembaran kepada Malaikat
Maut. Dalam lembaran itu tertulis sangat detail nama, tempat, dan sebab musabab pencabutan
nyawa bagi orang yang di maksud.
Tugas malaikat Mikail sebagaimana diatur oleh Allah SWT adalah menurunkan hujan dan rezeki
kepada semua makhluk. Pengertian “hujan” di sini bisa diperluas menjadi segala macam cuaca dan
musim yang – langsung maupun tidak – berkaitan erat dengan rezeki makhluk.
Seseorang yang meyakini adanya malaikat Mikail dengan tugas di atas, akan memiliki sejumlah
sikap positif. Dalam konteks yang berkaitan dengan alam, dua di antaranya :
1. Dia tidak mencela keadaan alam, baik panas, hujan, maupun dingin.
Dia menyadari semua itu merupakan tindakan malaikat Mikail, dan menghormatinya sebagai
penerima tugas dari Tuhannya.
Mungkin si hamba berteduh dari hujan agar tak kuyup dan sakit, akan tetapi yang pasti dia tidak
mengutuki hujan tersebut dengan bahasa-bahasa yang dapat menyakiti hati “petugas”nya atau
“Bos” di belakangnya.
Dalam sebuah Hadis Qudsi, Allah berkata :
“Anak Adam telah menyakiti Aku : Dia mencaci maki masa, padahal Aku-lah pemilik dan pengatur
masa. Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti”.
(HR Bukhari no. 4826 dan Muslim no. 2246, dari Abu Hurairah)
Nabi Muhammad SAW jelas-jelas melarang manusia mencela alam. Beliau bersabda :
“Janganlah kamu mencaci maki angin”
(HR Tirmizi no. 2252, dari Abu Ka’ab)
Dosa mencela alam tidak main-main. Kata Nabi SAW :
“Sesungguhnya ada seseorang yang mengucapkan kalimat yang ia anggap biasa, tetapi
karenanya ia terjun ke dalam neraka sejah 70 tahun”
(HR Tirmizi)
2. Dia memuji Allah atas segala keadaan alam, dan memohon rahmat di dalamnya
Dia menyadari, pada setiap cuaca dan musim, ada rezeki bagi makhluk Allah, jika dirinya tak
termasuk, mungkin saudaranya yang lain sesama makhluk Allah.
Tetapi dia tetap berharap, berdoa, dan bersikap optimis, ada banyak kebaikan yang terkandung di
dalam cuaca tersebut yang Allah sengaja ciptakan untuk dirinya.
Kata Nabi SAW, ada dua doa yang tidak akan ditolak : Doa ketika azan, dan doa ketika turunnya
hujan
Beliau juga bersabda :
“Angin itu merupakan rahmat Allah, Dia datang dengan membawa rahmat dan datang dengan
membawa adzab. Jika kalian melihatnya, maka janganlah kalian mencelanya. Mintalah
kebaikannya kepada Allah dan berlindunglah kepada Allah dari kejahatannya.”
(HR Abu Daud, Hasan)
Nabi sendiri, apabila melihat hujan turun, Beliau berdoa :
“Allahumma shayyiban naafi’a”
Ya Allah, jadikan hujan ini hujan yang membawa manfaat kebaikan
(HR. Al-Buhari)
Dalam doanya yang lain :
“Ya Allah, sesungguhnyan aku memohon kepada-Mu kebaikan angin ini, kebaikan sesuatu yang
ada di dalamnya dan kebaikan sesuatu yang dia diutus dengannya dan aku berlindung kapada-
Mu dari kejahatannya, kejahatan sesuatu yang ada di dalamnya dan kejahatan sesuatu yang dia
diutus dengannya”
(HR Muslim)